You are on page 1of 17

PAIN MANAGEMENT

Perceptor:
dr. Imam Ghazali, Sp.An., M.Kes

Oleh:
Kurnia Fitri Aprilliana, S.Ked
1618012006

KEPANITERAAN KLINIK
SMF ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DR. H. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Masalah kesehatan yang paling umum yang dialami oleh individu adalah
nyeri. Nyeri adalah alasan yang paling sering dalam mencari bantuan pelayanan
kesehatan. Di rumah sakit, nyeri juga merupakan masalah yang umum dialami oleh
pasien, misalnya pasien bedah atau pasien kanker (Borglin, et al., 2011; Watmough &
Flynn, 2011). Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri
merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, atau digambarkan seperti
kerusakan itu sendiri. Nyeri adalah konsekuensi yang dapat diperkirakan dari adanya
trauma maupun tindakan pembedahan.
Nyeri disepakati oleh American Pain Society sebagai tanda vital kelima
atauthe fifth vital sign. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
penanganan nyeri di antara petugas kesehatan professional. Dengan penanganan
sesuai kebutuhan terhadap nyeri yang ditunjukkan oleh pasien, pasien akan merasa
nyaman dan dapat mempercepat penyembuhan. Dokumentasi pengkajian nyeri pun
seperti dokumentasi pengkajian keempat tanda vital yang lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri


Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau
yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.1 Sedangkan The
International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait
dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam kerusakan tersebut. Kedua pengertian ini memperjelas bahwa nyeri adalah
bagian dari proses patologis.2 Nyeri digolongkan sebagai gangguan sensorik
positif. Pada hakikatnya nyeri tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat diukur,
namun tidak dapat dipungkiri bahwa nyeri merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan bahkan menyakitkan. Nyeri adalah suatu sensasi yang unik.
Keunikannya karena derajat berat dan ringan nyeri yang dirasakan tidak
ditentukan hanya oleh intensitas stimulus tetapi juga oleh perasaan dan emosi
pada saat itu.3
Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena reaksi protektif untuk
menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi bila nyeri tetap
berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi
perubahan patofisiologis yang justru merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri
karena pembedahan, masih tetap dirasakan pada masa pasca bedah ketika
pembedahan sudah selesai. Nyeri semacam ini tidak saja menimbulkan perasaan
tidak nyaman, tetapi juga reaksi stres, yaitu rangkaian reaksi fisik maupun
biologis yang dapat menghambat proses penyembuhan. Nyeri patologis atau nyeri
klinik inilah yang membutuhkan terapi.5
Derajat nyeri dapat diukur dengan berbagai cara, misalnya tingkah laku pasien
skala verbal dasar / Verbal Rating Scales (VRS), dan yang umum adalah skala
analog visual / Visual Analogue Scales (VAS).4 Secara sederhana, nyeri pada
pasien sadar dapat langsung ditanyakan pada pasien yang bersangkutan dan VAS
biasanya dikategorikan sebagai:

