You are on page 1of 27

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I : PENDAHULUAN 2

BAB I : SKENARIO KASUS 3

BAB III : PEMBAHASAN 6

BAB IV : TINJAUAN PUSTAKA

BAB V : KESIMPULAN

BAB VI : DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

Meskipun asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli masih belum sepakat

mengenai definisi penyakit tersebut, dari waktu ke waktu definisi asma terus mengalami perubahan.

Definisi asma ternyata tidak mempermudah membuat diagnosis asma, sehingga secara praktis para ahli

berpendapat :

1). Obstruksi saluran napas yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik

secara spontan maupun dalam pengobatan

2). Inflamasi saluran napas

3). Peningkatan respon saluran napas terhadap berbagai rangsangan (hiperreaktivitas).

Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan
saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan
pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut.
Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh edema dinding
bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun
peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.
BAB II

SKENARIO KASUS

Lembar 1

Seorang perempuan Nn. P, 20 tahun datang diantar ibunya ke unit gawat darurat RS jam 3 dini hari
dengan keluhan sesak nafas.

Lembar 2

Riwayat Penyakit Sekarang:

Satu hari sebelum masuk RS pasien dan keluarganya tiba di Puncak dari Jakarta untuk liburan. Mereka
tiba siang hari kemudian langsung berjalan-jalan di sekitar villa tempat menginap. Menjelang sore hari,
cuaca bertambah dingin, pasien merasa dadanya berat disertai batuk-batuk kecil. Pasien membantu ibunya
mempersiapkan makan malam dan mencuci piring kemudian menonton TV sambil bercanda hingga
tengah malam. Menjelang tidur pasien mengeluh tidak dapat tidur terlentang, sesak nafas berbunyi
disertai batuk yang bertambah dan dahak berwarna jernih. Tidak ada batuk darah dan nyeri dada. Sebelum
berangkat liburan, pasien sudah merasa agak sesak dan kelelahan seetelah selesai ujian akhir semester.

Ibunya menanyakan obat yang biasa diminumnya tetapi pasien tidak membawanya karena sudah habis.
Dengan segera ibu membawa pasien ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit pasien terlihat
semakin sesak disertai bibir agak kebiruan dan napasnya cepat.

Memang sejak kecil pasien sudah sering sesak-sesak. Sesak sering kumat kumatan dan timbul tersering
kalau tercium bau obat nyamuk, tercium bau-bau aneh dan bergadang. Ia sudah berobat ke berbagai
dokter maupun secara tradisionil tetapi terasa semakin sering kambuh dan setiap kali kambuh semakin
parah serangannya.

Riwayat Kebiasaan:

Pasien penyayang binatang dan memelihara kucing anggora sejak kecil.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Waktu kecil pasien sering mengi, bersin, batuk dan timbul eksim di lipat siku kedua lengan.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Nenek penderita asma, ayah sering bersin, ibu gatal-gatal setelah makan ikan laut. Adik bungsunya
mengalami gejala yang sama dengan pasien.
Lembar 3

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : tampak sesak, gelisah, duduk membungkuk

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah = 160/90

Nadi = 120x/menit

Frekuensi pernapasan = 40x/menit

Suhu = 370C

Mengi (+) dan ekspirasi memanjang

Mata : Tidak pucat, tidak ikterik

Hidung : obstruksi +/+; sekret +/+

Bibir : sianosis

Pharynx : Dinding belakang tak rata/kasar, agak hiperemis, post nasal drip (+)

Leher : KGB tidak membesar, kaku kuduk (-), JVP +1 cm H2O

Toraks :

- Inspeksi : simetris, tampak penggunaan otot bantu napas dan retraksi suprasternal

- Palpasi : vocal fremitus normal dextra/sinistra

- Perkusi : paru sonor

- Auskultasi : suara napas vesikuler +/+

ronki +/+ , wheezing ++/++ inspirasi dan ekspirasi.

Bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur(-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tumor (-); hepar, lien,ginjal tidak
teraba besar, shifting dullnes (-), bising usus normal

Ekstremitas : edema (-), refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada
Lembar 4

Pemeriksaan penunjang:

Darah :

Hb : 12,0gr%

Hematokrit : 46%

Leukosit : 9.900/uL

Hitung jenis : 0/13/8/69/9/1

Trombosit : 200.000/uL

LED : 21 mm/jam

Gula darah sewaktu : 110 mg%

Ureum : 40 mg/dl

Creatinin : 1,2 mg/dl

SGOT : 29u/L

SGPT : 30 u/L

PFR : arus puncak ekspirasi (APE) 35%

Sputum : Eosinophilia (+)

Terdapat gambaran Spiral Chursman dan Charchot Leyden

EKG : Sinus rhythm, QRS rate 110x/menit, normo axis

Gelombang P normal, PR interval 0,14, QRS duration 0,06, morfologi QRS normal

Perubahan segmen ST dan gelombang T (-)

Foto toraks :
BAB III

PEMBAHASAN

A. Identitas pasien

Nama : Nn. P

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun

Pekerjaaan :-

B. Masalah dan Hipotesis

Masalah Interpretasi Hipotesis


Sesak nafas Sesak nafas adalah rasa tidak - Asma Bronkiale
nyaman di dada. Merupakan - Pneumonia
suatu gejala dari penyakit paru. - PPOK
- Bronkitis Akut
Batuk - Batuk Batuk dapat terjadi karena - Asma Bronkiale
adanya obstruksi saluran - Bronkitis
pernafasan oleh mucus. - Pneumonia
Sehingga pasien berusaha untuk - PPOK
mengeluarkan mucus tersebut.
Wheezing Wheezing terjadi karena ada - Asma Bronkiale
obstruksi jalan nafas,pada
bronkus. Sehingga pada saat
ekspirasi terdengar wheezing.
Dada terasa berat - Asma bronkiale
- PPOK
Bibir tampak kebiruan Akibat fungsi paru yang - Asma Bronkiale
terganggu melalui [hipoventilasi - Bronkitis
atau perfusi alveolar pada
daerah paru yang ventilasinya
tidak bagus.
C. Anamnesis tambahan

Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan sesak dirasakan?


Apakah pernah sesak sebelumnya/ sesak berulang?
Apakah pernah diobati sesak sebelumnya?
Apakah ada hal-hal yang memperberat?
Apakah sesak disertai batuk?
Apakah ada keringat dingin?
Apakah ada yang mengalami keluhan yang sama di keluarga?
Apakah ada nyeri dada?
Apakah ada demam?

Riwayat penyakit dahulu

Apakah dulu sering batuk, pilek?


Apakah dulu sering mengalami gatal-gatal/ iritasi pada kulit?

Riwayat kebiasaan

Apakah pasien merokok?


Apakah suka memelihara hewan seperti kucing?
Bagaimana pola makan atau minum kesehariannya?
Apa saja aktivitas fisik yang sering dilakukan sehari-hari?

Riwayat keluarga

Apakah di keluarga ada yang memiliki alergi?


Apakah di keluarga ada yang memiliki penyakit asma?

Riwayat pengobatan

Apakah pernah mengkonsumsi obat obatan golongan AINS


Apakah pernah mengkonsumsi obat-obatan inhalasi
D. Pemeriksaan fisik

Hasil Interpretasi
Keadaan umum Sesak, gelisah dan duduk Duduk membungkuk merupakan salah satu
membungkuk mekanisme untuk mengurangi sesak napas
karena dengan duduk membungkuk dapat
meningkatkan tekanan intra abdominal
sehingga diafragma terangkat dan volume
thorax menjadi mengecil. Hal ini
mempermudah proses ekspirasi.
Tekanan darah 160/90 mmHg Meningkat dari normal 120/80mmHg
dikarenakan gangguan ventilasi dan perfusi
sehingga masuknya O2 dan keluarnya CO2
keseluruh tubuh terganggu. Akhirnya, O2 yang
menuju jaringan terganggu.Dengan menaikkan
tekanan darah dapat meningkatkan perfusi O2
ke jaringan
Nadi 120x/menit Takikardi, meningkat dari normal 60-
100x/menit.Takikardi merupakan mekanisme
kompensasi akibat sianosis untuk
meningkatkan perfusi O2 keseluruh tubuh
RR 40x/menit , mengi (+) , ekspirasi Takipnea, normal 14-18x/menit. Takipnea
memanjang pada pasien ini kemungkinan merupakan usaha
untuk mengeluarkan excess CO2 yang
terperangkap didalam paru karena harus
melewati saluran nafas yang sempit.
Kemudian mengi (+),ekspirasi memanjang
disebabkan oleh kesulitan pada saat melakukan
ekspirasi karena bronkokonstriksi dari saluran
nafas sehingga timbul suara siulan yang
disebut mengi.
Status lokalis

