Professional Documents
Culture Documents
ELIDA RIRIS
1106129676
ELIDA RIRIS
1106129676
Nama : ElidaRiris
NPM z1106129676
Tanda Tangan
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : l1 Juli 2014
ilt
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners (KIAN) ini. Penyusunan KIAN ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Profesi Ners pada
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, sangat sulit bagi saya untuk menyelesaikan penyusunan KIAN
ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Yulia, SKp., MN selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan KIAN ini;
2. Ns. Inna Tresnawati, S.Kep selaku pembimbing klinik di RSCM yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing penyusunan KIAN ini;
3. Kedua orang tua, kakak, dan adik terkasih yang telah memberikan bantuan dukungan material
dan moral;
4. Teman-teman yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan KIAN ini; dan
5. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga KIAN ini membawa manfaat untuk pengembangan ilmu.
Penulis
iv
ttap mencantumkan narna saya sebagai pnulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Yulg r:l"r+1*gs-.
mrTEr<Ar Mr/
_TEMPEL
" W
oil^*;,#,;,,ffi
[i\"u"t6Wmffiffi
lida Riris)
Sirosis hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat
perkotaan. Keadaan malnutrisi ditemukan pada 65-90% pasien sirosis hepatis.
Kondisi malnutrisi ini berhubungan dengan terjadinya komplikasi serius pada
pasien sirosis hepatis, yaitu asites, ensefalopati hepatikum, dan kematian.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian diet tinggi protein,
khususnya yang kaya akan asam amino rantai cabang (AARC) dapat memperbaiki
kondisi klinis pasien sirosis dan mengurangi komplikasi serius tersebut. Tujuan
penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai
pemberian AARC dalam memperbaiki kondisi klinis (nutrisi, nilai albumin, dan
mengurangi terjadinya ensefalopati hepatikum). Hasilnya pada pasien ini adalah
terbukti status nutrisi dapat ditingkatkan, tidak terjadi penurunan yang signifikan
pada nilai albumin, dan tidak terjadi ensefalopati hepatikum. Rekomendasi
penulisan ini adalah agar perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang
pentingnya diet tinggi protein yang kaya akan AARC.
vi Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
ABSTRACT
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .....................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................... v
ABSTRAK .............................................................................................................. vi
ABSTRACT ...........................................................................................................vii
DAFTAR ISI .........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6
viii
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
ix
BAB 5 PENUTUP................................................................................................. 53
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 53
5.2 Saran ............................................................................................................... 53
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
x Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
xi Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Black & Hawks (2009) menyatakan bahwa penyebab sirosis hepatis belum
diketahui dengan pasti, tetapi faktor genetik dalam keluarga turut ambil
bagian dalam penyakit ini. Kondisi yang menjadi faktor predisposisi
munculnya penyakit ini adalah konsumsi alkohol yang berlebihan dalam
jangka waktu yang lama, riwayat terinfeksi hepatitis virus (B ataupun C),
obstruksi bilier, intoksikasi bahan kimia industri, dan penggunaan obat,
seperti acetaminophen, methotrexate, atau isoniazid.
1 Universitas Indonesia
Data prevalensi sirosis hepatis di Indonesia belum ada, hanya ada laporan-
laporan dari pusat pendidikan saja, seperti di RS DR. Sarjito Yogyakarta
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
3
jumlah pasien sirosis berkisar antara 4,1% dari pasien yang dirawat di bagian
penyakit dalam dalam kurun waktu satu tahun (2004), di Medan dalam kurun
waktu 4 tahun dijumpai 819 (4%) pasien sirosis hepatis dari seluruh pasien di
bagian penyakit dalam, dan di RSUP DR. M. Djamil Padang didapatkan data
pasien yang menderita sirosis hepatis sebanyak 220 pasien yang dirawat
selama tahun 2009 dan 317 pasien yang dirawat selama tahun 2010
(Oktaviani, 2012). Data ini menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan
jumlah penderita sirosis hepatis yang sangat signifikan, yaitu sebesar 44%.
Data dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan 3,32%
penderita sirosis hepatis periode Januari sampai Juni 2014.
Penelitian ini juga menunjukkan sebanyak 80% (16 orang) berada pada
rentang umur dewasa (17-65 tahun). Hal ini dapat terjadi karena rentang umur
dewasa tersebut merupakan usia produktif, dimana mereka mungkin bekerja
di area yang banyak terpapar toksik bahan kimia dan memiliki gaya hidup
orang dewasa yang tidak sehat, seperti tidur larut malam, pekerja keras
hingga malam hari, serta mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
4
Salah satu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
sirosis hepatis terkait masalah nutrisi adalah dengan memberikan informasi
pada pasien dan keluarga tentang pentingnya diet tinggi protein, khususnya
yang banyak mengandung asam amino rantai cabang (AARC). Salah satu
jenis makanan yang kaya akan AARC adalah putih telur. Konsensus
European Society for Clinical Nutrition and Metabolism merekomendasikan
AARC untuk terapi nutrisi pada ensefalopati hepatikum karena terbukti
memperbaiki klinis pada pasien sirosis lanjut (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis,
& Savopoulos, 2008).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
9
dengan adanya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati, disebut juga dengan fatty
liver. Akumulasi lemak tersebut dikarenakan adanya kemungkinan bahwa
individu yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, tidak makan secara layak
dan gagal mengkonsumsi protein dalam jumlah cukup (Price & Wilson, 2006).
Kompensasi hati terhadap hal tersebut adalah dengan memecah asam-asam lemak
menjadi badan keton. Badan keton ini akan masuk ke dalam aliran darah dan
menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh yang lain. Selain
menghasilkan badan keton, asam-asam lemak tersebut juga digunakan untuk
mensintesis kolesterol, lipoprotein, dan bentuk lipid kompleks lainnya. Pada
kondisi itulah lipid tertimbun di dalam hepatosit sehingga terakumulasilah lemak
di dalam sel-sel hati (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Sirosis Postnekrotik
Sirosis postnekrotik merupakan akibat lanjut dari hepatitis virus yang terjadi
sebelumnya, biasanya hepatitis B dan hepatitis C (Black &Hawks, 2009). Sirosis
jenis ini memiliki persentase sebesar 20% dari seluruh kasus sirosis. Pasien
dengan hasil HBsAg positif menunjukkan hepatitis kronik aktif dan mengarah ke
sirosis hepatis (Price & Wilson, 2006). Persentase yang kecil dilaporkan bahwa
penyebab sirosis ini adalah karena intoksikasi bahan kimia industri, racun,
ataupun obat-obatan. Obat-obatan yang bersifat hepatotoksik adalah cocaine,
methotrexate, isoniazid, acetaminophen, cimetidine, quinidine, dan amodiaqiune
(Gitnick, 1991). Gambaran hati berupa nekrosis berbercak pada jaringan hati,
menimbulkan nodul-nodul besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisahkan oleh
jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim hati normal.
c. Sirosis Bilier
Sirosis bilier kebanyakan disebabkan oleh obstruksi bilier posthepatik. Stasis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam hati, mengakibatkan
kerusakan sel-sel hati, dan terbentuk jaringan parut (fibrosa) di tepi lobulus.
Insiden sirosis ini lebih rendah dibanding sirosis Laennec dan sirosis postnekrotik,
yaitu sebesar 15%.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
10
2.2.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis adalah
perdarahan saluran cerna, asites, dan ensefalopati hepatikum (Price & Wilson,
2006; Smeltzer & Bare, 2002).
a. Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada sirosis
adalah akibat pecahnya varises esofagus. Obstruksi aliran darah lewat hati yang
terjadi akibat pembentukan fibrosa di hati mengakibatkan pembentukan pembuluh
darah kolateral dalam sistem gastrointestinal, dan menimbulkan hipertensi portal.
Akibatnya pada pasien sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
dan distensi pembuluh darah di seluruh saluran gastrointestinal. Esofagus,
lambung, dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya varises esofagus dan hemoroid, apabila terjadi ruptur pasien akan
mengalami hematemesis ataupun melena. Penyebab lain dari perdarahan tersebut
adalah karena gagalnya hati melakukan mekanisme pembekuan darah (masa
trombin yang memanjang dan trombositopenia).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
11
b. Asites
Asites merupakan penimbunan cairan dalam rongga peritoneum. Asites terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan
osmotik koloid. Peningkatan tekanan hidrostatik merupakan bentuk kompensasi
tubuh terhadap meningkatnya tekanan vena cava inferior akibat hipertensi porta,
sehingga darah balik vena dari perifer menuju ventrikel kanan terhalangi,
akibatnya terjadi stasis darah pada vena dan kapiler yang selanjutnya mendorong
cairan masuk ke rongga peritoneum. Sementara itu, tekanan osmotik koloid
plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar tidak mengalir ke dalam
rongga peritonium. Hal ini merupakan salah satu fungsi albumin, sedangkan pada
pasien sirosis hepatis terjadi hipoalbuminemia akibat ketidakmampuan hati untuk
mensintesis albumin secara optimal (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta, 2002).
