You are on page 1of 33

ANALISIS JURNAL

MEMBRAN

PEMBUATAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI DARI PVC, CPVC DAN


CAMPURAN PVC/CPVC SERTA KARAKTERISASI STRUKTUR DAN
SIFAT TRANSPORNYA

Nama : Ainul Avida


NIM : 141810301042

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Membran dapat didefinisikan sebgai lapisan tipis yang dapat
memisahkan serta membatasi transpor suatu spesi yang berbeda ukuran
berdasarkan sifat fisik dan sifat kimianya. Prinsip pemisahan spesi pada
membran yaitu dapat melewatkan spesi yang berukuran lebih kecil dari
ukuran porinya serta menahan spesi yang berukuran lebih besar dari
ukuran porinya. Klasifikasi membran berdasarkan tekanan yang diberikan
terdiri dari membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse
osmosis. Teknologi membran ultrafiltarsi sering diaplikasikan dalam
pemisahan air dengan minyak. Membran juga diaplikasikan dalam bidang
pengolahan air dan limbah yakni dapat mengontrol mikroorganisme yang
bersifat patogen misalnya virus serta dapat mengurangi kekeruhan air.
Material yang digunakan dalam pembuatan membran ultrafiltrasi
biasanya berupa polimer organik, misalnya polivinil klorida (PVC).
Permasalahan yang sering muncul pada membran berbasis ultrafiltrasi
berbahan polimer yaitu terjadinya peristiwa fouling yang akan
menurunkan fluks membran. Penurunan fluks juga menurunkan efektifitas
membran dalam pemisahan spesi tertentu. Permasalahan ini dapat
diminimalisir dengan beberapa cara, salah satunya dengan cara kimia
yaitu memodifikasi karakteristik membran polimer untuk mengurangi
gaya tarik-menarik atau meningkatkan gaya tolak-menolak permukaan
membran polimer dengan foulant. Modifikasi ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan muatan pada permukaan membran polimer.
Pada review jurnal berikut ini memaparkan tentang pembuatan
membran ultrafiltrasi dari polivinil klorida (PVC), polivinil klorida
terkarboksilasi (CPVC) dan campuran dari keduanya serta karakterisasi
struktur membran & sifat transpornya. Karakter fouling dari ketiga
membran ultrafiltrasi tersebut kemudian dibandingkan dengan karakter
fouling pada membran ultrafiltrasi yang telah dibuat dari kopolimerisasi
grafting PVC-akrilamida. Pada review jurnal ini juga membahas tentang
pengaruh variasi variabel bebas tertentu terhadap struktur membran
yang dihasilkan serta kinerja membran tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsentrasi polimer yang optimum untuk membran
PVC, CPVC dan campurannya sehingga menghasilkan porositas
yang tinggi dan fluks yang maksimum?
Bagaimana pengaruh variasi nonsolven yang digunakan pada
pembuatan membran terhadap fluks membran yang dihasilkan?
Bagaimana pengaruh berbagai zat aditif pada proses koagulasi
terhadap fluks yang dihasilkan membran?
Bagaimana hasil analisis struktur membran PVC, CPVC dan
campuran keduanya dengan SEM dan AFM sebelum dan sesudah
digunakan untuk ultrafiltrasi?
Bagaimana potensial zeta PVC, CPVC dan campuran keduanya
sebelum dan sesudah digunakan untuk ultrafiltrasi?
Bagaimana variasi tekanan, temperatur dan pH yang digunakan
ketika ultrafiltrasi mempengaruhi kinerja membran PVC, CPVC,
campurannya dan PVC-tergrafting-akrilamida?
1.3 Tujuan
Pada jurnal tersebut membahas penelitian yang bertujuan untuk:
Mengetahui konsentrasi polimer yang optimum untuk membran
PVC, CPVC dan campurannya sehingga menghasilkan porositas
yang tinggi dan fluks yang maksimum
Mengetahui pengaruh berbagai zat aditif sebagai nonsolven
pada larutan pencetak terhadap fluks membran yang dihasilkan
Mengetahui pengaruh berbagai zat aditif pada proses koagulasi
terhadap fluks membran yang dihasilkan
Mengetahui hasil analisis struktur membran PVC, CPVC dan