Hasil Interpretasi
Mata Tidak pucat , tidak ikterik Dalam batas normal
Hidung Obstruksi +/+ Menandakan adanya produksi sekret yang
Secret +/+ berlebihan sehingga menimbulkan sesak
Bibir Sianosis Ekspirasi yang sulit menyebabkan peningkatan
CO2 didalam tubuh. Kemudian karena afinitas
Hb lebih tinggi terhadap CO2 daripada O2
menyebabkan Hb lebih cenderung untuk
berikatan dengan CO2. Hal ini menyebabkan
peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi.
Lalu,apabila jumlah absolut Hb yang tereduksi
mencapai 5g per 100 ml / lebih dapat timbul
sianosis1
Pharynx - Dinding belakang tidak Adanya reaksi peradangan
rata/ kasar, agak Menandakan adanya sekresi lender yang
hiperemis berlebihan
- Post nasal drip (+)
Leher - KGB tidak membesar, Dalam batas normal
Kaku kuduk (-), JVP +
1cm H2O
Thorax Inspeksi : Simetris, tampak Pasien mengalami kesulitan inspirasi maupun
penggunaan otot bantu napas dan ekspirasi.
retraksi suprasternal

Palpasi : vocal premitus normal Dalam batas normal


dextra/sinistra

Perkusi : paru sonor Dalam batas normal


Auskultasi : terdengarnya suara vesikuler menandakan
- suara napas vesikuler bahwa pasien bernafas secara paksa.
+/+, Ronki positive menandakan adanya eksudat
- ronki +/+ ataupun transudate dalam lumen bronkus
Wheezing yang terdengar pada waktu inspirasi
menandakan adanya penyempitan saluran
- wheezing ++/++ napas bagian atas,seperti trakea dan laring.
inspirasi dan ekspirasi Hal ini kemungkinan ditimbulkan oleh cuaca
yang bertambah dingin ditempat tinggal sang
pasien. Sedangkan wheezing pada saat
ekspirasi disebabkan oleh peningkatan
resistensi saluran nafas yang timbul karena
kontraksi otot bronkus, penebalan lapisan
mukus,atau sumbatan lumen oleh mucus2
Dalam batas normal

- bunyi jantung I-II


normal, regular, murmur
(-), gallop (-)

Abdomen Datar , supel , nyeri tekan (-), Dalam batas normal


nyeri lepas (-), tumor (-), hepar ,
lien, ginjal tidak teraba besar,
shifting dullness (-), bising usus
normal
Ekstremitas Edema (-). Reflex fisiologis Dalam batas normal
normal, reflex patologis tidak
ada
E. Pemeriksaan laboratorium

Darah Hasil Normal Interpretasi

Hemoglobin 12 gr % 11,5 16,5 gr % Normal

Hematokrit 46 % < 37 % Meningkat

Leukosit 9.900/L 5.000-10.000/ L Normal

Trombosit 200.000/ L 150.000-440.000/ L Normal

LED 21 mm/jam < 15 mm/jam (westergren) Meningkat

< 20 mm/jam (wintrobe)

Hitung Jenis 0/13/8/69/9/1 Basofil : 0-1 Eosinofilia


reaksi alergi
Eosinofil : 1-3
Neutrofilia
Batang : 2-6
infeksi bakteri
Segmen : 50-70
Limfopenia
Limfosit : 20-40

Monosit : 2-8

GDS 110 mg % < 180 mg/dl Normal

Ureum 40 mg/dl 15 40 mg/dl Normal

Creatinin 1,2 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl Normal

SGOT 29 u/L 5-40 U/L Normal

SGPT 30 u/L 5-41 U/L Normal


F. Pemeriksaan penunjang

PRF :

Arus Puncak Ekspirasi (APE) = 35 %

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan menggunakan peak expiratory flow meter (PEFR)
Manfaat dari APE :
Menilai reversibilitas, yaitu perbaikan nilai APE >15% setelah inhalasi bronkodilator
Menilai derajat berat penyakit
Nilai APE normal = > 80 %
Pada kasus ini nilai APE = 35 %, kemampuan ekspirasi paksa 1 detik menurun menandakan adanya
obsruksi yang berat. Pada pasien ini tergolong asma berat karena APE < 60%.