Gambar 2.2 menunjukkan adanya asites dalam rongga peritoneum.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
12
Pada pemeriksaan fisik abdomen dilakukan shifting dullness test, yakni dengan
cara menempatkan pasien pada posisi miring selama 30 detik, cairan asites akan
berpindah mengikuti gaya gravitasi. Setelah itu dilakukan perkusi, bagian bawah
akan terdengar dullness dan bagian atas akan terdengar timpani. Apabila pasien
dalam keadaan telentang hasil perkusi pada bagian abdomen dapat dilihat pada
gambar 2.3.
c. Ensefalopati hepatikum
Ensefalopati hepatikum terjadi karena intoksikasi otak oleh hasil pemecahan
metabolisme protein oleh bakteri dalam usus. Hasil dari metabolisme protein
adalah amoniak yang dalam keadaan normal akan diubah oleh hati menjadi
ureum. Akan tetapi, pada pasien sirosis, hati tidak mampu melakukan hal
tersebut sehingga amonia yang bersifat toksik ini akan ikut sirkulasi darah dan
mengganggu metabolisme otak. Sindrom dari ensefalopati hepatikum ini
adalah kekacauan mental dan asteriksis (flapping tremor). Pemeriksaan untuk
mengetahui adanya flapping tremor dilakukan dengan memerintahkan pasien
mengangkat kedua lengannya dan minta pasien mendorsofleksikan
pergelangan tangannya, akan tampak pasien menjatuhkan jari-jarinya dan
terlihat seperti gerakan involuntir yang cepat dari pergelangan tangan dan sendi
metakarpofalang (Price & Wilson, 2006). Gambar 2.4 menunjukkan cara
pemeriksaan flapping tremor atau asteriksis.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
13
Selain itu, salah satu ciri yang paling mencolok dari ensefalopati hepatikum
adalah apraksia konstitusional, yang ditandai dengan ketidakmampuan pasien
untuk menulis, menggambar, atau menghubungkan angka-angka. Tes yang
dilakukan untuk mengetahui adanya ciri tersebut adalah number connection
test. Pasien diminta untuk menghubungkan angka-angka. Pada pasien yang
mengalami ensefalopati hepatikum, pasien membutuhkan waktu yang lama
untuk menghubungkan angka-angka tersebut, yakni lebih dari 30 hingga 120
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
14
detik. Tes ini dengan menggunakan angka-angka yang dapat dilihat pada
gambar 2.5 (Chung, 2008).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
15
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan sirosis disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ada.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah (Smeltzer & Bare, 2002) sebagai
berikut.
a. Pemberian antasida untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan
kemungkinan perdarahan.
b. Vitamin dan suplemen nutrisi untuk memperbaiki status nutrisi pasien
c. Pemberian preparat diuretik (furosemide dan spironolactone) untuk
mengurangi asites.
d. Asupan kalori dan protein yang adekuat
e. Pungsi asites bila asites menyebabkan gangguan pernapasan ataupun pasien
tidak berespon dengan pemberian diuretik. Tindakan ini juga untuk tujuan
diagnostik.
f. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya sirosis hepatis akibat infeksi
virus hepatitis C/B diberikan terapi kombinasi interferon dan ribavirin,
terapi induksi interferon, atau terapi dosis interferon setiap hari. Dasar
pemberian interferon 3 juta sampai 5 juta unit tiap hari sampai HCV-
RNA/HBV DNA negatif di serum dan jaringan hati. (Sudoyo, 2009; Sutadi,
2003).
g. Ligasi varises, biasanya di esofagus.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
16
c. Eliminasi
Pasien melaporkan bahwa urin berwarna gelap/pekat, feses berwarna
hitam, terlihat distensi abdomen karena hepatomegali dan asites.
d. Makanan/Cairan
Pasien melaporkan adanya keluhan tidak nafsu makan, mual, muntah,
penurunan berat badan atau peningkatan berat badan (akibat edema).
Pasien tampak edema, kulit kering, dan turgor buruk.
e. Neurosensori
Orang terdekat pasien melaporkan adanya perubahan mental atau
penurunan kesadaran. Pasien tampak bingung, terjadi penurunan
kesadaran, bicara lambat/tidak jelas, dan terdapat asterik/flapping tremor.
f. Nyeri/Ketidaknyamanan
Pasien melaporkan adanya nyeri tekan pada perut kanan atas dan gatal
pada tubuh. Pasien akan tampak melindungi dan berhati-hati pada area
perutnya yang nyeri, serta fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan
Pasien mengeluhkan adanya sesak, tampak takipnea, pernapasan dangkal,
bunyi napas tambahan, dan ekspansi paru terbatas karena asites.
h. Keamanan
Pasien melaporkan bahwa badan menguning dan terasa gatal. Pasien
tampak ikterik, dapat terjadi perdarahan (hematoma, perdarahan gusi,
hematemesis, melena), terdapat spidernevi ataupun eritema palmar. Pasien
mengalami asites (shifting dullness positif)
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Pasien dengan sirosis hepatis biasanya memiliki riwayat konsumsi alkohol
jangka panjang, riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan toksin,
trauma hati, perdarahan saluran cerna, dan penggunaan obat yang
mempengaruhi fungsi hati. Penyuluhan tentang penyebab sirosis hepatis
dan cara perawatan di rumah perlu dijelaskan pada pasien dan keluarga.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
17
alkohol dalam jangka waktu lama (durasi dan jumlah), riwayat kontak dengan
zat-zat toksik di tempat kerja, pajanan obat yang bersifat hepatotoksik, status
mental, dan status nutrisi.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
18
pertahankan status puasa bila diindikasikan, konsul dengan ahli diet, dan
berikan obat sesuai indikasi (vitamin A, D, E, K, B kompleks; antiemetik,
dan enzim pencernaan).
e. Risiko cedera
Intervensi: kaji adanya tanda dan gejala perdarahan saluran cerna (melena,
hematemesis), observasi adanya perdarahan bawah kulit (ekimosis,
ptekie), observasi karakteristik feses dan muntah, lakukan tindakan untuk
mencegah trauma (pertahankan lingkungan yang aman, informasikan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
19
pasien untuk tidak mengorek hidung atau bila pilek membuang ingus
secara perlahan, gunakan jarum kecil saat penyuntikan, informasikan
pasien untuk menggunakan sikat gigi berbulu halus dan menghindari tusuk
gigi, hindari mengejan), lakukan kompres dingin jika ada perdarahan
bawah kulit, awasi nilai hemoglobin dan hemostase, beri obat sesuai
indikasi (vitamin K, laksatif), siapkan prosedur bedah (ligasi varises,
reseksi esofagogastrik).
f. Konfusi akut
Intervensi: observasi perubahan perilaku dan mental, catat adanya
asterik/fetor hepatikum/kejang, tanyakan pada orang terdekat tentang
perubahan perilaku pasien, biarkan pasien menulis nama secara periodik
dan pertahankan catatan ini untuk perbandingan, orientasikan klien pada
realita, beri periode istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring dan bantu aktivitas perawatan diri, pasang
pengaman tempat tidur, hindari penggunaan narkotik atau sedatif, awasi
nilai laboratorium (amonia, serum elektrolit/SE, ureum, kreatinin, gula
darah, dan hemoglobin), beri obat sesuai indikasi (elektrolit, laksatif, dan
antibiotik), beri oksigen tambahan, dan siapkan untuk prosedur dialisis
ataupun plasmaferesis.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
20
Semua struktur molekul asam amino merupakan asam organik (COOH) yang
mengandung gugusan amino (NH) dan atom hidrogen (H) yang berikatan dengan
karbon (C). Asam amino yang satu akan berbeda dengan asam amino lainnya
berdasarkan komposisi kimiawi dari gugusan R (rantai samping). Valin, leusin,
dan isoleusin merupakan asam amino rantai cabang, disebut rantai cabang karena
adanya percabangan pada gugusan R tersebut.
(http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia/bab%205.pdf). Gambar 2.4
menunjukkan struktur asam amino secara umum.
Ketiga asam amino rantai cabang (AARC) ini sangat berperan dalam mengatasi
masalah nutrisi pada pasien sirosis hepatis. Pada subbab ini akan dibahas masalah
nutrisi pada pasien sirosis hepatis dan peran AARC dalam mengatasi masalah
nutrisi tersebut.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
21
Pasien sirosis hepatis mengalami masalah nutrisi dikarenakan beberapa hal, yaitu
kehilangan nafsu makan (anoreksia) karena nyeri abdomen, mual, terasa penuh
pada abdomen; gangguan pencernaan dan absorpsi nutrien; dan meningkatnya
kebutuhan energi (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, & Savopoulos, 2008).
