You are on page 1of 12

Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala Nyeri pada Lanjut

Usia dengan Osteoarthritis Lutut

Vivi Meliana Sitinjak1, Maria Fudji Hastuti2, Arina Nurfianti3


Mahasiswa Program Studi Keperawatan Universitas Tanjungpura Pontianak
1
2
Perawat Rumah Sakit Universitas Tanjungpura, 3Dosen Pengajar Universitas Tanjungpura
Email : vsitinjak86@gmail.com

Abstrak

Proses degeneratif tubuh yang terjadi seiring dengan pertambahan usia akan meningkatkan risiko terjadinya nyeri
sendi akibat osteoarthritis lutut, terutama pada lansia. Nyeri sendi yang dialami akan menurunkan aktivitas fisik lansia
dan berdampak pada penurunan lingkup gerak sendi. Salah satu tindakan nonfarmakologi yang dapat digunakan
untuk mengurangi skala nyeri sendi adalah senam rematik. Gerakan aktif dan ringan tanpa menggunakan beban dalam
senam rematik menjadi pemicu pengeluaran beta-endorfin, neuromudulator alami tubuh yang dapat menghambat
pelepasan impuls nyeri sehingga skala nyeri sendi lansia berkurang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh senam rematik terhadap perubahan skala nyeri pada lansia dengan osteoarthritis lutut. Desain penelitian
quasi experimental dengan pendekatan pretest-posttest with control group design. Responden dipilih menggunakan
teknik purposive sampling di Panti Werdha Sinar Abadi Kota Singkawang kemudian dibagi menjadi kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Instrumen penelitian adalah Pain Assessment in Advanced Dementia Scale dengan
analisis data menggunakan Paired T Test dan Independent T Test.Uji hipotesis dengan Paired T Test pada kelompok
perlakuan p-value= 0,000 dan pada kelompok kontrol p-value= 0,017. P-value kedua kelompok < 0,05 yang berarti
terdapat penurunan skala nyeri setelah pemberian senam rematik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Uji beda mean posttest antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menggunakan Independent T Test
menunjukkan p-value= 0,000 (p<0,05) yang berarti penurunan skala nyeri dengan senam rematik lebih bermakna
daripada penurunan skala nyeri yang tidak diberikan senam rematik. Terdapat pengaruh senam rematik terhadap
perubahan skala nyeri pada lansia dengan osteoarthritis lutut berupa penurunan skala nyeri pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol, tetapi hasil uji beda mean kedua kelompok menunjukkan adanya perbedaan perubahan
skala nyeri, skala nyeri kelompok perlakuan lebih rendah daripada kelompok kontrol. Penurunan skala nyeri lebih
efektif pada kelompok menggunakan senam rematik daripada kelompok yang tidak diberikan senam rematik.

Kata kunci: Lansia, nyeri sendi, osteoarthritis lutut, senam rematik, skala nyeri.

The Effect of Rheumatoid Physical Exercises to Reduce Pain Intensity


among Elderly Diagnosed with Knee Osteoarthritis

Abstract

It is known that arthritis pain can reduce physical activities and join mobility among elderly. A rheumatoid physical
exercise is considered as one of non-pharmacologic treatment to minimise their pain intensity. This activity
stimulates the release of beta endorphin which inhibits pain impulse modulation that contributed to the reduction of
pain intensity. This study aimed to examine the effect of structured physical exercises towards pain intensity among
knee osteoarthritis. A quasi experimental with pretest-posttest with control group design was designed. Two groups
of elderly were assigned in control and intervention groups. Respondent were recruited using purposive sampling
from Panti Werdha Sinar Abadi in Singkawang Kalimantan. Data was assessed using Pain Assessment in Advanced
Dementia Scale and then analysed by employing Paired T-test and Independent T-test. Findings indicated there was
a different of pain intensity within the intervention group (p-value = 0,000) and controlled group (p-value=0,017).
Thus, the reduction of pain score was more effective among the intervention group compared to the controlled group.

Keywords: Arthritis pain, elderly, knee osteoarthritis, rheumatoid physical exercise, pain scale.

