You are on page 1of 109

UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS


DALAM KONTEKS KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN DI RSUPN DR. CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ELIDA RIRIS
1106129676

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS


DALAM KONTEKS KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN DI RSUPN DR. CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Keperawatan

ELIDA RIRIS
1106129676

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


HAI"AII.IAN PERIVYATAAIT ORrSNNr,rrES

Karya ilmieh rkhir ini rdelah hesil karya saya sendirio

dan semua sumber baikyang dikutip msupun dirujuk


a

telah saya nyataken dengan benar.

Nama : ElidaRiris

NPM z1106129676

Tanda Tangan

Tanggal : 1l Juli 2013

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


TIALAMAN PENGESAHAN

Karya ilrniah akhir ini diajukan oleh :


Nama Elida Riris
NPM 1106t29676
Program Studi hofesi Ners
Judul Skripsi Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatis dalam
Konteks Keperawatan Kesehatan Masyarakat perkotaan di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
sarjana Profesi Ners pada Program studi sarjana ilmu Keperawatan,
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Yulia" S.Kp., MN


fl2Lr-

Penguji 2 : Ns. Inna Tresnawati, S.Kep. ( 4N' )

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : l1 Juli 2014

ilt

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners (KIAN) ini. Penyusunan KIAN ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Profesi Ners pada
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, sangat sulit bagi saya untuk menyelesaikan penyusunan KIAN
ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Yulia, SKp., MN selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan KIAN ini;
2. Ns. Inna Tresnawati, S.Kep selaku pembimbing klinik di RSCM yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing penyusunan KIAN ini;
3. Kedua orang tua, kakak, dan adik terkasih yang telah memberikan bantuan dukungan material
dan moral;
4. Teman-teman yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan KIAN ini; dan
5. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga KIAN ini membawa manfaat untuk pengembangan ilmu.

Depok, 10 Juli 2014

Penulis

iv

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR TINTUK KEPANTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di


hawah ini:

Nama : Elida Riris


NPM '.1106129676

Program Studi: Profesi Ners


Departemen : Fakultas Ilmu Keperarvatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia l{ak Bebas Royalti Noneksklu*it {Na*exclusive Royalty-
Free Righf) atas karya saya yang bequdul: "Asuhan Keperawatan pada Pasien
Sirosis Hepatis dalam Konteks Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan di
RSTIPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta" beserta perangkat yang ada {ika
diperlutran). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia
berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama

ttap mencantumkan narna saya sebagai pnulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Depok


Pada tanggal: 11 Juli 2014

Yulg r:l"r+1*gs-.
mrTEr<Ar Mr/
_TEMPEL
" W
oil^*;,#,;,,ffi
[i\"u"t6Wmffiffi
lida Riris)

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Elida Riris


Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatis dalam
Konteks Keperawatan Masyarakat Perkotaan di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta

Sirosis hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat
perkotaan. Keadaan malnutrisi ditemukan pada 65-90% pasien sirosis hepatis.
Kondisi malnutrisi ini berhubungan dengan terjadinya komplikasi serius pada
pasien sirosis hepatis, yaitu asites, ensefalopati hepatikum, dan kematian.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian diet tinggi protein,
khususnya yang kaya akan asam amino rantai cabang (AARC) dapat memperbaiki
kondisi klinis pasien sirosis dan mengurangi komplikasi serius tersebut. Tujuan
penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai
pemberian AARC dalam memperbaiki kondisi klinis (nutrisi, nilai albumin, dan
mengurangi terjadinya ensefalopati hepatikum). Hasilnya pada pasien ini adalah
terbukti status nutrisi dapat ditingkatkan, tidak terjadi penurunan yang signifikan
pada nilai albumin, dan tidak terjadi ensefalopati hepatikum. Rekomendasi
penulisan ini adalah agar perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang
pentingnya diet tinggi protein yang kaya akan AARC.

Kata kunci: AARC, albumin, ensefalopati hepatikum, keperawatan kesehatan


masyarakat perkotaan, malnutrisi, sirosis hepatis,

vi Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Elida Riris


Study Programme : Ners
Tittle : The Nursing Care of Patient with Cirrhosis Hepatic on
Urban Health Nursing in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta

Cirrhosis hepatic is one of problem in urban health. Malnutrition is commonly


found in 65-90% cirrhosis hepatic patients. This condition correlated with serious
complications such as ascites, hepatic encephalopathy, and mortality. Previous
researches recommend that high protein intake enriched in branched chain amino
acids (BCAA) can improve clinical outcome of cirrhosis hepatic patients and
reduce complications. This final clinical nursing report aimed to analyze evidence
based about BCAA administered to improve clinical outcome (nutritional status,
albumin, and reduce hepatic encephalopathy). The results showed that nutritional
status improved, no decreased of albumin concentration, and hepatic
encephalopathy not reported. It is recommended to deliver health education to
patients about the important of high protein intake enriched in BCAA.

Keywords: albumin, BCAA, cirrhosis hepatic, hepatic encephalopathy,


malnutrition, urban health nursing

vii Universitas Indonesia


Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .....................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................... v
ABSTRAK .............................................................................................................. vi
ABSTRACT ...........................................................................................................vii
DAFTAR ISI .........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7


2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ............................................... 7
2.2 Sirosis Hepatis .................................................................................................. 8
2.2.1 Definisi...........................................................................................................8
2.2.2 Klasifikasi Sirosis Hepatis Berdasarkan Etiologi...........................................8
2.2.3 Tanda dan Gejala..........................................................................................10
2.2.4 Komplikasi....................................................................................................10
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................14
2.2.6 Penatalaksanaan............................................................................................15
2.2.7 Asuhan Keperawatan pada Pasien Sirosis Hepatis.......................................15
2.3 Pemberian Asam Amino Rantai Cabang (AARC) untuk Mengatasi
Malnutrisi pada Pasien Sirosis Hepatis ........................................................... 19
2.3.1 Masalah Nutrisi pada Sirosis Hepatis...........................................................20
2.3.2 Peran AARC pada Sirosis Hepatis dan Penelitian Terkait...........................23

BAB 3 TINJAUAN KASUS KELOLAAN......................................................... 26


3.1 Pengkajian ....................................................................................................... 26
3.2 Analisis Data ................................................................................................... 33
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi .......................................... 34
3.4 Evaluasi Keperawatan.36

BAB 4 ANALISIS SITUASI................................................................................ 39


4.1 Analisis Kasus terkait Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan (KKMP) ......................................................................................... 39
4.2 Analisis Kasus ................................................................................................. 41
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait .......... 50
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan ................................................. 51

viii
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
ix

BAB 5 PENUTUP................................................................................................. 53
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 53
5.2 Saran ............................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 55

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hati dengan Sirosis..... 8


Gambar 2.2 Asites.......................................................................................... 11
Gambar 2.3 Shifting Dullness Test. 12
Gambar 2.4 Pemeriksaan Flapping Tremor. 13
Gambar 2.5 Number Connection Test.. 14
Gambar 2.6 Struktur umum asam amino... 20

x Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien................................. 28


Tabel 3.2 Daftar Terapi Obat................................................................ 30
Tabel 3.3 Analisis Data.................................... 33

xi Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Concept Map Sirosis Hepatis


Lampiran 2 Concept Map Tn. L
Lampiran 3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Lampiran 4 Hasil pemeriksaan Diagnostik Pasien
Lampiran 5 Pengkajian
Lampiran 6 Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 7 Catatan Keperawatan
Lampiran 8 Satuan Acara Pembelajaran
Lampiran 9 Leaflet Sirosis Hepatis
Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup

xii Universitas Indonesia


Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang progresif, ditandai dengan
adanya fibrosis yang luas dan pembentukan nodul pada hati (Black & Hawks,
2009). Fibrosis dan nodul pada hati ini menyebabkan pengerasan pada hati,
akibatnya hati tidak mampu lagi melaksanakan fungsinya, hingga pada
akhirnya dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna, asites, ensefalopati
hepatikum, dan kematian.

Black & Hawks (2009) menyatakan bahwa penyebab sirosis hepatis belum
diketahui dengan pasti, tetapi faktor genetik dalam keluarga turut ambil
bagian dalam penyakit ini. Kondisi yang menjadi faktor predisposisi
munculnya penyakit ini adalah konsumsi alkohol yang berlebihan dalam
jangka waktu yang lama, riwayat terinfeksi hepatitis virus (B ataupun C),
obstruksi bilier, intoksikasi bahan kimia industri, dan penggunaan obat,
seperti acetaminophen, methotrexate, atau isoniazid.

Faktor-faktor predisposisi tersebut di atas merupakan perilaku yang dapat


memperberat kerja hati, hingga pada akhirnya dapat menyebabkan sirosis
hepatis. Salah satu gaya hidup masyarakat perkotaan yang sangat erat
hubungannya dengan munculnya penyakit sirosis hepatis adalah
konsumsi/penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama. Masalah
alkohol telah menjadi isu masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan prevalensi peminum
alkohol pada 13 dari 33 propinsi. Prevalensi tertinggi ada pada laki-laki,
dengan prevalensi di perkotaan mulai dari 13,4% di Sulawesi Tenggara
hingga 31,5% di Sulawesi Utara. Frekuensi minum alkohol yang didapatkan
adalah 11,7% hampir tiap hari, 24,4% hampir tiap minggu, dan 35,8% hampir
tiap bulan. Prevalensi ini dapat dikatakan relatif tinggi. Strategi
penanggulangan jangka panjang haruslah melibatkan masyarakat, keluarga,
sektor pemerintah, dan pendidikan (Suhardi, 2011).