Penilaian verbal dan numerik dikonfirmasi dengan ekspresi wajah yang


tampak pada saat yang sama.1,4

2.2 Patofisiologi Nyeri


Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri bersifat destruktif terhadap
jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar impuls nyeri. Serabut
saraf ini disebut juga serabut nyeri, sedangkan jaringan tersebut disebut jaringan
peka nyeri. Bagaimana seseorang menghayati nyeri tergantung pada jenis jaringan
yang dirangsang, jenis serta sifat rangsangan, serta pada kondisi mental dan
fisiknya.6 Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah
ujung saraf tidak bermielin A delta dan ujung saraf C bermielin. Distribusi
nosiseptor bervariasi di seluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat di kulit.
Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi. Nosiseptor yang
terangsang oleh stimulus yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius. Selanjutnya stimulus noksius
ditransmisikan ke sistem syaraf pusat, yang kemudian menimbulkan emosi dan
perasaan tidak menyenanggan sehingga timbul rasa nyeri dan reaksi menghindar.7
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif terdapat empat
proses tersendiri: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.1,6,7
a. Proses transduksi
Transduksi nyeri adalah rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi depolarisasi
membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf reseptor nyeri.
Rangsangan ini dapat berupa rangsang fisik (tekanan), suhu (panas), atau
kimia.1,10 Adanya rangsang noksius ini menyebabkan pelepasan asam amino
eksitasi glutamat pada saraf afferent nosisepsi terminal menempati reseptor
AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-D-aspartate), akibat penempatan
pada reseptor menyebabkan ion Mg2+ pada saluran Ca2+ terlepas masuk ke
dalam sel, demikian juga ion Ca2+, K+, dan H+. Terjadi aktivasi protein
kinase c dan menghasilkan NO yang akan memicu pelepasan substansi p dan
terjadi hipersensitisasi pada membran kornu dorsalis.
Kerusakan jaringan karena trauma, dalam hal ini odontektomi,
menyebabkan dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi antara lain: ion
H, K, prostalglandin dari sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari
sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf. Senyawa
biokimiawi ini berfungsi sebagai mediator yang menyebabkan perubahan
potensial nosiseptor sehingga terjadi arus elektrobiokimiawi sepanjang akson.8
Kemudian terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator ini
mempengaruhi juga nosiseptor di luar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri
meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai
ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di
atas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena
rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan.
Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu
hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis,
dan perubahan intraselular yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama.
b. Proses Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer
melewati kornu dorsalis menuju korteks serebri. Saraf sensoris perifer yang
melanjutkan rangsang ke terminal di medula spinalis disebut neuron aferen
primer. Jaringan saraf yang naik dari medula spinalis ke batang otak dan
talamus disebut neuron penerima kedua. Neuron yang menghubungkan dari
talamus ke korteks serebri disebut neuron penerima ketiga.
c. Proses Modulasi
Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesi
endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke
kornu posterior medula spinalis. Sistem analgesi endogen ini meliputi
enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat
menekan inpuls nyeri pada kornu posterior medula spinaslis. Proses modulasi
ini dapat dihambat oleh golongan opioid.
d. Proses Persepsi
Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks dan
unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada
gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri.

2.3 Penanganan Nyeri


a. Prinsip Umum Penatalaksanaan Nyeri
Sebelum dilakukanya pengobatan terhadap nyeri, seorang dokter harus
memahami tata laksana pengelolaan nyeri dengan seksama. Di dalam
pengelolaan nyeri ini terdapat prinsip-prinsip umum yaitu :
1. Mengawali pemeriksaan dengan seksama
2. Menentukan penyebab dan derajat/stadium penyakit dengan tepat
3. Komunikasi yang baik dengan penderita dan keluarga
4. Mengajak penderita berpartisipasi aktif dalam perawatan
5. Meyakinkan penderita bahwa nyerinya dapat ditanggulangi
6. Memperhatikan biaya pengobatan dan tindakan
7. Merencanakan pengobatan, bila perlu, secara multidisiplin
Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri
sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil. Terdapat
dua metode umum untuk terapi nyeri yaitu pendekatan farmakologik dan non
farmakologik.
b. Pendekatan Farmakologik
Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step
Analgesic Ladder. Tiga langkah tangga analgesik meurut WHO untuk
pengobatan nyeri itu terdiri dari :
1. Pada mulanya, langkah pertama, hendaknya menggunakan obat analgesik non
opiat.
2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga/langkah kedua, yaitu ditambahkan obat
opioid lemah misalnya kodein.
3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka, sebagai langkah ketiga,
disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin.

Pada dasarnya prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan untuk
nyeri kronik maupun nyeri akut, yaitu pada nyeri kronik mengikuti langkah
tangga ke atas 1-2-3, dan pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah
tangga ke bawah 3-2-1. Pada setiap langkah, apabila perlu dapat ditambahkan
adjuvan atau obat pembantu. Berbagai obat pembantu (adjuvant) dapat
bermanfaat dalam masing-masing taraf penaggulangan nyeri, khususnya
untuk lebih meningkatkan efektivitas analgesik, memberantas gejala-gejala
yang menyertai, dan kemampuan untuk bertindak sebagai obat tersendiri
terhadap tipe-tipe nyeri tertentu.