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016 139


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

Pendahuluan bagian persendian dan sekitarnya akibat


proses inflamasi maupun terjadi secara
Peningkatan populasi lanjut usia di dunia saat idiopatik (Yatim, 2006). Nyeri sendi memiliki
ini sejalan dengan peningkatan jumlah kasus prevalensi nyeri muskuloskeletal yang paling
nyeri sendi (Eliopoulus, 2013). Pada sensus banyak terjadi pada lansia. Fenomena ini
penduduk Indonesia tahun 2010, jumlah terjadi karena lanjut usia merupakan usia yang
lansia tercatat sebanyak 18,1 juta penduduk paling rentan terkait dengan disabilitas dan
lansia dan diperkirakan akan meningkat 10 perubahan degeneratif (Hardywinoto, 2005).
tahun mendatang sebesar 60% (Badan Pusat Nyeri sendi merupakan pengalaman subjektif
Statistik Indonesia, 2015). Hasil survey badan yang dapat memengaruhi kualitas hidup lansia
kesehatan dunia World Health Organization termasuk gangguan aktivitas fungsional lansia
(WHO) mengatakan bahwa jumlah lansia (Nurhidayah, 2012). Penurunan aktivitas
Indonesia pada tahun 2010 tersebut sudah fungsional lansia menyebabkan penurunan
menduduki sebesar 9,77% dari jumlah total lingkup gerak sendi (LGS) (Mirza, 2012). LGS
penduduk Indonesia. Hal ini membuktikan merupakan gerakan pada bagian tubuh yang
bahwa perkembangan jumlah lansia di dilakukan oleh otot-otot yang menggerakkan
Indonesia sangat pesat dan diperkirakan tulang-tulang pada persendian dalam berbagai
pada abad ke-21 ini akan terjadi peningkatan pola dan rentang gerak. Kekuatan otot-
jumlah penduduk usia tua atau Era Of otot merupakan kekuatan yang berasal dari
Population Aging dimana jumlah penduduk luar. Untuk mempertahankan LGS sendi
lansia di Indonesia akan meningkat dengan pada keadaan normal, otot harus digerakkan
cepat dan secara potensial dapat menimbulkan secara optimal dan teratur. Aktivitas LGS
permasalahan yang memengaruhi kelompok juga dianjurkan sebagai terapi yang dapat
penduduk lainnya (Hardywinoto, 2005). mempertahankan pergerakan sendi dan
Menua (aging) merupakan suatu proses jaringan lunak, mempertahankan pergerakan
menghilangnya secara perlahan-lahan sendi dan jaringan lunak, serta meminimalkan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri kontraktur (Santoso, 2009).
atau mengganti diri dan mempertahankan Salah satu faktor pencetus nyeri sendi
struktur dan fungsi normalnya (Stanley, 2007). adalah osteoarthritis (OA) karena nyeri sendi
Proses penuaan ditandai dengan perubahan merupakan keluhan utama yang muncul pada
fisiologis yang terjadi pada beberapa organ dan penderita OA (Felson & Schaible, 2010). OA
sistem. Perubahan yang terjadi menyebabkan merupakan salah satu jenis penyakit rematik
penurunan fungsi tubuh untuk melakukan yang paling banyak ditemukan pada golongan
aktivitas. Seiring dengan peningkatan usia lanjut di lndonesia, berkisar 50-60%
persentase lansia terjadi juga peningkatan (Muchid dkk., 2006). Nyeri sendi muncul
jumlah dan tingkat kejadian penyakit kronis dengan adanya hambatan pada sendi saat
yang disebabkan oleh penurunan kemampuan dilakukan gerakan. Data dari World Health
tubuh untuk beradaptasi dengan stres Organization (2011) menunjukkan jumlah
lingkungan serta kelemahan pada lansia. penderita OA di seluruh dunia sebanyak
(Efendi & Makhfudli, 2009). Tujuh golongan 151 juta jiwa. Di kawasan Asia Tenggara
penyakit yang banyak dilaporkan terjadi pada kejadian OA mencapai 24 juta jiwa dan untuk
lansia adalah arthritis, hipertensi, gangguan wilayah Indonesia sekitar 100% laki-laki dan
pendengaran, kelainan jantung, sinusitis perempuan di Indonesia dengan usia diatas 75
kronik, penurunan visus, dan gangguan pada tahun mempunyai gejala-gejala OA (Arden
tulang (Stanley, 2007). & Nevitt, 2006). OA dapat menyerang semua
Masalah muskuloskeletal seperti arthritis sendi, predileksi yang tersering adalah pada
dan gangguan pada tulang menjadi masalah sendi-sendi yang menanggung beban berat
yang sering terjadi pada lansia karena badan seperti panggul, lutut, dan sendi tulang
memengaruhi mobilitas dan aktivitas yang belakang bagian lumbal bawah. Lokasi OA
merupakan hal vital bagi kesehatan total yang sering ditemukan adalah pada lokasi lutut
lansia. Arthritis dan gangguan pada tulang (Arissa, 2013). Lokasi penemuan kejadian
menyebabkan munculnya nyeri sendi. Nyeri OA serupa dengan laporan data Riskesdas
sendi merupakan nyeri yang dirasakan di yang menyatakan bahwa lokasi terbanyak

140 Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

terjadinya OA adalah pada sendi lutut yang kondisi kekuatan otot-otot sendi.
mencapai 89,91% (Riskesdas, 2013). Penelitian yang dilakukan tahun 2007
Dengan keberadaan nyeri akibat OA tentang tindakan non farmakologis berupa
lutut ini, lansia yang menderita kemudian latihan fisik yang diberikan pada penderita
membatasi pergerakan pada bagian yang arthritis terbukti berpengaruh dalam penurunan
nyeri sehingga luas gerak sendi ke semua arah nyeri sendi dan memberikan efek positif dalam
berkurang. Bila gerakan pasif lebih dominan meningkatkan kekuatan sendi (Nauberger
dari pada gerakan aktif dapat menyebabkan et al, 2007). Hasil tersebut sejalan dengan
kekakuan dan gangguan pada otot sendi review penelitian yang mengatakan pasien OA
(Isbagio, 2005). Nyeri dan kaku sendi yang lutut yang melaksanakan latihan fisik berupa
bertahan lama dapat menghentikan secara aerobik ataupun latihan kekuatan otot di rumah
permanen fungsional sendi. Penghentian dapat mengurangi nyeri dan disabilitas diri
fungsional sendi ini dapat membatasi aktivitas (Roddy, 2011). Penelitian Benefits of Physical
fisik lansia, selanjutnya lansia mengalami Activity for Knee Osteoarthritis menyatakan
penurunan dari quality of life (Hopman-Rock dengan menjadi lebih aktif, orang dewasa tua
et al., 2007). Kurang aktifitas fisik merupakan dengan OA lutut dapat menurunkan rasa sakit
faktor risiko timbulnya berbagai penyakit mereka dan risiko gangguan fungsional atau
pada populasi lansia, sementara itu jika cacat (Mentes, 2010).
terdapat peningkatan aktifitas fisik pada lansia Latihan yang diberikan kepada penderita
dapat meningkatkan kesehatan, meningkatkan OA lutut dapat berupa olahraga fisik. Olahraga
quality of life, serta menurunkan morbiditas fisik bertujuan untuk mempertahankan
dan mortalitas (Klieman et al.,2011). pergerakan sendi dan memiliki pengaruh besar
Menurut penelitian Nelson et al.,(2010), dalam penurunan skala nyeri sendi (Stevenson
mempertahankan aktivitas pergerakan sendi et al, 2012). Nyeri sendi pada penderita OA
sangat dianjurkan untuk meminimalkan termasuk dalam kategori nyeri somatik dalam
kontraktur dan mengatasi penurunan dimana reseptor nyeri ini terletak pada otot
fungsional sendi akibat nyeri sendi yang dan tulang serta penyokong tubuh lainnya.
muncul. Tindakan pertahanan yang dapat Tubuh memiliki neuromodulator yang dapat
dilakukan untuk mengurangi nyeri agar sendi menghambat transmisi impuls nyeri, salah
mampu difungsikan berdasarkan Muchid satunya adalah beta-endorfin (Tamsuri, 2007).
dkk., (2006) adalah secara farmakologis Endorfin berperan untuk mengurangi sensasi
atau tindakan pemberian obat-obatan, nyeri dengan memblokir proses pelepasan
tindakan non farmakologis seperti edukasi substansi p dari neuron sensorik sehingga
pasien, terapi fisik, okupasional, aplikasi proses transmisi impuls nyeri di medula
dingin atau panas, latihan fisik, istirahat dan spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri
merawat persendian, penurunan berat badan, menjadi berkurang (Price & Wilson, 2005).
akupunktur, dan terapi bedah sebagai pilihan Tingginya beta-endorfin juga memiliki
terakhir. Jurnal publikasi American College dampak psikologis langsung yakni membantu
Of Rheumatologi mengatakan terapi yang memberi perasaan santai, mengurangi
lebih direkomendasikan untuk OA lutut adalah ketegangan, meningkatkan perasaan senang,
terapi non farmakologis yang bersifat terapi membuat seseorang menjadi lebih nyaman,
modalitas seperti aerobik, latihan ketahanan, dan melancarkan pengiriman oksigen ke otot
dan intervensi psikososial (Hochberg et al., (Nursalam, 2007). Menurut Arthritis Care
2012). Terapi non farmakologis lainnya and Research olahraga dapat menstimulasi
dapat digunakan untuk menurunkan nyeri meningkatnya pelepasan hormon endorfin.
sendi tetapi tidak memberikan peningkatan Para peneliti menemukan bahwa olahraga tiga
pada kekuatan otot sendi karena peningkatan kali seminggu secara signifikan memperbaiki
kekuatan otot sendi dapat dicapai dengan kesehatan pasien-pasien arthritis termasuk
adanya pergerakan melalui aktivitas fisik. OA (Stevenson et al., 2012). Oleh karena
Terapi seperti penurunan berat badan, pemberian terapi farmakologis memiliki
akupunktur, okupasional, dan aplikasi dingin risiko tinggi menghasilkan efek yang kurang
atau panas membantu meringankan nyeri baik bagi kesehatan lansia dengan berbagai
sendi tanpa memberi perubahan terhadap penurunan fungsi tubuh maka terapi non