1 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


2

Selain konsumsi alkohol, perilaku masyarakat perkotaan yang dapat merusak


kerja hati adalah kebiasaan mengkonsumsi obat antipiretik dan analgesik,
yang terdapat di dalam paracetamol (acetaminophen). Obat ini sangat laris
karena tergolong obat bebas dengan logo hijau dan harganya pun murah
sehingga mudah diperoleh. Pada dasarnya, obat ini relatif aman bila
dikonsumsi dengan benar sesuai petunjuk penggunaan. Akan tetapi, bila
disalahgunakan obat ini bersifat hepatotoksik. Penyalahgunaan dapat berupa
mengkonsumsi obat secara terus menerus untuk menghilangkan gejala rasa
sakit yang timbul tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Basri,
2010). Jenis obat lain yang hepatotoksik yang sering digunakan masyarakat
adalah obat-obat antiinflamasi nonsteroid untuk pereda nyeri dan radang,
seperti ibuprofen dan asam mefenamat (Wilmana, 2010).

Perilaku masyarakat perkotaan lainnya yang berisiko terhadap kejadian


sirosis hepatis, khususnya yang disebabkan infeksi virus hepatitis B atau C
adalah orang yang sering berganti pasangan sex, man sex man (MSM),
injection drug user (IDUs), kontak serumah dengan penderita, penderita
hemodialisis, pengguna jarum suntik tidak steril (tato, tindik), pernah
mendapatkan transfusi darah, dan pekerja kesehatan/petugas laboratorium
(Muljono et al., 2012).

Data statistik yang dilaporkan ke World Health Organization (WHO) dari 55


negara menunjukkan bahwa setiap tahunnya jumlah orang yang meninggal
karena sirosis hepatis kurang lebih melebihi 310.000 orang (Modern Cancer
Hospital Guangzhou, 2011). Sementara itu, Laporan Statistik Vital Nasional
yang dipublikasi oleh Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (Center for
Disease Control and Prevention) menyatakan bahwa sirosis hepatis adalah
penyebab utama ke-12 yang mengakibatkan sekitar 26.000 kematian setiap
tahunnya di United State (US).

Data prevalensi sirosis hepatis di Indonesia belum ada, hanya ada laporan-
laporan dari pusat pendidikan saja, seperti di RS DR. Sarjito Yogyakarta

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
3

jumlah pasien sirosis berkisar antara 4,1% dari pasien yang dirawat di bagian
penyakit dalam dalam kurun waktu satu tahun (2004), di Medan dalam kurun
waktu 4 tahun dijumpai 819 (4%) pasien sirosis hepatis dari seluruh pasien di
bagian penyakit dalam, dan di RSUP DR. M. Djamil Padang didapatkan data
pasien yang menderita sirosis hepatis sebanyak 220 pasien yang dirawat
selama tahun 2009 dan 317 pasien yang dirawat selama tahun 2010
(Oktaviani, 2012). Data ini menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan
jumlah penderita sirosis hepatis yang sangat signifikan, yaitu sebesar 44%.
Data dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan 3,32%
penderita sirosis hepatis periode Januari sampai Juni 2014.

Angka kejadian di Indonesia menunjukkan penderita sirosis hepatis lebih


banyak dijumpai pada kaum laki-laki daripada wanita dengan perbandingan
1,6:1, rata-rata terjadi pada golongan umur 30-59 tahun, dan puncaknya
antara umur 40-49 tahun. Penelitian yang dilakukan terhadap 20 orang pasien
sirosis hepatis di RSUP DR. M. Djamil Padang diperoleh sebanyak 55% (11
pasien) adalah laki-laki. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil penelitian
bahwa pria lebih rentan mengalami gangguan fungsi hati adalah adanya
kebiasaan mengkonsumsi alkohol (sebanyak 20% pasien memiliki riwayat
pecandu alkohol), kebanyakan pasien laki-laki mengaku memulai waktu tidur
lebih malam (sehingga hati gagal melakukan proses detoksifikasi, yang hanya
berlangsung bila seseorang dalam keadaan tidur nyenyak, yaitu pukul 11
malam hingga 1 pagi), dan beberapa pasien pria merupakan pekerja pada
waktu malam hari (Sutadi, 2003 dalam Oktaviani, 2012).

Penelitian ini juga menunjukkan sebanyak 80% (16 orang) berada pada
rentang umur dewasa (17-65 tahun). Hal ini dapat terjadi karena rentang umur
dewasa tersebut merupakan usia produktif, dimana mereka mungkin bekerja
di area yang banyak terpapar toksik bahan kimia dan memiliki gaya hidup
orang dewasa yang tidak sehat, seperti tidur larut malam, pekerja keras
hingga malam hari, serta mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
4

Kebiasaan ini juga tampak sebagai gaya hidup masyarakat perkotaan


(Oktaviani, 2012).

Nutrisi sangat diperlukan pada pasien sirosis hepatis untuk meningkatkan


regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut dan/atau
meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa, mencegah penurunan berat
badan atau meningkatkan berat badan bila kurang, mencegah komplikasi
lebih lanjut (hipertensi porta, asites, varises esofagus, dan ensefalopati
hepatikum. Akan tetapi, yang dijumpai adalah kebalikannya. Prevalensi
malnutrisi pada pasien sirosis hepatis sangat tinggi, yaitu 65-90% (OBrien &
Williams, 2008). Ini berarti angka kejadian untuk komplikasi pun akan
semakin tinggi pula.

Pasien sirosis hepatis mengalami masalah nutrisi dikarenakan beberapa hal,


yaitu kehilangan nafsu makan (anoreksia) karena nyeri abdomen, mual, terasa
penuh pada abdomen; gangguan pencernaan dan absorpsi nutrien; dan
meningkatnya kebutuhan energi. Kondisi ini dapat memicu terjadinya
komplikasi berupa asites dan ensefalopati hepatikum (Tsiaousi, Hatzitolios,
Trygonis, & Savopoulos, 2008).

Salah satu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
sirosis hepatis terkait masalah nutrisi adalah dengan memberikan informasi
pada pasien dan keluarga tentang pentingnya diet tinggi protein, khususnya
yang banyak mengandung asam amino rantai cabang (AARC). Salah satu
jenis makanan yang kaya akan AARC adalah putih telur. Konsensus
European Society for Clinical Nutrition and Metabolism merekomendasikan
AARC untuk terapi nutrisi pada ensefalopati hepatikum karena terbukti
memperbaiki klinis pada pasien sirosis lanjut (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis,
& Savopoulos, 2008).

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
5

1.2 Perumusan Masalah


Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang progresif, ditandai dengan
adanya fibrosis yang luas dan pembentukan nodul pada hati sehingga
menyebabkan terjadinya pengerasan pada hati. Kondisi ini mengakibatnya
hati tidak mampu lagi melaksanakan fungsinya, hingga pada akhirnya dapat
menimbulkan perdarahan saluran cerna, asites, ensefalopati hepatikum, dan
kematian.

Malnutrisi pada pasien sirosis hepatis dapat memicu terjadinya komplikasi


yang serius, seperti ensefalopati hepatikum, asites, hingga kematian.
Pemberian diet tinggi protein terutama yang kaya akan AARC sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya malnutrisi dan komplikasi tersebut.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah untuk menggambarkan analisis praktik
klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis
hepatis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penulisan ini adalah untuk melakukan:
a. Analisis masalah keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan.
b. Analisis masalah keperawatan terkait dengan pemberian AARC pada
pasien sirosis hepatis
c. Analisis asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis
d. Analisis evidence based practice mengenai pemberian AARC pada pasien
sirosis hepatis.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
6

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penulisan ini dapat memberikan informasi tentang analisis praktik
klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis
hepatis, khususnya dalam pemberian AARC.

1.4.2 Pelayanan Keperawatan


Hasil penulisan ini dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan
pada pasien sirosis hepatis, khususnya dalam pemberian AARC. Selain itu
juga memberikan masukan pada institusi pelayanan untuk terus meningkatkan
pengetahuan perawat tentang hal tersebut.

1.4.3 Penelitian Keperawatan


Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan
evidence based practice sesuai dengan penelitian terbaru.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Tingginya laju urbanisasi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini menyebabkan
banyak masalah kesehatan di perkotaan. Udara di kota banyak dipenuhi asap
kendaraan bermotor, pemukiman kumuh yang tidak sehat, serta minimnya sanitasi
dan ketersediaan air bersih. Urbanisasi menjadi fenomena yang mengglobal. Pada
tahun 2009 tercatat 43% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan.
Jumlah ini akan terus bertambah hingga lebih dari 60 persen pada tahun 2016. Hal
ini berdampak terhadap kepadatan penduduk, yang berimplikasi kepada masalah-
masalah kesehatan (Kemenkes RI, 2010).

Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) merupakan suatu proses


koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses
keperawatan komunitas khususnya perkotaan. Proses keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan bertujuan untuk mencegah munculnya masalah
keperawatan masyarakat di daerah perkotaan. KKMP berfokus pada pemahaman
terhadap multidimensial perkotaan dengan menekankan pada permasalahan
kesehatan perkotaan dan faktor yang mempengaruhi masalah individu, kelompok
dan masyarakat terutama pada wilayah perkotaan. KKMP juga berfokus pada
metode pemberdayaan masyarakat kota dengan pendekatan lintas program dan
lintas sektoral (Anderson, 2006; Kemenkes RI, 2010).

Perkembangan kota yang semakin pesat mempengaruhi kesehatan lingkungan


yang ada di daerah perkotaan. Kesehatan lingkungan adalah inti dari kesehatan
masyarakat. WHO (2008) mendefinisikan kesehatan lingkungan meliputi faktor
fisik, kimia, dan biologi di luar manusia serta mempengaruhi perilaku manusia,
menekankan analisis dan kontrol faktor-faktor lingkungan yang berpotensi
memengaruhi kesehatan (Achmadi, 2010). Kesehatan lingkungan meliputi
delapan area yaitu gaya hidup, risiko kerja, kualitas udara, kualitas air, rumah
tempat tinggal, kualitas makanan, kontrol sampah, dan risiko radiasi (Mc Ewen &
Nies, 2007).

7 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


8

2.2 Sirosis Hepatis


2.2.1 Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata,
& Setiati, 2007).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang progresif, ditandai dengan adanya
fibrosis yang luas dan pembentukan nodul pada hati (Black & Hawks, 2009).
Gambar 2.1 menunjukkan gambaran hati yang normal dan hati yang mengalami
sirosis.

Gambar 2.1 Hati dengan sirosis


Sumber: www.asiancancer.com

2.2.2 Klasifikasi Sirosis Hepatis Berdasarkan Etiologi


Sirosis atau pembentukan parut dalam hati dibedakan menjadi tiga tipe
berdasarkan etiologinya, yaitu sirosis Laennec, sirosis postnekrotik, dan sirosis
bilier (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebut juga sirosis alkoholik, yaitu sirosis yang terjadi akibat
konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama, yang
menimbulkan efek toksik langsung pada hati. Sirosis jenis ini merupakan 50%
atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Perubahan pertama pada hati ditunjukkan

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
9

dengan adanya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati, disebut juga dengan fatty
liver. Akumulasi lemak tersebut dikarenakan adanya kemungkinan bahwa
individu yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, tidak makan secara layak
dan gagal mengkonsumsi protein dalam jumlah cukup (Price & Wilson, 2006).
Kompensasi hati terhadap hal tersebut adalah dengan memecah asam-asam lemak
menjadi badan keton. Badan keton ini akan masuk ke dalam aliran darah dan
menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh yang lain. Selain
menghasilkan badan keton, asam-asam lemak tersebut juga digunakan untuk
mensintesis kolesterol, lipoprotein, dan bentuk lipid kompleks lainnya. Pada
kondisi itulah lipid tertimbun di dalam hepatosit sehingga terakumulasilah lemak
di dalam sel-sel hati (Smeltzer & Bare, 2002).

b. Sirosis Postnekrotik
Sirosis postnekrotik merupakan akibat lanjut dari hepatitis virus yang terjadi
sebelumnya, biasanya hepatitis B dan hepatitis C (Black &Hawks, 2009). Sirosis
jenis ini memiliki persentase sebesar 20% dari seluruh kasus sirosis. Pasien
dengan hasil HBsAg positif menunjukkan hepatitis kronik aktif dan mengarah ke
sirosis hepatis (Price & Wilson, 2006). Persentase yang kecil dilaporkan bahwa
penyebab sirosis ini adalah karena intoksikasi bahan kimia industri, racun,
ataupun obat-obatan. Obat-obatan yang bersifat hepatotoksik adalah cocaine,
methotrexate, isoniazid, acetaminophen, cimetidine, quinidine, dan amodiaqiune
(Gitnick, 1991). Gambaran hati berupa nekrosis berbercak pada jaringan hati,
menimbulkan nodul-nodul besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisahkan oleh
jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim hati normal.

c. Sirosis Bilier
Sirosis bilier kebanyakan disebabkan oleh obstruksi bilier posthepatik. Stasis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam hati, mengakibatkan
kerusakan sel-sel hati, dan terbentuk jaringan parut (fibrosa) di tepi lobulus.
Insiden sirosis ini lebih rendah dibanding sirosis Laennec dan sirosis postnekrotik,
yaitu sebesar 15%.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
10

2.2.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dialami pasien sirosis hepatis adalah sebagai berikut (Price
& Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2002).
a. Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan kurang, perasaan perut
kembung/begah, dan berat badan menurun.
b. Bila sudah timbul komplikasi kegagalan hati: gangguan tidur, demam yang
tidak terlalu tinggi, gangguan pembekuan darah (perdarahan gusi, epistaksis),
ikterus dengan urin berwarna pekat seperti teh, hematemesis, melena, perut
membesar dan terjadi asites, kaki bengkak, nyeri pada perut, sampai dengan
penurunan kesadaran.

Concept map pada sirosis hepatis dapat dilihat pada lampiran 1

2.2.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis adalah
perdarahan saluran cerna, asites, dan ensefalopati hepatikum (Price & Wilson,
2006; Smeltzer & Bare, 2002).
a. Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada sirosis
adalah akibat pecahnya varises esofagus. Obstruksi aliran darah lewat hati yang
terjadi akibat pembentukan fibrosa di hati mengakibatkan pembentukan pembuluh
darah kolateral dalam sistem gastrointestinal, dan menimbulkan hipertensi portal.
Akibatnya pada pasien sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
dan distensi pembuluh darah di seluruh saluran gastrointestinal. Esofagus,
lambung, dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya varises esofagus dan hemoroid, apabila terjadi ruptur pasien akan
mengalami hematemesis ataupun melena. Penyebab lain dari perdarahan tersebut
adalah karena gagalnya hati melakukan mekanisme pembekuan darah (masa
trombin yang memanjang dan trombositopenia).

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
11

b. Asites
Asites merupakan penimbunan cairan dalam rongga peritoneum. Asites terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan
osmotik koloid. Peningkatan tekanan hidrostatik merupakan bentuk kompensasi
tubuh terhadap meningkatnya tekanan vena cava inferior akibat hipertensi porta,
sehingga darah balik vena dari perifer menuju ventrikel kanan terhalangi,
akibatnya terjadi stasis darah pada vena dan kapiler yang selanjutnya mendorong
cairan masuk ke rongga peritoneum. Sementara itu, tekanan osmotik koloid
plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar tidak mengalir ke dalam
rongga peritonium. Hal ini merupakan salah satu fungsi albumin, sedangkan pada
pasien sirosis hepatis terjadi hipoalbuminemia akibat ketidakmampuan hati untuk
mensintesis albumin secara optimal (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta, 2002).
Gambar 2.2 menunjukkan adanya asites dalam rongga peritoneum.

Gambar 2.2 Asites


Sumber: www.pharmacy-and-drugs.com/

Wong (2011) mengklasifikasikan asites dalam 3 tingkatan, yaitu tingkat 1 (mild


ascites) yang hanya dapat terdeteksi melalui USG abdomen; tingkat 2 (moderate
ascites) yang dimanifestasikan dengan adanya moderate distensi pada abdomen;
dan tingkat 3 (large/gross ascites) yang terlihat jelas adanya distensi abdomen.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
12

Pada pemeriksaan fisik abdomen dilakukan shifting dullness test, yakni dengan
cara menempatkan pasien pada posisi miring selama 30 detik, cairan asites akan
berpindah mengikuti gaya gravitasi. Setelah itu dilakukan perkusi, bagian bawah
akan terdengar dullness dan bagian atas akan terdengar timpani. Apabila pasien
dalam keadaan telentang hasil perkusi pada bagian abdomen dapat dilihat pada
gambar 2.3.