campuran keduanya dengan SEM dan AFM sebelum dan sesudah
digunakan untuk ultrafiltrasi
Mengetahui potensial zeta PVC, CPVC dan campuran keduanya
sebelum dan sesudah digunakan untuk ultrafiltrasi
Mengetahui variasi tekanan, temperatur dan pH yang digunakan
ketika ultrafiltrasi mempengaruhi kinerja membran PVC, CPVC,
campurannya dan PVC-tergrafting-akrilamida.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknologi Membran
Membran merupakan suatu lapisan tipis antara dua fasa fluida yaitu
fasa umpan (feed) dan fasa permeat yang bersifat sebagai penghalang
(barrier) terhadap suatu spesi tertentu, yang dapat memisahkan zat
dengan ukuran yang berbeda serta membatasi transpor dari berbagai
spesi berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Membran bersifat
semipermeabel, berarti membran dapat menahan spesi-spesi tertentu
yang lebih besar dari ukuran pori membran dan melewatkan spesi-spesi
lain dengan ukuran lebih kecil. Sifat selektif dari membran ini dapat
digunakan dalam proses pemisahan. Proses pemisahan dengan membran
mempunyai kemampuan memindahkan salah satu komponen berdasarkan
sifat fisik dan kimia dari membran serta komponen yang dipisahkan.
Perpindahan yang terjadi karena adanya gaya dorong (driving force)
dalam umpan yang berupa beda tekanan (P), beda konsentrasi (C),
beda potensial listrik (E) dan beda temperatur (T) serta selektifitas
membran yang dinyatakan dengan rejeksi. Pada gambar 2.1
memperlihatkan skema proses pemisahan dengan membran
(Mulder,1991).
2.2 Klasifikasi Membran
Membran dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok
berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu :
a. Membran Polimer
Pada dasarnya semua polimer dapat digunakan sebagai
penghalang (barrier) atau material membran namun sifat fisika dan
sifat kimianya sangat berbeda dikarenakan hanya polimer tertentu
yang dapat digunakan dalam percobaan. Membran polimer
diklasifikasikan menjadi membran berpori dan membran tidak
berpori. Membran berpori diaplikasikan pada mikrofiltrasi dan
ultrafiltrasi, sedangkan membran nonpori diaplikasikan pada
pemisahan gas dan pervaporation. Faktor utama untuk penentuan
pemisahan material pada membran berpori adalah ukuran pori dan
distribusi ukuran pori serta stabilitas kimia dan termal pada
membran.
b. Membran Anorganik
Pada membran anorganik stabilitas kimia dan termalnya
berhubungan dengan material polimer. Pembagian tipe membran
anorganik dibedakan menjadi 3, membran keramik membran gelas
dan membran metalik Membran keramik dibentuk dengan
perpaduan sebuah logam dengan non logam sehingga membentuk
oksida, nitrida, atau karbida. Membran gelas (silika, SiO2).
c. Membran Biologi
Menggunakan teknik demixed glasses. Sedangkan membran metalik
ditentukan dengan sintering bubuk logam, namun penjelasan
mengenai membran ini masih terbatas. Struktur dan fungsi dari
membran biologi sangat berbeda dengan membran sintetik.
Membran biologi atau membran sel mempunyai struktur yang
sangat kompleks. Karakteristik beberapa membran sel mengandung
struktur lipid bilayer.
Berdasarkan gradien tekanan sebagai daya dorong dan permeabilitasnya,
membran dibagi menjadi:
a. Mikrofiltrasi (MF): membran ini beroperasi dengan tekanan sekitar 0,1
2 bar dan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar
b. Ultrafiltrasi (UF): membran ini beroperasi dengan tekanan berkisar 1-5
bar dan permeabilitasnya 10 50 L/m2.jam.bar
c. Nanofiltrasi: membran ini beroperasi dengan tekanan berkisar 5 20
bar dan permeabilitasnya mencapai 1,4 12 L/m2.jam.bar
d. Reserve Osmosis (RO) : membran ini beroperasi dengan tekanan
berkisar 10 100 bar dan permeabilitasnya mencapai 0,005 1,4
L/m2.jam.bar