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016 141


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

farmakologis seperti pemberian aktivitas dan manfaat melaksanakan senam rematik,


olahraga fisik ini menjadi alternatif terbaik termasuk tenaga kesehatan yang menangani
untuk mengatasi nyeri lansia (Capezuti, 2008). banyak lansia di panti werdha ataupun wilayah
Salah satu dari olahraga fisik yang kerja puskesmas dengan komunitas lansia.
sederhana dan mudah dilakukan adalah Berdasarkan hasil screening kegiatan di 5
senam rematik (Nurhidayah, 2012). Senam puskesmas Kota Singkawang, program senam
rematik merupakan senam yang befokus pada rematik ini jarang diberikan pada komunitas
mempertahankan lingkup gerak sendi secara lansia bahkan belum dimasukkan dalam
maksimal. Tujuan dari senam rematik ini yaitu kegiatan rutin panti werdha dan posyandu
mengurangi nyeri sendi dan menjaga kesehatan lansia di wilayah kerja puskesmas. Kegiatan
jasmani penderita rematik. Keuntungan lain pengenalan dan promosi kesehatan tentang
dari senam rematik yaitu tulang menjadi lebih senam rematik menjadi isu penting yang dapat
lentur, otot tetap kencang, memperlancar diterapkan oleh perawat sebagai care giver
peredaran darah, menjaga kadar lemak darah dalam memberikan pelayanan pencegahan
tetap normal, tidak mudah mengalami cidera, dan penatalaksanaan osteoarthritis lutut untuk
dan kecepatan reaksi sel tubuh menjadi lebih meningkatkan derajat kesehatan hidup lansia.
baik (Heri, 2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
telah peneliti lakukan di Panti Werdha Sinar Metode Penelitian
Abadi Kota Singkawang didapatkan 25
orang lansia mengalami nyeri sendi OA pada Penelitian ini menggunakan desain quasi
area lutut dengan skala nyeri sedang sampai experimental dengan pendekatan pretest and
skala nyeri berat. Lansia yang diwawancarai posttest with control group design. Populasi
belum melakukan penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi populasi target dan populasi
sendi secara khusus untuk mengatasi nyeri, terjangkau.Populasi target dalam penelitian
lansia cenderung membiarkan nyeri yang dia ini adalah lansia dengan nyeri sendi akibat
rasakan. Belum ada program khusus untuk osteoarthritis lutut. Populasi terjangkau dalam
menurunkan nyeri sendi yang dilakukan oleh penelitian ini adalah semua lanjut usia yang
petugas kesehatan panti werdha. Penanganan mengalami nyeri sendi osteoarthritis di Panti
nyeri yang diberikan terhadap nyeri berat Werdha Sinar Abadi Singkawang sejumlah 35
adalah dengan pemberian obat anti nyeri. orang.
Pada hasil pendataan lansia di panti Teknik sampling dalam penelitian ini
werdha, sebesar 41,7% lansia tidak bersekolah menggunakan non probability sampling
dan mengaku tidak mengetahui informasi dengan teknik purposive sampling. Peneliti
tentang penatalaksanaan nyeri. Pengetahuan memilih sampel berdasarkan kriteria sampel
diperlukan sebagai dukungan dalam dan sampel yang dipilih memiliki informasi
memunculkan rasa percaya diri maupun sikap yang diperlukan untuk penelitian.Kriteria
dan perilaku setiap hari manusia. Pengetahuan inklusi merupakan lansia penghuni panti
merupakan domain yang sangat penting untuk werdha sinar abadi Kota Singkawang lansia
membentuk tindakan seseorang. Pada lansia dengan usia > 55 tahun, memiliki riwayat
kemampuan penerimaan atau mengingat suatu medis osteoarthritis lutut, dan keluhan nyeri
pengetahuan menjadi berkurang, selanjutnya sendi (skala 19). Kriteria eksklusinya adalah
pada usia lanjut intelegensi menurun sehingga lansia yang mengalami radang dengan skala
menyebabkan kurangnya kemampuan dalam nyeri sendi berat tidak terkontrol (skala 10)
memahami suatu informasi dan pengetahuan yang mengharuskan lansia untuk bedrest.
umum (Widyastuti, 2008). Tingkat Pada penelitian ini jumlah responden yang
pengetahuan lansia yang rendah menimbulkan digunakan sebanyak 24 orang responden yang
keterbatasan pengetahuan untuk mencegah, dibagi menjadi 12 orang responden kelompok
proteksi dini, dan penatalaksanaan nyeri perlakuan dan 12 orang responden kelompok
sendi yang tepat guna meningkatkan derajat kontrol, pembagian kelompok dilakukan
kesehatan lansia. Sampai saat ini, banyak dengan cara simple random sampling yaitu
yang tidak mengetahui cara melakukan menggunakan nomor undian secara acak

