You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PASCA STROKE DENGAN

HAMBATAN MOBILITAS FISIK DI PANTI WERDHA MAJAPAHIT


MOJOKERTO

Muhlisol Lahudin
1312010019

Subject: lansia, pasca stroke, hambatan mobilitas fisik

Description
Menurut pandangan dari segi fisioterapi, penderita pasca stroke akan
mengalami gangguan atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas seharihari
(AKS), aktivitas perawatan diri (APD) serta kemampuan untuk ambulasi. Tujuan
penelitian ini untuk melaksanakan asuhan keperawatan klien lansia pasca stroke
dengan hambatan mobilitas fisik di UPT. Panti Werdha Majapahit Mojokerto.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus untuk mengeksplorasi
masalah Asuhan Keperawatan Lansia pasca stroke dengan hambatan mobilitas
fisik di UPT. Panthi Werdha Mojokerto. Rencana asuhan keperawatan untuk
hambatan mobilitas fisik yaitu dengan latihan ROM (Range Of Motion) dan
evaluasi skala ADL (Activiti Daily Living). Kriteria hasil yang diharapkan adalah
pasien dapat meningkat dalam aktivitas fisik dengan mandiri sesuai kemampuan.
Jumlah partisipan 2 (dua) lansia pasca stroke dengan hambatan mobilitas fisik dan
dirawat di UPT. Panti Werda Mojokerto. Pengumpulan data melalui wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya dilakukan analisa data, reduksi data,
penyajian data, dan kesimpulan.
Hasil penelitian tanda dan gejala penyakit stroke yang dialami kedua
partisipan sama. Partisipan 1 mengalami hemiparesis sebelah kanan tubuh dan
partisipan 2 mengalami hemiparesis sebelah kiri tubuh yaitu kedua partisipan
mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan. Kedua partisipan bedresh
di tempat tidur dan keduanya beraktivitas menggunakan kursi roda. Kedua
partisipan mempunyai masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik. Awal
perencanaan tindakan pada partisipan 1 dan 2 samadan intervensi dilanjutkan.
Tindakan hari pertama pada pasien 1 dan 2 sama dan pada hari kedua masalah
belum teratasi intervensi dilanjutkan. Hasil perawatan antara partisipan 1 dengan
partisipan 2 sama masalah yang terjadi belum teratasi, sehingga intervensi
dilanjutkan.
Saran bagi perawat khususnya yang memberikan asuhan keperawatan pada
lansia pasca stroke sebaiknya melakukan latihan rentan gerak (ROM) secara
terprogram, bertahap, serta bila perlu berkonsultasi pada ahli fisioterapi.

Kata Kunci: Lansia, pasca stroke, hambatan mobilitas fisik

Abstract
According to point view of physiotherapy, clients post-stroke will
experience interference or limitations in performing activities of daily living, self-
care activities, and the ability to ambulation. The purpose of this study was to
implement the nursing care of post-stroke elderly with physical mobility limitation
in UPT. Panti Werdha Majapahit Mojokerto.
This research using case study method to explore nursing care of post-
stroke elderly with physical mobility limitation in UPT. Panthi Werdha
Mojokerto. The nursing care plan for impaired physical mobility was the ROM
(Range Of Motion) exercise and ADL (Activiti Daily Living) evaluation. The
criteria of result that expected was patients could increase in physical activity by
self according to ability. The number of participants were two (2) elderly people
of post-stroke client with impaired physical mobility and treated in UPT. Panti
Werda Mojokerto. Collecting data through interviews, observation, and
documentation. Furthermore, it was done data analysis, data reduction, data
presentation, and conclusion.
The results of assessment, signs and symptoms of both participants were
similar. The first participant had hemiparesis on right side of body and the second
participants had hemiparesis on left of body. The clients can increase ADL
(activity daily living) by self according to ability. Both of participants rest in bed
and the move using wheel chair. Both participants had a nursing problem of
impaired physical mobility. Early planning of action to participants 1 and 2 was
continued intervention. On the second day the problem was not resolved,
intervention continued. Results of treatment on both participants were the same,
the nursing problem as not resolved, so intervention of nursing is to be continued.
Suggestions for nurses in particular are on the nursing care of the elderly
of post-stroke should do range of motion (ROM) programmed, gradually, and if
necessary do consultation to physiotherapist.