2.3 Teknik Pembuatan Membran

Teknik pembuatan membran yang penting diantaranya adalah


sintering, stretching, track-etching, solution coating, inversi fasa, proses
sol-gel, dan vapour deposition (Mulder,1991). Sebagian besar membran
yang diproduksi saat ini dibuat dengan metode inversi fasa melalui teknik
presipitasi terendam. Membran inversi fasa dapat dibuat dari berbagai
macam polimer dengan syarat polimer yang digunakan harus larut pada
pelarut yang sesuai atau campuran pelarut. Secara umum membran
dapat dibuat menjadi dua konfigurasi yaitu datar (lembaran) atau pipa
(turbular). Tahapan dasar pembuatan membran dengan teknik inversi fasa
(presipitasi terendam) (Roilbilads 2010) yaitu :
a. Pembuatan larutan polimer
b. Proses casting (penebaran diatas permukaan) membentuk lapisan
tipis(100-200 m)
c. Perendaman di non pelarut di bak koagulasi
d. Perlakuan akhir Inversi fasa adalah suatu proses dimana polimer
ditransformasi dari fasa cair ke fasa padat melalui mekanisme
pengontrolan tertentu.
Proses perubahan fasa ini sangat sering diawali dengan transisi fasa
cairan pembentuk membran dari satu fasa cairan menjadi dua fasa cairan
(liquid-liquid demixing). Pada tahap tertentu selama proses demixing,
salah satu fasa cairan mengalami pembekuan sehingga fasa padat
terbentuk. Dengan mengendalikan tahap awal perubahan fasa, maka
morfologi membran dapat dikendalikan.
2.4 Polimer dan Grafting kopolimerisasi
Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius
pada tahun
1833. Sepanjang abad 19 para ilmuwan bekerja dengan makromolekul
tanpa memiliki
suatu pengertian yang jelas mengenai strukturnya. Sebenarnya, beberapa
polimer alam
yang termodifikasi telah dikomersilkan. Sebagai contoh, selulosa nitrat
dipasarkan
dibawah nama-nama Celluloid dan guncotton(Stevens,2001)
Polimerisasi adisi melibatkan reaksi rantai. Penyebab reaksi rantai
dapat berupa
radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak
berpasangan) atau ion.
Radikal bebas biasanya terbentuk dari penguraian zat nisbi tidak mantap,
yang disebut
pemicu. Pemicu ini memicu reaksi rantai pada pembentukan polimer, dan
polimerisasi ini
berlangsung sangat cepat, sering dalam waktu hanya beberapa detik.
Polimerisasi adisi
terjadi khusus pada senyawa yang mempunyai ikatan rangkap, seperti
misalnya etena dan
turunan-turunannya.Polimerisasi kondensasi terjadi reaksi antara dua
molekul bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua gugus
fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) danmemberikan satu molekul
besar bergugus fungsi banyak pula, dan diikuti oleh
penyingkiran molekul kecil, seperti misalnya air (Cowd, 1991).
Grafting Kopolimer adalah suatu polimer yang terdiri dari
molekulmolekul dengan satu atau lebih jenis dari monomer yang
terhubung pada sisi rantai utama. Grafting kopolimer dapat juga disiapkan
oleh proses kopolimerisasi cabang dengan monomer yang akan
membentuk rantai utama. Teknik grafting telah dimanfaatkan dalam
berbagai bidang aplikasi antara lain untuk mengubah sifat-sifat polimer
induk dengan tujuan, seperti untuk meningkatkan kekuatan adhesif
polimer (song et al., 2006), memberikan sifat penghantar proton sebagai
membran sel bahan bakar (Christina et al., 2008), dan sifat penukar ion
(zhang., 2009). Modifikasi suatu polimer dengan teknik grafting
melibatkan pembentukan situs aktif berupa radikal bebas atau ion terlebih
dahulu pada monomer atau polimer induk. Pembentukan situs aktif pada
proses grafting dapat dilakukan dengan dua cara yakni metode kimia dan
metode fisika. Pembentukan situs aktif pada metode kimia biasanya
digunakan dalam teknik grafting on, dimana pembentukan situs aktif
dimulai dari monomer yang berpolimerisasi menjadi homopolimer, pada
metode ini radikal yang terbentuk pada monomer akibat abstraksi atom
hydrogen atau inisiasi pada ikatan phi dari monomer oleh radikal inisiator
seperti BPO (Benzoil Peroksida), AIBN (Azobisisobutyronitrile), atau bahan
pengoksidasi seperti garam cerium dan reagen fenton (Fe2+/H2O2).
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Kalorimeter pelkin-elmer
DSC-7
Panci platinum
Plat kaca
Bath koagulasi
1 set alat SEM JSM-35
1 set alat AFM di Tata Institute for Fundamental Research
1 set alat uji potensial zeta
3.1.2 Bahan
Resin PVC
Resin CPVC
Akrilamida
BSA (bovine serum albumine)
Dimetilformamida (DMF)
Azo-bis-isobutyronitrile (AIBN)
Water
Etanol
Heksana
Liquid nitrogen
Metallic gold
Kain poliester (nonwoven)
KCl

3.2 Diagram Alir

Preparasi membran ultrafiltrasi


PVC, CPVC, campurannya dan PVC
tergrafting akrilamida
Karakterisasi struktur fisik
membran ultrafiltrasi PVC, CPVC,
dan campurannya dengan SEM dan
AFM

Karakterisasi kinerja membran


ultrafiltrasi PVC, CPVC, dan
campurannya dengan air dan BSA

Pengukuran potensial zeta dengan


metode pencelupan sel

Perkiraan porositas membran


dengan metode gravimetri

3.2 .1 Preparasi membran


Resin PVC diperoleh dari Reliance Industries Ltd dengan nilai K
sebesar 57,01, CPVC dibeli dari Kimia Aldrich (MW 220.000) dan
bovine serum albumin (BSA), (berat molekul 68.000, V-fraksi > 97%
murni) diperoleh dari Loba Chemie dan digunakan tanpa pemurnian.
Sifat termal campuran polimer ditentukan dengan menggunakan
scanning kalorimeter yang berbeda (Perkin-Elmer, DSC-7). Sampel
(sekitar 5 mg) ynag dibungkus dalam panci platinum dipanaskan pada
suhu 20-350 C dengan kecepatan 10 C / menit pada suasana
nitrogen untuk mengukur transisi gelas tem- perature ( T g). Metode ini
terdiri dari pencetakan lembaran dari larutan polimer menggunakan
zat tambahan dengan konsentrasi polimer 10-12%, yang kemudian
mengalami gelasi dalam nonsolven. Larutan pencetak disimpan pada
temperatur cetakan (60-65 C) untuk pelepasan. Membran dibuat
dengan cara menuangkan larutan polimer dalam dimetil formamida
(DMF) sebagai solven pada plat kaca, kemudian menggoreskan pisau
di atasnya untuk membentuk lembaran tipis. Setelah dievaporasi
selama waktu tertentu lapisan dicelupkan dalam wadah koagulasi .
suhu pada wadah koagulasi diatur 10-15C dan waktu antara
pencetakan lapisan dan mulainya koagulasi yaitu 5 sampai 240 detik
untuk membran PVC, CPVC, dan campran PVC/CPVC. Setelah waktu
koagulasi, membran dilepas dari plat kaca dan diletakkan di air
mengalir selama semalaman untuk menghilangkan solven yang
tersisa.