142 Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

dilakukan oleh peneliti. melalui surat keterangan lolos kaji etik atau
Tempat penelitian dilaksanakan di Panti ethicalclearance nomor 1611/UN22.9/
Werdha Sinar Abadi Kota Singkawang. Waktu DT/2016 dan surat rekomendasi lolos kaji
penelitian selama 2 minggu pada periode etik nomor 1613/UN22.9/DT/2016. Etika
Januari sampai Februari 2016. Variabel yang penelitian yang dilakukan berdasarkan
memengaruhi atau variabel independen Nursalam (2008) adalah dengan pemberian
dalam penelitian ini adalah senam rematik intervensi yang tidak mengakibatkan cedera
sedangkan variabel terpengaruh atau variabel kepada subjek. Jika intervensi penelitian
dependen dalam penelitian ini adalah skala berpotensi mengakibatkan cedera atau stres
nyeri sendi pada lansia di Panti Werdha Sinar tambahan maka akan dihentikan. Partisipasi
Abadi Singkawang. Alat yang digunakan subjek dalam penelitian dihindarkan dari
adalah hand bandle dan kursi, untuk alat ukur keadaan yang tidak menguntungkan dan tidak
untuk mengobservasi tingkat nyeri sendi yang dipergunakan dalam hal-hal yang merugikan
digunakan dalam penelitian adalah lembar subjek dalam bentuk apapun. Dalam
observasi skala nyeri sendi Pain Assessment penelitian ini, peneliti juga tidak memaksa
in Advanced Dementia Scale (PAINAD) untuk menjadi subjek penelitian. Subjek yang
karena berdasarkan uji validitas instrumen setuju menjadi responden secara sukarela
yang dilakukan oleh DeWaters et al. (2008), menandatangani informed consent kemudian
mengatakan bahwa instrumen ini dapat peneliti memberikan penjelasan secara
digunakan untuk mengidentifikasi nyeri yang rinci tentang penelitian yang dilakukan dan
telah terjadi dalam jangka waktu yang lama bertanggung jawab jika sesuatu terjadi kepada
seperti pada pasien dengan keluhan nyeri yang subjek. Penelitian dilakukan secara jujur, hati-
kronis pada lansia dengan gangguan kognitif hati, dan berperikemanusiaan. Lingkungan
ataupun lansia dengan kondisi kognitif yang penelitian dikondisikan agar memenuhi
utuh. Lembar observasi diisi oleh peneliti prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur
karena komponen lembar observasi hanya penelitian.
dapat dilihat dan disesuaikan oleh peneliti
berdasarkan tanda dan gejala serta pemeriksaan
fisik yang dilakukan terhadap lansia sehingga Hasil Penelitian
tidak diperlukan penerjemahan untuk lembar
observasi tersebut, selain itu PAINAD juga Penelitian telah dilaksanakan sejak bulan
belum memiliki hasil terjemahan bahasa Januari sampai Februari 2016 di Panti Werdha
Indonesia sehingga diragukan keakuratan data Sinar Abadi Kota Singkawang. Karakteristik
yang diperoleh jika diterjemahkan. usia responden terbanyak pada kelompok
Peneliti mengambil sampel sesuai kriteria perlakuan adalah kelompok umur 60-74 tahun
inklusi kepada 24 lansia, kemudian meminta yang memiliki persentase sebesar 58,3%.
informed concent. Selanjutnya pretest Pada kelompok kontrol kelompok umur 60-
dilakukan pada kelompok perlakuan dan 74 tahun juga menjadi usia mayoritas dengan
kelompok kontrol untuk menilai skala nyeri persentase sebesar 66,7%. Karakteristik jenis
sendi sebelum perlakuan. Pada kelompok kelamin dalam penelitian ini merata antara
perlakuan dilakukan enam tahapan senam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
rematik selama 30 menit sebanyak 3 kali yaitu 41,7% laki-laki dan 58,3% perempuan.
dalam seminggu selama dua minggu Jumlah total jenis kelamin perempuan dalam
penelitian sedangkan pada kelompok kontrol penelitian ini lebih mendominasi dengan
hanya dilakukan pengkajian skala nyeri jumlah 14 orang (58,35). Latar belakang
sendi. Pengaruh senam rematik terhadap pendidikan terakhir dengan jumlah terbanyak
perubahan skala nyeri sendi dianalisis dengan pada kelompok perlakuan adalah SD yaitu 7
paired t test dan perbedaan antara kelompok orang (58,3%) sedangkan tingkat pendidikan
perlakuan dan kelompok kontrol dianalisis terakhir terbanyak pada kelompok kontrol
dengan independent t test. Penelitian ini telah adalah tidak sekolah yaitu sebanyak 6 orang
mendapatkan izin penelitian dari komisi etik (50%).
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Skala nyeri pretest kelompok kontrol

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016 143


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

Tabel 1 Karakteristik Responden Penelitian berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin, dan
Tingkat Pendidikan
Karakteristik Perlakuan Kontrol Total
Responden (n=12) (n=12) (n=24)

F % F % F %
Kelompok Umur
6074 tahun 8 66,7 9 75,0 17 70,8
7590 tahun 4 33,3 3 25,0 7 29,2
Jenis Kelamin
Laki-laki 5 41,7 5 41,7 10 41,7
Perempuan 7 58,3 7 58,3 14 58,3
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 4 33,3 6 50,0 10 41,7
Tidak Tamat SD 1 8,3 0 0 1 4,2
SD 7 58,3 6 50,0 13 54,2

Tabel 2 Karakteristik Skala Nyeri Sendi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Senam Rematik pada
Kelompok Kontrol
Pretest Kontrol Posttest Kontrol
(n=12) (n=12)
Skala Nyeri
F % F %
Nyeri Ringan (13) 0 0 0 0
Nyeri Sedang (46) 3 25 5 41,7
Nyeri Berat Terkontrol 9 75 7 58,3
(79)
Total 12 100 12 100

