Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI 1
BAB I : PENDAHULUAN 2
BAB V : KESIMPULAN
PENDAHULUAN
Meskipun asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli masih belum sepakat
mengenai definisi penyakit tersebut, dari waktu ke waktu definisi asma terus mengalami perubahan.
Definisi asma ternyata tidak mempermudah membuat diagnosis asma, sehingga secara praktis para ahli
berpendapat :
1). Obstruksi saluran napas yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik
Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan
saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan
pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut.
Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh edema dinding
bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun
peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.
BAB II
SKENARIO KASUS
Lembar 1
Seorang perempuan Nn. P, 20 tahun datang diantar ibunya ke unit gawat darurat RS jam 3 dini hari
dengan keluhan sesak nafas.
Lembar 2
Satu hari sebelum masuk RS pasien dan keluarganya tiba di Puncak dari Jakarta untuk liburan. Mereka
tiba siang hari kemudian langsung berjalan-jalan di sekitar villa tempat menginap. Menjelang sore hari,
cuaca bertambah dingin, pasien merasa dadanya berat disertai batuk-batuk kecil. Pasien membantu ibunya
mempersiapkan makan malam dan mencuci piring kemudian menonton TV sambil bercanda hingga
tengah malam. Menjelang tidur pasien mengeluh tidak dapat tidur terlentang, sesak nafas berbunyi
disertai batuk yang bertambah dan dahak berwarna jernih. Tidak ada batuk darah dan nyeri dada. Sebelum
berangkat liburan, pasien sudah merasa agak sesak dan kelelahan seetelah selesai ujian akhir semester.
Ibunya menanyakan obat yang biasa diminumnya tetapi pasien tidak membawanya karena sudah habis.
Dengan segera ibu membawa pasien ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit pasien terlihat
semakin sesak disertai bibir agak kebiruan dan napasnya cepat.
Memang sejak kecil pasien sudah sering sesak-sesak. Sesak sering kumat kumatan dan timbul tersering
kalau tercium bau obat nyamuk, tercium bau-bau aneh dan bergadang. Ia sudah berobat ke berbagai
dokter maupun secara tradisionil tetapi terasa semakin sering kambuh dan setiap kali kambuh semakin
parah serangannya.
Riwayat Kebiasaan:
Waktu kecil pasien sering mengi, bersin, batuk dan timbul eksim di lipat siku kedua lengan.
Nenek penderita asma, ayah sering bersin, ibu gatal-gatal setelah makan ikan laut. Adik bungsunya
mengalami gejala yang sama dengan pasien.
Lembar 3
Pemeriksaan Fisik:
Nadi = 120x/menit
Suhu = 370C
Bibir : sianosis
Pharynx : Dinding belakang tak rata/kasar, agak hiperemis, post nasal drip (+)
Toraks :
- Inspeksi : simetris, tampak penggunaan otot bantu napas dan retraksi suprasternal
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tumor (-); hepar, lien,ginjal tidak
teraba besar, shifting dullnes (-), bising usus normal
Ekstremitas : edema (-), refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada
Lembar 4
Pemeriksaan penunjang:
Darah :
Hb : 12,0gr%
Hematokrit : 46%
Leukosit : 9.900/uL
Trombosit : 200.000/uL
LED : 21 mm/jam
Ureum : 40 mg/dl
SGOT : 29u/L
SGPT : 30 u/L
Gelombang P normal, PR interval 0,14, QRS duration 0,06, morfologi QRS normal
Foto toraks :
BAB III
PEMBAHASAN
A. Identitas pasien
Nama : Nn. P
Umur : 20 tahun
Pekerjaaan :-
Riwayat kebiasaan
Riwayat keluarga
Riwayat pengobatan
Hasil Interpretasi
Keadaan umum Sesak, gelisah dan duduk Duduk membungkuk merupakan salah satu
membungkuk mekanisme untuk mengurangi sesak napas
karena dengan duduk membungkuk dapat
meningkatkan tekanan intra abdominal
sehingga diafragma terangkat dan volume
thorax menjadi mengecil. Hal ini
mempermudah proses ekspirasi.