Pembuatan membran dilakukan dengan konsentrasi polimer yang


berbeda-beda dalam larutan DMF. Membran dibuat dari larutan
polimer dengan konsentrasi 10-12% (w/v) dalam DMF dan dilabeli
sebagai PVC-10, PVC-11 dan PVC-12 untuk PVC; CPVC -10, CPVC-11
dan CPVC-12 untuk CPVC. Membran campuran dicetak dari larutan
polimer campuran dengan komposisi PVC 10% + CPVC 1%, PVC 9% +
CPVC 2%, PVC 8% + CPVC 3%, PVC 7% + CPVC 4%, PVC 6% + CPVC
5% dan PVC 5% + CPVC 6% dalam larutan DMF.

Membran PVC-tergrafting-akrilamida dibuat dengan polimerisasi


radikal menggunakan azo-bis-isobutironitril sebagai pemula. Efisiensi
grafting diketahui mencapai 0,12%. Membran ini dibuat dengan cara
yang sama seperti metode pembuatan membran PVC.

3.2.2 Analisis struktur Membran PVC, CPVC dan campurannya


dengan SEM dan AFM

Struktur fisik membran ditentukan dengan menganalisis potret


yang dibuat oleh SEM (scanning electron microscopy) JSM-35 (JOEI-
Japan) dan AFM (atomic force microscopy) di Tata Institute for
fundamental research, Mumbai. Preparasi sampel membran untuk
SEM yaitu membran didehidrasi dengan hati-hati dengan cara
memasukkannya berturut-turut dalam campuran air-etanol, ethanol
murni, campuran etanol-heksana, dan kemudian dalam heksana
murni. Setelah didehidrasi, membran akan diretakkan dalam nitrogen
cair dan kemudian ditutup dengan emas untuk memperlihatkan
kontras yang cukup pada retakan membran. Untuk analisis AFM,
membran dicetak pada kain poliester nonwoven dan kemudian
dikoagulasikan. Dari membran ini, sebagian kecil (1 x 1 cm2) dipotong
dari pusat lembaran membran untuk di analisis Bagian kecil ini
ditempatkan dalam etanol murni selama 10 s dan kemudian dikenai
udara selama 10 menit untuk menguapkan kemungkinan kelebihan
ethanol dipermukaannya. Membran ditempatkan dalam etanol
sebelum pengujian karena cara ini dapat meningkatkan resolusi
gambar AFM.

3.2.3 Uji kinerja membran dengan ultrafiltrasi dengan


feed air dan BSA

Kinerja membran diuji dengan metode ultra-filtrasi (UF), dalam modul


lembaran (flat) dengan luas membran efektif 112 cm 2 dan tinggi 0,4 cm2
Sifat transpor membran di uji dengan referensinya menggunakan air dan
0,75 g/liter larutan BSA pada suhu konstan (303 K), tekanan konstan (98
kPa), dan laju alir konstan (14 liter/m2/jam), Semua membran di beri
tekanan udara sebesar 48 kPa selama 30 menit sebelum percobaan UF.
Fluks air diperoleh dengan menggunakan air suling.

Potensi zeta membran diukur dengan metode pencelupan sel.


Membran ditempatkan dalam sel pencelupan dengan medium elektrolit di
dalamnya dan lapisan aktif menghadap ke bagian dasar elektroda
platinum. Medium yang digunakan adalah 0,01 M KCl, dengan
konduktivitas 1,71 3 10 S/cm12 ; konstanta dielektrik larutan ditentukan
78. Fluks elektro-osmotik diukur dengan kenaikan berat yang diperoleh
pada keseimbangan elektronik. Pengukuran dilakukan lebih awal 10
menit untuk menghindari pemanasan larutan. Suatu larutan segar
digunakan untuk setiap pengukuran. Semua pengukuran dilakukan dalam
2 kali pengulangan dan dirata-rata.

3.2.4 Uji porositas membran dengan metode gravimetri


Porositas membran ditentukan melalui metode gravimetri dengan
mengukur kadar air dalam sampel membrane. Suatu membran dengan
diameter tertentu dipotong dan kelebihan air di permukaan membran
itu dilap menggunakan kertas tisu. Berat dari membran basah dicatat.
Membran kemudian dikeringkan dalam oven sampai berat konstan.
Perubahan berat digunakan untuk memperkirakan porositas membran.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik membran PVC dan CPVC pada konsentrasi polimer
yang berbeda (10-12%)