memiliki persentase sebesar 75% pada nyeri kelompok kontrol (0,417). Hasil uji hipotesis
berat terkontrol (rentang skala nyeri 79) dan diperoleh p value kelompok perlakuan sebesar
sebesar 25% pada nyeri sedang (rentang skala 0,000 dan p value kelompok kontrol sebesar
nyeri 4-6). Skala nyeri posttest pada kelompok 0,017,yang berarti terdapat perubahan skala
kontrol yang mengalami nyeri berat terkontrol nyeri sendi sebelum dan sesudah intervensi
sebanyak 7 orang (58,3%) dan mengalami senam rematik pada kedua kelompok. Pada
nyeri sedang sebanyak 5 orang (41,7%). kelompok perlakuan p value sebesar 0,000
Skala nyeri pretest kelompok perlakuan menunjukkan bahwa korelasi antara mean
sebesar 75% pada nyeri berat terkontrol skala nyeri sendi sebelum dan sesudah
(rentang skala nyeri 7-9) dan sebesar 25% intervensi dengan senam rematik adalah kuat
pada nyeri sedang (rentang skala nyeri 46). dan signifikan. Dengan demikian hipotesis
Pada skala nyeri sesudah senam rematik yang menyatakan ada pengaruh pemberian
(Skala nyeri posttest), kelompok perlakuan senam rematik terhadap perubahan skala nyeri
mengalami nyeri sedang sebanyak 11 orang sendi pada lansia dengan OA lutut terbukti
(91,7%) dan mengalami nyeri ringan 1 orang dengan adanya perubahan skala nyeri yang
(8,3%). signifikan sesudah pemberian senam rematik.
Berdasarkan tabel 4 diperoleh nilai mean Perubahan yang terjadi pada skala nyeri sendi
perubahan skala nyeri sendi pada kelompok lansia yaitu penurunan skala nyeri sendi.
perlakuan (2,167) lebih besar dari pada Berdasarkan tabel 5 diperoleh nilai

144 Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

Tabel 3 Karakteristik Skala Nyeri Sendi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Senam Rematik pada
Kelompok Perlakuan
Pretest Kontrol Posttest Kontrol
(n=12) (n=12)
Skala Nyeri
F % F %
Nyeri Ringan (13) 0 0 1 8,3
Nyeri Sedang (46) 3 25 11 91,7
Nyeri Berat Terkontrol 9 75 0 0
(79)
Total 12 100 12 100

Tabel 4 Pengaruh Senam Rematik Sebelum dan Sesudah Intervensi


Paired T Skala Nyeri Sendi Skala Nyeri Sendi Skala p-value
Test Pretest Posttest Nyeri
Sendi
Mean SD Min Max Mean SD Min Max Mean SD
Perlakuan 7,08 0,900 6 9 4,92 0,966 3 6 2,167 0,937 0,000
(n=12)
Kontrol 7,00 0,953 5 8 6,58 0,793 5 8 0,417 0,515 0,017
(n=12)

Tabel 5 Uji Beda Mean Skala Nyeri Sendi pada 2 Kelompok Berbeda
Independent T Test Perlakuan Kontrol p-value
(n=12) (n=12)

Mean SD Mean SD
Skala Nyeri Pretest 7,08 0,900 7,00 0,953 0,828
Skala Nyeri Posttest 4,92 0,996 6,58 0,793 0,000

signifikansi posttest antara kedua kelompok skala nyeri sendi berupa penurunan skala nyeri
sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat sendi lebih efektif ditunjukkan oleh kelompok
perbedaan skala nyeri posttest antara perlakuan dengan senam rematik daripada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. kelompok kontrol tanpa senam rematik.
Hasil uji data menunjukkan bahwa mean skala
nyeri posttest kelompok dengan perlakuan
lebih rendah yaitu 4,92 daripada mean skala Pembahasan
nyeri posttest kelompok kontrol yaitu 6,58.
Kelompok dengan intervensi senam rematik Berdasarkan sebaran karakteristik responden
memberikan penurunan skala nyeri sendi penelitian, beberapa faktor terbukti
yang lebih signifikan daripada kelompok memengaruhi munculnya nyeri sendi akibat
tanpa intervensi senam rematik dengan p OA lutut. Beberapa faktor tersebut meliputi
value sebesar 0,000 (p<0,05) menunjukkan usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara Distribusi usia responden yang berada pada
kelompok perlakuan yang diberikan intervensi rentang 6074 tahun atau lanjut usia dalam
senam rematik dengan kelompok kontrol yang penelitian ini dapat membuktikan kebenaran
tidak diberikan senam rematik. Perubahan teori yang menyatakan bahwa OA lutut

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016 145


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

yang menyebabkan terjadinya nyeri sendi bekerja dengan vitamin D, kalsium, dan
disebabkan oleh proses degeneratif (Muslihah, hormon lainnya untuk secara efektif memecah
2014). Hasil ini didukung oleh penelitian dan membangun kembali tulang sesuai proses
Maharani (2010) yang mengatakan bahwa salami tubuh. Status pendidikan memengaruhi
usia >50 tahun akan memiliki persentase kesempatan memperoleh informasi mengenai
lebih besar terhadap kejadian osteoarthritis. penatalaksanaan penyakit (Potter & Perry,
Penelitian Khairani (2012) juga mendukung 2005). Tingkat pengetahuan lansia yang
hasil penelitian bahwa usia penderita rendah dapat meningkatkan kejadian nyeri
osteoarthritis paling sering pada usia diatas sendi karena tingkat pendidikan yang rendah
60 tahun dan tidak pernah terjadi pada anak- menimbulkanketerbatasan dalam memperoleh
anak dikarenakan kondisi tulang rawan yang pengetahuan untuk mencegah, ptoteksi dini,
memiliki keterbatasan dalam proses regenerasi. dan penatalaksanaan nyeri sendi yang tepat
Menurut Litwic et al., (2013), osteoarthritis guna meningkatkan derajat kesehatan lansia.
merupakan penyakit yang ireversibel dan Seluruh responden penelitian yang
kemungkinan terjadi serta prevalensinya berjumlah 24 orang mengalami nyeri sendi
meningkat secara tidak terhingga seiring dengan skala nyeri yang bervariasi dari skala
dengan peningkatan usia. Proses degeneratif sedang hingga berat terkontrol. Hal ini juga
dan keterbatasan kemampuan tubuh untuk terus sesuai dengan manifestasi klinis OA yang
mempertahankan regenerasi sel menjadi faktor dikemukakan Subcommittee American College
penyebab nyeri sendi OA lutut dipengaruhi of Rheumatology (ACR), jika memenuhi tiga
oleh usia, selain itu, di penghujung usia dari enam hal berikut yaitu: usia > 50 tahun,
akan terjadi penurunan kapasitas anabolisme kaku sendi < 30 menit, krepitus, nyeri tulang,
yang berakibat pada menurunnya kapasitas pembengkakan tulang (bone enlargement)
regenerasi dari kondrosit yang merupakan (Altman et al., 2011). Pendapat ini diperkuat
satu-satunya sel penyusun matriks kartilago, oleh Bales (2008), yang mengatakan bahwa
hal inilah yang menjadi faktor penyebab nyeri keluhan utama yang selalu muncul pada
sendi OA lutut dipengaruhi oleh usia. penderita dengan OA adalah nyeri sendi. Nyeri
Jenis kelamin perempuan merupakan sendi muncul dengan adanya hambatan pada
faktor resiko terjadinya osteoarthritis (OA), sendi saat dilakukan gerakan. Selain nyeri
terutama OA lutut. Menurut penelitian sendi, lansia juga mengatakan mengalami
Roman-Blas et al., (2013), jenis kelamin kaku pada sendi yang bertambah pada
perempuan meningkatkan risiko kejadian malam hari dan ketika peneliti melakukan
OA lutut sebesar 1,84 kali. Prevalensi OA pemeriksaan fisik, pada tulang lutut responden
lutut meningkat signifikan pada wanita usia> penelitian juga menimbulkan suara krepitus
55 tahun saat dimana onset menopause serta nyeri pada tulang. Beberapa tanda gejala
dimulai pada kebanyakan perempuan. Pada tersebut membuktikan bahwa manifestasi
masa usia 5080 tahun wanita mengalami klinis OA berdasarkan ACR melalui tindakan
pengurangan hormon estrogen yang signifikan. pemeriksaan fisik nyata terjadi pada penderita
Pengurangan hormon estrogen menyebabkan OA.
penurunan produksi cairan sinovial pada sendi Dengan keberadaan nyeri akibat OA lutut
(Price & Wilson, 2005). Hasil perhitungan ini, maka lansia yang menderita membatasi
dalam penelitian ini diperkuat oleh penelitian pergerakan pada bagian yang nyeri (Sharma
Fransen et al., (2011) yang menunjukkan & Berenbaum, 2013).Pembatasan gerak pada
bahwa angka kejadian OA lebih besar terjadi sendi dapat menyebabkan kekakuan atau
pada perempuan dan prevalensi OA bersifat atropi otot sendi yang lama kelamaan dapat
dependen terhadap usia. Menurut penulis, menghentikan secara permanen fungsional
faktor mendasar yang menyebabkan OA sendi tersebut. Penghentian keaktifan sendi
lutut banyak terjadi pada perempuan adalah ini membatasi aktivitas fisik lansia, lansia
kejadian menopause yang menyebabkan mengalami penurunan dari quality of life
penurunan kadar hormon estrogen secara (Hopman-Rock et al., 2007). Hal inilah
drastis, sementara pada laki-laki kadar hormon yang dilakukan oleh responden kelompok
estrogen menurun secara perlahan. Hormon kontrol yaitu dengan beristirahat selama
estrogen berperan dalam pembentukan tulang, nyeri sendi muncul. Padahal aktivitas fisik