Tekanan darah 160/90 mmHg Meningkat dari normal 120/80mmHg
dikarenakan gangguan ventilasi dan perfusi
sehingga masuknya O2 dan keluarnya CO2
keseluruh tubuh terganggu. Akhirnya, O2 yang
menuju jaringan terganggu.Dengan menaikkan
tekanan darah dapat meningkatkan perfusi O2
ke jaringan
Nadi 120x/menit Takikardi, meningkat dari normal 60-
100x/menit.Takikardi merupakan mekanisme
kompensasi akibat sianosis untuk
meningkatkan perfusi O2 keseluruh tubuh
RR 40x/menit , mengi (+) , ekspirasi Takipnea, normal 14-18x/menit. Takipnea
memanjang pada pasien ini kemungkinan merupakan usaha
untuk mengeluarkan excess CO2 yang
terperangkap didalam paru karena harus
melewati saluran nafas yang sempit.
Kemudian mengi (+),ekspirasi memanjang
disebabkan oleh kesulitan pada saat melakukan
ekspirasi karena bronkokonstriksi dari saluran
nafas sehingga timbul suara siulan yang
disebut mengi.
Status lokalis
Hasil Interpretasi
Mata Tidak pucat , tidak ikterik Dalam batas normal
Hidung Obstruksi +/+ Menandakan adanya produksi sekret yang
Secret +/+ berlebihan sehingga menimbulkan sesak
Bibir Sianosis Ekspirasi yang sulit menyebabkan peningkatan
CO2 didalam tubuh. Kemudian karena afinitas
Hb lebih tinggi terhadap CO2 daripada O2
menyebabkan Hb lebih cenderung untuk
berikatan dengan CO2. Hal ini menyebabkan
peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi.
Lalu,apabila jumlah absolut Hb yang tereduksi
mencapai 5g per 100 ml / lebih dapat timbul
sianosis1
Pharynx - Dinding belakang tidak Adanya reaksi peradangan
rata/ kasar, agak Menandakan adanya sekresi lender yang
hiperemis berlebihan
- Post nasal drip (+)
Leher - KGB tidak membesar, Dalam batas normal
Kaku kuduk (-), JVP +
1cm H2O
Thorax Inspeksi : Simetris, tampak Pasien mengalami kesulitan inspirasi maupun
penggunaan otot bantu napas dan ekspirasi.
retraksi suprasternal
Monosit : 2-8
PRF :
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan menggunakan peak expiratory flow meter (PEFR)
Manfaat dari APE :
Menilai reversibilitas, yaitu perbaikan nilai APE >15% setelah inhalasi bronkodilator
Menilai derajat berat penyakit
Nilai APE normal = > 80 %
Pada kasus ini nilai APE = 35 %, kemampuan ekspirasi paksa 1 detik menurun menandakan adanya
obsruksi yang berat. Pada pasien ini tergolong asma berat karena APE < 60%.
Sputum :
EKG :
G. Diagnosis Definitif
Dilihat dari anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis pada pasien ini adalah
asma bronchiale.Hal-hal yang mendukung diagnosis tersebut antara lain :
Sampai saat ini patogenesis asma belum diketahui dengan pasti, namun berbagai penelitian telah
menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah proses inflamasi kronis dan hiperreaktivitas saluran napas.
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas.
Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini
terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam
zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
edema lokal pada dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
I. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
asma, sehingga pasien dapet menghindari factor-faktor pencetus.
b) Edukasi
Memberikan informasi kepada pasien agar menjauhi allergen, menghindari kelelahan,
dan menghindari stress psikis agar terhindar dari berulangnya penyakit asma ini.
Kontrol secara teratur.
Medikamentosa
c) Aminofilin bolus 3-5 mg/kgBB lalu dilanjutkan dengan aminofilin drip (pemberian secara
bertahap atau perlahan)
J. Komplikasi
1) Emfisema paru
akibat asma yang berlanjut dan biasanya karena pasien yang tidak koporatif (menghilangkan
faktor pencetus) dan di karenakan penanganan yang tidak tepat.
2) Gagal nafas
Disebabkan oleh obstruksi saluran nafas yang tidak segera ditangani, mismatch ventilasi-perfusi,
dan kelelahan otot pernapasan.
3) Hipoksia
Disebabkan oleh karena berkurangnya kadar oksigen ke jaringan terutama ke otak.
4) Pneumomediastinum dan Pneumothorax
Pada asthma, proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Hal ini akan
meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru
menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Tekanan di mediastinum akan meningkat
dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
K. Prognosis
ad vitam : ad bonam
karena kalau di tatalaksana dengan baik dan faktor pencetus juga dihindari, keadaan pasien bisa
jadi normal kembali
ad sanationam : ad malam
karena kalau terpapar faktor pencetus/alergen kembali, pasien bisa mengalami serangan asma
yang berulang.
