You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Persalinan

a. Pengertian Persalinan

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin

yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan

dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam,

tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2008).

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin

turun ke dalam jalan lahir (Asri, 2010).

b. Teori-teori Proses Terjadinya Persalinan

Menurut Ujiningtyas (2009), Ada beberapa teori yang menyatakan

kemungkinan proses persalinan sebagai berikut :

1) Teori Penurunan Hormon

Beberapa hari sebelum partus terjadi penurunan kadar hormon

estrogen dan progestron. Sehingga otot rahim sensitif terhadap

oksitosin. Penurunan kadar progesteron pada tingkat tertentu

menyebabkan otot rahim mulai kontraksi.

9
10

2) Teori Keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.

Apabila batas tersebut telah terlewati, maka akan terjadi kontraksi,

sehingga persalinan dapat dimulai.

3) Teori Plasenta Menjadi Tua

Plasenta yang semakin tua seiring dengan bertambahnya usia

kehamilan akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan

progestron, sehingga pembuluh darah mengalami kekejangan dan

timbul kontraksi rahim.

4) Teori Iritasi Mekanik

Di belakang serviks terletak ganglion servikal/fleksus Fran Kenhauser.

Bila ganglion ini digeser dan ditekan atau tertekan kepala janin, maka

akan timbul kontraksi rahim.

5) Teori Oksitosin Internal

Menurunnya konsentrasi progestron akibat tuanya kehamilan

mengakibatkan aktivitas oksitosin meningkat dan kontraksi Braxton

hicks sering terjadi, sehingga persalinan dapat dimulai.

6) Teori Prostaglandin

Prostaglandin yang dikeluarkan oleh desidua konsentrasinya

meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu. Prostaglandin dianggap

sebagai pemicu terjadinya persalinan, pemberian prostaglandin saat

hamil dapat menimbulkan kontaksi otot rahim.


11

c. Tanda-tanda Persalinan

Menurut Asrinah (2010), Tanda-tanda persalinan meliputi :

1) Lightening

Pada minggu ke-36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri

karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan

oleh :

a) Kontraksi Braxton Hicks

b) Ketegangan otot perut

c) Ketegangan ligamentum rotundum

d) Gaya berat janin kepala kearah bawah

2) Terjadi His Permulaan

Dengan makin tua pada usia kehamilan, pengeluaran estrogen dan

progesteron semakin berkurang sehingga oksitosin dapat

menimbulkan kontraksi, yang lebih sering sebagai his palsu.

Sifat His Palsu :

a) Rasa nyeri ringan di bawah kulit

b) Datangnya tidak teratur

c) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda

d) Durasinya pendek

e) Tidak bertambah jika beraktifitas

3) Tanda-tanda persalinan

a) Terjadinya His Persalinan

His persalinan mempunyai sifat :


12

(1) Pinggang terasa sakit, yang menjalar kedepan

(2) Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya

makin besar

(3) Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan uterus

(4) Makin beraktifitas (jalan), kekuatan makin bertambah

b) Bloody Show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)

Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang

menimbulkan pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat

pada kanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh darah pecah, yang

menjadi perdarahan sedikit.

c) Pengeluaran Cairan

Keluar banyak cairan dari jalan lahir. Ini terjadi akibat pecahnya

ketuban atau selaput ketuban robek. Sebagian besar ketuban baru

pecah menjelang pembukaan lengkap tetapi kadang-kadang

ketuban pecah pada pembukaan kecil. Dengan pecahnya ketuban

diharapkan persalinan berlangsung dalam 24 jam.

d. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut Asri (2010), faktor yang mempengaruhi persalinan adalah

1) Power (Tenaga yang mendorong anak)

Power atau tenaga yang mendorong anak adalah

a) His adalah kontraksi otot otot rahim pada persalinan


13

His persalinan yang dapat menyebabkan pendataran dan

pembukaan serviks. Yang terdiri dari his pembukaan, his

pengeluaran dan his pelepasan uri.

b) Tenaga mengejan

c) Kontraksi otot otot dinding perut

d) Kepala di dasar panggul merangsang mengejan

2) Passage (Panggul)