Mekanisme anoreksia pada sirosis belum diketahui dengan pasti. Davidson (1999,
dalam Titus, 2003) menyebutkan bahwa proses kerusakan hepatoseluler
merangsang pelepasan mediator inflamasi (tumor necrosing factor) yang
mempunyai hubungan dengan keluhan anoreksia, dan juga menyebabkan
terjadinya perubahan interpretasi pada sentral rasa kenyang sehingga perut cepat
terasa penuh.
Malnutrisi adalah suatu keadaan klinik yang sering ditemukan pada pasien sirosis
hepatis yang dikaitkan dengan penurunan angka harapan hidup. Keadaan
metabolisme yang tidak normal diakibatkan oleh status nutrisi yang tidak adekuat
dan perjalanan penyakit itu sendiri. Penderita sirosis hepatis yang mengalami
malnutrisi mempunyai angka kejadian ensefalopati hepatikum, infeksi, asites, dan
mortalitas yang lebih tinggi (OBrien & Williams, 2008). Prevalensi dan beratnya
nutrisi pada sirosis hepatis adalah tergantung pada etiologinya. Malnutrisi
meningkat 20% pada pasien sirosis hepatis Child Pugh A, sampai lebih dari 60%
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
22
pada pasien sirosis hepatis Child Pugh C (Plauth, Cabre, Riggio, Camilo, Pirlich,
& Kondrup, 2006).
Parameter yang dapat digunakan untuk mengukur status nutrisi pasien sirosis
hepatis adalah melalui pemeriksaan antropometri, yaitu triceps skinfold (TSF) dan
mid-arm muscle circumference (MAMC), nilai albumin, dan prealbumin
(transthyretin). MAMC dihitung dengan rumus = mild upper arm circumference
(MUAC)[3,14TSF(cm)]. Pasien dengan sirosis hepatis dinyatakan malnutrisi bila
TSF dan/atau MAMC di bawah persentil 5 (malnutrisi berat) atau antara persentil
5,115 (malnutrisi ringan), indeks massa tubuh (IMT) < 20 kg/m2, dan/atau ada
kehilangan berat badan 5-10% dalam 3-6 bulan terakhir (National Health and
Nutrition Examinations Survey I & II, dalam Tenda, 2012)
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
24
Pada penelitian terhadap 24 pasien sirosis hepatis yang terdiri dari 12 kelompok
perlakuan dan 12 kelompok kontrol, kemudian dilakukan Uji Independent t-test
didapatkan kadar albumin secara umum rata-rata meningkat pada pasien sirosis
hepatis yang diberi suplemen AARC (p<0,001, =0,05). Penelitian ini dilakukan
selama 3 bulan dan diperoleh hasil adanya pengaruh penambahan suplemen
AARC terhadap kadar albumin (Widiastuti & Yuliati, 2005). Hal ini didukung
juga oleh penelitian yang dilakukan Muto et al. (2005) yang memperoleh
kesimpulan bahwa pemberian suplemen AARC dapat meningkatkan nilai albumin
dan kualitas hidup penderita sirosis (p berturut-turut 0,018; 0,003; =0,05).
Salah satu jenis makanan yang kaya akan kandungan AARC adalah putih telur.
Putih telur merupakan komponen terbesar yang menyusun sekitar 58% dari
sebuah telur, dibandingkan dengan kuning telur yang hanya 31% saja. Komponen
putih telur terdiri dari 87% air, 12% protein, dan 0,3% lemak. Kuning telur
memiliki komponen protein yang lebih tinggi, yaitu 17%, tetapi jumlah lemak
jauh lebih besar, yaitu 33,2%. Hal ini menyebabkan putih telur lebih
direkomendasikan sebagai sumber protein. Putih telur juga kaya akan asam amino
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
25
esensial, seperti leusin, isoleusin, dan valin. Ketiganya tersebut merupakan asam
amino rantai cabang (MAFF Publication, 2010).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KASUS KELOLAAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Klien bernama Tn. L, 41 tahun, nomor rekam medis 3929424, beragama
Islam, tinggal di Cakung (Jakarta Timur), bekerja sebagai tukang amplas
kayu dan tukang ojek, dan berperan sebagai ayah dari dua orang anak dan
suami dari seorang istri. Biaya pengobatan ditanggung penuh oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Istri pasien mengatakan Tn. L sebelumnya tidak pernah dirawat di RS, hanya
berobat jalan saja. Pada Pebruari 2014, Tn.L sempat mengalami mual hebat,
kemudian berobat ke salah satu RS dan dilakukan pemeriksaan laboratorium,
hasilnya adalah nilai SGOT dan SGPT mengalami peningkatan. Tn. L hanya
diberikan obat (nama obat lupa). Dua minggu kemudian, Tn.L kontrol
kembali dan dilakukan pemeriksaan laboratorium, hasil SGOT dan SGPT
masih tinggi dan dikatakan menderita hepatitis. Tn.L kemudian diberikan
26 Universitas Indonesia
obat kembali (salah satu obat yang diingat adalah lesichol) dan dianjurkan
untuk rawat jalan saja (tidak dilakukan pemeriksaan USG abdomen saat itu).
Pada saat itu, badan pasien tidak menguning, perut tidak membesar, kaki
tidak bengkak, tetapi terjadi penurunan berat badan yang ekstrim (kurang
lebih 20 kg dalam 3 bulan).
Pada 26 Mei 2014 dilakukan pengkajian pada Tn. L dan dengan hasil sebagai
berikut. Pasien mengatakan tidak ada keluhan mual, muntah, ataupun nafsu
makan menurun, hanya saja porsi makan yang dihabiskan hanya porsi
karena pasien khawatir perut terasa begah. Pasien mengatakan sesak napas
tidak ada, batuk dan demam juga tidak ada. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan: pada bagian kepala didapatkan kepala normosefal, kulit kepala
bersih, mata simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda, telinga bersih,
tidak ada epistaksis ataupun perdarahan gusi. Pada bagian leher tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening ataupun pembesaran kelenjar
tiroid. Pada area dada didapatkan pergerakan dada simetris, suara napas
vesikular, terdengar ronchi halus pada kedua apikal paru, bunyi jantung S1
dan S2 normal, tidak ada gallop ataupun murmur. Pada pemeriksaan
abdomen, diperoleh auskultasi bising usus aktif di empat kuadran, 10/menit,
perut tampak buncit dan besar, spider nevi tidak ada, tampak hematom ukuran
55cm di daerah umbilikus, hasil perkusi didapatkan shifting dullness positif,
pada palpasi tidak ada nyeri tekan ataupun nyeri lepas. Pada ekstremitas
didapatkan kekuatan otot sama kuat, bernilai 5 pada semua sisi, tidak ada
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
28
edema tungkai bilateral. Hasil pengkajian lengkap dapat dilihat pada lampiran
5.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
30
tidak tampak dilatasi patologis maupun penebalan dinding, aorta baik, tak
tampak dilatasi, kelenjar limfe paraaorta berdiameter 0,75cm. Tulang-tulang
tak tampak destruksi.
Kesimpulan: sesuai gambaran hepatocelular carcinoma multinodular dengan
gambaran trombus vena porta, asites, multipel nodul kedua paru sugestif
malignasi, multipel kista ginjal kiri, dan limfadenopati paraaorta.
f. Pungsi asites kembali 3 Juni 2014, cairan asites berupa serous berwarna
kuning jernih sebanyak 700cc.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
33
Data Subjektif:
Kelebihan volume Gangguan
Perut terasa begah dan membesar, tetapi napas
cairan mekanisme
tidak sesak.
regulasi
Data Objektif:
(penurunan
Tampak asites, shifting dullness (+)
protein plasma)
Terdengar ronchi halus pada apikal kedua
lapang paru
Hasil laboratorium 26 Mei 2014: albumin 2,5
gr/dl
Hasil USG abdomen 22 Mei 2014: sirosis
hepatis dengan asites, hepatosplenomegali
dengan hipertensi porta
Lingkar perut: batas atas 99 cm, tengah 98 cm,
bawah 96 cm
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. L sesuai dengan proritas adalah
sebagai berikut:
Risiko cedera berhubungan dengan hipertensi porta, perubahan mekanisme
pembekuan darah, dan gangguan proses detoksifikasi.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
35
Kaji status kognitif: tentukan orientasi pasien terhadap waktu, tempat, dan
orang; observasi adanya gelisah dan tingkat kesadaran pasien, dan kaji
kesadaran pasien terhadap alasan untuk menjalani perawatan di RS dan
perawatan selanjutnya di rumah.