Gambar 2.3 Shifting Dullness Test


Sumber: www.clinicalexams.co.uk/ascites.asp

c. Ensefalopati hepatikum
Ensefalopati hepatikum terjadi karena intoksikasi otak oleh hasil pemecahan
metabolisme protein oleh bakteri dalam usus. Hasil dari metabolisme protein
adalah amoniak yang dalam keadaan normal akan diubah oleh hati menjadi
ureum. Akan tetapi, pada pasien sirosis, hati tidak mampu melakukan hal
tersebut sehingga amonia yang bersifat toksik ini akan ikut sirkulasi darah dan
mengganggu metabolisme otak. Sindrom dari ensefalopati hepatikum ini
adalah kekacauan mental dan asteriksis (flapping tremor). Pemeriksaan untuk
mengetahui adanya flapping tremor dilakukan dengan memerintahkan pasien
mengangkat kedua lengannya dan minta pasien mendorsofleksikan
pergelangan tangannya, akan tampak pasien menjatuhkan jari-jarinya dan
terlihat seperti gerakan involuntir yang cepat dari pergelangan tangan dan sendi
metakarpofalang (Price & Wilson, 2006). Gambar 2.4 menunjukkan cara
pemeriksaan flapping tremor atau asteriksis.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
13

Gambar 2.4 Pemeriksaan Flapping Tremor


Sumber: http://hepatitiscnewdrugresearch.com

Black &Hawks (2009), membagi ensefalopati hepatikum dalam 4 tingkatan,


yaitu tingkat 1, ditandai dengan lemas, gelisah, iritabilitas, penurunan
kemampuan intelektual, penurunan rentang perhatian, gangguan memori
jangka pendek, perubahan kepribadian, dan perubahan pola tidur; tingkat 2,
ditandai dengan flapping tremor, bingung, mengantuk, letargi, kemunduran
dalam tulisan tangan, dan fetor hepaticum; tingkat 3, ditandai dengan
kebingungan yang semakin parah, ketidakmampuan mengikuti komando, dan
tidur yang dalam tapi dapat dibangunkan; dan tingkat 4, ditandai dengan koma,
tidak berespon terhadap stimulus nyeri, postur tubuh dapat dekortikasi atau
deserebrasi.

Selain itu, salah satu ciri yang paling mencolok dari ensefalopati hepatikum
adalah apraksia konstitusional, yang ditandai dengan ketidakmampuan pasien
untuk menulis, menggambar, atau menghubungkan angka-angka. Tes yang
dilakukan untuk mengetahui adanya ciri tersebut adalah number connection
test. Pasien diminta untuk menghubungkan angka-angka. Pada pasien yang
mengalami ensefalopati hepatikum, pasien membutuhkan waktu yang lama
untuk menghubungkan angka-angka tersebut, yakni lebih dari 30 hingga 120

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
14

detik. Tes ini dengan menggunakan angka-angka yang dapat dilihat pada
gambar 2.5 (Chung, 2008).

Gambar 2.5 Number Connection Test


Sumber:http://www.hkma.org/english/cme/onlinecme/

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien sirosis adalah sebagai
berikut (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Pemeriksaan laboratorium fungsi hati, yang biasanya ditemukan adalah
kadar albumin serum yang cenderung menurun, kadar serum glutamik
oksaloaseik transaminase (SGOT) dan serum glutamik piruvik transaminase
(SGPT) yang meningkat, dan kadar bilirubin yang cenderung meningkat
pula.
b. USG abdomen untuk melihat densitas sel-sel parenkim hati dan jaringan
parut
c. MRI dan CT scan abdomen untuk mengetahui besar hati dan aliran darah
hepatik, serta adanya obstruksi pada aliran tersebut.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
15

2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan sirosis disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ada.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah (Smeltzer & Bare, 2002) sebagai
berikut.
a. Pemberian antasida untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan
kemungkinan perdarahan.
b. Vitamin dan suplemen nutrisi untuk memperbaiki status nutrisi pasien
c. Pemberian preparat diuretik (furosemide dan spironolactone) untuk
mengurangi asites.
d. Asupan kalori dan protein yang adekuat
e. Pungsi asites bila asites menyebabkan gangguan pernapasan ataupun pasien
tidak berespon dengan pemberian diuretik. Tindakan ini juga untuk tujuan
diagnostik.
f. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya sirosis hepatis akibat infeksi
virus hepatitis C/B diberikan terapi kombinasi interferon dan ribavirin,
terapi induksi interferon, atau terapi dosis interferon setiap hari. Dasar
pemberian interferon 3 juta sampai 5 juta unit tiap hari sampai HCV-
RNA/HBV DNA negatif di serum dan jaringan hati. (Sudoyo, 2009; Sutadi,
2003).
g. Ligasi varises, biasanya di esofagus.

2.2.7 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis


2.2.7.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien sirosis hepatis meliputi hal-hal di bawah
ini (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002).
a. Aktivitas/Istirahat
Pasien melaporkan adanya kelelahan dan kelemahan. Hasil observasi
menunjukkan pasien letargi dan terjadi penurunan tonus otot.
b. Sirkulasi
Pasien melaporkan adanya riwayat kanker hati, dapat terjadi disritmia,
distensi vena jugularis, dan distensi vena abdomen.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
16

c. Eliminasi
Pasien melaporkan bahwa urin berwarna gelap/pekat, feses berwarna
hitam, terlihat distensi abdomen karena hepatomegali dan asites.
d. Makanan/Cairan
Pasien melaporkan adanya keluhan tidak nafsu makan, mual, muntah,
penurunan berat badan atau peningkatan berat badan (akibat edema).
Pasien tampak edema, kulit kering, dan turgor buruk.
e. Neurosensori
Orang terdekat pasien melaporkan adanya perubahan mental atau
penurunan kesadaran. Pasien tampak bingung, terjadi penurunan
kesadaran, bicara lambat/tidak jelas, dan terdapat asterik/flapping tremor.
f. Nyeri/Ketidaknyamanan
Pasien melaporkan adanya nyeri tekan pada perut kanan atas dan gatal
pada tubuh. Pasien akan tampak melindungi dan berhati-hati pada area
perutnya yang nyeri, serta fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan
Pasien mengeluhkan adanya sesak, tampak takipnea, pernapasan dangkal,
bunyi napas tambahan, dan ekspansi paru terbatas karena asites.
h. Keamanan
Pasien melaporkan bahwa badan menguning dan terasa gatal. Pasien
tampak ikterik, dapat terjadi perdarahan (hematoma, perdarahan gusi,
hematemesis, melena), terdapat spidernevi ataupun eritema palmar. Pasien
mengalami asites (shifting dullness positif)
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Pasien dengan sirosis hepatis biasanya memiliki riwayat konsumsi alkohol
jangka panjang, riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan toksin,
trauma hati, perdarahan saluran cerna, dan penggunaan obat yang
mempengaruhi fungsi hati. Penyuluhan tentang penyebab sirosis hepatis
dan cara perawatan di rumah perlu dijelaskan pada pasien dan keluarga.

Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa pengkajian keperawatan berfokus


pada gejala dan riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya penggunaan

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
17

alkohol dalam jangka waktu lama (durasi dan jumlah), riwayat kontak dengan
zat-zat toksik di tempat kerja, pajanan obat yang bersifat hepatotoksik, status
mental, dan status nutrisi.

2.2.7.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan sirosis
hepatis adalah sebagai berikut (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002;
NANDA, 2011).
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tidak
adekuat, ketidakmampuan mencerna makanan.
b. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
natrium/masukan cairan.
c. Risiko kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi/status metabolik,
akumulasi garam empedu pada kulit, turgor kulit buruk, penonjolan tulang,
adanya edema, dan asites.
d. Ketidakefektifan pola napas b.d asites, penurunan ekspansi paru,
penurunan energi.
e. Risiko cedera b.d profil darah abnormal (gangguan faktor pembekuan,
gangguan absorpsi vitamin K), hipertensi portal
f. Konfusi akut b.d peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati
untuk detoksifikasi.

2.2.7.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan untuk pasien dengan sirosis hepatis adalah
sebagai berikut (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002; Wilkinson & Ahern,
2011).
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intervensi: ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori, bantu dan
dorong pasien untuk makan, berikan makan sedikit dan sering, berikan
tambahan garam bila diizinkan, batasi masukan kafein, beri makanan
halus, beri perawatan mulut sebelum makan, anjurkan untuk berhenti
merokok, awasi pemeriksaan laboraturium (gula darah, albumin, amonia),

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
18

pertahankan status puasa bila diindikasikan, konsul dengan ahli diet, dan
berikan obat sesuai indikasi (vitamin A, D, E, K, B kompleks; antiemetik,
dan enzim pencernaan).

b. Kelebihan volume cairan


Intervensi: ukur masukan dan keluaran, timbang berat badan tiap hari,
awasi tekanan darah dan catat adanya distensi vena jugularis, awasi
disritmia jantung, kaji derajat edema, ukur lingkar perut, batasi natrium
dan cairan sesuai indikasi, pantau nilai albumin serum dan elektrolit, beri
albumin/plasma ekspander, awasi seri foto dada, dan beri obat sesuai
indikasi (diuretik, kalium, dan vasokonstriktor).

c. Risiko kerusakan integritas kulit


Intervensi: lihat permukaan kulit/titik tekanan secara rutin (gunakan lotion
dan pijat area tubuh yang tertekan terus menerus atau pada area yang
terlihat jelas penonjolan tulangnya), ubah posisi pada jadwal teratur
dibantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif, tinggikan ekstremitas
bawah, pertahankan sprei kering dan bebas lipatan, dan gunting kuku jari
hingga pendek (mencegah pasien menggaruk kulitnya terutama saat tidur).

d. Ketidakefektifan pola napas


Intervensi: awasi karakteristik pernapasan (frekuensi, kedalaman, dan
upaya pernapasan), auskultasi bunyi napas, pertahankan kepala tempat
tidur tinggi, dorong latihan napas dalam dan batuk, ukur suhu, beri oksigen
tambahan sesuai indikasi, awasi nilai AGD sesuai indikasi, dan siapkan
untuk prosedur pungsi asites.