4.1.2 Efek rasio komposisi PVC : CPVC terhadap kinerja membran

4.1.3 Efek berbagai nonsolven yang digunakan terhadap kinerja membran


4.1.4 Efek zat aditif dalam proses koagulasi terhadap kinerja membran

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Membran
Kesesuaian campuran polimer yang akan dibuat membran merupakan
syarat penting yang harus diuji agar penggunaannya efisien. Metode
viskometri sederhana dikembangkan untuk uji kesesuaian polimer
polimer-polimer. Kesesuaian polimer PVC- CPVC diuji dengan cara
mengukur kekentalan larutannya dalam DMF dengan memvariasi
komposisi CPVC. Viskositas relatif diplotkan sebagai fungsi komposisi
campuran, seperti gambar berikut:
Gambar 4.2.1 kurva hubungan viskosittas relatif terhadap komposisi
CPVC dalam campuran
Kurva tersebut menunjukkan kelinieran yang cukup baik yang
mengindikasikan kesesuaian yang baik antara polimer PVC dan CPVC. Jika
kesesuaian campuran polimer kurang baik, maka kurva tersebut akan
menunjukkan bentuk sigmoid (S) atau fluktuatif yang merupakan
karakteristik sistem 2 fasa. Jika kelinieran kurva baik maka dapat
diprediksi bahwa peningkatan komposisi CPVC dalam campuran polimer
akan menurunkan viskositas relatifnya, sedangkan jika kurva membentuk
sigmoid (S) akan sulit untuk memprediksikan hubungan antara komposisi
CPVC dalam campuran polimer dengan viskositas relatifnya.
Metode lainnya yang digunakan untuk memverifikasi kesesuaian
campuran polimer yang berbeda yaitu dengan mengukur T g atau
temperatur transisi gelas. Untuk sistem multifase yang tidak bercampur,
setiap fase akan melewati Tg nya masing-masing. Pengamtan
menunjukkan campuran polimer CPVC-PVC memiliki T g tunggal yang
membuktikan percampuran antara kedua polimer tersebut. Hal tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.2.2 hasil analisis DSC dari membran PVC, CPVC dan
campurannya

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa campuran polimer PVC-


CPVC hanya berbeda 1C dari material awal. Membran CPVC menunjukkan

H rendah, yaitu sebesar 39,05 J/g . PVC sebesar 124,88 J/g dan

campurannya sebesar 82,9 J/g sehingga diduga CPVC lebih amorf di alam.

Membran juga dibuat dengan konsentrasi polimer PVC dan CPVC


yang berbeda dalam larutan DMF. Karakteristik dan kinerja membran
sebagai fungsi kondisi pencetakan diberikan pada tabel 4.1.1. Konsentrasi
polimer dalam larutan cetakan mempengaruhi karakteristik membran
seperti misalnya porositas dan permeabilitas air selama ultrafiltrasi (fluks
air). Membran yang dihasilkan dari larutan dengan konsentrasi terendah
menunjukkan porositas lebih baik sebagaimana ditunjukkan oleh fluks air
murni yang melewati membran. Kecepatan gelasi lebih rendah pada
membran yang dihasilkan dari larutan polimer dari konsentrasi lebih
tinggi. Dengan meningkatnya konsentrasi polimer dalam larutan cetakan
membuat rantai polimer menghalangi molekul solven berdifusi dengan
larutan polimer. membran yang dibuat dari larutan cetakan PVC dan PVC
dengan konsentrasi masing-masing 11% menunjukkan rejeksi yang efisien
untuk makromolekul yaitu 97-98%. Peningkatan konsentrasi larutan PVC
dan CPVC selanjutnya yaitu pada konsentrasi 12% menunjukkan
penurunan pada fluks sebesar 6%, tetapi tidak ada perkembangan pada
efisiensi rejeksi. Reprodusibilitas membran ini mencapai 4-5%. Fluks air
yang lebih besar pada membran CPVC kemungkinan karena gaya tolakan
antara gugus asam karboksilat dalam larutan polimer sehingga
menghasilkan membran yang sangat berporos.

