You are on page 1of 30

REFERAT

KOMPLIKASI DIABETES MELITUS PADA MATA

Oleh :
Imelda Herman
1218011078

Perseptor :
dr. Yuda Saputra, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus atau biasa dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah
suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan kadar gula dalam darah
akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti
tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup atau
memang sedikit tinggi atau daya kerjanya berkurang.1 Diabetes Melitus
merupakan penyakit kronis yang dapat membutuhkan intervensi obat-obatan
seumur hidup terutama untuk mengelola penyakit dan mencegah komplikasi lebih
lanjut sehingga diabetes merupakan penyakit yang mahal. Menurut data WHO,
Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes
Mellitus di dunia. Pada tahun 2000, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia
yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita
diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50
persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang
datang berobat teratur.2 Berkat kemajuan dalam penatalaksanaan diabetes mellitus
angka harapan hidup penderita diabetes meningkat secara tajam.3
Penyakit diabetes dapat menyebabkan komplikasi pada indera penglihatan
yaitu mata meliputi abnormalitas kornea, glaukoma, nevaskularisasi iris, katarak,
dan neuropati, dan retinopati.2 Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan
komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati nefropati dan neuropati
perifer. Salah satu komplikasi tersebut dapat mengenai kornea yang disebut
keratopathy neurotropik. Selain pada kornea, diabetes juga dapat menyebabkan
oklusi pada pembuluh darah vena yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan bola mata atau lebih dikenal sebagai glaucoma neovaskular. 5. Diabetes
Mellitus juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya katarak.3 Penderita
katarak di Indonesia merupakan yang terbesar se-Asia, dimana diabetes menjadi
salah satu pemicu adanya katarak ini.

2
Dari semua itu komplikasi akibat diabetes pada mata yang paling fokal
menyebabkan kebutaan ialah retinopati diabetik.2 Penyakit Retinopati ini mulai
menyerang penglihatan mata pada penderita diabetes tipe 1 atau yang sedikitnya
telah mengidap diabetes selama kurang lebih 20 tahun. Awalnya sebagian besar
penderita retinopati, "hanya" mengalami masalah penglihatan ringan. Namun,
semakin lama akan semakin berkembang dan mengancam penglihatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus dan Komplikasinya

Diabetes melitus atau biasa dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah
akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Diabetes mellitus
merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatanyang terkontrol. Tanpa
didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa
komplikasi. Komplikasi yang disebabkan dapat berupa:7
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari
gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan
gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai
koma).
b. Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah
insulin yangterbatas dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat
digunakan sebagai sumber energi sehingga tubuh melakukan
penyeimbangan dengan memetabolisme lemak. Hasil dari
metabolisme ini adalah asam lemak bebasdan senyawa keton.
Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang menyebabkanterjadinya
asidosis atau ketoasidosis. Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran
menurun, nafas cepat dan dalam (kussmaul) serta tanda-tanda
dehidrasi.Selain itu, seseorang dikatakan mengalami ketoasidosis jika
hasil pemeriksaan laboratoriumnya
Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL
Na serum <140 meq/L

4
Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria)c.
c. Hiperosmolar non ketotik
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik,
biasanya berusia> 40 tahun. Terdapat hiperglikemia disertai
osmolaritas darah yang tinggi(>320).

2. Komplikasi Kronis (Menahun)


a. Makrovaskular:
Penyakit jantung koroner
Penyakit pembuluh darah perifer
Stroke
b. Mikrovaskular
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Neuropati diabetik
c. Komplikasi dengan mekanisme gabungan
Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran
kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki.
Disfungsi ereksi
Komplikasi pada indera penglihatan yaitu mata meliputi
abnormalitas kornea, glaukoma, nevaskularisasi iris, katarak, dan
neuropati, dan retinopati. Dari semua itu komplikasi akibat diabetes pada
mata yang paling fokal menyebabkan kebutaan ialah retinopati diabetik.2