Keywords: Elderly, post-stroke, physical mobility limitation

Contributor : 1. Dwihariani Puspitaningsih, M.Kep


2. Yudha Laga H. K. M, Kes
Date : 17 Desember 2016
Type material : Laporan penelitian
Identifier :-
Right : Open Documant
Summarry :

Latar belakang
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit yang terjadi pada
pembuluh darah, akibatnya bisa bermacam-macam, salah satunya darah tinggi
(hipertensi), jika tidak tertanggulangi dan berlanjut akan sampai pada
komplikasinya yaitu penyakitstroke. Penyakit tidak menular (PTM) ini cenderung
lebih banyak menyerang pada usia lanjut karena berhubungan dengan proses
penuaan dan penyakit degeneratif (Kemenkes, 2012).
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO(World Health Organization) pada
tahun2011, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan
terus meningkat diseluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-
negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global
akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular
(penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi dan stroke) 38,5%, kanker
(34%), penyakit kronis lainnya (10,3%). Dalam jumlah total, pada tahun 2030
diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak
menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini.
Menurut Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia menunjukkan
kecenderungan peningkatan pada kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian
maupun kecacatan, angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9%
(umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun)
(Riskesdas RI, 2013). Penyakit tidak menular di Jawa Timur diperkirakan pada
tahun 2020 sebesar 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke dan 23% terjadi
pada kelompok lansia (Kesmenkes RI, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan di
UPT. Panti Werdha Majapahit Mojokerto pada tanggal 08 juni 2016 didapatkan
angka kejadian lansia pasca stroke ada 5 pasien dalam satu tahun terakhir pada
tahun 2015.
Stroke pada kelompok lansia terjadi terutama karena faktor degeneratif
yaitu penebalan dinding pembuluh darah, sehingga menjadikannya mengeras dan
menyempit (arterioklerosis) yang dapat menyebabkan sumbatan (emboli). Hal ini
juga memungkinkan terjadi pecahnya pembuluh darah karena penyampitan
pembuluh darah menyebabkan jantung memompa darah lebih cepat. Secara umum
kurangnya aliran darah dan oksigen menyababkan serangkaian reaksi biokima,
yang dapat merusakan atau mematikan sel-sel saraf di otak (Nurarif & Kusuma,
2015).
Menurut pandangan dari segi fisioterapi penderita pasca stroke akan
mengalami gangguan atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas seharihari
(AKS), aktivitas perawatan diri (APD) dan kemampuan untuk transfer dan
ambulasi. Selain itu penderita stroke ini juga potensial mengalami permasalahan
seperti kekakuan pada persendian, menurunya kapasitas paru dan terjadinya ulkus
(luka terbuka) tekan. Oleh karena itu upaya untuk mengurangi dampak dari stroke
maka sebagai seorang perawat harus memberikan intervensi yang tepat agar dapat
menghambat terjadinya ketergantungan fisik total, Salah satu pendekatan yang
dilakukan adalah terapi latihan gerak aktif dan pasif (ROM), positioning,
breathing exercise, teknik stimulasi, dan latihan aktifitas. Latihan ini berguna
untuk mengembalikan kemampuan gerak dan fungsional, untuk memanfaatkan
semaksimal mungkin kapasitas sel-sel otak yang masih sehat diperlukan latihan-
latihan yang pada hakikatnya merupakan proses (Pudjiastuti & Utomo, 2003),
serta untuk mempertahankan kemandirian lansia terutama aktivitas hidup sehari-
hari, sehingga lansia dapat hidup sehat dan berguna, yang perlu ditambahkan yaitu
adanya terapi TAKS (Terapi Aktivitas Kelompok Sosial) sehingga rasa
kebersamaan dan kekeluargaan terbina dan memodifikasi fasilitas yang ada
dengan pengaman (pagar untuk pegangan) agar lansia terhindar dari bahaya
terjatuh (Kusuma, 2010). Maka dengan dilaksanakannya asuhan keperawatan
gerontik diatas saya tertarik untuk memberikan perawatan kesehatan kepada lansia
pasca stroke dengan hambatan mobilitas fisik di UPT. Panti Werdha Majapahit
Mojokerto.
Metodologi
Desain penelitian ini adalah studi kasus. Jumlah partisipan 2 (dua) orang,
dengan kriteria yangdiambil pada partisipasi studi kasus ini adalah lansia pasca
stroke dengan hambatan mobilitas fisik dan dirawat di UPT. Panti Werda
Mojokerto. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Selanjutnya dilakukan analisa data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.