Panggul terdiri dari:

a) Tulang Os ischium

b) Tulang Os pubis

c) Tulang Os sacrum

d) Tulang Os illium

3) Passager (Fetus)

a) Akhir minggu ke 8 janin mulai Nampak menyerupai manusia

dewasa, menjadi jelas pada akhir minggu ke 12

b) Usia 12 minggu jenis kelamin luarnya sudah dapat dikenali

c) Terasa gerakan janin pada ibu hamil yang biasanya terjadi pada

usia kehamilan 16 20 minggu

d) Denyut jantung janin sudah mulai terdengar pada minggu ke 18

e) Panjang rata rata janin cukup bulan 50 cm

f) Berat rata rata janin laki laki 3400 gr, perempuan 3150 gr

g) Janin cukup bulan lingkar kepala dan bahu hampir sama


14

4) Plasenta

Merupakan salah satu faktor dengan memperhitungkan implantasi

plasenta pada dinding rahim

5) Psychologic

Psychologic adalah kondisi psikis klien, dengan tersedianya dorongan

positif, persiapan persalinan, pengalaman lalu, strategi adaptasi

coping.

e. Mekanisme Persalinan

Menurut Asri (2010), Gerakan utama kepala janin pada proses

persalinan:

1) Engagement

Masuknya kepala ke PAP pada akhir-akhir minggu kehamilan atau

pada saat persalinan di mulai.

2) Flexion (fleksi)

Kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah

dari diameter puncak kepala menjadi diameter belakang kepala.

3) Descent

Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat adanya tekanan

langsung dari his dan daerah fundus ke arah daerah bokong, tekanan

dari cairan amnion, kontraksi otot dinding perut dan tenaga mengejan

serta badan janin terjadi ekstensi dan menegang.


15

4) Internal rotation (putar paksi dalam)

Rotasi interna (putaran paksi dalam) selalui disertai turunnya kepala,

putaran ubun-ubun kecil kearah depan (ke bawah simpisis pubis).

5) Extension (ekstensi)

Puncak kepala berada di simpisis dan dalam keadaan kontraksi perut

ibu yang kuat mendorong kepala ekspulsi dan melewati introitus

vagina.

6) External rotation (putar paksi luar)

Setelah seluruh kepala sudah lahir terjadi putaran kepala ke posisi

pada saat engagement. Dengan demikian bahu depan dan belakang

dilahirkan lebih dahulu dan diikuti dada, perut, bokong dan seluruh

tungkai.

7) Expulsion

Setelah putaran paksi luar bahu depan dibawah simpisis menjadi

hipomoklion kelahiran bahu belakang, bahu depan menyusul lahir,

diikuti seluruh badan anak dan lengan, pinggul depan dan belakang,

tungkai dan kaki.

f. Tahapan Persalinan (Kala I, II, III, IV)

Menurut Hidayat (2010), Empat tahapan dalam persalinan :

1) Kala I atau kala pembukaan dimulai dari adanya his yang adekuat

sampai pembukaan lengkap. Kala I di bagi menjadi 2 fase : fase laten


16

(pembukaan serviks 1-3 cm atau di bawah 4 cm) membutuhkan

waktu 8 jam, fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm/ lengkap),

membutuhkan waktu 6 jam.

2) Kala II atau pengeluaran : dari pembukaan lengkap lahirnya bayi.

Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan satu jam pada

multi.

3) Kala III atau kala uri : dimulai segera setelah bayi lahir sampai

lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

4) Kala IV atau kala pengawasan : kala IV dimulai dari saat lahirnya

plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

g. Tujuan Asuhan Persalinan

Menurut Winkjosastro (2009), Tujuan asuhan persalinan normal

adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat

kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang

terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip

keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang

optimal.

2. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

a. Pengertian IUFD

Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and

Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam

rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
17

rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan

hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi

(Winkjosastro, 2009). Kematian janin merupakan hasil akhir dari

gangguan pertumbuhan janin, atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis

sebelumnya sehingga tidak diobati (Saifuddin,2008).

b. Etiologi IUFD

Menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim

yaitu :

1) 50 % kematian janin bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).