B. Komplikasi Diabetes Melitus Pada Mata

1. Keratopathy Neurotropik Diabetik


Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan komplikasi mikrovaskular
seperti retinopati nefropati, dan neuropati perifer. Salah satu komplikasi
tersebut dapat mengenai kornea yang disebut keratopathy neurotropik.
Keratopathy neurotropik adalah suatu kondisi dimana terdapatnya neuropati

5
dari saraf trigeminal cabang oftalmika. Keratopathy neurotropik diabetes
merupakan penyakit yang jarang ditemukan.4 Pada pasien diabetes memiliki
faktor resiko untuk terjadinya erosi atau luka kornea pada kornea. Hal ini
disebabkan kegagalan lapisan epitel kornea melekat dengan lapisan Bowman
dibawahnya. Pasien akan mengeluh mata berair dan sakit secara mendadak,
silau dan sulit membuka mata. Keadaan ini juga dikenal sebagai keratopathy
diabetes. Keadaan ini didapatkan terutama setelah operasi vitreoretinal, dimana
terdapat edema dan kekeruhan pada epitel kornea sehingga sering secara
manual diusap sehingga menimbulkan luka. Peningkatan metabolisme poliol
dalam sel epitel kornea dilaporkan sebagai mekanisme keratopathy diabetes.

Gambar 1.

a. Bilateral corneal ulcers in


diabetic neurotrophic
keratopathy

b. Fluorescein uptake in the


corneal epithelial defect of
the right eye

Pengobatan dilakukan dengan pemberian air mata buatan dan pemakaian bandage
lensa kontak atau anterior stromal puncture, scrapping epitel kornea atau
phototherapeutic keratectomy (PTK).7

2. Glaukoma Neovaskular

6
Selain pada kornea, diabetes juga dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh
darah vena yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan bola mata atau
lebih dikenal sebagai glaucoma neovaskular. Glaukoma neovaskular
diklasifikasikan sebagai bagian dari glaukoma sekunder. Peningkatan tekanan
intraokular yang terjadi sebagai salah satu manifestasi penyakit mata lain disebut
glaukoma sekunder.5

Gambaran Klinis
Gambaran klinis terdiri dari penyakit primer dan efek yang menyertainya,
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pemeriksaan histopatologis
mata dengan glaukoma neovaskular tanpa menghiraukan etiologinya,
mengungkapkan bahwa pembuluh-pembuluh darah baru timbul dari bantalan
mikrovaskuler pada iris dan korpus siliar. Pembuluh darah baru muncul pertama
kali sebagai kuncup endotel dari kapiler-kapiler sirkulasi arteri kecil, kuncup-
kuncup baru yang lain kemudian dapat muncul dari pembuluh-pembuluh darah
mana saja di sekitar iris. Seiring waktu membran fibrosa yang tak terlihat secara
klinis terbentuk di sepanjang pembuluh darah.

Patofisiologi
Glaukoma neovaskular disebabkan oleh membran fibrovaskular yang
terbentuk pada permukaan iris dan sudut kamera anterior. Awalnya membran
hanya menutupi struktur sudut kamera anterior, tapi kemudian membran ini
mengkerut membentuk synechia anterior perifer. Glaukoma neovaskular kalaupun
pernah muncul sebagai kondisi primer jarang sekali, akan tetapi selalu
dihubungkan dengan abnormalitas lain, kebanyakan dengan beberapa bentuk
iskemia okular. Beragam istilah yang lain telah digunakan untuk menjelaskan
kondisi ini, termasuk glaukoma trombotik, glaukoma hemoragik, glaukoma
hemoragik diabetik, glaukoma kongestif, dan glaukoma rubeotik. Istilah
glaukoma neovaskular digunakan disini karena mencakup semua glaukoma yang
disebabkan oleh ataupun dihubungkan kepada membran fibrovaskular pada iris
dan atau sudut kamera anterior. Secara klinis tiga kondisi umum yang

7
bertanggung jawab untuk pembentukan glaukoma neovaskular adalah retinopati
diabetik, oklusi vena retina sentral dan penyakit obstruksi arteri karotis.