e. Risiko cedera
Intervensi: kaji adanya tanda dan gejala perdarahan saluran cerna (melena,
hematemesis), observasi adanya perdarahan bawah kulit (ekimosis,
ptekie), observasi karakteristik feses dan muntah, lakukan tindakan untuk
mencegah trauma (pertahankan lingkungan yang aman, informasikan

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
19

pasien untuk tidak mengorek hidung atau bila pilek membuang ingus
secara perlahan, gunakan jarum kecil saat penyuntikan, informasikan
pasien untuk menggunakan sikat gigi berbulu halus dan menghindari tusuk
gigi, hindari mengejan), lakukan kompres dingin jika ada perdarahan
bawah kulit, awasi nilai hemoglobin dan hemostase, beri obat sesuai
indikasi (vitamin K, laksatif), siapkan prosedur bedah (ligasi varises,
reseksi esofagogastrik).

f. Konfusi akut
Intervensi: observasi perubahan perilaku dan mental, catat adanya
asterik/fetor hepatikum/kejang, tanyakan pada orang terdekat tentang
perubahan perilaku pasien, biarkan pasien menulis nama secara periodik
dan pertahankan catatan ini untuk perbandingan, orientasikan klien pada
realita, beri periode istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring dan bantu aktivitas perawatan diri, pasang
pengaman tempat tidur, hindari penggunaan narkotik atau sedatif, awasi
nilai laboratorium (amonia, serum elektrolit/SE, ureum, kreatinin, gula
darah, dan hemoglobin), beri obat sesuai indikasi (elektrolit, laksatif, dan
antibiotik), beri oksigen tambahan, dan siapkan untuk prosedur dialisis
ataupun plasmaferesis.

2.3 Pemberian Asam Amino Rantai Cabang (AARC) untuk Mengatasi


Malnutrisi pada Pasien Sirosis Hepatis
Asam amino merupakan unit terkecil penyusun protein. Asam amino ini terdiri
dari 20 jenis yang diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu 12 jenis asam amino
nonesensial dan 8 jenis asam amino esensial. Asam amino nonesensial adalah
asam amino yang diproduksi oleh tubuh, terdiri dari tirosin, sistein, serin, prolin,
glisin, asam glutamate, asam aspartate, arginine, alanine, histidin, glutamin, dan
aspargin. Sementara itu, asam amino esensial adalah asam amino yang tidak
diproduksi oleh tubuh, yang meliputi triptofan, treonin, metionin, lisin, leusin,
isoleusin, fenilalanin, dan valin. Asam amino esensial ini hanya didapatkan
melalui makanan. (Murwani, 2010).

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
20

Semua struktur molekul asam amino merupakan asam organik (COOH) yang
mengandung gugusan amino (NH) dan atom hidrogen (H) yang berikatan dengan
karbon (C). Asam amino yang satu akan berbeda dengan asam amino lainnya
berdasarkan komposisi kimiawi dari gugusan R (rantai samping). Valin, leusin,
dan isoleusin merupakan asam amino rantai cabang, disebut rantai cabang karena
adanya percabangan pada gugusan R tersebut.
(http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia/bab%205.pdf). Gambar 2.4
menunjukkan struktur asam amino secara umum.

Gambar 2.6 Struktur umum asam amino


Sumber: www.generasibiologi.com

Ketiga asam amino rantai cabang (AARC) ini sangat berperan dalam mengatasi
masalah nutrisi pada pasien sirosis hepatis. Pada subbab ini akan dibahas masalah
nutrisi pada pasien sirosis hepatis dan peran AARC dalam mengatasi masalah
nutrisi tersebut.

2.3.1 Masalah Nutrisi pada Sirosis Hepatis


Nutrisi sangat diperlukan pada pasien sirosis hepatis untuk meningkatkan
regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut dan/atau
meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa, mencegah penurunan berat badan
atau meningkatkan berat badan bila kurang, mencegah komplikasi lebih lanjut
(hipertensi porta, asites, varises esofagus, dan ensefalopati hepatikum).

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
21

Pasien sirosis hepatis mengalami masalah nutrisi dikarenakan beberapa hal, yaitu
kehilangan nafsu makan (anoreksia) karena nyeri abdomen, mual, terasa penuh
pada abdomen; gangguan pencernaan dan absorpsi nutrien; dan meningkatnya
kebutuhan energi (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, & Savopoulos, 2008).
Mekanisme anoreksia pada sirosis belum diketahui dengan pasti. Davidson (1999,
dalam Titus, 2003) menyebutkan bahwa proses kerusakan hepatoseluler
merangsang pelepasan mediator inflamasi (tumor necrosing factor) yang
mempunyai hubungan dengan keluhan anoreksia, dan juga menyebabkan
terjadinya perubahan interpretasi pada sentral rasa kenyang sehingga perut cepat
terasa penuh.

Gangguan pencernaan dan absorpsi nutrien terjadi karena insufisiensi


hepatoseluler menurunkan sekresi asam empedu dan berkurangnya garam
empedu, akibatnya pencernaan dan absorspsi nutrien terganggu. Peningkatan
kebutuhan energi terjadi karena proses gluconeogenesis. Pada keadaan normal 5-6
jam setelah makan terakhir, glukosa darah dipertahankam melalui mekanisme
glikogenolisis dalam hepatosit. Akan tetapi, pada sirosis fungsi hati sebagai
penyimpan glikogen sudah terbatas jumlahnya, sehingga glukosa darah
dipertahankan melalui proses gluconeogenesis. Prekursor dari glukoneogenesis ini
berasal dari proses degradasi protein otot, bila lebih dari 20% protein otot yang
didegradasi sebagai sumber energi, maka terjadilah muscle wasting (Titus, 2003).
Kondisi-kondisi inilah yang memunculkan masalah nutrisi pada pasien sirosis
hepatis, yang pada akhirnya mengakibatkan malnutrisi.

Malnutrisi adalah suatu keadaan klinik yang sering ditemukan pada pasien sirosis
hepatis yang dikaitkan dengan penurunan angka harapan hidup. Keadaan
metabolisme yang tidak normal diakibatkan oleh status nutrisi yang tidak adekuat
dan perjalanan penyakit itu sendiri. Penderita sirosis hepatis yang mengalami
malnutrisi mempunyai angka kejadian ensefalopati hepatikum, infeksi, asites, dan
mortalitas yang lebih tinggi (OBrien & Williams, 2008). Prevalensi dan beratnya
nutrisi pada sirosis hepatis adalah tergantung pada etiologinya. Malnutrisi
meningkat 20% pada pasien sirosis hepatis Child Pugh A, sampai lebih dari 60%

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
22

pada pasien sirosis hepatis Child Pugh C (Plauth, Cabre, Riggio, Camilo, Pirlich,
& Kondrup, 2006).

Pembatasan asupan protein sering diberikan sebagai tatalaksana pada pasien


sirosis hepatis yang mengalami ensefalopati hepatikum. Pada tahap akut diberikan
20 gr/hari kemudian ditingkatkan 10gr/hari tiap 3-5 hari kemudian. Akan tetapi,
para ahli kemudian menyadari bahwa pembatasan protein jangka panjang hanya
akan mengakibatkan malnutrisi, sehingga klinis makin buruk, dan meningkatkan
mortalitas. Keseimbangan positif sangat dibutuhkan untuk regenerasi hati dan
mempertahankan massa otot (Tenda, 2012).

Konsensus European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (2006)


menyatakan pembatasan asupan protein tidak lagi direkomendasikan pada pasien
sirosis hepatis karena hanya akan mengakibatkan perburukan keadaan malnutrisi
yang akhirnya dapat meningkatkan mortalitas. Konsensus tersebut
merekomendasikan pemberian kalori 35-40 kalori/KgBB/hari dan protein sebesar
1,2-1,5/KgBB/hari (Plauth, Cabre, Riggio, Camilo, Pirlich, & Kondrup, 2006).

Parameter yang dapat digunakan untuk mengukur status nutrisi pasien sirosis
hepatis adalah melalui pemeriksaan antropometri, yaitu triceps skinfold (TSF) dan
mid-arm muscle circumference (MAMC), nilai albumin, dan prealbumin
(transthyretin). MAMC dihitung dengan rumus = mild upper arm circumference
(MUAC)[3,14TSF(cm)]. Pasien dengan sirosis hepatis dinyatakan malnutrisi bila
TSF dan/atau MAMC di bawah persentil 5 (malnutrisi berat) atau antara persentil
5,115 (malnutrisi ringan), indeks massa tubuh (IMT) < 20 kg/m2, dan/atau ada
kehilangan berat badan 5-10% dalam 3-6 bulan terakhir (National Health and
Nutrition Examinations Survey I & II, dalam Tenda, 2012)

Pemeriksaan antropometrik IMT yang menggunakan alat ukur timbangan tidak


bisa akurat karena adanya edema dan asites pada pasien sirosis hepatis, tetapi ada
studi yang menunjukkan nilai IMT pasien sirosis hepatis, yaitu 22 kg/mm2 pada
pasien yang tidak asites, 23 kg/mm2 (mild ascites, yang dapat terdeteksi melalui

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
23

USG), dan 25 kg/mm2 untuk asites masif. Kelemahan pemeriksaan antropometrik


adalah sulit menilai perubahan dalam waktu singkat sehingga untuk menilai
perbaikan nutrisi diperlukan waktu yang lama. Selain itu, belum ada nilai baku
untuk penduduk Indonesia terkait nilai TSF, MUAC, dan MAMC, yang saat ini
masih digunakan sebagai acuan adalah data dari National Health and Nutrition
Examinations Survey (NHANES) (OBrien & Williams, 2008).