Pengaruh rasio PVC/CPVC terhadap kinerja membran ditunjukkan


pada tabel 4.1.2 peningkatan komposisi CPVC membuat efisiensi rejeksi
bervariasi antara 8996%. Pada komposisi CPVC 1%, fluks menjadi
meningkat karena porositas lebih tinggi tetapi peningkatan komposisi
CPVC selanjutnya justru menurunkan fluks sebagaimana turunnya
efisiensi rejeksi untuk BSA. Peningkatan komposisi CPVC dalam campuran,
jarak antara makromolekul-makromolekul kemungkinan berkurang dan
lebih memperlihatkan interaksi internolekular.
Pengaruh beberapa jenis zat aditif sebagai nonsolven dalam larutan
cetakan juga diuji pada 10% (v/v) keberadaannya dalam DMF. Zat aditif ini
diharapkan dapat mengurangi sifat pelarutan pada pelarut sehingga
dapat mengubah struktur pori membran. Kinerja membran dengan
beberapa zat aditif yang berbeda ditunjukkan pada tabel 4.1.3. Fluks
larutan BSA dan rejeksi membran paling tinggi ketika berat molekul
alkohol yang lebih rendah seperti metanol yang digunakan sebagai zat
aditif. Parameter kelarutan polimer dalam beberapa nosolven yang
digunakan juga mempengaruhi hasil fluks, dimana nonsolven yang paling
bersifat tidak bisa melarutkan polimer saat proses koagulasi akan
menghasilkan fluks yang paling besar. Metanol merupakan nonsolven
yang paling sulit melarutkan polimer PVC sehingga akan menghasilkan
fluks yang besar dibandingkan nonsolven yang lain.
Membran juga dibuat pada waktu evaporasi yang berbeda dengan
menggunakan nonsolven yang menghasilkan fluks maksimum serta
komposisi polimer yang optimum. Membran yang diperoleh dari waktu
evaporasi yang sangat cepat akan cenderung memiliki struktur pori
asimetri, sedangkan yang diperoleh dari waktu evaporasi yang lama
cenderung memiliki pori yang rapat dan homogen. Waktu evaporasi yang
optimum yaitu selama 5-15 detik untuk semua membran.
Tabel 4.1.4 menunjukkan peningkatan fluks dan rejeksi terhadap BSA
menurun dengan adanya penambahan beberapa garam atau pelarut
organik tertentu kedalam bath koagulasi. Zat aditif tersebut
mempengaruhi kecepatan transfer solven ke dalam medium gelasi, oleh
karena itu menghasilkan perubahan pada sifat membran. Efisiensi rejeksi
membran dengan menggunakan medium gelasi berupa air tertinggi yaitu
98%, sementara itu penambahan alkohol memberikan pori lebih banyak
dan efisisensi rejeksi yang menurun. Tetapi efisiensi rejeksinya masih
dalam batas yang dapat dikatakan baik karena hampir 90%.
4.2.2 Struktur fisik membran
Permukaan membran PVC, CPVC dan campurannya dikarakterisasi
dengan SEM sebelum dan sesudah percobaan ultrafiltrasi. Analisis potret
yang diperoleh dari SEM menunjukkan bahwa membran campuran PVC-
CPVC memiliki permukaan yang lebih halus dan struktur pori yang
seragam serta tidak mudah mengalami fouling daripada membran PVC.
Gambar berikut merupakan hasil potret dari SEM, baik sebelum dan
sesudah ultrafiltrasi:
Gambar 4.2.3 (a-f) potret permukaan membran PVC, CPVC dan
campurannya sebelum dan sesudah ultrafiltrasi

Pengamatan topografi dan pengukuran dimesi pori membran ultrafiltrasi


dilakukan dengan menggunakan alat AFM. Sampel dapat diuji dengan AFM
tanpa prosedur persiapan yang mungkin saja dapat mengubah struktur
membran seperti misalnya pelapisan emas dengan vacuum. Struktur
permukaan membran PVC, CPVC dan campurannya yang dihasilkan oleh
AFM dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 4.2.4 tampak atas membran UF PVC, CPVC dan campurannya
dengan AFM
Gambar tersebut merupakan ilustrasi topografi permukaan membran PVC,

CPVC dan campurannya yang menunjukkan area 1,5 x 1,5 m 2


dengan

daerah putih menunjukkan puncak (titik tertinggi) dan daerah gelap


mengindikasikan daerah yang lebih dangkal. Pengujian AFM ini juga
menghasilkan profil struktur permukaa dengan gambar seperti berikut:
Gambar 4.2.5 profil pemindahan vertikal permukaan membran PVC,CPVC
dan campurannya dari lintasan diagonal
Gambar tersebut dihasilkan dari pengukuran jarak horizontal dan
vertikal antara sepasang kursor. Pengukuran dengan AFM ini
mengindikasikan diameter pori membran PVC yaitu pada rentang 1,5-17

, membran CPVC dengan rentang 2.47.6 , dan campuran keduanya

pada rentang 2.321.2 . Tampak perpendikular dan horizontal membran


juga dapat dilihat, seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.2.6 tampak perpendikular dan horizontal membran UF PVC,
CPVC dan campurannya
4.2.3 Karakteristik potensial zeta
Potensial zeta merupakan potensial listrik pada permukaan membran.
Potensial zeta ini ditentukan sebelum dan sesudah ultrafiltrasi dengan
persamaan smoluchowski. Hasil yang diperoleh dari penentuan tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut:
Membran yang terfouling menunjukkan potensial zeta negatif yang lebih
rendah daripada membran yang belum digunakan untuk ultrafiltrasi.
Lapisan fouling protein menentukan potensial zeta dari permukaan yang
telah terfouling, nilai yang terukur mengindikasikan potensial zeta lapisan
fouling. Potensial zeta yang diperoleh dari membran terfouling ini bisa
jadi berkorespondensi dengan molekul BSA.
4.2.3 Karakteristik Ultrafiltrasi (UF)
Pengaruh variasi tekanan yang diterapkan pada ultrafiltrasi diamati
untuk membran UF PVC, CPVC, campurannya serta PVC-tergrafting-
akrilamida. Skema diagram untuk percobaan ultrafiltrasi dapat dilihat
pada gambar berikut:

Gambar 4.2.7 skema diagram alir percobaan ultrafiltrasi


Variasi tekanan yang digunakan yaitu 49, 98 dan 196 kPa. Laju permeasi
(fluks) dalam ultrafiltrasi dibatasi oleh pembentukan lapisan protein yang
teradsorp atau disebut lapisan polarisasi konsentrasi pada permukaan
membran dan nilai J dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

Keterangan
Rm = resistansi membran
R = resistansi karena adanya lapisan protein yang teradsorb