Gambar 2. Pembuluh darah yang


abnormal dapat tumbuh di iris dan
membendung jalan keluar cairan
dari mata. Glaukoma Neovaskular
dapat terjadi dengan resiko
kerusakan saraf dan kebutaan.

Bagian anterior neovaskularisasi termasuk iris, sudut kamera anterior


ataupun keduanya diikuti oleh pembentukan membran fibrovaskular yang terlihat
secara histologis. Membran ini awalnya menghambat aliran akueus melewati
jalinan trabekular dan menyebabkan glaukoma sudut terbuka. Bagaimanapun,
seiring perjalanan penyakit, pembentukan miofibroblas dari pengerutan membran
fibrovaskuler menyebabkan uvea ektropion, sinekia anterior perifer dan pada
akhirnya penutupan sudut sinekia total.

Penatalaksanaan
Terapi berupa pengontrolan tekanan intraokular dengan cara-cara medis
maupun bedah, tetapi juga mengatasi penyakit yang mendasari apabila mungkin.
Glaukoma sekunder yang dihasilkan selalu sukar disembuhkan dengan
manajemen farmakologis dan membutuhkan intervensi bedah.
Secara umum dibagi menjadi 2 yaitu :
Penatalaksanaan penyakit yang mendasari
Fotokoagulasi panretinal (PRP), adalah sebuah prosedur pilihan untuk
penyakit iskemik retina, dan telah menunjukkan dapat mengurangi dan
mengeliminasi neovaskularisasi segmen anterior. PRP dapat menormalkan
tekanan intraokular pada stadium glaukoma sudut terbuka pada glaukoma
neovaskular. Mekanisme kerja PRP tidak jelas. Sejak fotoreseptor luar
pigmen epitel retina kompleks tercatat untuk mayoritas konsumsi oksigen
retina total, PRP dapat menurunkan kebutuhan oksigen retina dengan
menghancurkan lapisan luar ini. Hal ini mengizinkan oksigen koroid untuk

8
menyebar ke retina dalam, menurunkan tidak hanya hipoksia retina dalam
tetapi juga mengurangi rangsangan pelepasan faktor-faktor angiogenesis.
PRP dapat dilakukan pada gejala awal neovaskularisasi.
Penatalaksanaan tekanan intraokular yang meningkat
Pengobatan farmakologis pada peningkatan tekanan intraokular biasanya
diselesaikan dengan supresan akueus. Antikolinergik harus dihindari
karena dapat meningkatkan peradangan dan memperburuk sinekia.
Prostaglandin tidak begitu efektif pada mata dengan glaukoma
neovaskular karena munculnya sinekia membatasi aliran akueus melalui
jalur uveoskleral. Kortikosteroid topikal dapat digunakan pada inflamasi,
dan agen sikloplegik dapat digunakan untuk mengontrol nyeri. Gliserin
topikal dapat membantu menghilangkan edema kornea memudahkan
diagnosa yang akurat. Agen-agen osmotik dapat menurunkan tekanan
intraokular akut dengan mengurangi volume vitreus. Kebanyakan kasus
glaukoma neovaskular sukar disembuhkan dengan pengobatan
farmakologis dan membutuhkan intervensi bedah. Tidak ada kesepakatan
umum mengenai pendekatan bedah terbaik. Penatalaksanaan lain berupa
Trabekulektomi, Implant Drainase Akueus, Siklodestruksi, Enukleasi /
Injeksi Akohol.