Hasil dan pembahasan


1. Pengkajian
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 23 juli 2016, klien 1 mengatakan tinggal
di panti mulai 4 tahun yang lalu (2012). Pada tahun 2015 klien 1 sepulang
jalan-jalan dari pasar berbelanja makanan, setibanya di panti klien 1 terpleset
dan jatuh di gerbang panti, klien mengeluh pusing kepalanya dan separo badan
sebelah kanan klien tidak bisa digerakan. Setelah saat itu klien dipindahkan di
asrama 5 sampai sekarang, sebelumnya klien tinggal di asrama 1, klien tidak
memiliki keluhan seperti sekarang ini. Klien memiliki riwayat hipertensi, saat
pengkajian klien mengeluh sakit pada bahu tangan kanannya serta kaku dan
kaki kanannya tidak bisa digerakan.
Pada klien 2 berumur 53 tahun, klien tinggal di panti mulai 7 tahun yang lalu
(2009). Pada tahun 2012 waktu jalanjalan pagi di panti klien terjatuh dan
pasien mengeluh pusing serta anggota badannya sebelah kiri tidak bisa
digerakan. Setelah itu klien dipindahkan di asrama 6 sampai sekarang,
sebelumnya klien tinggal di asrama 1, klien tidak memiliki keluhan seperti saat
ini. Klien memiliki riwayat hipertensi, saat pengkajian klien mengeluh kaku
pada tangan dan kaki kirinya serta tidak bisa digerakan.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik, klien 1 bedresh di tempat tidur, klien
beraktivitas jika ada mahasiswa praktek, klien beraktivitas dengan bantuan
mahasiswa pada pagi hari sewaktu berjemur dengan menggunakan kursi roda
panti, tanda-tanda vital; tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu:
36C; respiratori rate (RR): 20x/menit, saat dilakukan pemeriksaan tonos otot
pada anggota ekstremitas sebelah kiri dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh
(tidak ada kelumpuhan/kekakuan), dan ekstremitas sebelah kanan dengan nilai
1 yaitu anggota ekstremitas sebelah kanan klien terdapat sedikit kontraksi otot
dan jika ditekan masih terasa. Pemeriksaan reflek menggunakan alat hammer;
bisep: terdapat respon pada kedua tangan, trisep: terdapat respon pada tangan
kiri, dan tidak ada respon pada tangan kanan, patella: terdapat respon pada
kedua patella, reflek babinski: ekstensi pada kaki kanan saat dilakukan
pemeriksaan dengan skala ADL nilai 55 yaitu ketergantungan penuh.
Pada klien 2 bedresh di tempat tidur, klien beraktivitas jika ada mahasiswa
praktek, klien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa pada pagi hari sewaktu
berjemur dengan menggunakan kursi roda panti, tanda-tanda vital; tekanan
darah: 100/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36C; respiratori rate (RR):
18x/menit, saat di lakukan pemeriksaan tonos otot pada anggota ekstremitas
sebelah kanan dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh (tidak ada
kelumpuhan/kekakuan), dan ekstremitas sebelah kiri dengan nilai 1 yaitu
anggota ekstremitas sebelah kiri klien terdapat sedikit kontraksi otot dan jika
ditekan masih terasa. Pemeriksaan reflek menggunakan hammer; bisep:
terdapat respon pada kedua tangan, trisep: terdapat respon pada tangan kanan
pasien dan tidak ada respon pada tangan kiri, patella: terdapat respon pada
patella kanan dan tidak ada respon pada pada patella kiri, reflek babinski: tidak
ada respon, skala ADL 55 yaitu pasien mengalami ketergantungan penuh.
Menurut Mansjoer, Suprohaita, Wardhani, & Setiowulan (2007), Tanda
dangejala klien pasca stroke yaitu nyeri kepala, tiba-tiba mengalami kelemahan
atau kelumpuhan separo badan, tiba-tiba hilang rasa peka, gangguan daya
ingat, gangguan fungsi otak, bicara pelo, gangguan bicara dan bahasa,
gangguan penglihatan, mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,
vertigo, kesadaran menurun, proses kencing terganggu. Berdasarkan tanda dan
gejalaklien pasca stroke pada kedua partisipan sesuai dengan teori, yaitu
keduanya mengalami pusing dan kelumpuhan/kekakuan separo badan saat
kejadian.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan dari kedua klien pasca stroke
adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal. Penulis menegakkan diagnosa keperawatan ini karena data
yang diperoleh bahwa klien 1 berusia 63 dan klien 2 berusia 53 tahun, jenis
kelamin perempuan, kedua lansia tersebut mengalami kekakuan dan
kelemahan/kelumpuhan separo badan (hemiparase). Klien 1 mengalami
kekakuan dan kelemahan/kelumpuhan separo badan di extremitas sebelah
kanan, danpada klien 2 mengalami kekakuan dan kelemahan/kelumpuhan
separo badan di extremitas sebelah kiri. Kedua klien bedresh di tempat tidur,
klien beraktivitas jika ada mahasiswa praktek, klien beraktivitas dengan
bantuan mahasiswa pada pagi hari sewaktu berjemur dengan menggunakan
kursi roda panti, saat dilakukan pemeriksaan dengan skala ADL nilai 55 yaitu
ketergantungan penuh
Penyebab penyakit stroke pada lansia yaitu berhubungan dengan penyakit
degenerative, dimana tubuh lansia yang mengalami proses penuaan yaitu suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tubuh tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang
ada (Maryam & dkk, 2012). Seiring dengan proses menua tubuh lansia tersebut
akan mengalami berbagi masalah salah satunya yaitu terjadi perubahan
vascular: elastisitas pembuluh darah menurun, dimana lemak dan kolesterol
yang terbawa oleh darah akan tertimbun pada dinding pembuluh darah
sehingga mengeras dan menyampit yang dapat menyebabkan sumbatan atau
pecahnya pembuluh darah (Nurarif & Kusuma, 2015). Tanda dan gejalanya
penyakit stroke yaitu nyeri kepala, tiba-tiba mengalami kelemahan atau
kelumpuhan separo badan, tiba-tiba hilang rasa peka, gangguan daya ingat,
gangguan fungsi otak, bicara pelo, gangguan bicara dan bahasa, gangguan
penglihatan, mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai, vertigo,
kesadaran menurun, proses kencing terganggu (Mansjoer, Suprohaita,
Wardhani, & Setiowulan, 2007). Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
penyebab ataupun tanda dan gejala stroke yang muncul pada kedua klien lansia
dengan hambatan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal sama yaitu
keduanya berhubungan dengan penyakit degeneratif, dimana tubuh kedua
lansia secara perlahan-lahan kemempuan jaringan untuk memperbaiki diri
mengalami penurunan fungsi, dan kedua klien mengalami
kelumpuhan/kekakuan separo badan.
3. Intervensi
Intervensi yang akan dilakukan pada kedua partisipan sama. Intervensi
yang pertama kaji kebutuhan pasien terhadap pelayanan kesehatan terdekat
terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama. Intervensi yang kedua ajarkan
dan dukung klien dalam latihan gerak (ROM) aktif dan pasif untuk
menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan serta ketahanan otot. Intervensi ketiga catat memonitoring vital sign
sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan. Intervensi
keempat kolaborasi dengan pihak panti untuk pemberian obat anti hipertesi jika
terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal.
Pada tujuan intervensi klien 1 dan klien 2 sama yaitu setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x4 jam selama 3 hari hambatan mobilitas fisik
menurun, dengan kriteria hasil spasme otot berkurang, pasien mengerti akan
tujuan latihan gerak (ROM), tidak terjadi kekuan otot dan sendi, pasien dapat
melatih anggota akstremitas yang kaku secara mandiri, kolaborasi dengan
pihak panti untuk pemberian terapi obat anti hipertensi.
Salah satu program rehabilitasi klien pasca stroke menurut Smeltzer &
Bare (2008), dalam Cahyati (2011), yang dilakukan untuk memperbaiki
mobilitas pasien pasca stroke adalah latihan. Terapi latihan/exercise berupa
latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan yang
efektif sebagai program rehabilitasi pada pasien pasca stroke. Latihan ini dapat
dilakukan 4 sampai 5 kali dalam sehari.
Sedangkan menurut Perry & Poter (2006), dalam Cahyati (2011), latihan
ROM bisa dilakukan minimal 2X/hari.Terapi latihan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kemandirian pasien, mengurangi tingkat ketergantungan pada
keluarga, dan meningkatkan harga diri dan mekanisme koping pasien.
4. Implementasi
Hasil pengkajian bahwa klien mengalami hambatan mobilitas fisik b/d
gangguan muskuloskeletal. Implementasi hari pertama pada tanggal 24 juli
2016, Tindakan pertama mengkaji kebutuhan klien terhadap pelayanan
kesehatan terdekat terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama: kedua klien
mengatakan tidak ada.
Tindakan kedua mengajarkan dan mendukung klien dalam latihan gerak
(ROM) aktif dan pasif untuk menurunkan kekakuan sendi dan
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot, klien 1 dan
2 ikut berpartisipasi dalam latihan gerak sampai selesai. Klien 1 latihan gerak
sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: klien mengeluh
sakit pada tangan kanan yang kaku, latihan gerak sendi pada anggota gerak
bawah: pinggul fleksi/ekstensi; klien mengeluh sakit pada kaki kanannya yang
kaku. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep
terdapat respon pada tangan kiri dan tidak ada respon pada tangan kanan;
patella terdapat respon pada kedua kaki; reflek babinski ekstensi pada kaki
kanan menggunakan hammer. Klien 2 latihan gerak sendi pada anggota gerak
atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: klien mengeluh sakit pada tangan kirinya
yang kaku, latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul
fleksi/ekstensi; klien mengeluh sakit pada kaki kirinya yang kaku. Pemeriksaan
reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada
tangan kanan dan tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon
pada kanan dan tidak ada respon pada kaki kiri; reflek babinski tidak ada
respon. Latihan gerak atau aktifitas ini sangat efektif bagi kedua klien pasca
stroke dengan gangguan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan musculoskelatal, guna untuk mengembalikan kemampuan gerak dan
fungsional, dan meningkatkan semaksimal mungkin kapasitas sel-sel otak yang
masih sehat atau utuh.
Tindakan ketiga mencatat monitoring vital sign sebelum atau sesudah
latihan dan lihat respon klien saat latihan, sebelum latihan klien 1 tekanan
darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36C; RR: 20x/menit; kaadaan
umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien
sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan; tekanan darah: 140/80 mmHg; nadi:
80x/menit; suhu: 36C; respiratori rate: 20x/menit, keadaan umum klien tampak
lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6.
Klien 2 sebelum latihan tekanan darah: 100/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu:
36C; respiratori rate: 20x/menit; keadaan umum klien tampak lemah klien
berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah
latihan tekanan darah: 120/80 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36C; RR:
20x/menit; kaadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur;
kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6; hal ini berguna untuk mencegah jika
terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal karena sangat berefek
untuk kesembuhannya penderita stroke.
Tindakan keempat mengkolaborasikan dengan pihak panti untuk
pemberian obat anti hipertesi pada kedua klien, jika terjadi peningkatan
tekanan darah dari batas normal, konsultasikan pada klinik Panti Werdha
Majapahit Mojokerto tentang terapi pemberian obat: jika tekanan darah lebih
dari 180 mmHg maka oleh pihak Panti Werdha Majapahit Mojokerto di beri
obat HCT 1x sehari, jika tekanan darah tinggi di bawah 180 mmHg bisa di beri
kaptopril atau nipedipin diberikan 1x sehari.
Melanjutkan tindakan pada hari kedua tanggal 25 juli 2016, Tindakan
pertama menjemur klien (caring), tindakan kedua mengkaji kebutuhan klien
terhadap pelayanan kesehatan terdekat terhadap peralatan pengobatan yang
tahan lama: kedua klien mengatakan tidak ada.
Tindakan ketiga mengajarkan dan mendukung klien dalam latihan gerak
(ROM) aktif dan pasif untuk menurunkan kekakuan sendi dan
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot, klien 1 dan
2 ikut berpartisipasi dalam latihan gerak sampai selesai. Klien 1 latihan gerak
sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: kekakuan pada
tangan kanannya mulai menurun, latihan gerak sendi pada anggota gerak
bawah: pinggul fleksi/ekstensi; kekakuan pada kaki kanannya mulai menurun.
Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat
respon pada tangan kiri dan tidak ada respon pada tangan kanan; patella
terdapat respon pada kedua kaki; reflek babinski ekstensi pada kaki kanan saat
di lakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Klien 2 latihan gerak sendi
pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: klien sudah tidak
mengeluh sakit, kekakuan pada tangan kirinya sudah mulai menurun, latihan
gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul fleksi/ekstensi; klien masih