Sputum :

- Eosinofilia (+) reaksi alergi.


- Terdapat gambaran Spiral Chursman dan Charchot Leyden Benang lendir berbentuk uliran
spiral (Spiral Chursman) dan eosinofil yang berdegenerasi (Charchot Leyden) merupakan ciri
khas pada asma bronkiale.

EKG :

- sinus Rhythm Normal


- QRS rate 110x/menit mengalami sinus takikardi
- Normo axis Normal
- Gelombang P normal Normal
- PR interval 0,14 s Normal
- QRS duration 0,06 s, morfologi QRS normal Normal
- Perubahan segmen ST dan gelombang T (-) Normal
Foto toraks :

- Bertujuan untuk mencari underlying disease

- Terdapat corakan bronkovaskuler yang bertambah inflamasi


- CTR normal < 50%
- Letak trakea normal
- Batas diafragma tegas
- Lebih radioluscent paru kanan atas, karena pada saat asma susah ekspirasi sehingga udara
tertahan di rongga toraks.
- Terdapat ekspansi ( pelebaran sela iga ) costae secara horizontal

G. Diagnosis Definitif
Dilihat dari anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis pada pasien ini adalah
asma bronchiale.Hal-hal yang mendukung diagnosis tersebut antara lain :

Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Penunjang


Sesak nafas Wheezing dan ronki Adanya eosinophilia
Riwayat atopi (riwayat penyakit Suara nafas vasikuler Corakan bronchovaskuler
dahulu) bertambah
Riwayat penyakit keluarga (asma Tampak sesak dan duduk Didapatkan gambaran Spiral
dan rhinitis alergika membungkuk Chursman dan Charchot Leyden.
H. Patofisiologi

Sampai saat ini patogenesis asma belum diketahui dengan pasti, namun berbagai penelitian telah
menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah proses inflamasi kronis dan hiperreaktivitas saluran napas.

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas.
Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini
terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil.

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam
zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
edema lokal pada dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.

I. Penatalaksanaan

Non Medikamentosa
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
asma, sehingga pasien dapet menghindari factor-faktor pencetus.

b) Edukasi
Memberikan informasi kepada pasien agar menjauhi allergen, menghindari kelelahan,
dan menghindari stress psikis agar terhindar dari berulangnya penyakit asma ini.
Kontrol secara teratur.
Medikamentosa

a) Inhalasi agonis beta-2 tiap jam

b) Pemberian oksigen line (harus dipantau)

c) Aminofilin bolus 3-5 mg/kgBB lalu dilanjutkan dengan aminofilin drip (pemberian secara
bertahap atau perlahan)

J. Komplikasi

1) Emfisema paru
akibat asma yang berlanjut dan biasanya karena pasien yang tidak koporatif (menghilangkan
faktor pencetus) dan di karenakan penanganan yang tidak tepat.
2) Gagal nafas
Disebabkan oleh obstruksi saluran nafas yang tidak segera ditangani, mismatch ventilasi-perfusi,
dan kelelahan otot pernapasan.
3) Hipoksia
Disebabkan oleh karena berkurangnya kadar oksigen ke jaringan terutama ke otak.
4) Pneumomediastinum dan Pneumothorax
Pada asthma, proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Hal ini akan
meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru
menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Tekanan di mediastinum akan meningkat
dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.

K. Prognosis
ad vitam : ad bonam
karena kalau di tatalaksana dengan baik dan faktor pencetus juga dihindari, keadaan pasien bisa
jadi normal kembali

ad sanationam : ad malam
karena kalau terpapar faktor pencetus/alergen kembali, pasien bisa mengalami serangan asma
yang berulang.

ad fungsionam : dubia ad malam


karena pada pasien ini sudah terjadi asma bronkiale tipe berat yang menyebabkan adanya
penebalan dari dinding bronkus (akibat kontraksi yang berlebih pada otot polos).
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI SISTEM PERNAPASAN

Dari nasal nasopharynx laryngopharynx trachea bronchus primarius/principalis


pulmo (Bronchus lobaris) segmentalis bronchioli bronchiolus bronchus respiratorius
ductus alveolus saccus alveoli alveoli).Pada dinding alveolus terjadi pertukaran gas O2
dan CO2.

