You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung


Berdasarkan struktur anatomi, jantung hewan mamalia terbagi menjadi

4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

empat katup, yaitu dua katup atrio ventrikular (AV) yang terdiri dari katup

trikuspidalis dan katup bikuspidalis. Dua katup semilunar yang terdiri dari

katup aorta dan katup pulmonari. Jantung juga memiliki sistem sirkulasi

sistemik yaitu berupa aorta, arteri, arteriole dan kapiler. Sedangkan sistem

sirkulasi pulmonik terdiri dari vena cava, vena dan venula (Cunningham,

2002).

Gambar 1. Gambaran penampang jantung (OGrady dan OSullivan, 2004)

4
5

Jantung memiliki tiga tipe otot utama yakni : otot atrium, otot ventrikel

dan serabut otot eksitatorik dan konduksi khusus. Tipe otot atrium dan otot

ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya saja

durasi kontraksi otot-otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serabut-serabut

khusus ekstitatorik dan konduksi berkontraksi dengan lemah sekali sebab

serabut-serabut ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktil yang

memperlihatkan pelepasan muatan listrik yang berirama yang otomatis

(Guyton dan Hall, 2008). Kekuatan kontraksi jantung, kecepatan denyut

jantung serta aliran darah dipengaruhi dan dikontrol oleh syaraf otonom yang

berpusat pada medulla oblongata. Otot jantung diinervasi oleh sistem syaraf

simpatis dan parasimpatis, stimulasi syaraf-syaraf parasimpatis (vagus)

cenderung untuk menghambat kerja jantung dengan menurunkan daya

kontraksi dari otot jantung. Sebaliknya, rangsangan syaraf simpatis akan

bekerja meningkatkan aktivitas jantung dan tenaga kontraksi, kecepatan

kontraksi, kecepatan konduksi impuls dan aliran darah (Frandson, 1992)

dalam (Swedianto, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi

jantung adalah jenis hewan, ukuran tubuh, umur dan jenis kelamin, sedangkan

kondisi fisiologis yang dapat meningkatkan frekuensi jantung yaitu laktasi,

shock, pergerakan atau exercise, posisi hewan, saat makan dan pengaruh

lingkungan seperti suhu (Cunningham, 2002; Gavahan, 2003).

Jantung dibentuk oleh tiga jenis sel eksitasi yaitu sel pacu jantung

(pacemaker), sel penghantar listrik (konduksi) dan sel miokardium. Sel

pacemaker sebagai dominan berada di nodus sinoatrial (SA) mencetuskan


6

impuls bergantung aktivitas syaraf otonom. Sel konduksi seperti halnya kabel

sirkuit, dimana sel ini menghantarkan arus listrik dengan cepat dan efisien ke

seluruh jantung. Sedangkan sel miokardium bertanggung jawab terhadap

kontraksi dan relaksasi berulang sehingga dapat mengalirkan darah ke seluruh

tubuh (Thaler, 2009).

Peristiwa permulaan denyut jantung hingga denyut jantung berikutnya

disebut siklus jantung. Siklus jantung diawali oleh pembentukan potensial

aksi yang spontan dari nodus SA. Nodus SA terletak pada dinding lateral

superior atrium kanan dekat tempat masuk vena cava superior dan potensial

aksi menjalar dari sini dengan kecepatan tinggi menuju sel-sel yang ada pada

kedua atrium dan melalui berkas A-V menuju ventrikel melalui sistem

konduksi jantung (Guyton dan Hall, 2008). Sistem konduksi jantung yang

menyalurkan arus bioelektrik yang jauh lebih cepat dan lebih efisien

dibandingkan sel-sel jantung lain, maka gelombang depolarisasi jantung yang

berasal dari nodus SA akan merambat lebih cepat mengikuti urutan jalur

sistem konduksi ini, yaitu dari nodus SA menuju ke nodus AV, sesudah itu

berjalan mengikuti berkas His dan membelok sedikit ke arah ventrikel kanan

sesuai dengan percabangan berkas His, kemudian melalui septum menuju ke

apex melalui serabut Purkinje dan menyebar ke kedua ventrikel

(Cunningham, 2002; Boswood, 2008).


7

Gambar 2. Konduksi jantung,


Sumber: Jiang dan Mangharam (2013).