mengeluh sakit pada kaki kirinya yang kaku. Pemeriksaan reflek: bisep
terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan
tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon pada patella kaki
kanan dan tidak ada respon pada kaki kiri; reflek babinski tidak ada respon.
Latihan gerak atau aktifitas ini sangat efektif bagi kedua klien pasca stroke
dengan gangguan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskelatal, guna untuk mengembalikan kemampuan gerak dan
fungsional, dan meningkatkan semaksimal mungkin kapasitas sel-sel otak yang
masih sehat atau utuh.
Tindakan keempat mencatat monitoring vital sign sebelum atau sesudah
latihan dan lihat respon klien saat latihan, sebelum latihan klien 1 tekanan
darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36C; RR: 20x/menit; kaadaan
umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien
sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan; tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi:
80x/menit; suhu: 36C; respiratori rate: 20x/menit, keadaan umum klien tampak
lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6.
Klien 2 sebelum latihan tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu:
36C; respiratori rate: 20x/menit; keadaan umum klien tampak lemah klien
berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah
latihan tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36C; RR:
20x/menit; kaadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur;
kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6; hal ini berguna untuk mencegah jika
terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal karena sangat berefek
untuk kesembuhannya penderita stroke.
Tindakan kelima mengkolaborasikan dengan pihak panti untuk pemberian
obat anti hipertesi pada kedua klien, jika terjadi peningkatan tekanan darah dari
batas normal, konsultasikan pada klinik Panti Werdha Majapahit Mojokerto
tentang terapi pemberian obat: jika tekanan darah lebih dari 180 mmHg maka
oleh pihak Panti Werdha Majapahit Mojokerto di beri obat HCT 1x sehari, jika
tekanan darah tinggi di bawah 180 mmHg bisa di beri kaptopril atau nipedipin
diberikan 1x sehari.
Melanjutkan tindakan hari ketiga pada tanggal 26 juli 2016, Tindakan
pertama menjemur klien (caring), tindakan kedua mengkaji kebutuhan klien
terhadap pelayanan kesehatan terdekat terhadap peralatan pengobatan yang
tahan lama: klien 1 tidak ada keluhan, klien 2 mengeluh perutnya sakit karena
tidak bisa BAB dari pihak panti dikasih terapi pamol dan dulcoak.
Tindakan ketiga mengajarkan dan mendukung klien dalam latihan gerak
(ROM) aktif dan pasif untuk menurunkan kekakuan sendi dan
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot, klien 1 dan
2 ikut berpartisipasi dalam latihan gerak sampai selesai. Klien 1 latihan gerak
sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: kekakuan pada
tangan kanannya sudah menurun dan tangan mulai bisa diluruskan, latihan
gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul fleksi/ekstensi; kekakuan pada
kaki kanannya sudah menurun dan kaki sudah mulai bisa diluruskan.
Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat
respon pada tangan kiri dan ada respon lemah pada tangan kanan; patella
terdapat respon pada kedua kaki; reflek babinski ekstensi pada kaki kanan saat
di lakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Klien 2 latihan gerak sendi
pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: klien sudah tidak
mengeluh sakit, kekakuan pada tangan kirinya sudah mulai menurun, latihan
gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul fleksi/ekstensi; klien masih
mengeluh sakit pada kaki kirinya yang kaku. Pemeriksaan reflek: bisep
terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan
tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon pada patella kaki
kanan dan tidak ada respon pada kaki kiri; reflek babinski tidak ada respon.
Latihan gerak atau aktifitas ini sangat efektif bagi kedua klien pasca stroke
dengan gangguan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskelatal, guna untuk mengembalikan kemampuan gerak dan
fungsional, dan meningkatkan semaksimal mungkin kapasitas sel-sel otak yang
masih sehat atau utuh.
Tindakan keempat mencatat monitoring vital sign sebelum atau sesudah
latihan dan lihat respon klien saat latihan, sebelum latihan klien 1 tekanan
darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36C; RR: 20x/menit; kaadaan
umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien
sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan; tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi:
80x/menit; suhu: 36C; respiratori rate: 20x/menit, keadaan umum klien tampak
lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6.
Klien 2 sebelum latihan tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu:
36C; respiratori rate: 20x/menit; keadaan umum klien tampak lemah klien
berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah
latihan tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36C; RR:
20x/menit; kaadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur;
kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6; hal ini berguna untuk mencegah jika
terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal karena sangat berefek
untuk kesembuhannya penderita stroke.
Tindakan kelima mengkolaborasikan dengan pihak panti untuk pemberian
obat anti hipertesi pada kedua klien, jika terjadi peningkatan tekanan darah dari
batas normal, konsultasikan pada klinik Panti Werdha Majapahit Mojokerto
tentang terapi pemberian obat: jika tekanan darah lebih dari 180 mmHg maka
oleh pihak Panti Werdha Majapahit Mojokerto di beri obat HCT 1x sehari, jika
tekanan darah tinggi di bawah 180 mmHg bisa di beri kaptopril atau nipedipin
diberikan 1x sehari.
5. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam melakukan asuhan
keperawatan dengan evaluasi. Tanggal 25 juli 2016, klien 1 mengatakan tangan
dan kaki kanannya masih kaku dan belum bisa di gerakan, keadaan umum
klien tampak lemah, klien berbaring di tempat tidur, klien sadar penuh. GCS
4/5/6, tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu:
36C; respiratori rate: 20x.menit; kekuatan tonus otot: ekstremitas kanan
dengan nilai 1 yaitu terdapat sedikit kontraksi otot, jika ditekan masih terasa
namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh
otot tersebut, dan ekstremitas kiri dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh; latihan
gerak (ROM) aktif/pasif: ektremitas atas: fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi
kekakuan pada tangan kanan klien sudah menurun; ekstremitas bawah: pinggul
fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada kaki kanan klien sudah
menurun. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep
terdapat respon pada tangan kiri dan tidak ada respon pada tangan kanan;
patella terdapat respon pada keduapatella; reflek babinski ekstensi saat
dilakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Pasien beraktivitas keluar
wisma menggunakan kursi roda panti sewaktu pagi hari saat berjemur, jika ada
mahasiswa praktek, pasien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa.Pasien
bedrest, pasien beraktivitasmakan, minum, BAK, BAB di tempat tidur dan
pasien mandi dibantu penuh oleh petugas panti ataupun mahasiswa praktek.
Dengan skala ADL: 55 yaitu pasien mengalami ketergantungan penuh.
Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian, intervensi 1 sampai 6
dilanjutkan pada tanggal 26 juli 2016.
Klien 2 mengatakan tangan dan kaki kirinya masih kaku dan belum bisa
digerakan, keadaan umum klien tampak lemah, klien berbaring di tempat tidur,
klien sadar penuh. GCS 4/5/6, tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/60 mmHg;
nadi: 80x/menit; suhu: 36C; respiratori rate: 20x/menit; kekuatan tonus otot:
ekstremitas kiri dengan nilai 1 yaitu terdapat sedikit kontraksi otot, jika ditekan
masih terasa namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus
digerakan oleh otot tersebut, dan ekstremitas kanan dengan nilai 5 yaitu
kekuatan penuh; latihan gerak (ROM) aktif/pasif: ektremitas atas:
fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada tangan kiri klien sudah menurun,
klien sudah tidak mengeluh sakit saat latihan; ekstremitas bawah: pinggul
fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi masih terdapat kekakuan pada kaki kiri klien
yang kaku, klien masih mengeluh sakit saat latihan. Pemeriksaan reflek: bisep
terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan
tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon pada patella kaki
kanan dan tidak ada respon pada patella kaki kiri; reflek babinski tidak ada
respon saat dilakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Pasien beraktivitas
keluar wisma menggunakan kursi roda panti sewaktu pagi hari saat berjemur,
jika ada mahasiswa praktek, pasien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa.
Pasien bedrest, pasien beraktivitas makan, minum, BAK, BAB di tempat tidur
dan pasien mandi dibantu penuh oleh petugas panti ataupun mahasiswa
praktek. Dengan skala ADL: 55 yaitu pasien mengalami ketergantungan penuh.
Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi, intervensi 1 sampai 6 di
lanjutkan pada tanggal 26 juli 2016.
Melanjutkan evaluasi tanggal 26 juli 2016, klien 1 mengatakan tangan dan
kaki kanannya masih kaku dan belum bisa di gerakan, keadaan umum klien
tampak lemah, klien berbaring di tempat tidur, klien sadar penuh. GCS 4/5/6,
tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36C;
respiratori rate: 20x.menit; kekuatan tonus otot: ekstremitas kanan dengan nilai
1 yaitu terdapat sedikit kontraksi otot, jika ditekan masih terasa namun tidak
didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut,
dan ekstremitas kiri dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh; latihan gerak (ROM)
aktif/pasif: ektremitas atas: fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada
tangan kanan klien sudah menurun dan tangan mulai bisa diluruskan;
ekstremitas bawah: pinggul fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada kaki
kanan klien sudah menurun dan kaki mulai bisa diluruskan. Pemeriksaan
reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada
tangan kiri dan tidak ada respon pada tangan kanan; patella terdapat respon
pada keduapatella; reflek babinski ekstensi saat dilakukan pemeriksaan
menggunakan hammer.Klien dapat menirukan latihan gerak (ROM). Pasien
beraktivitas keluar wisma menggunakan kursi roda panti sewaktu pagi hari saat
berjemur, jika ada mahasiswa praktek, pasien beraktivitas dengan bantuan
mahasiswa. Pasien bedrest, pasien beraktivitas makan, minum, BAK, BAB di
tempat tidur dan pasien mandi dibantu penuh oleh petugas panti ataupun
mahasiswa praktek. Dengan skala ADL: 55 yaitu pasien mengalami
ketergantungan penuh. Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi
intervensi 1 sampai 6 dilanjutkan dan dikonsultasikan pada pihak panti untuk
melanjutkan intervensi.
Klien 2 mengatakan tangan dan kaki kirinya masih kaku dan belum bisa
digerakan, keadaan umum klien tampak lemah, klien berbaring di tempat tidur,
klien sadar penuh. GCS 4/5/6, tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/80 mmHg;
nadi: 80x/menit; suhu: 36C; respiratori rate: 20x/menit; kekuatan tonus otot:
ekstremitas kiri dengan nilai 1 yaitu terdapat sedikit kontraksi otot, jika ditekan
masih terasa namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus
digerakan oleh otot tersebut, dan ekstremitas kanan dengan nilai 5 yaitu
kekuatan penuh; latihan gerak (ROM) aktif/pasif: ektremitas atas:
fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada tangan kiri klien mulai menurun,
klien sudah tidak mengeluh sakit saat latihan; ekstremitas bawah: pinggul
fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi masih terdapat kekakuan pada kaki kiriklien
yang kaku, klien masih mengeluh sakit saat latihan. Pemeriksaan reflek: bisep
terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan
tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon pada patella
kakikanan dan tidak ada respon pada patella kaki kiri; reflek babinski tidak ada
respon saat dilakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Pasien beraktivitas
keluar wisma menggunakan kursi roda panti sewaktu pagi hari saat berjemur,
jika ada mahasiswa praktek, pasien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa.
Pasien bedrest, pasien beraktivitas makan, minum, BAK, BAB di tempat tidur
dan pasien mandi dibantu penuh oleh petugas panti ataupun mahasiswa
praktek. Dengan skala ADL: 55 yaitu pasien mengalami ketergantungan penuh.
Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi, intervensi 1 sampai 6
dilanjutkan dan dikonsultasikan pada pihak panti untuk melanjutkan intervensi.