2) Kondisi medis ibu (hipertensi, pre-eklamsi, diabetes mellitus)

berhubungan dengan peningkatan insidensi kematian janin. Deteksi

dini dan tata laksana yang yang sesuai akan mengurangai risiko IUFD.

3) Komplikasi plasenta (plasenta previa, abruption plasenta) dapat

menyebabkan kematian janin. Peristiwa yang tidak diinginkan akibat

tali pusat sulit diramalkan, tetapi sebagian besar sering ditemukan

pada kehamilan kembar monokorionik/monoamniotik sebelum usia

gestasi 32 minggu.

4) Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus

kematian janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom,

khususnya dalam kasus ditemukannya abnormalitas struktural janin.

Keberhasilan analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten

meningkat. Kadang-kadang, amniosentesis dilakukan untuk

mengambil amniosit hidup untuk keperluan analisis sitogenetik.


18

5) Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin

menuju ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi

pada semua kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1

mL). Pada kondisi yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat

masif. Uji Kleuhauer-Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan

estimasi volume darah janin dalam sirkulasi ibu.

6) Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan

pengaturan klinis yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama

>1) kehilangan kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang

tidak dapat dijelaskan, peristiwa tromboembolik vena yang tidak dapat

dijelaskan.

7) Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya

jelas terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology

terhadap janin, plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.

c. Predisposisi IUFD

Menurut Winkjosastro (2009), Pada 25-60% kasus penyebab

kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor

maternal, fetal, atau kelainan patologik plasenta.

1) Factor maternal antara lain adalah post term(>42 minggu), diabetes

mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi

hipertensi, pre-eklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua,

penyakit rhesus, rupture uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut

ibu, kematian ibu.


19

2) Factor fetal antara lain: hamil kembar, hamil tumbuh terlambat,

kelainan congenital, kelainan genetic, infeksi.

3) Factor plasenta antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta,

KPD, vasa previa.

4) Sedangkan factor resiko terjadinya kematian janin intra uterine

meningkat pada usia >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi

pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu

(ureplasma urelitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.

d. Manifestasi Klinis IUFD

Menurut Achadiat (2004), criteria diagnostic kematian janin dalam

rahim meliputi :

1) Rahim yang hamil tersebut tidak bertambah besar lagi, bahkan

semakin mengecil.

2) Tidak lagi dirasakan gerakan janin.

3) Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.

4) Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan

normal.

5) Bila kematian itu telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi,

yakni akibat penimbunan gas dalam tubuh.

e. Menetapkan Kematian Janin dalam Rahim

Menurut Nugroho (2012), menetapkan janin dalam rahim meliputi :

1) Pemeriksaan terhadap detak jantung (dengan menggunakan stetoskop

laeneck, alat dopler).


20

2) Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin

berhimpit, tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan

USG).

3) Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang

melengkung, dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan

foto rontgen).

f. Batasan Kematian Janin

1) Menurut WHO dalam Nugroho (2012) : kematian yang terjadi pada

janin dengan berat badan lahir lebih dari 1000 gram.

2) Menurut Prawiroharjo dalam Nugroho (2012) : kematian janin

dibagi dalam 4 golongan :

Kelompok I : kematian janin sebelum kehamilan 20 minggu.

Kelompok II : kematian janin pada umur kehamilan 20-28 minggu.

Kelompok III: kematian janin pada umur kehamilan lebih dari 28

minggu.

Kelompok IV : kematian janin yang tidak termasuk tiga golongan di

atas

3) Menurut U.S National Center dalam Nugroho (2012): Kematian

janin pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu.

4) Menurut FIGO dalam Nugroho (2012): Kelahiran bayi termasuk

dengan BBL >500 gram atau lebih sesuai umur kehamilan >22

minggu.
21

g. Diagnosis IUFD

Menurut Norwitz (2008), diagnosis kematian janin dalam rahim

meliputi :

1) Gejala jika kematian janin terjadi terjadi di awal kehamilan, mungkin

tidak akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala

kehamilan yang biasa dialami (mual, sering berkemih, kepekaan pada

payudara). Di usia kehamilan selanjutnya, kematian janin harus

dicurigai jika janin tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup

lama.