Muatan listrik sel-sel jantung dalam keadaan normal mengalami

depolarisasi dan repolarisasi. Pada keadaan istirahat (repolarisasi) maka

muatan listrik di luar sel positif dan di dalam sel negatif. Pada keadaan

depolarisasi maka muatan listrik di luar sel negatif dan di dalam sel positif.

Fase depolarisasi, terjadi akibat penyebaran rangsang. (Atkins et al., 1995;

Guyton dan Hall, 2008). Depolarisasi dan repolarisasi ini merupakan suatu

proses yang berlangsung terus menerus agar jantung tetap berdenyut. Kedua

proses ini saling bergantung satu sama lain. Depolarisasi hanya dapat timbul

setelah sel dalam keadaan repolarisasi, sebaliknya repolarisasi baru terjadi

setelah sel berdepolarisasi (Schwartz et al., 2002).

Tabel 1. Muatan Listrik Sel Otot Jantung.


Muatan Listrik
Keadaan Sel Otot
Di luar Sel Di dalam Sel
Istirahat / Repolarisasi Positif Negatif
Depolarisasi Negatif Positif
(Sumber: Widjaja, 2009)
8

Gambar 3. Gambar Konduksi jantung yang digambarkan pada kertas EKG


(http://faculty.ksu.edu.sa)

2.2 Elektrokardiogram
Menurut Atkins et al (1995), pengertian elektrokardiogram (EKG)

adalah gambaran rekaman dari potensial listrik yang dihasilkan oleh

miokardium selama fase perbedaan siklus jantung. EKG merupakan salah

satu alat diagnosa untuk memastikan adanya gangguan jantung, dari

serangkaian pemeriksaan biasa yang dilakukan oleh dokter hewan dalam

menentukan penyakit pasiennya (Battaglia, 2007). Manfaat penggunaan

elektrokardiogram yaitu untuk mendeteksi kelainan-kelainan irama dan

frekuensi jantung, mendeteksi adanya hipertropi jantung, mendeteksi

kemungkinan adanya gangguan metabolisme, gangguan elektrolit dan

membantu diagnosa serta pengobatan dari masalah irama jantung (Boswood,

2008). Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari tentang


9

elektrokardiogram. Elektrokardiograf adalah alat yang digunakan untuk

melihat rekaman EKG dan denyut jantung (Cunningham, 2002).

Saat impuls jantung melewati jantung, arus listrik juga akan menyebar

dari jantung ke dalam jaringan didekatannya disekeliling jantung. Sebagian

kecil dari arus listrik ini akan menyebar ke segala arah diseluruh permukaan

tubuh sehingga dapat terekam oleh elektroda EKG yang ditempelkan

kebagian tubuh (Guyton dan Hall, 2008). Sepasang elektroda yaitu satu

elektroda positif (anode) dan satu elektroda negatif (katode) (Schwartz et al.,

2002).

Pasangan elektroda dalam perekaman EKG dinamakan sadapan atau

hantaran atau disebut juga lead (Kertohoesodo, 1987). Sadapan EKG standar

pada hewan biasanya menggunakan sadapan ekstremitas, yang terdiri dari

enam sadapan. Enam sadapan standar direkam dari elektroda yang dipasang

pada ekstremitas. Enam sadapan ekstremitas terdiri dari tiga buah sadapan

bipolar standar, yaitu sadapan I, II dan III, serta tiga buah sadapan lengan

sebagai sadapan tambahan, yaitu aVR, aVL dan aVF (Hampton, 2006;

Thaler, 2009).

Sadapan ekstremitas bipolar standar, yaitu: Sadapan I dihasilkan dengan

cara menjadikan lengan kiri sebagai kutub positif dan lengan kanan sebagai

kutub negatif. Sudut orientasi 0o (Thaler, 2009). Menggambarkan perbedaan

potensial antara lengan kanan (RA) dan lengan kiri (LA), dimana LA

bermuatan lebih positif dari pada RA (Widjaja, 2009). Sadapan II dihasilkan

dengan cara menjadikan tungkai sebagai kutub positif dan lengan kanan
10

sebagai kutub negatif. Sudut orientasi 60o (Thaler, 2009). Menggambarkan

perbedaan potensial antara lengan kanan (RA) dan tungkai kiri (LL) (Widjaja,

2009). Sadapan III dihasilkan dengan cara menjadikan tungkai sebagai kutub

positif dan lengan kiri sebagai kutub negatif. Sudut orientasi 120o (Thaler,

2009). Menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kiri (LA) dan

tungkai kiri, dimana LL bermuatan lebih positif dari LA (Widjaja, 2009).