Kolaborasi: cek adanya darah samar dalam feses (feses benzidine), beri
vitamin K injeksi 310 mg, lapor ke dokter bila terjadi perubahan status
kognitif/neurologi (bicara kacau, gelisah, cenderung tidur, flapping
tremor), cek kadar amonia, beri lactulax 315 cc po, beri cefotaxime
31gr iv, beri propanolol 210 mg po, dan cek hemostase.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
37
muntah darah, BAB lancar setiap hari berwarna kuning, dan tidak ada gusi
berdarah.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
38
kelebihan volume cairan teratasi dan pasien direncanakan untuk pulang. Cara
perawatan di rumah sudah dijelaskan pada pasien dan istrinya, istri tampak
sudah mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan
munculnya penyakit sirosis hepatis adalah konsumsi/penyalahgunaan alkohol
dalam jangka waktu yang lama. Masalah alkohol telah menjadi isu masyarakat di
beberapa daerah di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
menunjukkan prevalensi peminum alkohol pada 13 dari 33 propinsi. Prevalensi
tertinggi ada pada laki-laki, dengan prevalensi di perkotaan mulai dari 13,4% di
Sulawesi Tenggara hingga 31,5% di Sulawesi Utara. Frekuensi minum alkohol
yang didapatkan adalah 11,7% hampir tiap hari, 24,4% hampir tiap minggu, dan
35,8% hampir tiap bulan. Prevalensi ini dapat dikatakan relatif tinggi. Strategi
penanggulangan jangka panjang haruslah melibatkan masyarakat, keluarga, dan
sektor pemerintah dan pendidikan (Suhardi, 2011). Hal ini juga didukung oleh
hasil penelitian yang dilakukan kepada 20 orang pasien sirosis hepatis di RSUP.
DR. M. Djamil Padang yang mendapatkan 55% pasien yang menderita sirosis
hepatis adalah laki-laki dan 20% dari penderita sirosis hepatis adalah
pengkonsumsi alkohol (Oktaviani, 2012).
Sementara itu, keadaan dan perilaku yang berisiko tinggi terhadap hepatitis B
ataupun C adalah anak yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B/C, pasangan
penderita hepatitis B/C, orang yang sering berganti pasangan sex, man sex man
39 Universitas Indonesia
(MSM), injection drug user (IDUs), kontak serumah dengan penderita, penderita
hemodialisis, pengguna jarum suntik tidak steril (tato, tindik), pernah
mendapatkan transfusi darah, dan pekerja kesehatan/petugas laboratorium
(Muljono et al., 2012).
Beberapa pola hidup Tn. L yang meningkatkan risiko terjadinya sirosis hepatis
adalah adanya tato permanen pada area deltoid dekstra pasien ukuran 35 cm
yang dibuat saat pasien masih berusia 25 tahun. Klien juga seorang pekerja keras,
pagi dan siang hari pasien bekerja sebagai tukang amplas kayu, sedangkan malam
hari sebagai tukang ojek sehingga waktu tidur malam hanya beberapa jam saja
dan tidak menentu. Pasien menyangkal sebagai pengkonsumsi alkohol, pengguna
obat-obat terlarang melalui suntikan, pengkonsumsi jamu/obat-obatan (seperti
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
41
obat penghilang rasa nyeri), ataupun berperilaku seks bebas. Pasien juga
mengatakan tidak ada keluarganya yang menderita penyakit seperti pasien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan nilai HBsAg yang
tinggi/reaktif, yaitu 11170,00 (nilai normal adalah <1,0), sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita sirosis hepatis akibat terinfeksi virus
hepatitis B.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
42
terjadi pada individu yang sedang tidur nyenyak pada rentang jam 11 malam
hingga 1 pagi. Hal inilah yang dapat memperberat kerja hati. Salah satu faktor
risisko yang mungkin menyebabkan Tn. L terinfeksi virus hepatitis B adalah dari
pembuatan tato permanen saat usia 25 tahun. Pembuatan tato dengan jarum tidak
steril yang dipakai bersama-sama dengan orang lain merupakan salah satu cara
penularan hepatitis B. Pasien dan istri pasien menyangkal terhadap perilaku-
perilaku lain yang berisiko untuk mengalami hepatitis B, seperti riwayat mendapat
transfusi, hubungan seks bebas, tinggal dengan penderita hepatitis, memiliki
riwayat keluarga yang mengalami hepatitis, ataupun pengguna obat-obat terlarang
melalui suntikan.
Tanda dan gejala sirosis hepatis yang ditemukan pada Tn. L adalah porsi makan
yang hanya dihabiskan porsi karena takut perut terasa begah, penurunan berat
badan yang sangat signifikan (20 kg dalam 3 bulan), asites, shifting dullness
positif, ronchi halus pada kedua apikal lapang paru, dan adanya hematoma pada
area umbilikus ukuran 55 cm yang menurut pasien tidak diketahui penyebabnya.
Mual hebat dialami Tn. L saat 3 bulan yang lalu, saat ini keluhan mual, muntah,
dan nyeri abdomen tidak dialami pasien. Tn. L juga mengatakan sebelum masuk
RS pernah BAB 1 kali di rumah dan berwarna hitam.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
43
Keluhan perut terasa begah terjadi karena pada pasien sirosis hepatis terjadi
pelepasan mediator inflamasi (tumor necrosing factor) akibat kerusakan sel
hepatosit yang mempunyai hubungan dengan keluhan anoreksia, dan juga
menyebabkan terjadinya perubahan interpretasi pada sentral rasa kenyang
sehingga perut cepat terasa penuh (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, & Savopoulos,
2008). Sementara itu, penurunan berat badan yang terjadi pada Tn. L sangatlah
signifikan. Hal ini disebabkan oleh proses glukoneogenesis sebagai upaya tubuh
untuk mendapatkan energi, yakni dengan membentuk glukosa dari asam-asam
amino, dan prekursor dari proses ini adalah degradasi protein otot. Akibatnya
terjadilah muscle wasting bila protein otot yang didegradasi sebagai sumber energi
lebih dari 20% (Titus, 2003). Kondisi inilah yang memunculkan masalah nutrisi
pada Tn.L.
Asites merupakan salah satu komplikasi yang paling umum terjadi pada pasien
sirosis hepatis dan menandakan adanya prognosis yang buruk. Asites terjadi pada
hampir 50% pasien sirosis yang telah terdiagnosa penyakit tersebut selama 10
tahun, angka kemungkinan hidup adalah selama 2 tahun. Adanya asites
menunjukkan dekompensasi hati (Wong & Yeung, 2002). Asites terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotik
koloid. Peningkatan tekanan hidrostatik merupakan bentuk kompensasi tubuh
terhadap meningkatnya tekanan vena cava inferior akibat hipertensi porta,
sehingga darah balik vena dari perifer menuju ventrikel kanan terhalangi,
akibatnya terjadi stasis darah pada vena dan kapiler yang selanjutnya mendorong
cairan masuk ke rongga peritoneum. Sementara itu, tekanan osmotik koloid
plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar tidak mengalir ke dalam
rongga peritonium. Hal ini merupakan salah satu fungsi albumin, sedangkan pada
pasien sirosis hepatis terjadi hipoalbuminemia akibat ketidakmampuan hati untuk
mensintesis albumin secara optimal (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta, 2002).
Nilai albumin pasien saat dilakukan pengkajian adalah 2,5 gr/dl. Hasil USG
abdomen menunjukkan adanya asites. Asites pada Tn.L termasuk dalam tingkat 3
(large/gross ascites) yang terlihat jelas adanya distensi abdomen dengan kasat
mata. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan shifting dullness positif. Tn. L
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
44
mengatakan perutnya yang membesar ini tidak membuat napasnya sesak. Suara
napas ronchi halus terdengar pada kedua apikal lapang paru. Pada teori tidak
dijelaskan hal tersebut, tetapi ini terjadi pada pasien. Hal ini juga dapat terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik yang
terjadi pada paru-paru.
Tn. L mengatakan kebiruan (hematom) pada perutnya muncul begitu saja, tidak
ada riwayat terbentur atau bekas suntikan. Perdarahan pada sirosis hepatis terjadi
karena penurunan produksi trombin dan penurunan kemampuan hati mensintesis
zat-zat yang diperlukan untuk pembekuan darah (Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini
dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium 24 Mei 2014: PT 15,8 (1,3 kali
kontrol), APTT 41,3 (1,2 kali kontrol), yang menunjukkan memanjangnya waktu
hemostase.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
45
dalam serum dikarenakan kesadaran pasien compos mentis dan BAB lancar 2-
3/hari.