2) Tanda-tanda ketidakmampuan mengidentifikasi denyut jantung janin

pada kunjungan ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu

atau tidak adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis.

3) Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan kadar gonadotropin

korionik manusia (Human Chorionic Gonadotropin atau HCH)

mungkin dapat membantu diagnosis dini selama kehamilan.

4) Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen abdominal

digunakan untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang

dapat menunjukkan adanya kematian janin meliputi penumpukan

tulang tengkorak janin (tanda spalding), tulang punggung janin

melengkung secara berlebihan dan adanya gas didalam janin.

Meskipun demikian, foto rontgen sudah tidak digunakan lagi. USG

saat ini merupakan baku emas untuk mengkonfirmasi IUFD dengan

mendokumentasikan tidak adanya aktifitas jantung janin setelah usia


22

gestasi 6 minggu. Temuan sonografi lain mencakup edema kulit

kepala dan maserasi janin

h. Patofisiologi IUFD

Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada

kehamilan yang telah lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan

sebagai berikut :

1) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian

lemas kembali.

2) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini

mula-mula terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.

3) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air

ketuban menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.

4) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati.

Badan janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat

longgar edema di bawah kulit.

i. Komplikasi IUFD

Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang

mempertahankan janin yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka

akan mengalami koagulopati intravaskuler diseminata (Disseminated

Intravascular Coagulopathy atau DIC) akibat adanya konsumsi faktor-

faktor pembekuan darah secara berlebihan.


23

j. Pengelolaan IUFD

Menurut Nugroho (2012), Janin yang mati dalam rahim sebaiknya

segera dikeluarkan secara:

1) Lahir spontan: 75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.

2) Persalinan anjuran :

a) Dilatasi serviks dengan batang laminaria

Setelah dipasang 12-24 jam kemudian dilepas dan dilanjutkan

dengan infus oksitosin sampai terjadi pengeluaran janin dan

plasenta.

b) Dilatasi serviks dengan kateter folley.

(1) Untuk umur kehamilan > 24 minggu.

(2) Kateter folley no 18, dimasukan dalam kanalis sevikalis

diluar kantong amnion.

(3) Diisi 50 ml aquades steril.

(4) Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol,

ujung tali diberi beban sebesar 500 gram.

(5) Dilanjutkan infus oksitosin 10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml,

mulai 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his

adekuat.

c) Infus oksitosin

(1) Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks,

dinilai dengan Bishop Score, bila nilai = 5 akan lebih

berhasil.
24

(2) Dipakai oksitosin 5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8

tetes / menit dinaikan 4 tetes tiap 15 sampaihis adekuat.

d) Induksi prostaglandin

(1) Dosis :

Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suppositoria 20 mg, diulang

4-5 jam.

Pg-E 2 diberikan dalam bentuk suntikan im 400 mg.

Pg-E 2,5 mg/ml dalam larutan NaCL 0.9 %, dimulai 0,625

mg/ml dalam infus.

(2) Kontra Indikasi: asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler.

k. Pencegahan IUFD

Menurut Winkjosastro (2009), Upaya mencegah kematian janin,

khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa

gerakan janin menurun, tidak bergerak atau gerakan janin terlalu keras,

perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio

plasenta. Pada gemeli dengan TT (twin to twin transfusion) pencegahan

dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.


25

3. Pathway IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Bumil

Factor ibu Factor janin : Factor plasenta :


Penyakit : Gangguan pertumbuhan Kelainan tali pusat
DM Kelainan congenital Lepasnya plasenta
Malaria Kelainan genetik KPD
Ginjal Vasa previa
Trombofilia
Komplikasi:
Pre-eklamsi
Eklamsi
Kehamilan ganda
Infeksi

Gejala klinis :
Rahim semakin mengecil
Tidak ditemukan DJJ
Tidak adanya gerakan janin
Uterus menjadi tidak tegas

Menetapkan kematian janin dalam rahim :


Pemeriksaan terhadap DJJ (dengan menggunakan stetoskop laeneck, dopler).
Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin berhimpit,
tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan USG).
Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang melengkung,
dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan foto rontgen)

IUFD
(Intra Uterine Fetal Death)