1. Nasal
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam
bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan
tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan
membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os.
Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi
adalah : (1) conchae superior (2) Media, dan (3) inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.

2. Pharynx
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larynx (larinx-
faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merupakan gabungan system respirasi dan
pencernaan.
3. Larynx
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan
beberapa otot kecil, didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur
yang lengkap terdiri atas:
a.Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea.
b.Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os.Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis.Cartilago tyroidea
berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas
adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligament thyrohyoideum, dan dibawah
adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.
Membrana Tyroide mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana
cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.

4. Trachea

Tuba lentur, panjang 12 cm, lebar 2.5 cm. Mulai dari bawah cartilago cricoidea sampai angulus sterni.
Letak di dalam leher di depan oesophagus. Terdiri dari 16-20 cartilago trachealis berbentuk C.
Dihubungkan satu sama lain oleh ligamentum anulare. Dinding belakang terdiri dari otot dan jaringan
ikat. Titik percabangan menjadi bronkus principalis dextra dan sinistra : Bifurcatio Trachea. Bifurcatio
trachea setinggi corpus vertebra Th IV- V atau processus spinosus V. Th IV.

4. Bronkus
Merupakan percabangan dari trachea, mempunyai struktur yang sama dengan trachea. Setelah
percabangan dari trachea, dinamakan bronchus principalis dextra dan sinistra. Yang menuju ke
masing-masing Pulmo. Bronchus principalis dextra lebih lebar, lebih pendek dan lebih tegak dari
bronchus sinistra sehingga lebih mudah terjadi infeksi di paru kanan. Bronchus principalis
masing-masing pulmo akan bercabang untuk tiap-tiap lobus pulmo menjadi Bronchus lobaris.
Bronchus Lobaris akan menjadi Bronchus segmentalis (pulmo dextra 10, pulmo sinistra 9).
Bronchus segmentalis menjadi Bronchiolus (lebih kecil dan tidak mempunyai kartilago).
Bronchiolus terminalis berlanjut dengan bronkiolus respiratory lalu menajdi ductus alveolus dan
kemudian yang terakhir adalah alveolus.
5. Pulmo
Diselimuti oleh Pleura. Pleura terdiri dari : Pleura parietalis dan pleura visceralis. Rongga
diantara kedua lapis pleura Cavum pleura, berisi sedikit cairan pelumas. Pulmo ada dua :
pulmo dextra dan sinistra.Berbentuk kerucut (piramid) ujung atas disebut apex
pulmonis.Pulmodekstra mempunyai 3 lobus, yaitu superior, medius dan inferior yang masing-
masing dibatasi oleh fissure horizontalis pulmo dextra dan fissure oblique pulmo dextra.
Sedangkan pulmo kiri hanya mempunyai 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior yang dibatasi
oleh fissure oblique pulmo sisnistra.
ASTHMA BRONKIAL

Definisi

Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis.Ciri-ciri klinis yang dominan adalah
riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk.Pada pemeriksaan fisik, tanda
yang sering ditemukan adalah mengi.Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas,
yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi.Sedangkan ciri-ciri patologis yangdominan
adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.

Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik danlingkungan, mengingat patogenesisnya tidak
jelas, asmadidefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kroniksaluran napas yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkusterhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodikberulang berupa batuk,
sesak napas, mengi dan rasa berat didada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.Karena dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka
obatobatantiinflamasi berguna untuk mengurangi reaksi inflamasipada saluran napas.Kortikosteroid
merupakan obatantiinflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma.Obat ini
dapat diberikan secara oral,inhalasi maupun sistemik.

Patofisiologi

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlahfaktor, antara lain alergen, virus, dan
iritan yang dapatmenginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur
imunologis dan saraf otonom.Jalurimunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan
reaksihipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat danfase lambat.Reaksi alergi timbul pada
orang dengankecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormaldalam jumlah besar,
golongan ini disebut atopi.Padaasma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaansel mast pada
interstisial paru, yang berhubungan eratdengan bronkiolus dan bronkus kecil.Bila seseorangmenghirup
alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orangtersebut meningkat.