Sadapan ekstremitas tambahan menurut Thaler (2009): Sadapan aVL

dihasilkan dengan cara menjadikan lengan kiri sebagai kutub positif dan

ekstremitas yang lain sebagai kutub negatif. Sudut orientasi -30o. Sadapan

aVR dibuat dengan cara menjadikan lengan kanan sebagai kutub positif dan

ektremitas yang lain sebagai kutub negatif. Sudut orientasi -150o. Sadapan

aVF dibuat dengan cara tungkai sebagai kutub positif dan ektremitas lainnya

sebagai kutub negatif. Sudut orientasi +90o.

Gambar 4. Gambaran sudut orientasi pada enam sadapan ekstremitas yang


bergantian sebagai kutub positif atau negatif (Martin, 2007).
11

Menurut Karim dan Kabo (1996), ada tiga dasar hukum EKG dari

Goldberger yaitu:

1. Arus depolarisasi jantung yang merambat menuju ke elektroda positif

(meninggalkan elektroda negatif) menimbulkan defleksi positif.

2. Arus depolarisasi jantung yang merambat menuju elektroda negatif

(meninggalkan elektroda positif) menimbulkan defleksi negatif.

3. Arus depolarisasi jantung yang bergerak tegak lurus terhadap sumbu

antara dua elektroda menimbulkan defleksi bifasik.

Tabel 2. Arah Defleksi Jantung


Arah Impuls Arah Defleksi
Menuju Elektroda (Positif) Ke atas (Positif)
Menuju Elektroda (Negatif) Ke bawah (Negatif)
Menuju kemudian menjauhi Bifasik
Elektroda
(Sumber: Widjaja, 2009)

Hubungan antara gambaran elektrokardiogram dengan siklus jantung

terlihat pada gelombang-gelombang P, Q, R, S dan T yang terekam pada

elektrokardiogram. Gelombang-gelombang ini merupakan tegangan listrik

yang ditimbulkan oleh jantung dan direkam oleh elektrokardigraf dari

permukaan tubuh (Guyton dan Hall, 2008).

Penjelasan mengenai gelombang P, Q, R, S dan T pada sadapan II

adalah sebagai berikut:

1. Gelombang P menggambarkan aktivitas depolarisasi atrium dan arah

gelombang P normal selalu positif di II dan selalu negatif di aVR (Widjaja,


12

2009). Gelombang P pada elektrokardiogram mewakili aktivasi listrik

pada atria miokardium sewaktu mengadakan depolarisasi. Setengah bagian

pertama gelombang P mewakili depolarisasi atrium kanan dan setengah

bagian yang lain mewakili depolarisasi atrium kiri. Gelombang P yang

normal berupa defleksi positif. Kepentingan gelombang P yaitu untuk

menandakan adanya aktivitas atrium, menunjukkan arah aktivitas atrium

dan menunjukkan tanda-tanda hipertropi atrium (Gavahan, 2003).

2. Gelombang Q adalah defleksi ke bawah yang pertama dari kompleks QRS

(Widjaja, 2009). Gelombang Q adalah defleksi negatif yang ditimbulkan

oleh arus depolarisasi yang berjalan menjauhi sadapan yang bersangkutan.

Dengan kata lain gelombang Q menggambarkan awal dari fase

depolarisasi ventrikel. Kepentingan gelombang Q yaitu menunjukkan

adanya infark otot jantung. Gelombang Q yang normal harus memenuhi

kriteria yaitu berupa defleksi negatif (Martin, 2007).

3. Gelombang R adalah defleksi positif pertama dari kompleks QRS

(Widjaja, 2009). Menggambarkan fase depolarisasi ventrikel. Kepentingan

gelombang R untuk menandakan adanya pembesaran ventrikel kiri dan

hambatan pada serabut jantung kiri atau left bundle branch block (Martin,

2007).

4. Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R (Widjaja,

2009). Gelombang S menggambarkan fase depolarisasi ventrikel kanan.