Simpulan
1. Pengkajian
Dari data hasil pengkajian tanda dan gejala penyakit stroke yang dialami
kedua partisipan sama. Partisipan 1 mengalami hemiparesis sebelah kanan
tubuh dan partisipan 2 mengalami hemiparesis sebelah kiri tubuh yaitu kedua
partisipan mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan.Kedua
partisipan bedresh di tempat tidur dan keduanya beraktivitas menggunakan
kursi roda.
2. Diagnosis
Partisipan 1 dan 2 memiliki masalah keperawatan sama yaitu hambatan
mobilitas fisik. Partisipan 1 tanda dan gejala stroke cenderung pada hambatan
mobilitas fisik. Partisipan 2 tanda dan gejala stroke cenderung pada hambatan
mobilitas fisik
3. Intervensi
Awal perencanaan tindakan pada partisipan 1 dan 2 sama yaitu
mengajarkan dan mendukung klien dalam latihan gerak (ROM) aktif dan pasif,
yang berguna untuk menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot.
4. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien 1 dan klien 2 sama yaitu
1x4 jam selama 3 hari sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat.
5. Evaluasi
Hasil perawatan antara partisipan 1 dengan partisipan 2 sama dan
keduanya partisipan ini mengalami stroke dan masalah yang terjadi belum
teratasi.
Rekomendasi
Pada penderita stroke dapat juga mengakibatkan hambatan mobilitas
fisik.Hambatan mobilitas fisik merupakan suatu keterbatasan dalam kemandirian
aktivitas seharihari, maka disarankan bagi penderita stroke untuk latihan gerak
dan mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi sesegera mungkin guna untuk
menghindari dan menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot.
Saran bagi perawat khususnya yang memberikan asuhan keperawatan pada
lansia pasca stroke sebaiknya melakukan latihan rentan gerak (ROM) secara
terprogram, bertahap, serta bila perlu berkonsultasi pada ahli fisioterapi.
Alamat koresponden :
- Email : muhlisollahudin86@gmail.com
- No. Hp : 085730707103
- Alamat : Dsn. Gumeno Rt/Rw 03/01 Ds. Sambongrejo Kab. Bojonegoro

