Professional Documents
Culture Documents
Secara histologis konjungtiva terdiri atas epitel dan stroma. Lapisan epitel konjungtiva
terdir atas 2-5 lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, diatas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada
tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamous bertingkat. Sel-sel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat dan oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea
secara merata. 4
Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat
limbus dapat mengandung pigmen. Lapisan stroma di bagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan
adenoid dan lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan
adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2-3 bulan. Hal ini menjelaskan
konjungtivitis inklusi pada nenonatus bersifat papilar bukan folikular dan mengapa kemudian
menjadi folikular. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar krause dan
wolfring), yang struktur fungsinya mirip kelenjar lakrimal terletak di dalam stroma. Sebagian
besar kelenjar krause berada di forniks atas, sisanya di forniks bawah. Kelenjar wolfring
terletak di tepi tarsus atas.5
3. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. Jogjakarta : Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM. 2007
4. Lang GK. Pterygium. In : Atlas Ophthalmology a Short Textbook. New York : Thieme.
2000
5. Dzunic B, Jovanovic P, et al. Analysis of pathohistological characteristics of pterigium.
BOSNIAN JOURNAL OF BASIC MEDICAL SCIENCE. 2010;10(4):308-13.