Professional Documents
Culture Documents
Tanggal Presentasi: 8 Mei 2017 Nama Pendamping: dr. Rini Fathiyatul Rochmin Nurfebriani
Obyektif Presentasi:
Deskripsi:Pria 62 tahun dengan sesak sejak 3 hari SMRS yang dirasa semakin memberat disertai batuk
berdahak sejak 1 bulan SMRS dan hemoptisis 1 HSMRS.
3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Pasien menderita TB paru 3 tahun lalu. Riwayat merokok disangkal
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik : Rumah mendapatkan sirna cahaya matahari yang cukup.
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS SIC V
9.
Perkusi : batas atas jantung setinggi Intercostalis (ICS) 2 garis parasternal kiri
Auskultasi: bunyi jantung menjauh.
Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal
Punggung : tidak ada kelainan
Alat kelamin : tidak ada diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, sianosis(-), refleks
fisiologis +/+, refleks patologis -/-.
o Pemeriksaan Penunjang
DL:
WBC: 10.900/L
Rontgen thorax :
Thorax emfisematous
Cor : Tak membesar
Pulmo : Corakan bronkhvascular meningkat
Bercak kesuraman parahiler dextra
Kesan : Gb. Bronkhitis emfisematous / PPOK dengan bronhopneumonia dextra
o Penatalaksanaan
O2 3 L/mnt
inf.RL + Aminofluid: 1:1 = 20 tpm
Nebulisasi : combivent / 8 jam
Inj.Ceftriaxon 1gr / 12 jam
Inj.Methilprednisol 62,5 mg / 8 jam
Inj. Asam trakneksamat 500 mg/8 jam
Ambroxol syr 3x1 C
Cek Sputum BTA
Daftar Pustaka:
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI. Jakarta: Balai Pustaka
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan PPOK Di Indonesia. PDPI.
Jakarta: Balai Pustaka
Rangkuman Hasil Pembelajaran
1. Subjektif :
Wanita Nyonya E usia 44 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 3 hari yang lalu yang dirasakan
semakin hari semaikn berat. Sesak dirasakan pasien sepanjang hari baik siang maupun malam. Sesak
berkurang apabila posisi pasien terduduk, terkadang pasien harus tidur dengan posisi setengah duduk
untuk mengurangi sesaknya. Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit yang berwarna jernih, kental, dan ada bercak darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mempunyai riwayat pengobatan TB paru 3 tahun lalu dengan hasil BTA bulan ke-6 negatif.
2. Objektif :
KU : sakit sedang
Kesadaran : sadar/aktif
o Vital sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 86 x/menit
Frekuensi nafas : 26 x /menit
Suhu : 36,7 0C
o Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, diameter 2 mm, refleks cahaya +/+ Normal
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah
Tenggorok : Tonsil T1 T1 tidak hiperemis
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks
Paru
Inspeksi : normochest, simetris kiri kanan, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus kiri = kanan meningkat, SIC melebar
Perkusi : hipersonor
Auskultasi: ekspirasi memanjang, wheezing +/+ di kedua lapangan paru, rh -/-
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas atas jantung setinggi Intercostalis (ICS) 2 garis parasternal kiri
Auskultasi: bunyi jantung menjauh
Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal
Rontgen thorax :
Thorax emfisematous
Cor : tear drop
Pulmo : Corakan bronkhvascular meningkat
Bercak kesuraman parahiler dextra
Kesan : Gb. Bronkhitis emfisematous / PPOK dengan bronhopneumonia dextra
3. Assessment :
SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis) merupakan gejala sisa pasca tuberkulosis. Gejala sisa yang
paling sering ditemukan yaitu gangguan faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran
klinis mirip Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang
dipengaruhi oleh reaksi imun seseorang yang menurun sehingga terjadi mekanisme makrofag aktif yang
menimbulkan peradangan nonspesifik yang luas. Sehingga menimbulkan gangguan berupa adanya sputum,
terjadinya perubahan pola pernapasan, dan penurunan ekspansi sangkar toraks. Penyakit ini ditularkan
melalui percikan ludah yang berada diudara (droplet) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah
yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas dan mengkolonisasi bronkiolus
atau alveolus. Apabila bakteri tuberkulosis dalam jumlah yang banyak berhasil menembus mekanisme
pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas bawah, maka pejamu akan melakukan
respon imun dan peradangan yang kuat di alveoli (parenkim) paru dan bronkus. Proses radang dan reaksi
sel menghasilkan nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Di bagian tengah nodul terdapat basil
tuberkel. Bagian luarnya mengalami fibrosis, bagian tengah mengalami kekurangan makanan sehingga
terjadi nekrosis. Proses terakhir ini dinamakan perkijuan. Perkijuan tersebut dapat menyebabkan erosi
dinding bronkus. Materi cair ini dapat dibatukkan keluar, meninggalkan kerusakan fibrosis tanpa atau
dengan perkijuan dan perkapuran yang tampak pada foto toraks. Perlukaan atau jaringan fibrous inilah
yang menyebabkan terjadinya SOPT dalam saluran pernapasan.
4. Planning :
Pengobatan: Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan
utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain mseperti kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi
diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari
ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk
obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Pada pasien diberikan bronkodilator kerja pendek berupa Iprabromium bromida dan Salbutamol
(Combivent) secara nebulizer, obat ini merupakan kombinasi dari golongan antikolinergik dan short
acting 2 adrenergik reseptor agonis. Antikolinergik memiliki efek menghambat kerja syaraf simpatis
terhadap bronkus, dimana kerja syaraf simpatis dapat menyebabkan kontraksi pada otot polos saluran
pernafasan, sedangkan short acting 2 adrenergik reseptor agonis memberikan efek relaksasi pada otot
polos saluran pernafasan, sehingga keduanya sama-sama memiliki efek bronkodilatasi dan berkerja saling
memperkuat. Kombinasi ini sering digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, namun tidak dianjurkan
penggunaanya dalam waktu yang panjang.
Pemberian ambroxol syrup berguna untuk mengencerkan dahak karena sifatnya sebagai mukolitik, hanya
diberikan pada eksaserbasi akut. Aminofluid merupakan cairan infus yang berisi asam amino, elektrolit,
dan air. Dapat digunakan pada individu dengan hipoproteinemia atau malnutrisi ringan karena kurangnya
asupan oral. Antibiotik golongan fluoroquinolon injeksi diberikan pada perawatan di rumah sakit dalam
rangka pencegahan infeksi nosokomial.
Mengetahui
Pembimbing