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami pasien dan didukung oleh beberapa
pemeriksaan diagnostik, maka muncul tiga masalah keperawatan pada Tn. L, yaitu
risiko cedera berhubungan dengan hipertensi porta, perubahan mekanisme
pembekuan darah, dan gangguan proses detoksifikasi; kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (penurunan protein plasma);
dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat. Risiko cedera penulis angkat sebagai prioritas karena masalah
itulah yang dapat mengancam nyawa pasien yang sudah didukung dengan adanya
hipertensi porta pada pasien (hasil USG abdomen menunjukkan adanya hipertensi
porta).
Secara teoritis, masalah keperawatan yang dapat muncul pada pasien sirosis
hepatis adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kelebihan
volume cairan, risiko kerusakan integritas kulit, ketidakefektifan pola napas,
risiko cedera, dan konfusi akut (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002;
NANDA, 2011). Tiga masalah keperawatan yang ada pada teori tapi tidak ada di
kasus Tn. L adalah risiko kerusakan integritas kulit, ketidakefektifan pola napas,
dan konfusi akut. Ketiga masalah tersebut tidak muncul karena tidak ditemukan
pada Tn.L.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
46
Evaluasi dari intervensi yang telah dilakukan selama 4 hari perawatan adalah
cedera tidak bertambah pada pasien, perdarahan yang lain tidak terjadi, dan
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
47
hematom yang sebelumnya sudah berkurang. Selain itu juga, tidak terjadi
perdarahan saluran cerna dan tidak terdapat tanda-tanda ensefalopati hepatikum.
Pasien pulang setelah mendapat pendidikan kesehatan dari perawat tentang cara-
cara perawatan di rumah.
Pembatasan cairan yang signifikan tidak dilakukan pada Tn.L karena tidak terjadi
hiponatremia (nilai natrium 26 Juni 2014 adalah 133 mEq/L. Pembatasan cairan
dilakukan pada pasien yang mengalami hiponatremia yang mengakibatkan
hemodilusi (Wong, 2011). Sampai saat ini belum ada ketentuan atau penelitian
yang membahas tentang penghitungan kebutuhan cairan pada pasien sirosis
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
48
hepatis, mungkin dikarenakan hasil akan bias karena adanya asites/edema pada
pasien. Selain itu, ketentuan untuk seberapa besar jumlah pembatasan cairan pun
masih belum ada. Di satu sisi pasien mendapat terapi diuretik (furosemid dan
spironolactone) untuk mengatasi asitesnya, tetapi di sisi lain pasien butuh
pembatasan cairan (bila memang terjadi hiponatremia), hal ini juga malah dapat
menyebabkan kekurangan volume cairan. Untuk mengatasi hal ini, maka penulis
menggunakan batas bawah penghitungan kebutuhan cairan orang dewasa (25-40
cc/kgBB/hari), yaitu 25 cc/kgbb/hari dengan berat badan klien dianggap 60 kg
(saat itu BB klien adalah 64,5 kg dengan kondisi asites tingkat 3), maka
kebutuhan cairan perhari adalah 1500 cc/hari.
Seiring dengan terapi diuretik, pasien selalu dimonitor TTV, berat badan, lingkar
perut, dan balance cairan setiap harinya. Melalui intervensi tersebut dapat
dievaluasi keefektifan terapi diuretik dalam mengatasi asites. Tn.L memiliki
respon terhadap pemberian diuretik tersebut, ditandai dengan penurunan berat
badan dan lingkar perut setiap harinya selama perawatan. Pasien yang tidak
berespon terhadap terapi diuretik, solusi terhadap asites yang dialaminya adalah
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
49
hanya melalui pungsi asites (Wong, 2011). Selama perawatan pasien, dilakukan 2
kali pungsi asites, yang kedua dilakukan pada 3 Juni 2014 (interval satu minggu
dari pungsi asites pertama), sebanyak 700 ml cairan asites berwarna kuning jernih
diaspirasi.
Evaluasi terhadap masalah cairan ini adalah kelebihan volume cairan teratasi,
pasien mengatakan perut tidak begah lagi, tidur pulas, tekanan darah 100/60
mmHg, nadi 88/menit kuat teratur, RR 18/menit, tidak ada edema tungkai,
tidak ada distensi vena jugularis, berat badan 62 Kg (turun 2,5 Kg dari perawatan
pertama), suara napas vesikular dan tidak terdengar ronchi pada kedua lapang
paru, tanda-tanda kekurangan cairan tidak ada (turgor elastis, mukosa bibir
lembab), ukuran lingkar perut mengalami penurunan (batas atas 96 cm, berkurang
3 cm dari awal perawatan; tengah 96 cm, berkurang 2 cm dari awal perawatan;
dan batas bawah 90 cm, berkurang 6 cm dari awal perawatan), nilai albumin 2,82
gr/dl (meningkat 0,3 gr/dl dari awal perawatan), dan balance cairan sesuai target,
yakni -260 cc/hari. Cara perawatan di rumah sudah dijelaskan pada pasien dan
istrinya, istri tampak sudah mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
50
Pada awal perawatan, porsi makan yang dihabiskan pasien hanya sebanyak
porsi, berarti asupan nutrisi yang masuk pun hanya dari target yang dibuat.
Pasien dengan sirosis hepatis sangat berisiko untuk malnutrisi dikarenakan
beberapa hal, yaitu kehilangan nafsu makan (anoreksia) karena nyeri abdomen,
mual, terasa penuh pada abdomen; gangguan pencernaan dan absorpsi nutrien;
dan meningkatnya kebutuhan energi (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, &
Savopoulos, 2008). Dengan intake nutrisi Tn. L yang seperti itu, untuk memenuhi
asupan nutrisi, khususnya protein maka klien dianjurkan untuk mengkonsumsi
putih telur 4-6 butir/hari, dengan perhitungan protein yang telah dikonsumsi
pasien di RS adalah sebesar 45 gr, maka sisa 45 gr dapat diperoleh dari 4-6 butir
telur/hari (setiap satu butir putih telur mengandung 12,8 gr protein). Selain itu,
putih telur juga kaya akan asam amino rantai cabang (AARC) yang sangat
berperan dalam mencegah malnutrisi dan mencegah terjadinya ensefalopati
hepatikum.
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Masalah lanjutan yang dapat muncul dari sirosis hepatis adalah malnutrisi dan
ensefalopati hepatikum. Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian
asam amino rantai cabang (AARC). Konsensus European Society for Clinical
Nutrition and Metabolism merekomendasikan AARC untuk terapi nutrisi pada
ensefalopati hepatikum karena terbukti memperbaiki klinis pada pasien sirosis
lanjut. Yang termasuk dalam AARC adalah leusin, isoleusin, dan valin. Ketiganya
adalah asam amino esensial yang tidak diproduksi tubuh, hanya didapat dari
makanan. AARC ini banyak terdapat pada suplemen makanan, seperti
Aminoleban. Akan tetapi, karena suplemen ini mahal, maka bahan makanan yang
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
51
mudah didapat dengan harga terjangkau yang juga kaya akan AARC adalah putih
telur (MAFF Publication, 2010).
Muscle wasting tidak bertambah parah pada pasien karena pasien sudah cukup
mengkonsumsi putih telur yang kaya kandungan protein dan AARC sesuai
kebutuhannya, sehingga persiapan massa otot untuk proses glukoneogenesis
tercukupi. Ensefalopati tidak terjadi pada Tn.L karena AARC berperan sebagai
barrier masuknya triptofan ke dalam sirkulasi serebral. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Muto et al. (2005) dan Widiastuti & Mulyati (2005).
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
52
signifikan tidak dilakukan pada Tn.L. Penulis mengambil batas terendah dari
kebutuhan cairan pada orang dewasa, yaitu 25cc/kgbb/hari, yakni 1500 cc/hari.
Pada masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, salah satu
intervensi yang dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang
pentingnya konsumsi diet tinggi protein yang kaya akan AARC. Oleh karena
suplemen tersebut harganya cukup mahal, maka bahan makanan lain yang dicari
dengan kandungan tinggi protein dan kaya AARC adalah putih telur.
Tingkat pendidikan pasien adalah SD, maka saat memulai discharge planning
dan memberi pendidikan kesehatan tentang cara perawatan di rumah, perawat
selalu melibatkan istri pasien. Leaflet disertakan saat pasien direncanakan untuk
pulang.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Salah satu penyebab sirosis hepatis adalah infeksi virus hepatitis B. Virus ini
dapat masuk ke dalam tubuh melalui penggunaan jarum yang tidak steril yang
dipakai bersama-sama orang lain. Kebiasaan bekerja di malam hari tanpa
menghiraukan kebutuhan untuk istirahat dan tidur juga merupakan salah satu
perilaku yang dapat memperberat kerja hati. Kebiasaan seperti ini banyak terjadi
di masyarakat perkotaan.