Pemeriksaan laboratorium lebih bermanfaat untuk menilai perubahan status


nutrisi. Pemeriksaan yang paling ideal adalah pemeriksaan prealbumin.
Prealbumin adalah prekursor albumin yang memiliki waktu paruh 2-3 hari (lebih
pendek dibanding albumin yang memiliki waktu paruh 21 hari). Kadar prealbumin
inilah yang paling sedikit dipengaruhi oleh hati di antara protein serum lainnya.
Albumin dinilai tidak ideal karena tidak cepat memberikan respon terhadap
perubahan nutrisi (DeLaune & Ladner, 2002; Tenda, 2012). Konsensus
Nutritional Care (dalam Tenda, 2012) merekomendasikan pemeriksaan
prealbumin sebagai parameter untuk mengevaluasi status nutrisi. Nilai rujukan
prealbumin adalah untuk laki-laki: 24,8-37,2 mg/dl dan perempuan: 21,6-32,8
mg/dl (http://prodia.co.id/kimia/pre-albumin-transthyretin).

2.3.2 Peran AARC pada Sirosis Hepatis dan Penelitian Terkait


Penelitian-penelitian yang memaparkan tentang peran AARC pada pasien sirosis
hepatis sudah cukup banyak. Konsensus European Society for Clinical Nutrition
and Metabolism (2006) merekomendasikan AARC untuk terapi nutrisi pada
ensefalopati hepatikum karena terbukti memperbaiki klinis pada pasien sirosis
lanjut. Teori ini berpendapat bahwa berkurangnya konsentrasi AARC (leusin,
isoleusin, dan valin) dan meningkatnya asam amino aromatik (triptofan)
mencetuskan terjadinya ensefalopati hepatikum. Peran AARC dalam hal ini
adalah sebagai barrier masuknya triptofan ke dalam sirkulasi serebral sehingga
mencegah terjadinya ensefalopati hepatikum. AARC juga berperan dalam
metabolisme energi, tidak hanya untuk mensintesis protein, tetapi juga menjaga
keutuhan otot dan menstimulasi pembentukan otot. Massa otot ini dibutuhkan
untuk detoksifikasi amonia. Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa pada pasien

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
24

sirosis hepatis terjadi muscle wasting akibat glukoneogenesis untuk memenuhi


kebutuhan energinya. Dengan terapi AARC diharapkan otot tetap terjaga
keutuhannya dan terstimulasi pembentukannya sehingga muscle wasting dan
malnutrisi tidak terjadi (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, & Savopoulos, 2008).

Pada penelitian terhadap 24 pasien sirosis hepatis yang terdiri dari 12 kelompok
perlakuan dan 12 kelompok kontrol, kemudian dilakukan Uji Independent t-test
didapatkan kadar albumin secara umum rata-rata meningkat pada pasien sirosis
hepatis yang diberi suplemen AARC (p<0,001, =0,05). Penelitian ini dilakukan
selama 3 bulan dan diperoleh hasil adanya pengaruh penambahan suplemen
AARC terhadap kadar albumin (Widiastuti & Yuliati, 2005). Hal ini didukung
juga oleh penelitian yang dilakukan Muto et al. (2005) yang memperoleh
kesimpulan bahwa pemberian suplemen AARC dapat meningkatkan nilai albumin
dan kualitas hidup penderita sirosis (p berturut-turut 0,018; 0,003; =0,05).

Sementara itu, penelitian yang dilakukan terhadap 32 pasien Poliklinik Hati di


RSCM yang dibagi dalam dua kelompok, yakni 16 pasien mendapat makanan
selingan AARC dan L-ornitin L-aspartat (LOLA) di siang hari dan 16 pasien
mendapat makanan selingan AARC dan LOLA di malam hari, didapatkan
peningkatan status nutrisi pada pasien yang mendapat makanan selingan AARC
dan LOLA di malam hari, dengan indikator lingkar lengan atas (LLA) (p=0,001,
=0,05). Peningkatan bermakna pada LLA terjadi setelah satu bulan pemberian
kombinasi AARC dan LOLA tersebut (Tenda, 2012).

Salah satu jenis makanan yang kaya akan kandungan AARC adalah putih telur.
Putih telur merupakan komponen terbesar yang menyusun sekitar 58% dari
sebuah telur, dibandingkan dengan kuning telur yang hanya 31% saja. Komponen
putih telur terdiri dari 87% air, 12% protein, dan 0,3% lemak. Kuning telur
memiliki komponen protein yang lebih tinggi, yaitu 17%, tetapi jumlah lemak
jauh lebih besar, yaitu 33,2%. Hal ini menyebabkan putih telur lebih
direkomendasikan sebagai sumber protein. Putih telur juga kaya akan asam amino

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
25

esensial, seperti leusin, isoleusin, dan valin. Ketiganya tersebut merupakan asam
amino rantai cabang (MAFF Publication, 2010).

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KASUS KELOLAAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Klien bernama Tn. L, 41 tahun, nomor rekam medis 3929424, beragama
Islam, tinggal di Cakung (Jakarta Timur), bekerja sebagai tukang amplas
kayu dan tukang ojek, dan berperan sebagai ayah dari dua orang anak dan
suami dari seorang istri. Biaya pengobatan ditanggung penuh oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

3.1.2 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Tn. L datang ke IGD RSCM pada19 Juni 2014 dan masuk ruang perawatan
kamar 701 C pada 23 Juni 2014. Keluhan utama saat itu adalah perut semakin
membesar sejak 4 hari sebelum masuk RS dan nyeri perut yang terus-
menerus. Nyeri seperti ditusuk-tusuk pada perut bagian atas sebelah kanan
dan kiri, lamanya kurang lebih 3 sampai 10 menit, dan munculnya tidak tentu.
Hal yang dilakukan bila nyeri muncul adalah dengan istirahat dan tiduran,
dan nyeri pun berkurang. Perut terasa begah, tapi napas tidak sampai sesak.
Pasien juga mengatakan nafsu makan turun, mual, dan muntah. Muntah
terjadi di rumah, tidak banyak, isi makanan, muncul setiap pasien baru saja
selesai makan, tidak ada darah, ataupun berwarna hitam. Tn. L juga sempat
satu kali buang air besar dengan konsistensi cair dan berwarna hitam, urin
berwarna pekat seperti teh. Batuk, demam, atau pun bengkak pada kaki tidak
dialami Tn.L.

Istri pasien mengatakan Tn. L sebelumnya tidak pernah dirawat di RS, hanya
berobat jalan saja. Pada Pebruari 2014, Tn.L sempat mengalami mual hebat,
kemudian berobat ke salah satu RS dan dilakukan pemeriksaan laboratorium,
hasilnya adalah nilai SGOT dan SGPT mengalami peningkatan. Tn. L hanya
diberikan obat (nama obat lupa). Dua minggu kemudian, Tn.L kontrol
kembali dan dilakukan pemeriksaan laboratorium, hasil SGOT dan SGPT
masih tinggi dan dikatakan menderita hepatitis. Tn.L kemudian diberikan

26 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


27

obat kembali (salah satu obat yang diingat adalah lesichol) dan dianjurkan
untuk rawat jalan saja (tidak dilakukan pemeriksaan USG abdomen saat itu).
Pada saat itu, badan pasien tidak menguning, perut tidak membesar, kaki
tidak bengkak, tetapi terjadi penurunan berat badan yang ekstrim (kurang
lebih 20 kg dalam 3 bulan).

Tn. L mengatakan sebelumnya tidak pernah mendapatkan transfusi darah,


tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol ataupun minuman keras
lainnya, tidak menggunakan obat-obat terlarang melalui suntikan, tidak
mengkonsumsi jamu-jamuan ataupun obat-obat penghilang rasa sakit, dan
tidak berhubungan seks bebas. Istri pasien mengatakan Tn.L adalah seorang
pekerja keras, siang hari bekerja sebagai tukang amplas kayu dan malamnya
sebagai tukang ojek.