Janin yang mati dalam rahim sebaiknya dikeluarkan, jika mempertahankan janin
yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka akan terjadi komplikasi DIC
(Disseminated Intravaskuler Coagulopathy)

Bagan 2.1 pathway IUFD


Sumber : Achadiat (2004), Norwitz (2008), Nugroho (2012), dan Winkjosastro
(2009).
26

3. Konsep Penatalaksanaan pada IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Bumil dengan IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Anamnesis : Pemeriksaan :
Hilangnya gerakan janin Fisik
Kehilangan berat badan Penunjang
Perubahan payudara (USG, Radiologi,
Hilangnya nafsu makan Laboratorium)

Jika mempertahankan janin lebih dari 3 minggu, maka akan terjadi komplikasi
DIC (Disseminated Intravaskuler Coagulopathy)

Janin yang mati harus segera dikeluarkan

Lahir spontan 75% akan lahir spontan Induksi persalinan direncanakan


dalam 2 minggu

Kondisi serviks tidak baik


Kondisi serviks baik (skor>6)
(skor<5)
(Lunak, tipis, membuka sebagian)
(Keras, tebal, tertutup)

Induksi persalinan dengan oksitosin Prostaglandin atau kateter


foley
Jika infus oksitosin menghasilkan pola
persalinan baik, pertahankan kecepatan infus
yang sama sampai lahir Pantau kontraksi uterus

Gagal Induksi:
Hentikan pemakaian prostaglandin dan
Multigravida
mulai berikan infus oksitosin jika :
Riwayat SC
Ketuban pecah
Tercapai kematangan serviks
Pola persalinan yang baik terjadi
Seksio Cesaria
ATAU 12 jam telah berlalu

Bagan 2.2 Penatalaksanaan IUFD


Sumber : Yulianti (2006) & Nugroho (2012)
27

B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Teori Manajemen Kebidanan Menurut Hellen Varney

Menurut Mufdlilah (2012), Manajemen kebidanan dan prosesnya

perlu dijelaskan untuk memberikan kesamaan pandangan. Varney

mengatakan seorang bidan dalam menerapkan manajemen perlu lebih kritis

dalam melakukan analisis untuk mengantisipasi diagnosa dan masalah

potensial. Kadang kala bidan juga harus segera bertindak untuk

menyelesaikan masalah tertentu dan mungkin juga melakukan kolaborasi,

konsultasi bahkan segera merujuk klien. Manajemen kebidanan adalah

pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode

pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data,

diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, selanjutnya

langkah langkah proses manajemen kebidanan akan dijabarkan sebagai

berikut :

a. Langkah I (Pertama) : Pengumpulan data dasar

Menurut Asrinah (2012), Pada langkah yang pertama ini dilakukan

pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk

mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu :

1) Riwayat kesehatan

2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya

3) Meninjau catatan terbaru

4) Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi.

Pada langkah pertama, dikumpulkan semua informasi.


28

Menurut Mufdlilah (2012), Kegiatan pengumpulan data dimulai saat

klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses asuhan

kebidanan berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber,

sumber yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat

diperoleh secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin. Pasien adalah

sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer.

Sumber data alternatif atau sumber data sekunder adalah data yang sudah

ada, praktikan lain serta anggota keluarga, Secara garis besar

pengumpulan data diklasifikasikan menjadi 2 yaitu data subyektif dan

data obyektif. Data subyektif yaitu dengan cara mengembangkan

hubungan antar personal yang efektif dengan pasien, klien yang

diwawancarai, yang lebih memperhatikan hal hal yang menjadi keluhan

utama pasien dan yang mencemaskan, berupaya mendapatkan data atau

fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan masalah pasien. Data

obyektif menggunakan teknik pemeriksaan yang tepat dan benar,

melakukan pemeriksaan yang terarah dan bermakna yang berkaitan

dengan keluhan pasien.

b. Langkah II : Interpretasi data dasar

Menurut Sari (2012), Langkah ini dilakukan dengan

mengidentifikasikan data secara benar terhadap diagnosa atau masalah

kebutuhan pasien. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan

sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Kata masalah

dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa, masalah tidak dapat


29

diselesaikan seperti diagnosa, namun membutuhkan penanganan yang

dituangkan ke dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.