3. Katarak Diabetik

Diabetes menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan jika tidak


terkontrol hal ini berakibat pula pada mata sehingga lensa akan membengkak
akibat kadar gula darah yang tinggi. Ketika kadar gula darah turun maka
pembengkakan lensa akan berkurang tetapi jika kadar gula darah naik kembali
maka lensa akan membengkak lagi. Hal ini terjadi berulang-ulang sehingga
menyebabkan kekeruhan pada lensa dan disebut dengan katarak.
Berdasarkan penelitian, pada penderita DM akan terjadi penimbunan
sorbitol akibat produksinya yang terlalu cepat dalam lensa. Penimbunan
sorbitol akan menyebabkan perubahan osmosis pada lensa sehingga terjadi
peningkatan cairan intraselular sebagai respon peningkatan enzim

9
aldoreduktase yang berperan dalam mereduksi glukosa menjadi sorbitol.
Dengan adanya mekanisme ini lensa akan membengkak dan terjadi perubahan
biokimia dalam lensa yang menyebabkan terbentuknya kekeruhan. Dalam
penelitian lain disebutkan bahwa akumulasi sorbitol mengakibatkan terjadinya
apoptosis sel epitel lensa sehingga meningkatkan perkembangan katarak.
Keluhan yang akan diutarakan penderita adalah pandangan yang mulai
tidak jelas atau kabur. Semakin hari keluhan akan semakin memburuk dan
penderita akan sering pergi ke optikal untuk memeriksa ketajaman
penglihatannya, tetapi penderita tidak menemukan kacamata yang cocok untuk
membantunya melihat lebih jelas. Katarak akibat diabetes melitus memberikan
gambaran khas, yaitu kekeruhan tersebar halus seperti tebaran kapas di dalam
massa lensa.
Katarak biasanya terjadi karena faktor usia yang semakin tua sehingga
lensa mengalami degenerasi dan menjadi keruh. Namun, pada penderita DM
katarak dapat terjadi pada usia yang lebih muda < 50 tahun. Kedua mata dapat
terkena walaupun dalam waktu yang tidak bersamaan. Kekeruhan lensa ini
menyebabkan cahaya yang masuk tidak sempurna karena terhalang kekeruhan
dan tidak bisa difokuskan tepat di retina sehingga penderita tidak dapat melihat
dengan jelas.
Katarak dapat dihilangkan dengan tindakan operasi atau pembedahan.
Namun, pada kasus katarak akibat diabetes melitus banyak hal yang harus
diperhatikan. Ketika penderita diabetes melitus ingin melakukan operasi untuk
menghilangkan kekeruhan lensanya maka kadar gula darah harus dalam
keadaan terkontrol. Terapi utama yang harus dilakukan oleh penderita katarak
diabetikum adalah meregulasi gula darahnya.6

4. Retinopati Diabetik

Definisi
Diabetik retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler, dan vena.5 Keadaan ini merupakan komplikasi

10
dari penyakit diabetes melitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana
secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata.

Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 melaporkan, 3 persen
penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati DM. Dalam urutan
penyebab kebutaan secara global, retinopati DM menempati urutan ke-4 setelah
katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.7
Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan
meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia
diramalkan diabetes akan menjadi epidemi, disebabkan pola makan masyarakat
Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya berolahraga.
Akibatnya, kebutaan akibat retinopati DM juga diperkirakan meningkat secara
dramatis.7
Data Poliklinik Mata RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak
dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopati DM merupakan kasus terbanyak
yang dilayani di klinik vitreo-retina. Dari seluruh kunjungan pasien Poliklinik
Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik meningkat dari
2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006.8

Etiopatogenesis
Penyebab pasti DR belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya
terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis
dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan biokimia telah
dihubugkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
1) Perubahan anatomis
a. Capilaropathy
Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit.
Proliferasi sel endotel.
Penebalan membrana basalis.
b. Sumbatan mikrovaskuler

11
Arteriovenous shunts
Intraretinal microvaskular abnormalities (IRMA).
Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan pembuluh
darah baru pada retina dan diskus optikus (pada proliferative DR) atau
pada iris (rubeosis iridis).
c. Perubahan hematologi:
Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah.
Abnormalitas lipid serum
Fibrinolisis yang tidak sempurna
Abnormalitas dari sekresi growth hormone
d. Perubahan biokimia
Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol,
dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari
senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrana basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak di dalam sel. Senyawa
poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan
menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.13
Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama
hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA.
Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel. 13
Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC di
retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesi de novo
dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari glukosa. 13
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat mempengaruhi
prognosis dari retinopati diabetik seperti;