Kepentingan gelombang S yaitu untuk mengetahui adanya pembesaran

ventrikel kanan dan hambatan pada serabut jantung kanan atau right
13

bundle branch block. Gelombang S yang normal berupa defleksi negatif

setelah gelombang R (Martin, 2007).

5. Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel (Widjaja,

2009). Gelombang ini muncul sesaat sesudah berakhirnya segmen. Arah

normal gelombang T sesuai dengan arah gelombang utama kompleks.

Kepentingan gelombang T yaitu untuk mengetahui adanya infark jantung

dan gangguan elektrolit (Gavahan, 2003; Schwartz, 2002).

6. Kompleks QRS menggambarkan seluruh fase depolarisasi ventrikel atau

penyebaran impuls di seluruh ventrikel. Secara klinis memiliki arti yang

sangat penting dari seluruh gambaran EKG. Terdapat tiga komponen yang

membentuk kompleks QRS yaitu gelombang Q, gelombang R dan

gelombang S. Bentuk kompleks QRS ditentukan oleh arah dan besarnya

arus depolarisasi ventrikel terhadap sadapan EKG dari waktu ke waktu,

sehingga setiap sandapan EKG akan merekam gambaran kompleks QRS

yang berbeda (Gavahan, 2003).

7. Interval PR adalah arah antara permulaan gelombang P sampai dengan

permulaan kompleks QRS. Interval P mewakili waktu yang dibutuhkan

oleh impuls dari nodus SA berjalan melewati nodus AV sampai ke berkas

His. Gangguan konduksi sepanjang jalur ini akan menyebabkan perubahan

interval (Gavahan, 2003).

8. Interval QT adalah jarak antara permulaan gelombang Q sampai dengan

akhir gelombang T. Jadi menggambarkan lamanya aktivitas depolarisasi

dan repolarisasi ventrikel (Widjaja, 1990).


14

9. Segmen PR adalah gelombang pada saat depolarisasi atrium jantung

berakhir hingga bagian awal ventrikel jantung akan berdepolarisasi.

Penghantaran depolarisasi tersebut sangat kecil sehingga yang terekam

berbentuk garis isoelektris pada kertas EKG (Luna, 2007).

10. Segmen ST adalah mewakili fase permulaan repolarisasi ventrikel.

Pengukuran segmen ST dari kompleks QRS akhir sampai durasi

gelombang T (Gavahan, 2003).

Gambar 5. Gambaran gelombang yang dihasilkan mesin EKG melalui kertas.


Sumber: (OGrady dan OSullivan, 2004).

Telemetri merupakan mesin EKG yang dipakai untuk mengamati

aktivitas jantung sehari-hari dalam jangka waktu tertentu. Telemetri memiliki

sadapan yang diletakkan pada tubuh hewan dan akan merekam aktivitas

bioelektrik jantung (Battaglia, 2007). Elektroda terbuat dari materi-materi

yang dapat menjamin resistensi yang rendah antara kulit dan permukaan

elektroda. Berdasarkan polaritasnya, elektroda EKG dibagi menjadi elektroda

positif (anode), negatif (katode) dan netral (ground electrode). Elektroda


15

diperlukan untuk merekam gambaran EKG yang ditempatkan pada kaki

depan dan belakang. Elektroda warna merah digunakan pada kaki depan

kanan, warna kuning digunakan pada kaki depan kiri, warna hijau digunakan

pada kaki belakang kiri, warna hitam digunakan pada kaki belakang kanan

(Battaglia, 2007). Mesin EKG beserta elektroda dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Mesin EKG model Fukuda M-E C110 Cardisuny dan


Elektroda. (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Pada kertas EKG terdapat kotak-kotak dalam ukuran millimeter (mm),

dimana satu kotak kecil berukuran 1 mm x 1 mm dan satu kotak sedang

berukuran 5 mm x 5 mm. Umumnya, pada setiap kotak sedang terdapat satu

garis tanda yang menunjukkan panjang kertas EKG ialah 5 x 5 mm = 25 mm.

Pada rekaman EKG telah ditetapkan bahwa kecepatan rekaman adalah 25

mm/detik dan kekuatan voltage adalah 1 milivolt (mV) = 10 mm atau 0,1 mV

= 1 mm, durasi 0,4 detik = 10 mm atau 0,04 detik = 1 mm (Widjaja, 2009).