146 Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

berupa senam dapat mengurangi sensasi diberikan senam rematik (mean = 6,58).
nyeri pada persendian lebih baik daripada Salah satu tanda dan gejala dari OA
hanya dengan beristirahat (Mentes et al., lutut adalah nyeri sendi lutut. Nyeri yang
2010). Penelitian sebelumnya oleh Bennel terus menerus terjadi akan melemahkan
et al., (2012) menjelaskan aktivitas fisik sendi (Price & Wilson, 2005). Menurut the
dapat meningkatkan fungsional fisik lansia gate control theory (teori kontrol pintu),
dan kualitas hidup lansia. Jika lansia enggan upaya menutup pertahanan untuk mencegah
mengikuti kegiatan senam, justru dapat pelepasan substansi C dan substansi P yang
menyebabkan kekakuan tulang dan sendi yang merupakan pentransmisi nyeri adalah dengan
menjadi penyebab timbulnya nyeri persendian menghasilkan masukan dominan serabut
pada lansia (Michael & Kelley, 2010). beta-A yang akan menghambat nyeri, upaya ini
Hasil uji Paired T Testdidapatkan p value dapat dilakukan salah satunya dengan latihan
kelompok perlakuan sebesar 0,000 dan p fisik (Muttaqin, 2008). Menurut Hunter &
value kelompok kontrol sebesar 0,017. Hasil Felix (2010), latihan fisik dapat meningkatkan
p value kedua kelompok < 0,005 yang berarti sirkulasi darah dan merangsang peningkatan
ada perubahan skala nyeri sendi pada kedua enzim-enzim tubuh yang berperan dalam
kelompok berupa penurunan skala nyeri sendi, proses oksigenasi jaringan. Dalam American
meskipun tidak diberikan senam rematik tetapi College of Sports Medicine dan American
mean skala nyeri sendi kelompok kontrol Heart Association juga dikatakan bahwa
juga menurun dengan nilai penurunan yang aktivitas fisik sangat direkomendasikan
lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. bagi lansia karena secara langsung dapat
Kelompok kontrol yang tidak diberikan memperbaiki kesehatan lansia yaitu dengan
senam rematik tidak mengalami penurunan meningkatkan mobilitas sendi, memperkuat
skala nyeri sendi yang signifikan dengan rata- otot yang menyokong dan melindungi sendi,
rata penurunan hanya sebesar 0,417 karena mengurangi nyeri, dan mengurangi kaku sendi
responden diminta untuk beraktivitas seperti (Nelson et al., 2007).
biasa dan beristirahat tanpa menggunakan Nyeri sendi pada penderita OA termasuk
obat-obatan. Menurut penelitian Bender et al., dalam kategori nyeri somatik dalam dimana
(2010), terapi fisik dapat meningkatkan level reseptor nyeri ini terletak pada otot dan
beta endorfin dalam tubuh.Istirahat mungkin tulang serta penyokong tubuh lainnya.
meredakan nyeri tetapi hanya menurunkan Tubuh memiliki neuromodulator alami yang
skala nyeri dengan rentang penurunan yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri
kecil karena istirahat seperti tidur atau duduk salah satunya adalah beta-endorfin. Menurut
diam tanpa pergerakan tidak merangsang American Geriatric Society olahraga seperti
pelepasan endorfin. Pergerakan seperti senam senam sebanyak tiga kali seminggu secara
rematik dan olahraga memiliki dampak signifikan memperbaiki kesehatan pasien-
yang lebih baik bagi penderita nyeri sendi pasien arthritis termasuk OA. Olahraga senam
dibandingkan dengan beristirahat. Penurunan dapat menstimulasi peningkatan pelepasan
skala nyeri sendi pada kelompok kontrol hormon endorfin. Endorfin memberikan efek
diduga sebagai efek istirahat yang dilakukan analgesia dengan memblokir proses pelepasan
dan keterbatasan peneliti yang tidak mampu substansi p dari neuron sensorik sehingga
mengontrol secara ketat penggunaan koyo proses transmisi impuls nyeri di medula
yang dilakukan oleh lansia kelompok kontrol. spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri
Hasil uji Independent T Test pada posttest menjadi berkurang.
antara kelompok perlakuan dan kelompok Nyeri ketika melakukan aktivitas sehari-
kontrol didapatkan p-value sebesar 0,000. hari, pembengkakan pada sendi, kaku sendi,
Hasil p < 0,005 berarti terdapat perbedaan kelelahan, bahkan kelainan bentuk tubuh
mean skala nyeri sendi yang bermakna antara sering dialami orang yang menderita rematik,
kelompok perlakuan yang diberikan intervensi fokus penanganan penderita rematik adalah
senam rematik dan kelompok kontrol yang mengontrol rasa nyeri, mengurangi kerusakan
tidak diberikan senam rematik, dimana skala sendi, serta mempertahankan fungsi kualitas
nyeri sendi posttest dengan senam rematik gerak. Pada orang yang normal gerakan
(mean = 4,92) lebih rendah daripada tidak menjadi terjaga karena dapat bergerak aktif