Rp = resistansi protein yang terakumulasi dalam lapisan polarisasi


konsentrasi
R
Nilai dapat diperoleh dari fluks air yang melewati membran

terfouling dan merupakan koefisien rejeksi. Jumlah protein yang

terakumulasi didekat permukaan membran (dinotasikan dengan Mt) dapat


diperoleh dengan dengan penyeimbangan massa pada umpan dan aliran
retentat pada protein. Jumlah protein yang terakumulasi di dekat
permukaan membran dinyatakan dalam persamaan berikut:

Keterangan
Cb= konsentrasi umpan
Cr = konsentrasi retentat
Cp = konsentrasi permeat
Am = area membran aktif
V0 = laju alir volumetrik
Skema diagram yang lengkap untuk proses ultrafiltarsi dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 4.2.7 skema lengkap diagram proses ultrafiltrasi


Persamaan fluks berikut dapat digunakan untuk mengkorelasikan
konsentrasi permukaan membran dengan bagian terbesar merupakan
protein:
Cm
J= k ln ( )
Cr

Keterangan
Rm = resistansi membran terhadap air murni
Cm = polarisasi konsentrasi
k = koefisien transfer massa
R = resistansi lapisan terfouling

Gambar 4.2.8 merupakan tabel yang menunjukkan kinerja semua


membran yang diuji pada variasi 3 tekanan. Fluks ternormalisasi
didefinisikan sebagai persamaan berikut:
fluks solut
Fluks ternormalisasi = fluks air murni

Secara umum pada tekanan konstan fluks menurun 5-10% dari nilai awal
(gambar 4.2.9), sementara itu nilai Cm (polarisasi konsentrasi) dan k
meningkat dengan adanya peningkatan tekanan. Tekanan umumnya
memiliki pengaruh yang sama terhadap lapisan protein yang teradsorp,

R
seperti ditunjukkan oleh nilai yang meningkat untuk semua

membran. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Gambar 4.2.8 data kinerja membran pada bebrapa variasi tekanan


Gambar 4.2.9 kurva fluks ternormalisasi pada semua membran dengan
variasi tekanan

Berdasarkan gambar 4.2.9 dapat dilihat bahwa membran UF dari


material CPVC memiliki fluks ternormalisasi lebih rendah daripada
membran yang lain, tetapi membran CPVC memiliki fouling yang
cenderung lebih lemah daripada membran lainnya. Hal ini dapat
dibuktikan dengan data pada gambar 4.2.8 yang menunjukkan resistansi

membran (Rm) dan resistansi lapisan terfouling (R ) yang nilainya

paling kecil diantara membran yang lain.Pengaruh tekanan terhadap


resistansi lapisan protein (Rp ) yang cenderung meningkat dengan adanya
peningkatan lapisan protein yang terakumulasi (M t). Hal ini dapat dilihat
pada grafik berikut
Gambar 4.2.10 kurva hubungan antara resitansi lapisan membran (Rp)
dengan lapisan protein terakumulasi (Mt)

Pengaruh temperatur terhadap kinerja membran UF juga diamati.


Gambar 4.2.11 merupakan kurva fluks ternormalisasi yang dihasilkan
menbran campuran PVC/CPVC pada variasi suhu tertentu.
. Gambar 4.2.11 kurva fluks ternormalisasi membran campuran PVC/CPVC
dengan variasi suhu
Fluks ternormalisasi meningkat dengan adanya peningkatan
temperatur. Viskositas larutan BSA menurun dari 0,041 poise pada 288K
menjadi 0,0065 poisepada 318K. Dispersi molekul protein dari lapisan
polarisasi pada permukaan membran dibantu oleh penurunan viskositas
tersebut pada suhu yang lebih tinggi. Trend yang sama juga teramati
pada membran PVC, CPVC dan AA-g-PVC. Resistansi lapisan terpolarisasi

(Rp) dan resistansi lapisan terfouling (R ) juga menurun dengan adanya

kenaikan dan berlaku pada semua membran. Nilai resistansi lapisan


terfouling untuk membran CPVC lebih rendah dibandingkan membran
yang lain yaitu 0.57 3 x 1011 sedangkan untuk membran PVC, campuran
PVC/CPVC dan AA-gr-PVC berturut-turut yaitu 3,84 x 10 11 , 2,32 x 1011, dan
3,3 x 1011.
Pengaruh pH yang berbeda saat proses ultrafiltrasi terhadap fluks
yang dihasilkan juga diamati yaitu pada pH 2,5, 5,2 dan 9,0. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pada pH 2,5 dan 9,0 membran
menghasilkan fluks lebih besar. Pada pH tersebut, jauh dari titik isoelektrik
protein BSA (pI 4,8) sehingga molekul BSA memperoleh total muatan yang
signifikan dan memperbesar tolakan elektrostatis dengan permukaan
membran. Pengaruh ini membuat lapisan menjadi mudah ditembus
sehingga fluks permeasi menjadi lebih besar. Pengaruh variasi pH
terhadap fluks yang dihasilkan membran campuran PVC/CPVC dapat
dilihat pada gambar berikut:

. Gambar 4.2.12 kurva fluks ternormalisasi membran campuran PVC/CPVC


dengan variasi pH
Pengaruh penambahan garam NaCl ke dalam larutan BSA pada pH
2,5 diamati untuk membran campuran PVC/CPVC. Fluks menurun tajam
dibandingkan penurunan sebelumnya saat tanpa penambahan garam.

pada pengamatan ini resistansi fouling (R ) paling rendah untuk

membran AA-gr-PVC dibandingkan membran yang lain. Nilainya yaitu 1.2

3 x 1011 sedangkan, R untuk PVC dan campuran PVC/CPVC berturut-

turut yaitu 1,98 x 1011 dan 3,44 x 1011 s2/m2. Sedangkan pada pH 9,0

dengan penambahan garam NaCl juga, teramati resistansi fouling (R

lebih rendah pada membran campuran PVC/CPVC dibandingkan membran

lainnya dengan nilai 1,5 x 1011 s2/m2. Sedangkan R membran PVC dan

AA-gr-PVC nilainya sebesar 2,08 x 10 11 s2/m2 dan 3,35 x 1011 s2/m2.


Gambar berikut merupakan fluks ternormalisasi pada membran PVC/CPVC
yang dipengaruhi oleh penambahan garam dengan konsentrasi tertentu
dalam larutan BSA:
Gambar 4.2.13 kurva fluks ternormalisasi membran campuran PVC/CPVC
yang dipengaruhi penambahan NaCl pada konsentrasi tertentu
Pengaruh penambahan garam ke dalam larutan BSA terhadap fluks
membran PVC/CPVC juga diamati pada titik isoelektrik protein BSA (pI
4,8). Pada titik isoelektrik ini semua membran cenderung menunjukkan
fouling maksimum, namun membran PVC/CPVC dan AA-gr-PVC secara

garis besar menunjukkan resistansi fouling (R yang lebih rendah

yaitu 2,43 x 1011 dan 2,73 x 1011 s2/ m2. Nilai R untuk membran PVC

pada pengamatan ini sebesar 3,77 x 1011 s2/ m2. Gambar berikut
menunjukkan fluks ternormalisasi pada membran PVC/CPVC yang
dipengaruhi oleh penambahan garam dalam BSA pada titik isoelektrik:
Gambar 4.2.14 kurva fluks ternormalisasi membran campuran PVC/CPVC
yang dipengaruhi penambahan NaCl pada titik isoelektrik

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Konsentrasi polimer yang optimum digunakan yaitu PVC 10%, CPVC
10% dan campuran PVC/CPVC (10% + 1%) karena menghasilkan
fluks yang terbesar.
Nonsolven yang digunakan pada larutan pencetak meghasilkan fluks
yang terbesar ketika menggunakan metanol dan etanol
Penambahan DMF dalam medium gelasi berupa air pada proses
koagulasi menghasilkan fluks yang terbesar dibandingkan zat aditif
lain, baik untuk membran PVC, CPVC maupun campuran PVC/CPVC
Hasil analisis SEM menunjukkan membran campuran PVC/CPVC
memiliki pori yang lebih halus dan tidak mudah terfouling,
sedangkan hasil analisis AFM menunjukkan ukuran diameter pori
membran untuk PVC sebesar 1,5-17 , CPVC sebesar 2,4-7,6
serta campuran PVC/CPVC sebesar 2,3-21,2. Ukuran tersebut
sesuai dengan membran ultrafiltrasi.
Potensial zeta membran setelah percobaan ultrafiltrasi memiliki
muatan negatif yang lebih rendah daripada sebelum percobaan
ultrafiltrasi
Fluks ternormalisasi cenderung meningkat dengan adanya
penambahan tekanan dan peningkatan temperatur, pH berpengaruh
pada interaksi BSA dengan membran. Fluks ultrafiltrasi minimal
ketika pH 5,2 dimana mendekati titik isoelektrik. Sedangkan

resistansi fouling (R meningkat dengan adanya tekanan dan

menurun dengan adanya peningkatan temperatur.

DAFTAR PUSTAKA

Babu, P. R., & Gaikar, V. G. (1998). Preparation , Structure , and Transport


Properties of Ultrafiltration Membranes of Poly ( vinyl chloride )
( PVC ), Carboxylated Poly ( vinyl chloride ) ( CPVC ), and PVC / CPVC
Blends, 11171130.
Christina et al.2008. Studi Pendahuluan Preparasi Membran untuk Sel
Bahan Bakar Membran Elektrolit Polimer. Jurnal FN. 2 (2) : 1978-8738
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.
Mulder,Marcel., 1991. Basic Principles of Membrane Technology. Kluwer
Academic
Publisher. London.
Roilbilads.2010. Pembuatan Membran . [serial online]
http://roilbilad.wordpress.com. Diakses pada 19 april 2017 pukul
20.00 WIB
Song et al.2006. Effect of Grafting of Acrylic Acid onto a PET Film
Surfaces by UV Irradiation on The Adhesion of PSAs, J. Adhesion Sci.
Technol., 20 (12) : 1357-1365
Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Jakarta : Pradnya Paramita.
Zhang, Y.2009. Preparation of Copolymers of Acrylic Acid and Acrylamide
for Copper (II) Capture from Aqueous Solutions. Thesis of Univeristy
of Waterloo: Canada

You might also like