c. Multimodal Analgesia
Analgesia multimodal menggunakan dua atau lebih obat analgetik yang
memiliki mekanisme kerja yang berbeda untuk mencapai efek analgetik yang
maksimal tanpa dijumpainya peningkatan efek samping dibandingkan dengan
peningkatan dosis pada satu obat saja. Dimana analgesi multimodal
melakukan intervensi nyeri secara berkelanjutan pada ketiga proses perjalanan
nyeri, yakni:
Penekanan pada proses tranduksi dengan menggunakan AINS
Penekanan pada proses transmisi dengan anestetik lokal (regional)
Peningkatan proses modulasi dengan opioid
Analgesia multimodal merupakan suatu pilihan yang dimungkinkan dengan
penggunaan parasetamol dan AINS sebagai kombinasi dengan opioid atau
anestesi lokal untuk menurunkan tingkat intensitas nyeri pada pasien-pasien
yang mengalami nyeri paska pembedahan ditingkat sedang sampai berat.
Analgesia multimodal selain harus diberikan secepatnya (early analgesia),
juga harus disertai dengan inforced mobilization (early ambulation) disertai
dengan pemberian nutrisi nutrisi oral secepatnya (early alimentation).

Obat adalah bentuk pengendalian nyeri yang paling sering digunakan.


Terdapat tiga kelompok obat nyeri yaitu analgesik non opioid, analgesik opioid
dan antagonis dan agonis-antagonis opioid. Kelompok keempat obat disebut
adjuvan atau koanalgesik. Penatalaksanaan farmakologik dengan obat-obat
analgesik harus digunakan dengan menerapkan pendekatan bertahap. Ada pula
mengatasi nyeri secara terpadu yaitu bila pada proses transduksi diberikan
NSAID, bila pada proses transmisi diberikan anestesi lokal, dan bila pada proses
modulasi diberikan narkotik.

1. Analgesik non-opioid (obat anti inflamasi non steroid/OAINS)


Langkah pertama, sering efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan
sampai sedang, menggunakan analgesik nonopioid, terutama asetaminofen
(tylenol) dan OAINS. Tersedia bermacam-macam OAINS dengan efek
antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi (kecuali asetaminofen). OAINS yang
sering digunakan adalah asam asetil salisilat (aspirin) dan ibuprofen (advil).
OAINS sangat efektif untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan, penyakit
meradang yang kronik seperti artritis, dan nyeri akibat kanker ringan.
Pembagian Obat Anti Inflamasi Non Steroid
OAINS mengahasilkan analgesia dengan bekerja di tempat cedera
melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekursor asam arakidonat.
Prostaglandin mensensitisasi nosiseptor dan bekerja secara sinergis dengan
produk inflamatorik lain di tempat cedera, misalnya bradikinin dan histamin,
untuk menimbulkan hiperalgesia. Dengan demikian, OAINS mengganggu
mekanisme transduksi di nosiseptor dengan menghambat sintesis
prostaglandin.
Berbeda dengan opioid, OAINS tidak menimbulkan ketergantungan
atau toleransi fisik. Semua memiliki ceiling effect yaitu peningkatan dosis
melebihi kadar tertentu tidak menambah efek analgesik. Penyulit yang
tersering berkaitan dengan pemberian OAINS adalah gangguan saluran cerna,
meningkatnya waktu pendarahan, pengelihatan kabur, perubahan minor uji
fungsi hati, dan berkurangnya fungsi hati, dan berkurangnya fungsi ginjal.

2. Analgesik opioid
Opioid saat ini adalah analgesik paling kuat yang tersedia dan
digunakan dalam pengobatan nyeri sedang sampai berat. Obat-obat ini
merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait
kanker. Morfin adalah suatu alkaloid yang berasal dari getah tumbuhan
opium poppy yang telah dikeringkan dan telah digunakan sejak berabad-abad
yang lalu karena efek analgesik, sedatif dan euforiknya. Morfin adalah salah
satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat dan masih
standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain.
Berbeda dengan OAINS, yang bekerja di perifer, morfin menimbulkan
efek analgesiknya di sentral. Mekanisme pasti kerja opioid telah semakin
jelas sejak penemuan resptor-reseptor opioid endogen di sistem limbik,
talamus, PAG, substansia gelatinosa, kornu dorsalis dan usus. Opioid
endogen seperti morfin menimbulkan efek dengan mengikat reseptor opioid
dengan cara serupa dengan opioid endogen (endorfin-enkefalin); yaitu morfin
memiliki efek agonis (meningkatkan kerja reseptor). Dengan mengikat
reseptor opioid di nukleus modulasi-nyeri di batang otak, morfin
menimbulkan efek pada sistem-sistem desenden yang menghambat nyeri.
Obat-obat golongan opioid memiliki pola efek samping yang sangat
mirip termasuk depresi pernafasan, mual, muntah, sedasi, dan konstipasi.
Selain itu, semua opioid berpotensi menimbulkan toleransi, ketergantungan
dan ketagihan (adiksi). Toleransi adalah kebutuhan fisiologik untuk dosis
yang lebih tinggi untuk mempertahankan efek analgesik obat. Toleransi
terhadap opioid tersebut diberikan dalam jangka panjang, misalnya pada
terapi kanker. Walaupun terdapat toleransi silang yang cukup luas diantara
obat-obat opioid, hal tersebut tidaklah komplete. Misalnya codein, tramadol,
morfin solutio.
Mekanisme kerja obat untuk nyeri