Arteriosklerosis dan hipertensi

Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak

12

Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga
mempercapat perjalanan penyakit

Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.5,8,12,13

Patofisiologi
Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
Pars optika retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optika dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel
ganglion.
1) Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
2) Stratum coni at bacilli
3) Membrana limitans externa
4) Stratum granularis externa
5) Stratum plexiformis externa
6) Stratum granularis interna
7) Stratum plexiformis interna
8) Stratum ganglionaris
9) Stratum N.optikus
10) Membrana limitans interna.1
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk DR terletak pada kapiler retina tersebut.5
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya.

13
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1.5
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrana basalis berfungsi sebagai
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.5
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrana basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.5
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler:10,13
Pembentukan mikroaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina,
sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler itu
sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut:
Edema makula atau nonperfusi kapiler.
Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablatio retina (retinal detachment).
Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus.
Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini

14
terjadi dalam waktu yang lama tanpa keluhan mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-
mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).10,13
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan jika terdapat
pada daerah makula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan
lama dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan
pada makula (cystoid macular edema) maka kebutaan yang terjadi adalah
ireversibel.10,13
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar makula.10,13
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan penyumbatan yang dimulai di kapiler, ke arteriol, dan pembuluh
darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat timbul hipoksia diikuti dengan
adanya iskemi kecil, dan timbulnya pembuluh darah kolateral. Hipoksia
mempercepat timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang
baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch
yang merupakan bercak nekrosis.10,13
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi

15
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.10,13
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.10,13
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaukoma
hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaukoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.10,13

Klasifikasi
Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut Early
Treatment Diabetik Retinopati Study):

16
Gambar 2.2 Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan


Background Diabetik retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
b. Ringan-sedang: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA.
c. Berat: terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA
pada 1 quadran.
d. Sangat berat: ditemukan 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup < dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (risiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE.
ii. Ditemukan NVD.

17
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > daerah diskus.
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus
atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada
retinopati proliferatif risiko tinggi.11,13

Klasifikasi menurut FKUI



Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli.

Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli.

Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.

Jika gambaran fundus di kedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.10

Gejala Klinis
Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa:

Kesulitan membaca

Penglihatan kabur

Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

Melihat lingkaran cahaya

Melihat bintik gelap dan kelap-kelip.1
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:

Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah.

Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di fovea centralis.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superfisial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada
end artery, dilapisan tengah.

Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang irreguler dan berkelok-kelok.

18

Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gambarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.

Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irreguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.5,12

Pemeriksaan Klinis
Anamnesis
Pada tahap awal retinopati DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan
ketajaman penglihatan serta pandangan yang kabur.10

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopati DM dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopati
Nonproliferative retinopati
Retinopati DM merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.
Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran
basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit.
Mild nonproliferative retinopati ditandai dengan ditemukannya
minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative

19
retinopati terdapat mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra
retina, venous beading, dan/ atau cotton wool spots..
Severe nonproliferative retinopati ditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, dan
intraretinal microvaskular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran.
Proliferative Retinopati
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetik retinopati. Iskemia retina yang progresif menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum
protein yang banyak. Early proliferative diabetik retinopati memiliki
karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus
atau pada tempat lain di retina. Kategori high-risk ditandai dengan
pembuluh darah baru pada papila yang meluas melebihi satu per tiga dari
diameter papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan perdarahan
vitreus atau pembuluh darah baru manapun di retina yang meluas melebihi
setengah diameter papila dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Perkembangan
selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris
neovaskularization (rubeosis iridis) dan neovaskular glaukoma.
Proliferative diabetik retinopati berkembang pada 50% penderita diabetes
tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit sistemik. Hal ini
kurang lazim pada penderita diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih
banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak pasien dengan
proliferative diabetik retinopati memiliki tipe II dari tipe I diabetes.