2.3 Silasin
Silasin merupakan golongan alpha2-adrenoceptor stimulant yang

menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat memberikan efek sedasi,


16

analgesik dan pada akhirnya ketidaksadaran karena teranestesi. Silasin

menyebabkan relaksasi otot, muntah dan menekan termoregulator. Bekerja

sebagai penghambat pelepasan norepineprin dan insulin. Efek agonis silasin

pada reseptor alpha terletak di jantung dengan menekan sistem

kardiovaskular (Seymour dan Novakovski, 2007; Adams, 2001).

Menurut Dart (1999), sebagai agen sedativa sering digunakan pada

hewan anjing, kucing, kuda untuk handling, bedah minor. Silasin sering juga

digunakan sebagai agen preanestesi. Kelemahan silasin adalah efek analgesik

yang tidak dapat diukur, mengakibatkan bradikardia jantung, aritmia,

hipotensi, hipoventilasi dan menghasilkan efek seperti tertidur.

2.4 Ketamin
Ketamin adalah anestetikum golongan nonbarbiturat golongan disosiatif

anestesi, yaitu pada dosis rendah dapat sebagai preanestesi dan pada dosis

yang lebih tinggi dapat sebagai anestesi umum. Ketamin merupakan

analgesik yang kuat dan reaksi anestesinya tidak menyebabkan mengantuk

(Kul et al., 2001).

Ketamin memperpanjang kerja Gamma Amino Butyric Acid (GABA)

yang merupakan zat penghambat neurotransmiter di otak dengan cara

menghambat pengikatannya pada ujung syaraf (Cullen, 1997). Reseptor

GABA dapat merubah permeabilitas ion Cl- dan menyebabkan pelepasan

norepineprin pada syaraf simpatis. Pelepasan GABA pada medula spinalis

dapat menyebabkan depolarisasi (Adams, 2001). Selain menghambat kerja


17

GABA, ketamin juga dapat menghambat pelepasan serotonin, norepineprin

dan dopamin pada sistem syaraf pusat (Plumb, 2005).

Efek secara langsung dari ketamin dapat menstimulasi pusat adrenergik

dan secara tidak langsung menghambat pengambilan norepineprin. Pada

sistem kardiovaskular, ketamin dapat menyebabkan peningkatan cardiac

output, denyut jantung (takhikardia) dan tekanan darah (Adam, 2001).

Ketamin juga dapat mengubah aktivitas listrik jantung dengan

memperpanjang interval PR dan QT, tetapi tidak mempengaruhi bentuk

gelombang EKG (Karim dan Kabo, 2002; McKelvey dan Hollingshead,

2003).

2.5 Kombinasi Ketamin dan Silasin


Menurut Steve et al., (1986) pemberian anestesi kombinasi ketamin dan

silasin pada anjing dapat mengakibatkan penurunan frekuensi denyut jantung,

output jantung, volume stroke, efektifitas ventilasi alveolar, arterial PO2,

transport oksigen dan peningkatan secara nyata pada resistensi pembuluh

darah. Menurut (Wandia, 2010), pembiusan pada monyet yang dilakukan

biasanya menggunakan kombinasi ketamin HCl 10 mg/kg Berat Badan (BB)

dan silasin 1 mg/kg BB. Penelitian lain menyebutkan bahwa kombinasi

atropin (0,05 mg/kg BB) silasin (2 mg/kg BB) ketamin (7,5 mg/kg BB)

adalah kombinasi anestesi parenteral terbaik. Karena mempunyai resiko

paling minimal terhadap denyut jantung, frekuensi respirasi, suhu rektal, CO2

respirasi, kekuatan kontraksi jantung, durasi kontraksi dan relaksasi jantung,

serta tekanan darah anjing lokal (Sudisma, 2004).


18

2.6 Monyet Ekor Panjang


Monyet ekor panjang hidup pada hutan primer dan sekunder mulai dari

dataran rendah hingga dataran tinggi sekitar 1000 meter di atas permukaan

laut. Pada wilayah dataran tinggi, jenis monyet ini biasanya dijumpai di

daerah pertumbuhan sekunder atau pada daerah-daerah perkebunan

penduduk. Sering juga ditemukan di hutan bakau sampai ke hutan dekat

perkampungan (Supriatna dan Hendra, 2000).