3. Antagonis dan agonis-antagonis opioid


Antagonis opioid adalah obat yang melawan efek obat opioid dengan
mengikat reseptor opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalokson, suatu
antagonis opioid murni, menghilangkan analgesia dan efek samping opioid.
Nalokson digunakan untuk melawan efek kelebihan dosis narkotik, yaitu
yang paling serius adalah depresi nafas dan sedasi.
Obat opioid lain adalah kombinasi agonis dan anatagonis, seperti
pentazosin (talwin) dan butorfanol (stadol). Apabila diberikan kepada pasien
yang bergantung pada narkotik, maka obat-obat ini dapat memicu gejala-
gejala putus obat. Agonis-antagonis opioid adalah analgetik efektif apabila
diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan (misalnya depresi pernafasan) dibandingkan
dengan antagonis opioid murni.

4. Adjuvan atau koanalgesik


Obat adjuvan atau koanalgetik adalah obat yang semula dikembangkan
untuk tujuan selain menghilangkan nyeri tetapi kemudian ditemukan memilki
sifat analgetik atau efek komplementer dalam penatalaksanaan pasien dengan
nyeri. Sebagian dari obat ini sangat efektif dalam mengendalikan nyeri
neuropatik yang mungkin tidak berespon terhadap opioid.
Anti kejang, seperti karbamazepin atau fenitoin (dilantin), telah terbukti
efektif untuk mengatasi nyeri menyayat yang berkaitan dengan kerusakan
saraf. Anti kejang ini efektif untuk nyeri neuropatik karena obat golongan ini
menstabilkan membran sel saraf dan menekan respon akhir di saraf.
Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilin atau imipramin, adalah analgetik
yang sangat efektif untuk nyeri neuropatik serta berbagai penyakit lain yang
menimbulkan nyeri. Aplikasi-aplikasi spesifik adalah terapi untuk neuralgia
pasca herpes, invasi struktur saraf karena karsinoma, nyeri pasca bedah, dan
artritis reumatoid. Pada pengobatan untuk nyeri, antidepresan trisiklik
tampaknya memiliki efek analgetik yang independen dari aktivitas
antidepresan.
Obat adjuvan lain yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri adalah
hidroksizin (vistaril), yang memiliki efek analgetik pada beberapa penyakit
dan efek aditif apabila diberikan bersama morfin; pelemas otot misalnya
diazepam (valium), yang digunakan untuk mengobati kejang otot yang
berkaitan dengan nyeri; dan steroid misalnya dexametason, yang telah
digunakan untuk mengendalikan gejala yang berkaitan dengan kompresi
medula spinalis atau metastasis tulang pada pasien kanker.
Adjuvan lain untuk analgesia adalah agonis reseptor adrenergik-alfa
(misalnya, agonis alfa-2, klonidin), yang sering diberikan secara intraspinal
bersama dengan opioid atau anestetik lokal; obat ini juga memiliki efek
analgetik apabila diberikan secara sistemis karena memulihkan respons
adrenergik simpatis yang berlebihan di reseptor sentral dan perifer. Antagonis
alfa-1, prazosin, juga pernah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri yang
disebabkan oleh sistem simpatis. Efek samping utama dari obat-obat ini
adalah hipotensi dan potensial depresi pernafasan yang diinduksi oleh opioid.