Diagnosis Banding

20
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vaskular retina lainnya
yaitu: retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk
flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.5,10

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada monitor jangka panjang perawatan pasien dengan
diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level
HbA1c pada kisaran 6-7% merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes
dan retinopati diabetik. Jika kadar normal dipertahankan, maka progresi dari
retinopati diabetik bisa berkurang secara signifikan.12
Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopati DM :

Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang tidak
membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.

Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma
karena mereka tampak hipofluoresen.

Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap homogen
yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.9,10

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan yang utama adalah pengendalian glukosa secara
intensif pada pasien dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi
dan progresi retinopati DM. Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua diabetes
(NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi

21
kurang dari 7% untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan komplikasi
jangka panjang dari DM termasuk retinopati DM.12

Terapi Bedah Fotokoagulasi


Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Fotokoagulasi laser dilakukan untuk mengurangi
risiko penurunan penglihatan yang disebabkan oleh retinopati diabetik, dan
bertujuan untuk membatasi kebocoran vaskular pada daerah retina yang
mengalami kerusakan, dapat dilakukan pada edema makula dan daerah yang
mengalami kebocoran yang difus. Pasien dengan NPDR tanpa edema makula
bukan indikasi terapi fotokoagulasi laser. Hal terpenting pada pasien pasien ini
adalah disiplin dalam memonitor kadar gula darah secara teratur tiap 4 6 bulan
sekali.13,15
Terdapat beberapa teknik fotokoagulasi laser, yaitu :
1. Panretinal photocoagulation (PRP)/Scatter
Pada retinopati diabetik, fotokoagulasi yang digunakan adalah PRP
(Panretinal Photocoagulation), yang dilakukan dalam pola menyebar (
scatter) pada retina, yang berguna untuk regresi neovaskularisasi, tetapi
intensitas dan besarnya bakaran pada PRP bervariasi tergantung dari
setiap kasus dan protokol yang ditetapkan.15
2. Focal dan Grid Laser Photocoagulation
Penatalaksanaan edema makula pada retinopati diabetik dapat
menggunakan dua metoda yang berbeda dengan PRP, yaitu
a) Focal laser photocoagulation
Diarahkan langsung pada pembuluh darah yang abnormal dengan
tujuan mengurangi kebocoran cairan yang kronis.15
b) Grid laser Photocoagulation
Digunakan pada kebocoran difus, dan dilakukan dengan pola grid pada
area yang edema.15

22
Untuk proliferative retinopati DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.5,12

23
Tabel. 2.1 Rekomendasi Terapi Retinopati Diabetik Berdasarkan Beratnya Retinopati14

Berat Edema makula Follow Panretinal Fluoresein Focal dan/


Retinopati yang bermakna up photocoagulatio angiograph atau grid
klinis (bulan) n lase y laser

Normal Tidak ada 12 Tidak


atau Tidak dikerjakan
Tidak dikerjakan
NPDR dikerjakan
minimum

NPDR Tidak ada 6-12 Tidak Tidak


ringan dikerjakan dikerjakan
Tidak dikerjakan
hingga Ada Biasanya Biasanya
sedang

NPDR Tidak ada 2-4 Jarang Tidak


berat Terkadang dikerjakan

Ada Biasanya Biasanya

PDR risiko Tidak ada 2-4 Jarang Tidak


rendah Terkadang dikerjakan

Ada Biasanya Biasanya

PDR risiko Tidak ada 2-4 Jarang Tidak


tinggi Biasanya dikerjakan

Ada Biasanya Biasanya

PDR Tidak ada 6-12 Tidak Biasanya


inaktif Tidak dikerjakan dikerjakan

Ada 2-4 Biasanya

Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang

24
mengalami proliferasi fibrovaskular serta pada pasien dengan ablasio
retina, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan.13