1. Nasal
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam
bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan
tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan
membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os.
Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi
adalah : (1) conchae superior (2) Media, dan (3) inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.
2. Pharynx
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larynx (larinx-
faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merupakan gabungan system respirasi dan
pencernaan.
3. Larynx
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan
beberapa otot kecil, didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur
yang lengkap terdiri atas:
a.Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea.
b.Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os.Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis.Cartilago tyroidea
berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas
adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligament thyrohyoideum, dan dibawah
adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.
Membrana Tyroide mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana
cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.
4. Trachea
Tuba lentur, panjang 12 cm, lebar 2.5 cm. Mulai dari bawah cartilago cricoidea sampai angulus sterni.
Letak di dalam leher di depan oesophagus. Terdiri dari 16-20 cartilago trachealis berbentuk C.
Dihubungkan satu sama lain oleh ligamentum anulare. Dinding belakang terdiri dari otot dan jaringan
ikat. Titik percabangan menjadi bronkus principalis dextra dan sinistra : Bifurcatio Trachea. Bifurcatio
trachea setinggi corpus vertebra Th IV- V atau processus spinosus V. Th IV.
4. Bronkus
Merupakan percabangan dari trachea, mempunyai struktur yang sama dengan trachea. Setelah
percabangan dari trachea, dinamakan bronchus principalis dextra dan sinistra. Yang menuju ke
masing-masing Pulmo. Bronchus principalis dextra lebih lebar, lebih pendek dan lebih tegak dari
bronchus sinistra sehingga lebih mudah terjadi infeksi di paru kanan. Bronchus principalis
masing-masing pulmo akan bercabang untuk tiap-tiap lobus pulmo menjadi Bronchus lobaris.
Bronchus Lobaris akan menjadi Bronchus segmentalis (pulmo dextra 10, pulmo sinistra 9).
Bronchus segmentalis menjadi Bronchiolus (lebih kecil dan tidak mempunyai kartilago).
Bronchiolus terminalis berlanjut dengan bronkiolus respiratory lalu menajdi ductus alveolus dan
kemudian yang terakhir adalah alveolus.
5. Pulmo
Diselimuti oleh Pleura. Pleura terdiri dari : Pleura parietalis dan pleura visceralis. Rongga
diantara kedua lapis pleura Cavum pleura, berisi sedikit cairan pelumas. Pulmo ada dua :
pulmo dextra dan sinistra.Berbentuk kerucut (piramid) ujung atas disebut apex
pulmonis.Pulmodekstra mempunyai 3 lobus, yaitu superior, medius dan inferior yang masing-
masing dibatasi oleh fissure horizontalis pulmo dextra dan fissure oblique pulmo dextra.
Sedangkan pulmo kiri hanya mempunyai 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior yang dibatasi
oleh fissure oblique pulmo sisnistra.
ASTHMA BRONKIAL
Definisi
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis.Ciri-ciri klinis yang dominan adalah
riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk.Pada pemeriksaan fisik, tanda
yang sering ditemukan adalah mengi.Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas,
yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi.Sedangkan ciri-ciri patologis yangdominan
adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.
Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik danlingkungan, mengingat patogenesisnya tidak
jelas, asmadidefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kroniksaluran napas yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkusterhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodikberulang berupa batuk,
sesak napas, mengi dan rasa berat didada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.Karena dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka
obatobatantiinflamasi berguna untuk mengurangi reaksi inflamasipada saluran napas.Kortikosteroid
merupakan obatantiinflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma.Obat ini
dapat diberikan secara oral,inhalasi maupun sistemik.
Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlahfaktor, antara lain alergen, virus, dan
iritan yang dapatmenginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur
imunologis dan saraf otonom.Jalurimunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan
reaksihipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat danfase lambat.Reaksi alergi timbul pada
orang dengankecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormaldalam jumlah besar,
golongan ini disebut atopi.Padaasma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaansel mast pada
interstisial paru, yang berhubungan eratdengan bronkiolus dan bronkus kecil.Bila seseorangmenghirup
alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orangtersebut meningkat.
Alergen kemudian berikatan denganantibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkansel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin,leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal ituakan
menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkioluskecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus,dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkaninflamasi saluran napas. Pada reaksi
alergi fase cepat,obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menitsetelah pajanan alergen.Spasme
bronkus yang terjadimerupakan respons terhadap mediator sel mast terutamahistamin yang bekerja
langsung pada otot polos bronkus.Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergendan
bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadangsampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti
eosinofil,sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakansel-sel kunci dalam patogenesis
asma.1,3-6Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akanmengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran napas.