Menurut Muslihatun (2009), Assesment merupakan

pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data

subyektif dan obyektif atau pendokumentasian manajemen kebidanan

menurut helen varney langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga

mencakup hal hal berikut ini yaitu diagnosis/ masalah kebidanan,

diagnosis potensial serta perlunya mengindentifikasi kebutuhan tindakan

segera untuk antisipasi masalah potensial dan kebutuhan tindakan segera

harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan meliputi tindakan

mandiri, tindakan kolaborasi, tindakan merujuk pasien.

c. Langkah III (Ketiga) : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah

potensial

Menurut Asrinah (2010), Pada langkah ini, kita

mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potesial lain berdasarkan

rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini

membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan,

sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila

diagnosa /masalah potensial ini benar-benar terjadi.

d. Langkah IV (Keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan

kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.

Menurut Muslihatun (2009), mengindentifikasi perlunya tindakan

segera oleh bidan atau dokter dan / atau untuk dikonsultasikan atau
30

ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan

kondisi klien. Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi.

Beberapa data mungkin menginditifikasi situasi yang gawat dimana

bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu dan

anak.

e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif /

menyeluruh

Menurut Estiwidani (2008), Langkah ini merupakan kelanjutan

manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi

atau antisipasi, pada langkah ini informasi / data dasar yang tidak

lengkap dilengkapi. Rencana asuhan tidak hanya meliputi apa-apa yang

sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang

berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita

tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya apakah

dibutuhkan penyuluhan, konseling dan dan apakah perlu merujuk klien

bila ada masalah. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua

pihak, yaitu bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif

karena klien juga melaksanakan rencana asuhan tersebut. Oleh karena

itu,pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan

bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum

melaksanaankannya. Menyeluruh harus sama-sama disetujui oleh bidan

maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya wanita itulah yang

akan melaksanakan rencana itu atau tidak.


31

f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan perencanaan dan

penatalaksanaan

Menurut Hidayat (2008), Pada langkah keenam ini rencana asuhan

menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan

secara efisien dan aman. Perencanaan ini biasa dilakukan seluruhnya oleh

bidan atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya

sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan

pelaksanaannya (memastikan langkah tersebut benar-benar terlaksana).

Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan

keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami

komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya

rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang

efisien akan menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan.

g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi

Menurut Mufdlilah (2012), Pada langkah ini dilakukan evaluasi

keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan

kebutuhan akan bantuan apakah benar benar telah terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan

diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar

efektif dalam pelaksanaannya.


32

2. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP

Menurut Mufdlilah (2012), Model dokumentasi yang digunakan

dalam asuhan kebidanan adalah dalam bentuk catatan perkembangan,

karena bentuk asuhan yang diberikan berkesinambungan dan menggunakan

proses yang terus menerus (progess notes).

S : (data subyektif)

Data informasi yang subyektif (mencatat hasil anamnesa).

O : (data obyektif)

Data informasi obyektif (hasil pemeriksaan, observasi).

A : (assessment)

Mencatat hasil analisa (diagnosa dan masalah kebidanan), yang

dimaksud meliputi diagnosa atau masalah, diagnosa/ masalah potensial

dan antisipasinya, dan perlunya tindakan segera.

P : ( planning)

Mencatat seluruh penatalaksanaan (tindakan antisipasi, tindakan

segera, tindakan rutin, penyuluhan, sopport, kolaborasi, rujukan dan

evaluasi/ follow up).

C. Teori Hukum Kewenangan Bidan

Dalam menjalankan Asuhan Kebidanan ibu bersalin dengan IUFD (Intra

Uterine Fetal Death), bidan mempunyai landasan hukum dan kewenangan

dalam memberikan Asuhan Kebidanan ibu bersalin dengan IUFD (Intra

Uterine Fetal Death), meliputi :


33

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1464/MENKES/PER/X/2010 tentang penyelenggaraan praktik bidan :

a. Pada pasal 13, yang berbunyi :

1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, Pasal 11,

dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah

berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :

Butir b) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus

penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi

dokter.

Butir c) Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan

penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)

termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya.

You might also like