d. Pendekatan Nonfarmakologik
Walaupun obat-obat analgesik sangat mudah diberikan, namun banyak
pasien dan dokter kurang puas dengan pemberian jangka panjang untuk nyeri
yang tidak terkait keganasan. Situasi ini mendorong dikembangkannya
sejumlah metode nonfarmakologik untuk mengatasi nyeri. Metode
nonfarmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku.
Sebagian dari modalitas ini mungkin berguna walaupun digunakan secara
tersendiri atau digunakan sebagai adjuvan dalam penatalaksanaan nyeri.
1. Terapi dan Modalitas Fisik
Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk
stimulasi kulit (pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis,
akupuntur, aplikasi panas atau dingin, olahraga). Stimulasi kulit
akan merangsang serat-serat non-nosiseptif yang berdiameter besar
untuk menutup gerbang bagi serat-serat berdiameter kecil yang
menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi.
Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit juga dapat menyebabkan
tubuh mengeluarkan endorfin dan neurotransmiter lainnya yang
menghambat nyeri. Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan
paling sering digunakan adalah pemijatan atau penggosokan. Pijat
dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang
bervariasi terhadap berbagai titik diseluruh tubuh. Pijat akan
melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi lokal.
Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila
dilakukan oleh individu yang penuh perhatian maka akan
menghasilkan efek emosional yang positif.
Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS)
terdiri dari suatu alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim
impuls listrik lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh.
Elektroda pada umumnya diletakkan diatas atau dekat dengan
bagian yang nyeri. TENS digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
akut dan kronik; nyeri pascaoperasi, nyeri punggung bawah,
phantom limb pain, neuralgia perifer dan artritis rematoid.
Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum
halus ke dalam berbagai titik akupuntur di seluruh tubuh untuk
meredakan nyeri. Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-
titik pemicu adalah memberi tekanan dengan ibu jari, suatu teknik
yang disebut akupresur.
Range of motion (ROM) exercise (pasif, dibantu, atau aktif)
dapat digunakan untuk melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi
dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan kekakuan dan
imobilitas.
Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama
dikeketahui sebagai metode yang efektif untuk mengurangi nyeri
atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol
air panas, bantalan pemanas listrik, lampu, kompres basah panas),
konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air panas), konversi
(ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot, dan
artritis berespon baik terhadap panas. Karena melebarkan
pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal, panas
jangan digunakan setelah cidera traumatik saat masih ada edema
dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas
mungkin meredekan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk
inflamasi seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang
menimbulkan nyeri lokal.
Berbeda dengan terapi panas, yang efektif untuk nyeri kronik,
aplikasi dingin efektif untuk nyeri akut (misalnya trauma akibat
luka bakar, tersayat, terkilir). Dingin dapat disalurkan dlam bentuk
berendam atau komponen air dingin, kantung es, aquamatic K
pads, dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke
suatu bagian dan mengurangi edema serta perdarahan.
Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik
dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls
nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang
mungkin bekerja bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan
mengurangi persepsi nyeri.
2. Strategi kognitif-perilaku
Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah
persepsi pasien terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan
memberi pasien perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan
nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan
khayalan (imagery), hipnosis, dan biofeedback. Walaupun
sebagian besar metode kognitif-perilaku menekankan salah satu
relaksasi atau pengelihatan, pada praktik keduanya tidak dapat
dipisahkan.
Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah dengan olahraga
dan bernafas dalam, meditasi dan mendengarkan musik-musik
yang menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa
cemas, ketegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan
siklus nyeri-stress-nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat.
Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan
memfokuskan perhatian pasien pada stimulus lain dan menjauhi
nyeri. Menonton televisi, membaca buku, mendengar musik, dan
melakukan percakapan. Penciptaan khayalan dengan tuntutan
adalah suatu bentuk pengalihan fasilator yang mendorong pasien
untuk mevisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau
sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian
menjauhi nyeri. Tehnik ini sering dikombinasikan dengan
relaksasi.
Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada
bagaimana memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri; metode
ini juga bergantung pada kemampuan ahli terapi untuk menuntun
perhatian pasien ke bayangan-bayangan yang paling konstruktif.
Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada
kemampuan untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter
fisiologik tertentu kepada pasien sehingga pasien dapat belajar
mengendalikan parameter tersebut termasuk suhu kulit, ketegangan
otot, kecepatan denyut jantung, tekanan darah dan gelombang otak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Charlton ED. Posooperative Pain Management. World Federation of