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016 147


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

sementara pada penderita rematik, terjadi darah dan saraf parasimpatis menurunkan
kesulitan untuk menggerakkan tubuh karena denyut jantung dan denyut nadi sehingga
nyeri. Bila tidak digerakkan dalam jangka menyebabkan nyeri yang memunculkan
waktu yang lama sendi menjadi lengket dan kekakuan sendi berkurang.
sama sekali tidak bisa digerakkan. Masalah
ini yang harus dicegah dengan melakukan
olah fisik seperti senam rematik karena latihan Simpulan
sendi yang teratur merupakan salah satu upaya
menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam
lansia.Jika lansia enggan mengikuti kegiatan penelitian ini adalah ada pengaruh senam
senam, justru dapat menyebabkan kekakuan rematik terhadap perubahan skala nyeri sendi
tulang dan sendi yang menjadi penyebab lanjut usia dengan OA lutut di Panti Werdha
timbulnya nyeri persendian pada lansia.Senam Sinar Abadi Kota Singkawang Tahun 2016.
rematik merupakan suatu aktivitas olahraga Hasil ini sesuai dengan paired t test pada
bagi lansia yang membantu tubuh tetap lentur kelompok perlakuan yang menunjukkan nilai
dan juga memperkuat otot dan ligamen yang p-value sebesar 0,000 dan kelompok kontrol
menstabilkan sendi. Kapasitas konsentrasi p-value sebesar 0,017 (p < 0,05). Hasil
senam rematik terletak pada gerakan sendi Independen t test untuk posttest kelompok
yang meregangkan dan menguatkan otot, perlakuan dan kelompok kontrol menunjukkan
karena otot-otot itulah yang membantu p-value sebesar 0,000 (p < 0,05) yang berarti
sendi untuk menopang tubuh. Senam yang terdapat perbedaan mean skala nyeri sendi
diberikan kepada lansia tidak perlu terlalu yang bermakna antara kelompok perlakuan
berat, cukup dengan gerakan pelan dan dapat yang diberikan intervensi senam rematik dan
diikuti oleh lansia serta mengandung unsur kelompok kontrol yang tidak diberikan senam
pemanasan dan pendinginan. Di dalam senam rematik, dimana skala nyeri sendi dengan
rematik untuk lansia sudah mengandung senam rematik lebih rendah daripada skala
unsur yang melibatkan kontraksi otot yang nyeri yang tidak diberikan senam rematik.
dinamis dan melibatkan banyak otot yang
dapat meningkatkan volume curah jantung.
Senam rematik memiliki 6 tahapan yaitu Daftar Pustaka
latihan pernapasan, latihan kekuatan, latihan
pemanasan, latihan persendian, latihan kardio, Altman, R., et al. (2011). The american college
dan peregangan. of rheumatology criteria for the classification
Kelebihan senam rematik tidak hanya pada and reporting of osteoarthritis of the hip.
gerakan yang aktif, berulang, dan mudah Arthritis & Rheumatism, p.505514.
dilakukan. Sesudah melakukan gerakan
senam rematik lansia terlihat rileks, nyaman, American Geriatric Society. (2005). Exercise
dan menunjukkan ekspresi wajah tersenyum. prescription for older adults with osteoarthritis
Menurut penelitian Bender et al., (2007), pain: consensus practice recommendation.
latihan atau senam dalam hal ini termasuk Journal Of American Geriatric Society. p.819.
senam rematik memiliki dampak psikologis
langsung yakni membantu memberi Arden, N., & Nevitt, M.C. (2006).
perasaan santai, mengurangi ketegangan, Osteoarthritis: Epidemiology. Best Practice
dan meningkatkan perasaan senang karena & Research Clinical Rheumatology, 20(1),
saat senam kelenjar pituitari menambah p.325.
produksi atau meningkatkan level beta-
endorfin. Hal ini didukung oleh Nursalam Arissa, M.I. (2013). Pola distribusi kasus
dan Kurniawati (2014), selain produksi osteoarthritis di RSU Dokter Soedarso
beta-endorfin, senam juga meningkatkan Pontianak periode 1 Januari 2008 - 31
aktivitas penyaluran saraf didalam otak yaitu Desember 2009. Jurnal Mahasiswa PSPD FK
peningkatan neurotransmitter parasimpatis Universitas Tanjungpura, 1(1), h.116.
(norepinephrine, dopamine, dan serotonin). Badan Pusat Statistik Indonesia. (2015).
Peningkatan konsentrasi beta-endorfindi dalam Available At : https://www.bps.go.id/

148 Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

(Diperoleh pada tanggal 01 Oktober 2015) Hochberg, M., et al. (2012). American college
of rheumatology 2012 recommendations for the
Bales, P. (2008). Osteoarthritis: Preventing use of nonpharmacologic and pharmacologic
and healing without drugs. Prometheus Books. therapies in osteoarthritis of the hand, hip,
and knee. Arthritis Care & Research, 64(4),
Bender, T., Nagy, G., Barna, I., Tefner, I., p.465474.
Kdas, ., & Gher, P. (2010). The effect of
physical therapy on beta-endorphin levels. Hopman-Rock, Kraaimaat, M.F.W., &
European Journal Of Applied Physiology, Bijlsma, J.W.J. (2013). Quality of life in
100(4), p.371382. elderly subjects with pain in the hip or knee.
Quality of Life Research, 6(1), p.6776.
Capezuti, E., et al. (2008). Evidence-based
geriatric nursing protocols for best practice. Hunter, D.J., & Feliz, E. (2010). Exercise and
Pain management horgas & yoon (3rd Ed.). osteoarthritis. Journal Of Anatomy, 214(2),
USA: Springer publishing company. p.197207.