Pada 26 Mei 2014 dilakukan pengkajian pada Tn. L dan dengan hasil sebagai
berikut. Pasien mengatakan tidak ada keluhan mual, muntah, ataupun nafsu
makan menurun, hanya saja porsi makan yang dihabiskan hanya porsi
karena pasien khawatir perut terasa begah. Pasien mengatakan sesak napas
tidak ada, batuk dan demam juga tidak ada. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan: pada bagian kepala didapatkan kepala normosefal, kulit kepala
bersih, mata simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda, telinga bersih,
tidak ada epistaksis ataupun perdarahan gusi. Pada bagian leher tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening ataupun pembesaran kelenjar
tiroid. Pada area dada didapatkan pergerakan dada simetris, suara napas
vesikular, terdengar ronchi halus pada kedua apikal paru, bunyi jantung S1
dan S2 normal, tidak ada gallop ataupun murmur. Pada pemeriksaan
abdomen, diperoleh auskultasi bising usus aktif di empat kuadran, 10/menit,
perut tampak buncit dan besar, spider nevi tidak ada, tampak hematom ukuran
55cm di daerah umbilikus, hasil perkusi didapatkan shifting dullness positif,
pada palpasi tidak ada nyeri tekan ataupun nyeri lepas. Pada ekstremitas
didapatkan kekuatan otot sama kuat, bernilai 5 pada semua sisi, tidak ada

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
28

edema tungkai bilateral. Hasil pengkajian lengkap dapat dilihat pada lampiran
5.

3.1.3 Pemeriksaan Laboratorium


Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Jenis Nilai normal 24-5-2014 26-5-2014 28-5-2014 31-5-2014 2-6-2014
Pemeriksaan
Hematologi:
Hemoglobin 12-15 gr/dl 8,2 9,1 10,0 10,0 10,3
Hematokrit 36-40 % 25,2 27,5 30,4 31,0 31,7
Trombosit 150-400.103/mm3 335 374 464 431 450
Leukosit 5-10.103/mm3 13,27 9,28 11,29 10,42 10,01
LED 0-20 mm 135 57 80 60
PT 9,8-12,6 15,8 14,2 14,0
12,4 (k) 12,2 (k) 12,5 (k)
APTT 31-47 41,3 35,2 36
33,1 (k) 31,6 (k) 33,4 (k)
Kimia Darah:
SGPT < 33 u/L 24 21
SGOT <27 u/L 98 79
Bil total <1,00 mg/dl 1,09 1,04
Bil direct 0,2 mg/dl 0,95 0,84
Bil indirect 0,1-0,7 mg/dl 0,14 0,20
Fosfatase alkali <98 u/L 200
Kolinesterase 5020-11290 u/L 2503
Gamma GT <61 u/L 435
Albumin 3,5-5,4 gr/dl 2,46 2,5 2,74 2,82 2,82
Natrium 133-147 mEq/L 135 133 131
Kalium 3,3-5,4 mEq/L 3,51 3,21 4,24
Klorida 94-111 mEq/L 95,6 91,2 93,6
CEA 0,0-4,6 ng/ml 1,71
AFP 5,8 IU/ml 239,2
Cyfra 21-1 3,3 ng/ml 2,1
HBsAg <0,1 (nonreaktif) 11170
Anti HCV <0,9 (nonreaktif) 0,40
GDS < 140 mg/dl 149

Hasil analisa cairan asites 26-5-2014: transudat


Hasil pemeriksaan darah samar dalam feses 27-5-2014: tidak ditemukan
darah samar dalam feses.
Tabel 3.1 menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium Tn. L 24 Mei 2014
sampai dengan 2 Juni 2014. Ketikan yang bercetak tebal merupakan hasil
yang abnormal. Hasil terlengkap laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
29

3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik dan Tindakan yang Telah Dilakukan


Selama Perawatan
a. USG abdomen 22 Mei 2014
Kesimpulan: sirosis hepatis dengan asites, hepatosplenomegali dengan
hipertensi porta, dan multipel nodul suspect hepatoselular carcinoma (HCC).
Saran: CT scan abdomen

b. Foto toraks 19 Mei 2014


Deskripsi: jantung kesan tidak membesar, aorta dan mediastinum tidak
melebar, trakea di tengah, hilus tidak menebal, tampak multipel nodul
berbagai ukuran tersebar di kedua lapangan paru disertai dengan infiltrat di
sekitarnya, kedua hemidiafragma licin, dan tulang-tulang dan jaringan lunak
baik. Kesan: suspek lesi metastasis paru (primer?).

c. Pungsi asites 26 Mei 2014


Cairan asites dipungsi sebanyak 2100 ml (serohemoragik) dan diperiksakan
analisis cairan asites, biakan dan resistensi lain-lain, dan pulasan gram.

d. CT scan abdomen dengan kontras 29 Mei 2014


Hasil ekspertise tersedia pada 2 Juni 2014, dengan hasil: hepar ukuran
membesar, tampak lesi berbatas tak tegas tepi irreguler berukuran
11,6cm13,6cm17,4cm pada lobus kanan, tampak pula multipel lesi di
lobus kiri dengan karakteristik serupa, dan tampak lesi di intralumen vena
porta. Vena hepatika dan sistem bilier tidak melebar, tampak asites. Tampak
multipel nodul di kedua paru, tak tampak efusi pleura. Bentuk dan ukuran
kandung empedu baik, dinding tidak menebal, dan tak tampak batu. Bentuk
dan ukuran pankreas baik, tak tampak lesi fokal, duktus pankreatikus tidak
melebar, dan tak tampak kalsifikasi. Bentuk dan ukuran limpa baik, densitas
homogen, tak tampak lesi fokal, dan vena lienalis tak melebar. Bentuk dan
ukuran kedua ginjal baik, tak tampak batu maupun pelebaran sistem
pelviokalises, tampak lesi kistik berbatas tegas tepi reguler diameter 1,2cm di
ginjal kiri, dan kelenjar suprarenal tidak melebar. Gaster dan usus-usus baik,

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
30

tidak tampak dilatasi patologis maupun penebalan dinding, aorta baik, tak
tampak dilatasi, kelenjar limfe paraaorta berdiameter 0,75cm. Tulang-tulang
tak tampak destruksi.
Kesimpulan: sesuai gambaran hepatocelular carcinoma multinodular dengan
gambaran trombus vena porta, asites, multipel nodul kedua paru sugestif
malignasi, multipel kista ginjal kiri, dan limfadenopati paraaorta.

e. Pemeriksaan Esophago Gastro Duodenoscopy (EGD) 30 Mei 2014,


dilanjutkan dengan ligasi varises esofagus.
Hasil:
Esofagus: pembuluh darah berkelok-kelok hampir memenuhi seluruh lumen.
Gaster: pembuluh darah fundus tampak membesar, tidak berkelok-kelok,
mukosa kardia, fundus, dan korpus edema dan hiperemis.
Duodenum: normal
Kesimpulan: varises esofagus grade III, varises fundus ringan, gastrophaty
hipertensi porta ringan.
Saran: ligasi esofagus, proton pump inhibitor (PPI), sukralfat, dan propanolol.
Kemudian segera dilakukan ligasi varises esofagus dengan perdarahan
minimal.

f. Pungsi asites kembali 3 Juni 2014, cairan asites berupa serous berwarna
kuning jernih sebanyak 700cc.

Gambaran hasil pemeriksaan diagnostik Tn. L dapat dilihat pada lampiran 4.

3.1.5 Terapi Obat


Tabel 3.2 Daftar Terapi Obat Pasien
Nama obat Frekuensi, Indikasi Implikasi Keperawatan &
Dosis, & Pertimbangan Keperawatan (Malseed,
Rute Goldstein, & Balkon, 1995)
Cefotaxime 31gr iv Antibakterial Waktu paruh (T) 60-70 menit.
(sefalosporin Digunakan untuk pengobatan infeksi
generasi ketiga); pada abdomen; infeksi sistem
pada sirosis pernapasan, perkemihan, kulit, dan
digunakan untuk sistem reproduksi.
pencegahan dan Reaksi yang tidak diharapkan dan
pengobatan

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
31

Nama obat Frekuensi, Indikasi Implikasi Keperawatan &


Dosis, & Pertimbangan Keperawatan (Malseed,
Rute Goldstein, & Balkon, 1995)
peritonitis biasanya muncul bila diberikan
bakterialis dalam dosis besar dan jangka waktu
spontan (PBS) yang lama: nyeri dan inflamasi pada
area injeksi, anoreksia, nyeri
abdomen, diare, kandidiasis oral,
urtikaria, peningkatan nilai
SGOT/SGPT, pusing, lemas, ataupun
demam.
Dapat diberikan bersamaan dengan
aminoglikosida, tetapi jangan
digabung dalam satu syringe yang
sama.
Inkompatibel dengan tetrasiklin,
kalsium klorida, dan magnesium
Tidak ada kontraindikasi absolut,
hati-hati penggunaanya pada pasien
dengan riwayat alergi, gangguan
fungsi ginjal, ataupun sedang dalam
kondisi hamil.

Furosemide 240mg iv Loop (High Efek diuretik muncul setelah 5-10


Ceiling menit pemberian, mencapai puncak
Diuretics), pada 15-30 menit, dan bertahan
penatalaksanaan selama dua jam.
asites Terapi parenteral hanya
diindikasikan untuk kasus emergensi
dan harus dikonversi ke oral sesegera
mungkin.
Hati-hati bila diberikan pada pasien
yang alergi dengan sulfonamide
karena dapat memberikan reaksi
silang.
Dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah, monitor tekanan
darah, terutama apabila diberikan
pada pasien yang juga mendapatkan
terapi antihipertensi.
Pantau nilai serum elektrolit, karena
obat ini menghambat penyerapan
natrium dan kalium di Ansa Henle,
sehingga urin yang dikeluarkan kaya
akan natrium dan kalium.