Alergen kemudian berikatan denganantibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkansel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin,leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal ituakan
menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkioluskecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus,dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkaninflamasi saluran napas. Pada reaksi
alergi fase cepat,obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menitsetelah pajanan alergen.Spasme
bronkus yang terjadimerupakan respons terhadap mediator sel mast terutamahistamin yang bekerja
langsung pada otot polos bronkus.Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergendan
bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadangsampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti
eosinofil,sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakansel-sel kunci dalam patogenesis
asma.1,3-6Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akanmengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran napas.

Pereganganvagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediatorinflamasi yang dilepaskan


oleh sel mast dan makrofag akanmembuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkanalergen
masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkanreaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediatoryang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapatterjadi tanpa melibatkan sel mast
misalnya pada hiperventilasi,inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaantersebut reaksi
asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung sarafeferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan
dilepasnyaneuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan CalcitoninGene-Related Peptide (CGRP).
Neuropeptida itulah yangmenyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus,eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-selinflamasi.1,3-6 Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas
asma,besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukursecara tidak langsung, yang merupakan
parameter objektifberatnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakanuntuk mengukur
hipereaktivitas bronkus tersebut, antara laindengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara
dingin,inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.

Faktor Resiko

Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktorgenetik dan faktor lingkungan.

1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipunbelum diketahui bagaimana cara
penurunannya.Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyaikeluarga dekat yang juga
alergi.Dengan adanya bakatalergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asmabronkial jika
terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsanganalergen maupun iritan.

c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelumusia 14 tahun, prevalensi asma pada
anak laki-laki adalah1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama danpada masa menopause perempuan lebih banyak.

d. dRas/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI),merupakan faktor risiko asma.
Mediator tertentu sepertileptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma.Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badanpenderita
obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur,kecoa, serpihan kulit binatang seperti
anjing, kucing,dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacangtanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap
pengawet,dan pewarna makanan.

b. Alergen obat-obatan tertentu


Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktamlainnya, eritrosin, tetrasiklin,
analgesik, antipiretik, danlain lain.

c. Bahan yang mengiritasi


Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

d. Ekspresi emosi berlebih


Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus seranganasma, selain itu juga dapat memperberat
serangan asmayang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbulharus segera diobati,
penderita asma yang mengalamistres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untukmenyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stresnyabelum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati.

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif


Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsiparu. Pajanan asap rokok, sebelum dan
sesudah kelahiranberhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukurseperti meningkatkan
risiko terjadinya gejala serupa asmapada usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukanaktivitas/olahraga tertentu. Sebagian
besar penderitaasma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitasjasmani atau olahraga yang
berat. Lari cepat paling mudahmenimbulkan serangan asma. Serangan asma karenaaktivitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitastersebut.

h. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin seringmempengaruhi asma. Atmosfer yang
mendadak dinginmerupakan faktor pemicu terjadinya serangan asmaSerangan kadang-kadang
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari
beterbangan).

Klasifikasi Asma

Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat berat asma
persisten dapatberkurang atau bertambah.Derajat gejala eksaserbasi atauserangan asma dapat bervariasi
yang tidak tergantung dariderajat sebelumnya.

Klasifikasi Menurut Etiologi


Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asmamenurut etiologi, terutama dengan bahan
lingkungan yangmensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara lain olehkarena bahan tersebut
sering tidak diketahui.

Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma


Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang diperlukan pada
awal penangananasma.Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten
ringan, persisten sedang dan persistenberat.

Klasifikasi Menurut Kontrol Asma


Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara.Pada umumnya, istilah kontrol
menunjukkan penyakit yangtercegah atau bahkan sembuh.Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh
denganpengobatan.Tujuan pengobatan adalah memperoleh danmempertahankan kontrol untuk
waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.
Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan.Tidak ada satu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit, pemeriksaan
gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi penyakit menurutberat
ringannya.Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma
ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi,
gejala malam hari, pemberian obat inhalasi b-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat yang
digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian
obat).Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan
persisten berat.Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya
serangan.GlobalInitiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat
serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma serangan
ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat.Dalam hal ini perlu adanya
pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut.Dalam melakukan penilaian berat
ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien.Penggolongannya harus
diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan
keterbatasan yang ada.