Pemberian AARC dalam bentuk putih telur pada Bp. L dapat meningkatkan nilai
albumin, mencegah malnutrisi, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatikum.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penulisan, saran yang penulis sampaikan adalah:
5.2.1 Pelayanan Keperawatan
a. Pembahasan atau diskusi kasus untuk asuhan keperawatan dalam merawat
pasien sirosis hepatis perlu diprogramkan.
b. Ronde keperawatan perlu diprogramkan, khususnya untuk membahas isu-isu
terbaru dalam merawat pasien sirosis hepatis.
c. Setiap pelayanan keperawatan, hendaknya memiliki media untuk menjelaskan
cara perawatan pasien sirosis hepatis di rumah, misalnya leaflet sehingga
pasien dan keluarga mengerti tentang cara perawatannya,serta edukasi tentang
faktor-faktor risiko terjadinya sirosis hepatis khususnya pada masyarakat
perkotaan.
53 Universitas Indonesia
5.2.2 Penelitian
Perlu dilakukan kegiatan ilmiah terkait riset intervensi untuk perawatan pasien
sirosis hepatis untuk mengembangkan evidence based practice.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, E.T. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas teori dan praktik.
Jakarta: EGC.
Bagian Gizi RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia.
(2001). Penuntun diit. (Edisi 2). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Basri. (2010). Perhatikan efek samping obat: Paracetamol meracuni hati. Dinduh
dari http://fajar.co.id/pdf/zoom/pages/pdf
DeLaune, S.C. & Ladner, P.K. (2002). Fundamental of nursing standars and
practice. (2nd edition). New York: Delmar.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (2002). Rencana asuhan
keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Fried, G.H. & Hademenos, G.J. (2006). Schaums outlines: Biologi. (Edisi 2).
Jakarta: Erlangga.
Gitnick, G. (1991). Current hepatology. (11st edition). St. Louis: Mosby Year
Book.
Hasan, I. & Indra, T.A. (2008). Peran albumin dalam penatalaksanaan sirosis hati.
Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical
Application 21 (2), 3-6
55 Universitas Indonesia
Modul Biokimia. Protein I: Komponen asam amino dan ciri struktural. Diunduh
dari http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia/bab%205.pdf
Muljono, D.H., Kandun, N., Sulaiman, A., Gani, R.A., Oswari, H., Hasan,
I.,...Rohaeni, R. (2012). Pedoman pengendalian hepatitis virus. Jakarta:
Direktorat Jendral PP & PI Kementerian Kesehatan RI.
Muto, Y., Sato, S., Watanabe, A., Moriwaki, H., Suzuki, K., Kato, A.,...Kumada,
H. (2005). Effects of oral branched-chain amini acid granules on event-
free survival in patients with liver cirrhosis. Clin Gastroenterol Hepatol 3
(7), 705-13.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
57
Plauth, M., Cabre, E., Riggio, O., Camilo, M.A., Pirlich, M., & Kondrup, J.
(2006). ESPEN guidelines on enteral nutrition: Liver disease. Clinical
Nutrition, 25, 285294. doi: 10.1016/j.cnlnu.2006.01.018
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. (Edisi 6). Jakarta: EGC.
Pringgoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A. (2002). Buku ajar patologi I (umum).
(Edisi 1). Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah:
Brunner & Suddarth. (Edisi 8). Jakarta: EGC.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2009).
Buku ajar ilmu penyakit dalam. (Edisi 5). Jakarta: Interna Publishing.
Tenda, E.D. (2012). Pengaruh pemberian kombinasi asam amino rantai cabang
dengan L-Ornitin-L-Aspartat larut malam terhadap status nutrisi dan
ensefalopati hepatikum derajat rendah pada pasien sirosis hati: Studi acak
tersamar tunggal. Tesis. UI.
Tsiaousi, E.T., Hatzitolios, A.I., Trygonis, S.K., & Savopoulos, C.G. (2008).
Malnutrition in end stage liver disease: Recommendations and nutritional
support. J Gastroenterol Hepatol 23 (4), 527-533.
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
58
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2011). Buku diagnosis keperawatan: Diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. (Edisi 9). Jakarta: EGC.
Wong, F.S. & Yeung, E. (2002). The management of cirrhotic ascites. Medscape
General Medicine, 4 (4). Diunduh dari
http://www.medscape.com/viewarticle/442364
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
Penghentian konsumsi alkohol Liver insult, alcohol ingestion, Transplantasi hati Lampiran 1
hepatitis virus, paparan toksin
Nekrosis hati
Peningkatan kerja hormon Palmar eritema, spider angiomas, kehilangan rambut, atrofi
androgen dan estrogen testis, ginecomastia, perubahan siklus haid.
Hipoglikemia
Malnutrisi
Vitamin, nutrisi
Absorpsi
Kecenderungan untuk
vitamin. K
perdarahan
Bleeding precautions
Penurunan bilirubin ke
saluran cerna & peningkatan feses berwarna abu-abu,
urobilinogen urin berwarna gelap
Edema
Hemoroid Bleeding
Portacaval Splenomegali
shunt Varises superfisial pada
abdomen
Tanda&gejala =
Tidak mampu memetabolisme Ensefalopati hepatikum
Liver failure Koma hepatikum
amonia menjadi ureum
Kortikosteroid
Kematian
Asterixis (flapping Asidosis
tremor) respiratori
Concept Map Sirosis Hepatis (Memodifikasi dari Black & Hawks, 2009; Plauth, Cabre, Riggio, Camilo, Pirlich, & Kondrup, 2006)
Sucralfat 4x15cc po
Pola Hidup: Kurang istirahat Hepatitis Virus B (tato) OMZ 2x40mg iv
Nekrosis hati
Pungsi asites
Ligasi varises
Bleeding (melena)
Ensefalopati hepatikum
Liver failure Tidak mampu memetabolisme
amoniak menjadi ureum
Cefotaxime 3x1gr iv
Kimia Darah:
SGPT < 33 u/L 24 21
SGOT <27 u/L 98 79
Bil total <1,00 mg/dl 1,09 1,04
Bil direct ,0,2 mg/dl 0,95 0,84
Bil indirect 0,1-0,7 mg/dl 0,14 0,20
Fosfatase alkali <98 u/L 200
Kolinesterase 5020-11290 u/L 2503
Gamma GT <61 u/L 435
Albumin 3,5-5,4 gr/dl 2,46 2,5 2,74 2,82 2,82
Ureum <50 mg/dl 36 24
Kreatinin 0,6-1,2 mg/dl 0,90 0,90
eGFR 68-102 ml/mnt/1,73m2 108,7 108,7
Natrium 133-147 mEq/L 135 131
Kalium 3,3-5,4 mEq/L 3,51 4,24
Klorida 94-111 mEq/L 95,6 93,6
CEA 0,0-4,6 ng/ml 1,71
AFP 5,8 IU/ml 239,2
Cyfra 21-1 3,3 ng/ml 2,1
HBsAg <0,1 (nonreaktif) 11170
Anti HCV <0,9 (nonreaktif) 0,40 133
GDS < 140 mg/dl 149 3,21
d-Dimer 0-300 g/l 5200 91,2
Fibrinogen 136-384 mg/dl 423,2
Analisa Gas
Darah:
pH 7,35-7,45 7,478
pCO2 35-45 mmHg 29,4
Kesan: tampak multipel nodul berbagai ukuran tersebar di kedua lapangan paru
disertai dengan infiltrat di sekitarnya, suspek lesi metastasis paru (primer?)
1. Informasi Umum
Nama: Tn. L, 41 tahun, MR 3929424, lahir 7 Juli 1973, suku bangsa Betawi,
masuk ruang perawatan 23 Mei 2014 dari IGD (masuk IGD 19 Mei 2014, 3
hari di boarding room, mulai 21 sampai 22 Mei 2014). Sumber informasi:
pasien, istri pasien, dan status pasien.
2. Aktivitas/Istirahat
Pekerjaan pasien adalah sebagai mandor tukang amplas dan tukang ojek. Tidur
malamnya hanya sedikit saja, kurang lebih 3 jam karena pasien mengojek pada
malam hari, tidur siang jarang sekali. Pasien mengatakan tidak ada keluhan
sesak saat tidur karena perutnya yang membesar itu. Klien mengatakan sejak
sakit ini tidak ada perubahan pada pola tidur (dalam arti tidur siang berlebih
sedangkan malam tidak bisa tidur). Pasien juga mengatakan tidak pernah
menggunakan obat-obat tidur.