Kontrol Hipertensi
Untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap retinopati diabetik, UK
Prospective Diabetes Study (UKPDS) menganalisis pasien diabetes tipe 2
yang dilakukan kontrol tekanan darah secara ketat dibanding dengan
kontrol tekanan darah sedang melalui pengamatan selama 8 tahun.
Kelompok pasien dengan kontrol tekanan darah secara ketat mengalami
penurunan risiko progresifitas retinopati sebanyak 34%.13

Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.12

Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopati DM.12

5. Optik Neuropati

Optik Neuropati Iskemik adalah suatu kondisi dimana asupan darah ke saraf
optik bermasalah, mengakibatkan hilangnya penglihatan. Hal ini merupakan satu
penyebab utama kebutaan atau cacat penglihatan parah di antara populasi usia

25
menengah dan manula. Kondisi ini sering kali terkait dengan faktor faktor resiko
seperti diabetes, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi atau kebiasaan merokok
(neuropati iskemik optik non-arteritik) walaupun pada beberapa kasus, mungkin
juga disebabkan oleh peradangan pembuluh darah (neuropati iskemik optik
arteritik)
Subtipe arteritik umumnya disebabkan oleh masalah kekebalan tubuh. Pada
arteritik, dampak terhadap mata sangatlah tinggi, terapi steroid diperlukan untuk
mencegah hilangnya penglihatan pada mata lainnya. Sedangkan pada kasus non-
arteritik, persentase dampak terjadinya penyakit ini pada mata sebalahnya
diperkirakan berkisar antara 15% hingga 20% dalam 5 tahun. Saat ini, belum ada
terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi neuropati iskemik optik non-arteritik
atau mencegah dampaknya terhadap mata sebelahnya.
Pada neuropati iskemik optik non-arteritik (NAION), pasien biasanya
mengeluh hilangnya penglihatan mata secara mendadak tanpa rasa nyeri, pada
umumnya terjadi saat bangun di pagi hari. Biasanya, daerah pandangan separo
keatas atau kebawah terkena lebih parah. Hingga 40% dari kasus kasus ini
mengalami pemulihan penglihatan seiiring waktu, 30% mengalami penurunan
penglihatan dan 30% mengalami masalah penglihatan yang tidak berubah. Jika
kondisi ini disertai dengan gejala nyeri pada bagian rahang, sakit kepala didaerah
dahi, nyeri kulit kepala atau penurunan berat badan, arteritis sel besar mungkin
menjadi penyebabnya dan pengobatan harus segera dilakukan.14

BAB III
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

26
Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan
hormon insulin baik absolut maupun relative merupakan penyakit
kronis yang dapat membutuhkan intervensi obat-obatan seumur hidup.

Komplikasi diabetes mellitus terdiri atas komplikasi akut dan kronik.


Komplikasi kronik terdiri atas makroangiopati, mikroangiopati, dan
neuropati. Komplikasi pada indera penglihatan termasuk komplikasi
makroangiopati (glaukoma neovaskular), mikroangiopati (retinopati
diabetik), dan neuropati (keratophaty diabetik, optik neuropati dan
kranial neuropati), serta berpengaruh terhadap pembentukan katarak.

Keratopathy neurotropik merupakan suatu kondisi dimana


terdapatnya neuropati dari saraf trigeminal cabang oftalmika.
Termasuk penyakit yang jarang ditemukan dan ditandai mata berair
dan sakit secara mendadak, silau dan sulit membuka mata Pengobatan
dengan pemberian obat tetes agar kornea lembab dan pemakaian
bandage lensa kontak atau anterior stromal puncture, scrapping epitel
kornea atau phototherapeutic keratectomy (PTK)

Glaukoma neovaskular merupakan glaukoma sekunder yang terjadi


akibat oklusi pada pembuluh darah vena yang mengakibatkan
peningkatan tekanan bola mata. Terapi berupa pengontrolan tekanan
intraokular dan mengatasi penyakit yang mendasari apabila mungkin.
Glaukoma sekunder selalu sukar disembuhkan dengan manajemen
farmakologis dan membutuhkan intervensi bedah.