DeWaters, T., Faut-Callahan, M., McCann, Isbagio, H. (2005). Pendekatan diagnostik


J.J., Paice, J.A., Fogg, L., Hollinger-Smith, penyakit rematik. Subbagian Reumatologi.
L., ..., & Stanaitis, H. (2008). Comparison Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
of self reported pain and the PAINAD scale Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah
in hospitalized cognitively impaired and Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta:
intact older adults after hip fracture surgery. Cermin Dunia Kedokteran, h.12.26.
Orthopaedic Nursing, 27(1), p.2128.
Khairani, Y., Husni, E., & Aryanty, N. (2012).
Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Hubungan umur, jenis kelamin, IMT, dan
kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam aktivitas fisik dengan kejadian osteoarthritis
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. lutut (Skripsi), h.18.
h.241246.
Klieman, L., et al. (2011). Exercise and older
Eliopoulos, C. (2013). Gerontological Nursing adults. Current Cardiovascular Risk Reports,
(8th Ed.). Lippincott Williams & Wilkins, p.3- p.335339.
5.
Litwic, A., Edwards, M.H., Dennison, E.M., &
Felson, T., & Schaible, H-G. (2010). Pain in Cooper, C. (2013). Epidemiology and burden
osteoarthritis. Wiley-Blackwell A John Wiley of osteoarthritis. British Medical Bulletin,
& Sons; p.240243. lds038.

Fransen, M., Bridgett, L., March, L., Hoy, Maharani, E.P., (2010). Faktor-faktor risiko
D., Penserga, E., & Brooks, P. (2011). The oklsteoartritis lutut (Studi kasus di Rumah
epidemiology of osteoarthritis in Asia. Sakit Dokter Kariadi Semarang. Universitas
International journal of rheumatic diseases, Diponegoro, Semarang (Tesis), h.1-8.
14(2), p.113121.
Mentes, J.C., & Egan, B.A. (2010). Benefits
Hardywinoto, S. (2005). Panduan gerontologi: of physical activity for knee osteoarthritis:
Tinjauan dari berbagai aspek. Jakarta: A brief review. Journal Of Gerontological
Penerbit PT Gramedia. Nursing, 36(9), p.914.

Heri, K. (2014). Pengaruh senam rematik Michael, L.T., & Kelley, T. (2010).
terhadap nyeri sendi pada lansia di Panti Sosial Nonsurgical management of osteoarthritis of
Tresna Werdha Budimulia 04 Margaguna the knee. Journal of the American Academy of
Jakarta Selatan. Jurnal Mahasiswa Program Physician Assistants, 19(1), p.2632.
Keperawatan Universitas Esa Unggul, 1(1),
h.110. Mirza, Y. (2012). Pemberian latihan contract

Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016 149


Vivi Meliana Sitinjak : Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala nyeri

relax dan mobilisasi sendi untuk peningkatan For Osteoarthritis Of The Knee? A Systematic
lingkup gerak sendi flexi shoulder pada lansia. Review. Annals Of The Rheumatic Diseases.
Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta 64(4), p.544548.
(Skripsi), h.115.
Roman-Blas, J.A., Castaeda, S., Largo, R., &
Muchid, dkk. (2006). Pharmaceutical care Herrero-Beaumont, G. (2013). Osteoarthritis
untuk pasien dengan penyait arthritis rematik. associated with estrogen deficiency. Arthritis
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Research & Therapy, 11(5), p.114.
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Dinas Kesehatan. Santoso, H., & Ismail, H. Memahami Krisis
Lanjut Usia. BPK: Gunung Mulia. 2009, h.36-
Muslihah, Y.M, (2014). Gambaran osteoartritis 44.
genu pada pasien di RSUP Fatmawati Jakarta
Tahun 20122013 (Skripsi), h.115. Sharma, L., & Berenbaum, F. (2013).
Osteoarthritis: A companion to rheumatology.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan keperawatan Elsevier Health Sciences, p.1520.
klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika, h.504508. Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2005). Buku
ajar keperawatan medikal bedah Brunner dan
Nelson, M.E., et al. (2010). Physical Suddarth, Volume 1 dan Volume 3, Edisi 8.
activity and public health in older adults: Jakarta: EGC, p.382383.
Recommendation from the American College
of Sports Medicine and the American Heart Stanley, M. (2007). Buku ajar keperawatan
Association. Circulation, 28(6), 339340. gerontik (Gerontological nursing: A health
promotion or protection approach). Jakarta:
Nurhidayah, K. (2012). Pengaruh senam EGC.
rematik terhadap aktifitas fungsional
lansia di komunitas senam lansia Wilayah Stevenson, J.D., & Richard Roach. (2012).
Kelurahan Nusukan Banjarsari Surakarta, The benefits and barriers to physical activity
Muhammadiyah Surakarta, Solo (Skripsi), and lifestyle interventions for osteoarthritis
h.112. affecting the adult knee. Journal of
Orthopaedic Surgery And Research. p.17.
Nursalam & Kurniawati, N. (2007). Asuhan
keperawatan pada pasien terinfeksi hiv aids, Tamsuri, A. (2007). Konsep dan
edisi1. Jakarta : Salemba medika, h. 61-65. penatalaksanaan nyeri. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar
fundamental keperawatan: Konsep, proses, Widyastuti, Y. (2008). Pengaruh pendidikan
dan praktik. Jakarta: EGC, p.1376. kesehatan tentang penyakit osteoarthtritis
terhadap tingkat pengetahuan dan sikap pasien
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). osteoarthtritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses Gondangrejo Karanganyar, (Skripsi), h.18.
penyakit (Edisi 4). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, h.12181222. World Health Organization (WHO). (2011).
Available At : http://www.who.int/en/
Riskesdas. (2013). Available At : http:// (Diperoleh pada tanggal 10 oktober 2015).
labdata.litbang.depkes.go.id/riset-badan-
litbangkes/menu-riskesnas/menu-riskesdas Yatim F. (2006). Penyakit tulang dan
(Diperoleh pada tanggal 12 Desember 2015). persendian (artritis atau artralgia), Edisi. 1.
Jakarta: Pustaka Populer Obor. h. 2632, 111
Roddy, E., Zhang, W., & Doherty, M. (2011). 115.
Aerobic Walking Or Strengthening Exercise

150 Volume 4 Nomor 2 Agustus 2016

You might also like