3. Sirkulasi
Bp. L mengatakan tidak ada keluhan atau riwayat hipertensi ataupun masalah
jantung. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 112 /menit kuat teratur, suhu
360C, dan frekuensi pernapasan 18 /menit. Palpasi nadi perifer kuat, bunyi
4. Integritas Ego
Faktor stres Bp. L adalah perawatannya saat ini merupakan pengalaman
pertama pasien dirawat di RS, anak-anaknya masih kecil (berusia 6 dan 8
tahun), saat ini yang banyak mengurus anak-anak adalah istri atau mertuanya.
Bp.L ingin cepat pulih sehingga dapat membantu istri untuk mengurus anak-
anaknya.
Biaya pengobatan Bp. L ditanggung oleh BPJS. Istri pasien mengatakan karena
pasien sudah tidak bekerja lagi, maka ekonomi keluarganya saat ini dibantu
oleh keluarganya. Pada dasarnya, pasien dapat meminta bantuan dari bosnya,
tetapi pasien tidak mau.
Pasien bersuku Betawi, tidak ada faktor budaya pasien yang bertentangan
dengan kesehatan. Pasien beragama Islam, tampak menjalani sholat selama
perawatan di RS. Pasien terlihat tenang menjalani pengobatan dan
perawatannya, dan mengatakan segala macam penyakit yang diberi Tuhan pasti
ada jalan untuk mengobatinya. Pasien kooperatif dalam setiap tindakan
perawatan yang diberikan kepadanya, terlihat lebih tenang dan nyaman bila
istri berada di sampingnya.
5. Eliminasi
Sebelum masuk RS, pasien mengatakan pernah BAB cair berwarna hitam 1
kali (riwayat konsumsi tablet zat besi/obat penambah darah/jamu-jamuan tidak
ada). Saat di RS, BAB 1-2/hari, warna kuning, dan konsistensi padat lunak.
Sebelum masuk RS, pasien mengatakan warna urin seperti teh dan pekat,
jumlahnya seperti biasa (pasien tidak tahu jumlah tepatnya), keluhan nyeri saat
BAK tidak ada. Saat di RS, istri pasien mengatakan jumlah urin dalam sehari
1L/hari. Urin tampak kuning pekat (pasien mendapat terapi lasix 240mg iv).
Istri pasien mengatakan berat badan (BB) pasien mengalami penurunan drastis,
yaitu 20 kg sejak Pebruari 2014. Empat bulan yang lalu, pasien mengalami
mual yang hebat dan disertai muntah, kemudian berobat jalan ke salah satu RS,
dan dikatakan nilai SGPT dan SGOT mengalami kenaikan. Pasien hanya diberi
obat saja (yang diingat hanya obat lesichol). Dua minggu kemudian pasien
kontrol kembali untuk cek laboratorium dan ternyata nilai SGPT dan SGOT
Berat badan saat ini adalah 64,5kg, LILA 25cm, tinggi badan 155cm, dan
bangun tubuh mesomorf. Kondisi mulut pasien bersih, mukosa bibir agak
kering, turgor kulit elastis, dan lidah bersih.
7. Higien
Kegiatan untuk memenuhi kebutuhan kebersihan dirinya dapat dilakukan
secara mandiri oleh pasien. Pasien tampak bersih, pakaian dan penampilan rapi
dan sesuai, tidak tercium bau mulut ataupun bau badan.
8. Neurosensori
Tingkat kesadaran pasien compos mentis dan bicara koheren. Keluhan sakit
kepala ataupun kesemutan pada ekstremitas tidak ada. Penglihatan dan
pendengaran jelas tanpa menggunakan alat bantu. Penciuman tidak ada
masalah dan tidak tampak epistaksis.
Status mental sadar, terorientasi penuh terhadap waktu, tempat, dan orang.
Memori jelas dan utuh, perhatian terhadap penjelasan perawat, genggaman
tangan kuat pada keduanya, dan tidak ada flapping tremor.
9. Nyeri/Ketidaknyamanan
Sebelum masuk RS, pasien mengeluh nyeri pada perutnya, tapi masih dapat
ditoleransi, skala 2-3 (dengan Wong Baker Scale), yang dilakukan pasien bila
nyeri adalah tiduran dengan posisi miring kanan atau kiri. Pasien mengatakan
nyeri seperti ditusuk-tusuk dan diremas, muncul tiba-tiba saja, dan lamanya 5-
10 menit. Saat pengkajian, pasien tampak rileks, mobilisasi aktif, dan pasien
mengatakan tidak ada keluhan nyeri perut.
11. Keamanan
Pasien mempunyai alergi dengan obat penisilin (respon: merah-merah pada
seluruh badan), riwayat transfusi tidak ada, tampak tato permanen di deltoid
kanan ukuran 35cm (tato dibuat saat pasien berusia 25 tahun), riwayat
konsumsi alkohol tidak ada, riwayat konsumsi jamu-jamuan tidak ada,
riwayat konsumsi obat-obat warung, seperti obat penghilang rasa nyeri tidak
ada, dan hubungan seks bebas juga tidak ada.
Masalah artritis/fraktur tidak ada pada pasien, tidak ada penggunaan alat
bantu untuk ambulasi. Apabila ingin berjalan, pasien didampingi istrinya
untuk memegangi tiang infus atau melindungi pasien. Kekuatan ekstremitas
sama kuat pada semua sisi, tonus otot keras, rentang gerak sempurna, dan
cara berjalan normal.
13. Penyuluhan/Pembelajaran
Bahasa yang digunakan pasien dan keluarga adalah Bahasa Indonesia, tingkat
pendidikan akhir pasien adalah SD. Pasien mampu membaca. Pasien dan istri
belum mengerti tentang penyakitnya. Pasien dan keluarga perlu diedukasi
terkait penyakitnya, khususnya cara pencegahan penularan dan cara
2 Kelebihan volume cairan Tujuan: 1. Monitoring TTV (TD dan nadi) dan Peningkatan TD berhubungan dengan kelebihan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan jugularis vena pressure (JVP). volume cairan. Distensi vena jugularis eksterna
gangguan mekanisme keperawatan diharapkan dan vena abdominal berhubungan dengan
regulasi (penurunan protein volume cairan adekuat, kongesti vaskular.
plasma) Kriteria hasil: 2. Monitor adanya kemungkinan edema Hipoalbuminemia menyebabkan perpindahan
Target balance cairan - cairan ke jaringan.
500 sampai -1000cc/hari 3. Auskultasi paru, catat adanya bunyi Peningkatan kongesti pulmonal dapat
Ukuran lingkar perut tetap tambahan (misalnya ronchi) dan catat mengakibatkan konsolidasi, gangguan
atau berkurang setiap RR. pertukaran gas, bahkan edema paru. RR
harinya meningkat sebagai kompensasi tubuh terhadap
Edema tidak ada asites untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
TTV dalam rentang 4. Ukur lingkar perut dan berat badan Asites diakibatkan oleh kehilangan protein
normal ( TD 100/60- setiap hari. plasma ke area peritoneal dan untuk
140/90 mmHg, nadi 60- mengevaluasi keberhasilan terapi yang
S:
28-5-2014 Ketidakseimbangan Menanyakan dan memonitor porsi makan yang Mual dan muntah tidak ada, nafsu makan baik, makan pagi habis 1
Jam 08-14 nutrisi kurang dari dihabiskan pasien
porsi, perut terasa nyaman, dab BAB lancar setiap hari.
kebutuhan tubuh Memberi terapi sucralfate 10cc
Makan putih telur kemarin 4 butir
berhubungan Mengevaluasi jumlah putih telur yang sudah O:
dengan intake dikonsumsi pasien.
inadekuat. Pasien menghabiskan 1 porsi makan siangnya
Memotivasi pasien untuk oral higiene sebelum
Susu hepatosol 100cc jam 10 diminum habis
makan
Pasien tidak menunjukkan ekspresi mual ataupun muntah
Sucralfate 10cc sudah diminum pasien
Pasien tampak lebih segar dan bergairah
A:
Nutrisi mulai adekuat, DH IV 2100 kalori terpenuhi
30/31-5-2014 Risiko cedera b.d Mengkaji orientasi pasien terhadap waktu, tempat, S:
Jam 20-08 hipertensi porta, dan orang BAB lancar, warna kuning, bentuk padat dan lunak; tidak ada muntah
perubahan Memonitor adanya bicara kacau, gelisah, dan darah ataupun gusi berdarah; kebiruan pada perut sudah berkurang;
mekanisme flapping tremor dan semalam tidur pulas.
pembekuan darah, Memonitor adanya tanda-tanda hemoragik, O:
gangguan proses menanyakan pada pasien dan keluarga adanya Kesadaran compos mentis; bicara koheren; orientasi tepat terhadap
detoksifikasi muntah darah, gusi berdarah, ataupun BAB waktu, tempat, dan orang; dan tidak ada flapping tremor.
berwarna hitam Hematom pada umbilikus sudah agak berkurang.