SocietiesofAnaesthesiologists.http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/
u07_009.html
2. Conn D, Murdoch J. Manajemen Nyeri Akut. In : Kedokteran
Perioperatif. Oxford University Press ; 2000. p.57-69.
3. Jensen MP, Martin SA, Cheung R. The meaning of pain relief in a
clinical trial. The Journal of Pain. 2005 ; 6 (6) : 400-6.
4. Jensen MP, Chen C, Brugger AM. Interpretation of visual analog scale
ratings and change scores : a reanalysis of two clinical trial of
postoperative pain. The Journal of Pain. 2003 ; 4(7) : 401-7.
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Pain Managament. In : Morgan
GE, editor. Clinical Anesthesiology, 4thed. Lange Medical
Books/McGraw-Hill ; 2006. p. 359-412.
6. Tamsuri, Anas . 2004 . Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri . Jakarta :
Buku Kedokteran EGC
7. Guyton, A C & Hall, J E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor
Bahasa Indonesia : Irawati Setiawan Edisi 9. Jakarta: EGC. 1997
8. Gwirtz K. Single-dose intrathecal opioids in the management of acute
postoperative pain. In: Sinatra RS, Hord AH, Ginsberg B, Preble LM,
eds. Acute Pain: Mechanisms & Management. St Louis, Mo: Mosby-
Year Book; 1992:253-68
9. Katzung, G. Bertram. 2007. Basic and Clinical Pharmacology. 10 th

Ed. The McGraw-Hill Companies. New york.

You might also like

  • Cover Luar Evapro
    Cover Luar Evapro
    Document1 page
    Cover Luar Evapro
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Cover Jurnal Kur
    Cover Jurnal Kur
    Document2 pages
    Cover Jurnal Kur
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Laporan Bangsal I
    Laporan Bangsal I
    Document26 pages
    Laporan Bangsal I
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Cover Dalam Evapro
    Cover Dalam Evapro
    Document1 page
    Cover Dalam Evapro
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Document1 page
    Pendahuluan
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Udt
    Udt
    Document14 pages
    Udt
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document19 pages
    Bab Ii
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Mulai Manus
    Mulai Manus
    Document2 pages
    Mulai Manus
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Manajemen Klinik Dokter Keluarga
    Manajemen Klinik Dokter Keluarga
    Document33 pages
    Manajemen Klinik Dokter Keluarga
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • HMD Word
    HMD Word
    Document30 pages
    HMD Word
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Diskusi Jumat I
    Diskusi Jumat I
    Document34 pages
    Diskusi Jumat I
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Hemothorax Penanganan dan Tujuan Pengobatan
    Hemothorax Penanganan dan Tujuan Pengobatan
    Document1 page
    Hemothorax Penanganan dan Tujuan Pengobatan
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Manajemen Klinik Dokter Keluarga
    Manajemen Klinik Dokter Keluarga
    Document33 pages
    Manajemen Klinik Dokter Keluarga
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Dokter
    Dokter
    Document12 pages
    Dokter
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Jurnal Reading Kur
    Jurnal Reading Kur
    Document21 pages
    Jurnal Reading Kur
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Translete Jurnal Kur
    Translete Jurnal Kur
    Document8 pages
    Translete Jurnal Kur
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Cover DR Saut
    Cover DR Saut
    Document1 page
    Cover DR Saut
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document2 pages
    Cover
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Diagnostik Urologi
    Diagnostik Urologi
    Document26 pages
    Diagnostik Urologi
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Bab 79
    Bab 79
    Document12 pages
    Bab 79
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Hemothorax
    Hemothorax
    Document25 pages
    Hemothorax
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Jurnal Vandy
    Jurnal Vandy
    Document8 pages
    Jurnal Vandy
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Film Reading 1
    Film Reading 1
    Document4 pages
    Film Reading 1
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • PR Radiologi Ke2 Yg Ada Soft
    PR Radiologi Ke2 Yg Ada Soft
    Document19 pages
    PR Radiologi Ke2 Yg Ada Soft
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Diagnostik Urologi
    Diagnostik Urologi
    Document26 pages
    Diagnostik Urologi
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • VK Terakhir
    VK Terakhir
    Document24 pages
    VK Terakhir
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • CRPPT
    CRPPT
    Document22 pages
    CRPPT
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • VK2 Kurppt
    VK2 Kurppt
    Document8 pages
    VK2 Kurppt
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet
  • Elektive Oka MGG Terakhir
    Elektive Oka MGG Terakhir
    Document3 pages
    Elektive Oka MGG Terakhir
    Kurnia Fitri Aprilliana
    No ratings yet