Gambar 7. Monyet Ekor Panjang Jantan Dewasa (Macaca fascicularis).


Sumber : Dokumentasi Pribadi.

Perbedaan jantan dan betina secara morfologis terletak pada

perkembangan alat kelamin. Sementara untuk kelompok umur pada monyet

dibedakan berdasarkan aktifitas harian dan ukuran tubuh. Jantan dewasa

(Adult male) mempunyai ukuran tubuh relatif besar dengan berat 5-9 kg,

tegap dan kuat serta lebih agresif dan lincah. Memiliki dada yang lebar dan

mengecil pada bagian pinggang, memiliki jambang yang lebih pendek dari
19

betina. Jantan dewasa memiliki penis yang kecil dengan scrotum yang

berbentuk tombol bundar, seperti pada Gambar 7. Pada betina dewasa (adult

female) memiliki ukuran tubuh 50-75% dari ukuran jantan dewasa dengan

berat sekitar 3-6 kg dengan jambang yang terlihat lebih lebat dan kumis yang

agak panjang. Kelenjar mammae berkembang dengan baik serta prilaku yang

lebih tenang. Individu pradewasa (remaja) mempunyai ukuran tubuh yang

relatif lebih kecil dari pada individu dewasa dengan warna tubuh yang lebih

kecoklat-coklatan dan sudah tidak ada jambul pada kepalanya. Individu yang

tergolong anak (juvenile) mempunyai ukuran tubuh lebih kecil daripada

individu pradewasa, sudah lepas dari induknya (bergerak secara independent)

dan biasanya memiliki tingkah laku bermain yang lebih menonjol dari

individu kelompok umur lainnya. Sedangkan individu yang masih bayi

(infant) berwarna hitam terlihat jelas berada di dalam gendongan betina

dewasa ataupun menggelantung pada perut (Napier dan Napier, 1967).

2.7 Kerangka Konsep


Perangsangan kelistrikan jantungnya dipengaruhi oleh Nodus Sinosus

(SA) dan Sistem Saraf Pusat (SSP) dalam hal ini adalah otak. Sistem

konduksi jantung yang menyalurkan arus bioelektrik yang jauh lebih cepat

dan lebih efisien dibandingkan sel-sel jantung lain, maka gelombang

depolarisasi jantung yang berasal dari nodus SA akan merambat lebih cepat

mengikuti urutan jalur sistem konduksi ini, yaitu dari nodus SA menuju ke

nodus AV, sesudah itu berjalan mengikuti berkas His dan membelok sedikit

ke arah ventrikel kanan sesuai dengan percabangan berkas His, kemudian


20

melalui septum menuju ke apex melalui serabut Purkinje dan menyebar ke

kedua ventrikel (Cunningham, 2002; Boswood, 2008). Peran dari Nodus SA

menjadi penting karena merupakan sumber utama kelistrikan jantung, adapun

peran dari SSP adalah menurunkan dan meningkatkan kontraksi dari jantung.

Dalam penelitian ini yang menggunakan monyet ekor panjang yang

kehidupannya masih liar dialam dan ditangkap dengan pemberian anestesi

kombinasi ketamin dan silasin. Pemberian agen kombinasi anestesi ketamin

dan preanestesi silasin menyebabkan blocking pada SSP (Otak) sehingga otak

tidak bisa mempercepat atau memperlambat denyut jantung. Untuk itu akan

dilihat di Sadapan II bagaimana elektrokardiogram dari amplitudo gelombang

P, kompleks QRS dan gelombang T; durasi gelombang P, kompleks QRS;

Interval PR, Interval QT, Interval RR, Segmen PR, Segmen ST, Ritme sinus,

Irama jantung dan Denyut jantung dari rekaman yang dihasilkan oleh

elektrokardiograf. Secara skema digambarkan pada Gambar 8.


21

Anestesi (Kombinasi
ketamin dan silasin)

Nodus Sinosus Jantung SSP (OTAK)

Perangsangan Listrik
Jantung

Perekaman EKG

Gambaran EKG :

Sadapan : Sadapan II

Diamati :
1. Amplitudo : P, kompleks QRS, T
2. Durasi : P, kompleks QRS, Interval PR, Interval QT,
Interval RR, Segmen PR, Segmen ST
3. Ritme sinus, Irama Jantung, Denyut Jantung

Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian.

You might also like