Memberi pendidikan kesehatan tentang sirosis Pasien dan istri tampak kooperatif dan antusias saat diberi
hepatis dan cara perawatannya di rumah. pendidikan kesehatan, dan mengajukan beberapa pertanyaan untuk
Mengganti akses iv line dengan menggunakan perawatan di rumah.
kateter intravena ukuran 22 hematemesis, melena, ataupun gusi berdarah tidak terjadi pada
Menginformasikan pasien dan keluarga tentang pasien.
cara pencegahan trauma: menghindari benturan, A:
tidak mengorek hidung dengan paksa, dan gosok Cedera tidak terjadi (perdarahan saluran cerna tidak ada, tanda-tanda
gigi dengan bulu yang halus/lembut. ensefalopati hepatikum tidak ada, dan perluasan/penambahan
Menanyakan pasien apakah obat propranolol dan hematom tidak ada).
lactulax sudah diminum pagi tadi Discharge planning sudah dijalankan
Memberi terapi: vitamin K 10mg iv, cefotaxime P:
1gr iv, dan lactulax 15cc p.o Tetap evaluasi manifestasi hemoragik dan kemungkinan perdarahan
lainnya.
Tetap perhatikan status neurologi pasien dan libatkan keluarga
dalam pemantauannya.
Lanjutkan kolaborasi pemberian terapi: vitamin K 310mg iv,
lactulax 315 cc po, cefotaxime 31gr iv, dan propranolol 210mg
po
Masih menunggu hasil CT scan abdomen
3/4-6-2014 Risiko cedera b.d Mengevaluasi hematom pada area umbilikus, area S:
Jam 20-08 hipertensi porta, insersi post pungsi asites 26-5-2014, dan area post Kebiruan pada perut sudah jauh berkurang; BAB lancar setiap hari
perubahan pungsi kemarin pagi. berwarna kuning, bentuk padat dan lunak; tidak ada muntah darah
mekanisme Mengkaji orientasi pasien terhadap waktu, tempat, ataupun gusi berdarah; dan semalam tidur pulas.
pembekuan darah, dan orang O:
gangguan proses Memonitor adanya bicara kacau, gelisah, dan Kesadaran compos mentis; bicara koheren; orientasi tepat terhadap
detoksifikasi flapping tremor waktu, tempat, dan orang; dan tidak ada flapping tremor.
Memonitor kemungkinan perdarahan lainnya dan Hematom pada umbilikus di area insersi post pungsi pertama 26-5-
menanyakannya pada pasien dan keluarga 2014 sudah jauh berkurang.
Mengevaluasi ulang pengetahuan keluarga tentang Pasien post pungsi asites 700 cc kemarin pagi, cairan serous kuning
cara perawatan pasien di rumah jernih, dan tidak ada hematom pada area insersi.
Mengevaluasi hasil CT scan abdomen 29-5-2014 Pasien dan istri mampu menyebutkan kembali cara perawatan di
Memonitor cek laboratorium (hemostase) rumah nanti
Menginformasikan kembali tanda-tanda pasien bila Hematemesis, melena, ataupun gusi berdarah tidak terjadi pada
harus segera dibawa ke RS. pasien.
Hasil lab 2-06-2014: PT 1,1 kali kontrol dan APTT 1,0 kali kontrol
Hasil CT scan abdomen: Hepatocelular carcinoma (HCC)
A:
Cedera tidak terjadi (perdarahan saluran cerna tidak ada, tanda-tanda
ensefalopati hepatikum tidak ada, hematoma dalam perbaikan).
Discharge planning optimal
P:
Renpra stop
Pasien pulang, rencana kontrol ke Poli Gastro & Hepatologi pada 9-
6-2014
Informasikan pasien tentang penyakitnya secara bertahap.
Disusun oleh:
PROGRAM PROFESI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2013/2014
EVALUASI
Klien dan keluarga mampu:
1. Menyebutkan pengertian dari sirosis hepatis
2. Menyebutkan penyebab sirosis hepatis dan kemungkinan penyebab pada klien
PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dg pengecilan hati dan kegagalan
hati melaksanakan fungsinya.
PENYEBAB
1. Suka meminum alkohol
2. Virus hepatitis (A/B/C)
Tanda dan gejala terjangkit virus hepatitis B baru muncul setelah 1-6 bulan virus masuk ke
dalam tubuh, berupa tidak nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut, pegal-pegal, lemas,
tidak enak badan, dan demam.
Virus hepatitis B ditularkan melalui darah, air liur, cairan sperma, atau cairan vagina.
Penularannya melalui hubungan seksual, mukosa/luka pada kulit, pengunaan jarum suntik
bersama-sama, dan transfusi darah
3. Sumbatan pada saluran empedu yang berkepanjangan
2. Demam
AKIBAT LANJUT
1. Kanker hati
Referensi:
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical nursing clinical management for
positive outcomes eight edition. Philadelphia: WB Saunders Company.
OBrien,A. & Williams, R. (2008). Nutrition in end-stage liver disease: Principles and
practice. Gastroenterology 2008 (134), 1729-1740. doi:
10.1053/j.gastro.2008.02.001
Smeltzer, S.C.& Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC.
Suyono. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
PERAWATAN PASIEN
1. Pastikan seluruh anggota Perhatian..!!!Bila terjadi: SIROSIS HEPATIS DI
keluarga yang kontak dg
BAB berdarah, muntah RUMAH
pasien diperiksa darah, pasien pucat.
darahnya terhadap Penurunan kesadaran:
kemungkinan hepatitis B, pasien gelisah, bicara
untuk mendapatkan vaksin kacau dan tidak nyambung,
tremor/gemetaran pada
ataupun pengobatan
tangan, cenderung tidur,
2. Untuk pasangan suami dan sulit untuk
istri: pantang senggama dibangunkan.
(hubungan suami istri)
atau gunakan kondom bila
melakukan hubungan suami
istri
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
CARA PERAWATAN DI RUMAH
PENGERTIAN
TANDA & GEJALA Istirahat yg cukup
Sirosis hepatis adalah penyakit hati
Tidak mengkonsumsi alkohol atau mi-
kronis yang ditandai dg pengecilan hati
Nyeri perut num obat warung dg sembarangan
dan kegagalan hati melaksanakan
Makan porsi kecil tapi sering, ting-
fungsinya. Demam
katkan asupan protein (banyak ter-
PENYEBAB Mual & Muntah dapat dlm putih telur, 4-6 butir/
hari)
Suka meminum alkohol Tidak nafsu makan
Tingkatkan daya tahan tubuh dg minum
Virus hepatitis (A/B/C)
Mata dan badan menguning suplemen & vitamin untuk kesembuhan
Tanda dan gejala terjangkit virus
sel-sel hati.
hepatitis B baru muncul setelah 1-6 Warna urin gelap
Cegah perdarahan/kerusakan kulit dg:
bulan virus masuk ke dalam tubuh,
Warna feses abu-abu hindari benturan, gosok gigi dg si-
berupa tidak nafsu makan, mual,
kat gigi yg halus, gosok kulit dg
muntah, nyeri perut, pegal-pegal, Perut membesar dan kaki bengkak
halus & pakai lotion, serta minum
lemas, tidak enak badan, dan
AKIBAT LANJUT obat sesuai anjuran dokter
demam.
(Propanolol)
Virus hepatitis B ditularkan melalui
Kanker hati Cegah bengak atau perut membesar dg:
darah, air liur, cairan sperma, atau
minum air paling bnyk 1L/hari, minum
cairan vagina. Penularannya melalui Perdarahan: feses berwarna hitam,
obat sesuai anjuran dokter (Lasix &
hubungan seksual, mukosa/luka pa- muntah darah,
Spironolaktone).
da kulit, pengunaan jarum suntik
Penurunan kesadaran: gelisah, Minum obat pelindung lambung sesuai
bersama-sama, dan transfusi darah.
bicara kacau, tremor, dan cender- anjuran dokter (Inpepsa) untuk men-
Sumbatan pada saluran empedu yg
ung tidur gurangi mual dan cegah perdarahan
berkepanjangan
saluran cerna
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
Pastikan BAB setiap hari, hindari
Lampiran 10
Riwayat Pendidikan
19921998 : SDN Sukamaju Baru I, Depok
19982001 : SMP Maria, Depok
20012004 : SMAN 4 Depok, Depok
20042007 : Akademi Keperawatan Pasar Rebo, Jakarta
20112013 : Program Sarjana FIK UI, Depok
20132014 : Program Profesi Ners FIK UI, Depok
Riwayat Pekerjaan
2007sekarang : Perawat Rumah Sakit Medistra Jakarta