Diagnosis

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehinggapenyakit ini dapat ditangani dengan baik, mengi
(wheezing)berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awaluntuk menegakkan
diagnosis.Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidakditemukan
mengi maupun sesak.Diagnosis asma didasarkananamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupasesak episodik, mengi, batuk dan
dada sakit/sempit.Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai beratketerbatasan arus udara dan
reversibilitas yang dapatmembantu diagnosis.Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor
risiko.Pada penderita dengangejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuranrespons dapat
membantu diagnosis.Asma diklasifikasikanmenurut derajat berat, namun hal itu dapat berubah
denganwaktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut ambang
kontrol.Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian kondisi klinis serta pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan Klinis

Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukananamnesis secara rinci, menentukan adanya
episode gejaladan obstruksi saluran napas.Pada pemeriksaan fisis pasienasma, sering ditemukan
perubahan cara bernapas, dan terjadiperubahan bentuk anatomi toraks.Pada inspeksi dapatditemukan;
napas cepat, kesulitan bernapas, menggunakanotot napas tambahan di leher, perut dan dada.Pada
auskultasidapat ditemukan; mengi, ekspirasi memanjang.

Pemeriksaan Penunjang

1. Spirometer.Alat pengukur faal paru, selain penting untukmenegakkan diagnosis juga untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
2. Peak Flow Meter/PFM. Peak flow meter merupakan alatpengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan
obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena;
PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM
mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan
pemeriksaan FEV1.
3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkanpenyakit yang tidak disebabkan asma.
4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit.Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencarifaktor pencetus. Uji
alergen yang positif tidak selalumerupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE
Atopidilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat
dilakukan (pada dermographism).
5. Petanda inflamasi. Derajat berat asma dan pengobatannyadalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan
merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat
dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit
udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan
antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat
berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi
jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat
dibuktikan dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi
droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang
sensitif. Respons sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di
samping itu, ukuran alergen dalam alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya berupa
partikel denganberbagai ukuran dari 2 um sampai 20 um, tidak dalam bentuk nebulasi. Tes
provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes
provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi
udara dingin atau kering, histamin, dan metakolin.

Pencegahan

A. Mencegah Sensititasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi, diduga paling
relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada individu yang
disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada
bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan asma. Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem
imun bayi kearah Th1, respons nonalergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.

B. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai factor (trigger) seperti alergen (indoor seperti
tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor sepertipolen, jamur, infeksi virus,
polutan dan obat. Mengurangipajanan penderita dengan beberapa faktor seperti menghentikan merokok,
menghindari asap rokok, lingkungan kerja,makanan,aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat
memperbaikikontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak
faktor lingkungansehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain yang harus pula
dihindari adalah polutan indoordan outdoor, makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres danberbagai faktor
lainnya.

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikanmenjadi 2 golongan yaitu:

Penatalaksanaan Asma Akut


Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis segera, Penanganan
harus cepat dansebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat darurat. Kemampuan pasien untuk mendeteksi
dini perburukan asmanyaadalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendirisaat serangan di
rumah sebelum ke dokter. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan,
gejala,pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faalparu, agar dapat diberikan pengobatan
yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal paru danlaboratorium yang dapat
menyebabkan keter-lambatan dalampengobatan/tindakan.

Penatalaksanaan Asma Kronik


Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahamisistem penanganan asma secara mandiri,
sehingga dapatmengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan asma.Anti inflamasi merupakan
pengobatan rutin yang yang bertujuanmengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenalsebagai
pengontrol, Bronkodilator merupakan pengobatansaat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/serangan,
dikenal pelega.
BAB V
KESIMPULAN

Kelompok kami mendiagnosis pasien ini Asma bronkiale. Hal ini kami simpulkan berdasarkan dari data

yang kami dapatkan baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Kami

memerlukan pemeriksaan tambahan seperti foto thorax dan EKG untuk menunjang diagnosis dan

membantu dalam perencanaan tata laksana. Prognosis pada pasien buruk, karena kalau terpapar faktor

pencetus/alergen kembali, pasien bisa mengalami serangan asma yang berulang.


BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

You might also like