Katarak diabetika terjadi akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol
sehingga lensa akan membengkak. Hal ini berhubungan dengan
penimbunan sorbitol. Gambaran khas berupa kekeruhan tersebar halus
seperti tebaran kapas di dalam massa lensa. Terapi utama adalah
mengontrol gula darahnya.

Retinopati diabetik terjadi akibat kerusakan pada banyak pembuluh


darah halus yang memberi nutrisi pada retina. Merupakan komplikasi

27
yang paling sering menyebabkan kebutaan. Gejala dapat bersifat
asimptomatik hingga menimbulkan gangguan penglihatan. Terdiri atas
tipe non-proliferatif dan tipe proliferative. Pengobatan dapat dilakukan
dengan bedah laser, injeksi triamcinolone ke dalam mata dan
vitrectomy.

Optik Neuropati Iskemik merupakan kondisi dimana asupan darah ke


saraf optik bermasalah, mengakibatkan hilangnya penglihatan. Terbagi
atas tipe non-arteritik yang berhubungan dengan faktor faktor resiko
seperti diabetes, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi atau kebiasaan
merokok dan tpe arteritik yang berhubungan dengan peradangan
pembuluh darah. Belum ada terapi yang terbukti efektif untuk
mengatasi neuropati iskemik

DAFTAR PUSTAKA

1. Price,S, Lorraine MW. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi ke-6. Jakarta; EGC; 2006.

28
2. RS Islam Sultan Agung. Diabetes Melitus 2009 Jan 01 (Citied 2011 Des
22). Available at: http://rsisultanagung.co.id/ diabetik-retinopati-
komplikasi-pandangan-mata
3. Wand, M. Neovascular glaucoma. Principles and Practice of
Ophthalmology lst ed. Philadelphia; WB Saunders co; 1994.
4. Lockwood A, Hope-Ross M, Chell P. Neurotrophic keratopathy and
diabetes mellitus 2005 Oct 27 (Citied 2011 Des 29). Availabe at:
http://www.nature.com/eye/journal/v20/n7/full/6702053a.html
5. Wahyuni N. Glaukoma Neovaskular 2009 Jun 29 (Citied 2011 Dec 28).
Available from: http://ningrumwahyuni.wordpress.com
6. Ariandhita. Diabetes Penyebab Katarak. 2009 (Citied 2011 Dec 22).
Available from: http://m.medicalera.com/index.php?t=15538.
7. Sidartawan S, et al. Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu. Jakarta:
FKUI; 2002.
8. Kaji Y. Prevention of diabetic keratopathy. British Journal of
Ophthalmology. 2005; 89: 254-255.

9. JDRF Diabetic Retinopathy Center Group. Journal of American Diabetes


Association. Pennsylvania; 2006.
10. Ilyas SH. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.
11. Sudiana N . Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Trisakti Press; 1990.
12. Ryder B. Combined Modalities Seem To Provide The Best Opinion.
Screening for Diabetic Retinopathy 1995 Jul 22 (Citied 2011 Des 22).
Available from: http://www.bmj.com/content/311/6999/207.extract
13. Watkins PJ. Retinopathy. ABC of Diabetes 2003 Apr 26 (Citied 2011 Des
22). Available from: http://www.bmj.com/content/326/7395/924.full

14. Kline LB, Bajandas FJ. Neuro-Ophthalmology Review Mannual 5th ed.
New Jersey; Slack Incorporated; 2001.
15. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editors. Hypertension. 2007 (cited 2011 Des 23). Available from:
http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm.

29
16. E How Health. Cranial Neuropathy Symptoms (citied 2011 Des 23).
Available from: http://www.ehow.com/facts_4796889_cranial-neuropathy-
symptoms.html

30

You might also like