Daftar pustaka
Kementrian Kesehatan RI. 2012.Gambaran penyakit tidak menular Di Rumah
Sakit Di Indonesia 2009-2010.Buletin jendela data dan informasi
kesehatan.http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/
buletin/buletin-ptm.pdf. (Diakses pada tanggal 19 juli 2016 pukul 20.10
wib).
World Health Organization (2011) Global status report non-communicable
diseases 2010.Geneva World Health Organization.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/bul
etin-ptm.pdf. (Diakses pada tanggal 19 juli 2016 pukul 20.10 wib).
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.Riset
kesehatan dasar.Jakarta : Bakti Husada ; 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf. (Diakses pada tanggal 19 juli 2016 pukul 21.33 wib).
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Situasi kesehatan jantung 2013.Info datin pusat
data dan informasi kementrian dan kesehatan Indonesia.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i
nfodatin-jantung.pdf.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic- Noc Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction
Publishing Jogjakarta.
Pudjiastuti, S. S., & Utomo, B. (2003). Fisio Terapi Pada Lansia. Jakarta: Buku
kedokteran : EGC.
Kusuma, Y.L.H., 2015. Tingkat Ketergantungan Lansia Dalam Aktivitas Hidup
Sehari-Hari Di Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Jombang. Hospital
Majapahit, 2(1).
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2000). Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius.
Maryam, R. S., & dkk. (2012). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya.Jakarta:
Salemba Medika.
Brillianti, P. A. (2015). Hubugan Self-Management Dengan Kualitas Hidup
Pasien Pasca Stroke Di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat. 12-17.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30628/1/PRETTY
%20ANGELINA%20BRILLIANTI-FKIK.PDF.(diakses tanggal 03agustus
2016pukul 22.49 WIB).
Cahyati, Y. (2011). Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Progam Magister
Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah Depok.
Perbandingan Latihan ROM Unilateral dan Latihan ROM Bilateral
Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparase Akibat Stroke Iskemik Di
RSUD Kota Tasikmalaya dan RSUD Kab. Ciamis , 31-35.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20282727-T%20Yanti%20Cahyati.pdf.
(diakses tanggal 03agustus 2016pukul 23.15 WIB).
Puspitaningsih, Dwi harini. Kartiningrum, Eka diah & Puspitasari, Widya. 2015.
Panduan studi kasus d3 Keperawatan. Politeknik Kesehatan Majapahit
Mojokerto.

You might also like