Faktor Resiko
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktorgenetik dan faktor lingkungan.
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipunbelum diketahui bagaimana cara
penurunannya.Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyaikeluarga dekat yang juga
alergi.Dengan adanya bakatalergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asmabronkial jika
terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsanganalergen maupun iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelumusia 14 tahun, prevalensi asma pada
anak laki-laki adalah1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama danpada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. dRas/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI),merupakan faktor risiko asma.
Mediator tertentu sepertileptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma.Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badanpenderita
obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur,kecoa, serpihan kulit binatang seperti
anjing, kucing,dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacangtanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap
pengawet,dan pewarna makanan.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin seringmempengaruhi asma. Atmosfer yang
mendadak dinginmerupakan faktor pemicu terjadinya serangan asmaSerangan kadang-kadang
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari
beterbangan).
Klasifikasi Asma
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat berat asma
persisten dapatberkurang atau bertambah.Derajat gejala eksaserbasi atauserangan asma dapat bervariasi
yang tidak tergantung dariderajat sebelumnya.
Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehinggapenyakit ini dapat ditangani dengan baik, mengi
(wheezing)berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awaluntuk menegakkan
diagnosis.Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidakditemukan
mengi maupun sesak.Diagnosis asma didasarkananamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupasesak episodik, mengi, batuk dan
dada sakit/sempit.Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai beratketerbatasan arus udara dan
reversibilitas yang dapatmembantu diagnosis.Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor
risiko.Pada penderita dengangejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuranrespons dapat
membantu diagnosis.Asma diklasifikasikanmenurut derajat berat, namun hal itu dapat berubah
denganwaktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut ambang
kontrol.Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian kondisi klinis serta pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan Klinis
Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukananamnesis secara rinci, menentukan adanya
episode gejaladan obstruksi saluran napas.Pada pemeriksaan fisis pasienasma, sering ditemukan
perubahan cara bernapas, dan terjadiperubahan bentuk anatomi toraks.Pada inspeksi dapatditemukan;
napas cepat, kesulitan bernapas, menggunakanotot napas tambahan di leher, perut dan dada.Pada
auskultasidapat ditemukan; mengi, ekspirasi memanjang.
Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometer.Alat pengukur faal paru, selain penting untukmenegakkan diagnosis juga untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
2. Peak Flow Meter/PFM. Peak flow meter merupakan alatpengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan
obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena;
PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM
mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan
pemeriksaan FEV1.
3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkanpenyakit yang tidak disebabkan asma.
4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit.Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencarifaktor pencetus. Uji
alergen yang positif tidak selalumerupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE
Atopidilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat
dilakukan (pada dermographism).
5. Petanda inflamasi. Derajat berat asma dan pengobatannyadalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan
merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat
dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit
udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan
antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat
berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi
jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat
dibuktikan dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi
droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang
sensitif. Respons sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di
samping itu, ukuran alergen dalam alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya berupa
partikel denganberbagai ukuran dari 2 um sampai 20 um, tidak dalam bentuk nebulasi. Tes
provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes
provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi
udara dingin atau kering, histamin, dan metakolin.
Pencegahan
A. Mencegah Sensititasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi, diduga paling
relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada individu yang
disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada
bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan asma. Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem
imun bayi kearah Th1, respons nonalergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.
B. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai factor (trigger) seperti alergen (indoor seperti
tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor sepertipolen, jamur, infeksi virus,
polutan dan obat. Mengurangipajanan penderita dengan beberapa faktor seperti menghentikan merokok,
menghindari asap rokok, lingkungan kerja,makanan,aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat
memperbaikikontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak
faktor lingkungansehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain yang harus pula
dihindari adalah polutan indoordan outdoor, makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres danberbagai faktor
lainnya.
Penatalaksanaan
Kelompok kami mendiagnosis pasien ini Asma bronkiale. Hal ini kami simpulkan berdasarkan dari data
yang kami dapatkan baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Kami
memerlukan pemeriksaan tambahan seperti foto thorax dan EKG untuk menunjang diagnosis dan
membantu dalam perencanaan tata laksana. Prognosis pada pasien buruk, karena kalau terpapar faktor
DAFTAR PUSTAKA