Omeperazole 240mg iv Proton pump Absorpsinya cepat, onset terjadi


inhibitor dalam 1 jam.
(T) kurang dari 1 jam, tetapi efek
antisekretori masih ada hingga 72
jam setelah pemberian.

Vitamin K 210mg iv Anticoagulant Saat pemberian melalui IV, dilusikan


antagonist dengan larutan NaCl atau dekstrose
5%, dan berikan secara perlahan.
Nilai normal protrombin dapat
terlihat dalam 12-16 jam setelah

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
32

Nama obat Frekuensi, Indikasi Implikasi Keperawatan &


Dosis, & Pertimbangan Keperawatan (Malseed,
Rute Goldstein, & Balkon, 1995)
pemberian.
Efek yang tidak diharapkan: nyeri
pada area injeksi, pusing,
berkeringat.

Spironolactone 2100mg Potassium- Berada pada puncak plasma dalam 3-


po sparing diuretics 4 jam, efek diuretik masih dapat
terlihat dalam 2-3 hari. Atur waktu
pemberian obat agar tidak
mengganggu waktu tidur malam
pasien
Tidak diberikan pada pasien
hiperkalemia

Propranolol 210mg Beta-adrenergik Absorpsi obat akan lebih baik bila


po blocking agent bersamaan dengan makanan.
Jangan diberikan pada pasien yang
mengalami bradikardi.
Efek yang tidak diharapkan: letargi,
mual, kesemutan, kram, dan
bradikardi.

Lactulax 315cc po Laxative Lactulax merupakan kompleks gula


yang tidak terhidrolisis dalam
caluran cerna tetapi memasuki kolon
dan meningkatkan tekanan osmotik
sehingga feses lunak dan
menstimulasi pergerakan usus.
Pada pemberian awal dapat
menyebabkan perut kembung dan
kram.
Lactulax dapat mengurangi kadar
amonia sebanyak 25-50% dan
digunakan untuk pencegahan
terjadinya ensefalopati hepatikum,
boleh digunakan untuk jangka
panjang agar dapat BAB 2-3/hari
dengan feses yang lunak.

Sucralfate 415cc po Antiulcer Obat diberikan saat perut dalam


keadaan kosong, 1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan, dan
saat akan tidur.
Efek yang tidak diharapkan:
konstipasi.
Bila pasien juga menggunakan
antasida, jarak pemberian antasida
dan sucralfate harus lebih dari jam.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
33

3.2 Analisis Data


Tabel 3.3 Analisis Data
Data Fokus Masalah Etiologi
Data Subjektif: Ketidakseimbangan Intake inadekuat
Berat badan pasien turun 20 Kg semenjak nutrisi kurang dari
sakit (mulai Pebruari 2014). kebutuhan tubuh
Mual ataupun muntah tidak ada, nafsu makan
ada, hanya saja takut terasa begah bila makan
1 porsi
Data Objektif:
Porsi makan pagi yang dihabiskan hanya
porsi
Hasil laboratorium 26 Mei 2014: Hb 9,1 gr/dl,
albumin 2,5 gr/dl
BB 64,5 Kg (dengan asites), TB 155 cm; BMI
26,8
LILA 25 cm

Data Subjektif:
Kelebihan volume Gangguan
Perut terasa begah dan membesar, tetapi napas
cairan mekanisme
tidak sesak.
regulasi
Data Objektif:
(penurunan
Tampak asites, shifting dullness (+)
protein plasma)
Terdengar ronchi halus pada apikal kedua
lapang paru
Hasil laboratorium 26 Mei 2014: albumin 2,5
gr/dl
Hasil USG abdomen 22 Mei 2014: sirosis
hepatis dengan asites, hepatosplenomegali
dengan hipertensi porta
Lingkar perut: batas atas 99 cm, tengah 98 cm,
bawah 96 cm

Data Subjektif: Risiko cedera Hipertensi porta,


Kebiruan di sekitar pusar muncul tiba-tiba perubahan
saja, tidak ada riwayat benturan atau suntikan mekanisme
di area tersebut. pembekuan darah,
gangguan proses
Data Objektif: detoksifikasi
Tampak hematom di daerah umbilikus ukuran
55 cm.
Hasil USG abdomen 22 Mei 2014: sirosis
hepatis dengan asites, hepatosplenomegali
dengan hipertensi porta
Hasil laboratorium 24 Mei 2014: PT 15,8
(1,3 kali kontrol), APTT 41,3 (1,2 kali
kontrol)

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. L sesuai dengan proritas adalah
sebagai berikut:
Risiko cedera berhubungan dengan hipertensi porta, perubahan mekanisme
pembekuan darah, dan gangguan proses detoksifikasi.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
34

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi


(penurunan protein plasma)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat.

Concept map pada Tn. L dapat dilihat pada lampiran 2.

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi


a. Risiko cedera berhubungan dengan hipertensi porta, perubahan mekanisme
pembekuan darah, dan gangguan proses detoksifikasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera tidak
bertambah parah, dengan kriteria hasil: tidak terjadi perdarahan saluran cerna
(tidak ada hematemesis, melena, ataupun darah samar dalam feses), tidak
terjadi penambahan hematoma di area tubuh yang lain, pasien dan keluarga
melakukan tindakan untuk mencegah trauma (menggunakan sikat gigi yang
halus, tidak mengorek hidung dengan kasar, hindari benturan/terjatuh, tidak
membuang ingus dengan kasar), dan tidak ada tanda-tanda ensefalopati
hepatikum (klien sadar penuh, bicara koheren, orientasi tepat terhadap waktu,
tempat, dan orang, buang air besar (BAB) lancar, serta tidak ada flapping
tremor) (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002; Smeltzer & Bare, 2002).

Intervensi yang dilakukan adalah:


Monitor dan tanyakan karakteristik feses (warna, konsistensi, dan jumlah).
Pastikan klien BAB setiap hari.
Monitor manifestasi hemoragik: hematom, epistaksis, hematemesis, dan
perdarahan gusi.
Informasikan pasien untuk banyak istirahat dan membatasi aktivitasnya.
Lakukan tindakan untuk mencegah trauma: pertahankan lingkungan yang
aman, informasikan pasien untuk tidak mengorek hidungnya atau bila
pilek mengeluarkan ingus secara perlahan, tidak mengejan, hindari
benturan, menggunakan sikat gigi dengan bulu halus, menghindari
penggunaan tusuk gigi, dan gunakan jarum kecil saat penyuntikan.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
35

Kaji status kognitif: tentukan orientasi pasien terhadap waktu, tempat, dan
orang; observasi adanya gelisah dan tingkat kesadaran pasien, dan kaji
kesadaran pasien terhadap alasan untuk menjalani perawatan di RS dan
perawatan selanjutnya di rumah.
Kolaborasi: cek adanya darah samar dalam feses (feses benzidine), beri
vitamin K injeksi 310 mg, lapor ke dokter bila terjadi perubahan status
kognitif/neurologi (bicara kacau, gelisah, cenderung tidur, flapping
tremor), cek kadar amonia, beri lactulax 315 cc po, beri cefotaxime
31gr iv, beri propanolol 210 mg po, dan cek hemostase.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi (penurunan protein plasma)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan
adekuat, dengan kriteria hasil: target balance cairan -500 sampai -
1000cc/hari, ukuran lingkar perut tetap atau berkurang setiap harinya, tidak
terjadi edema, TTV dalam rentang normal ( TD 100/60-140/90 mmHg, nadi
60-100/menit, RR 12-20/menit), ronchi pada kedua lapang paru berkurang
sampai dengan hilang, dan tidak ada distensi vena jugularis (Doenges,
Moorhouse, & Geissler, 2002; Smeltzer & Bare, 2002).

Intervensi yang dilakukan adalah:


Monitoring TTV (TD dan nadi) dan jugularis vena pressure (JVP).
Auskultasi paru, catat adanya bunyi tambahan (misalnya ronchi) dan catat
RR.
Monitor adanya kemungkinan edema
Ukur lingkar perut dan berat badan setiap hari.
Ukur balance cairan/hari
Kolaborasi: beri lasix 240mg iv, spironolactone 2100mg po, beri
albumin/plasma ekspander sesuai program, cek albumin dan serum
elektrolit sesuai program, batasi natrium dan cairan sesuai indikasi, dan
persiapkan prosedur pungsi asites.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
36

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake inadekuat.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi
adekuat, dengan kriteria hasil: pasien melaporkan makan habis 1 porsi dengan
makan porsi kecil tapi sering, pasien melaporkan ada peningkatan selera
makan dan rasa segar pada badan, melaporkan perut terasa nyaman dengan
defekasi teratur, dan ukuran lingkar lengan atas (LILA) tetap atau bertambah
(Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002; Smeltzer & Bare, 2002).

Intervensi yang dilakukan adalah:


Monitor porsi makan yang dihabiskan setiap hari.
Informasikan dan motivasi untuk makan porsi kecil tapi sering.
Informasikan pasien dan keluarga tentang pentingnya diet tinggi protein
yang kaya akan AARC, yaitu putih telur 4-6 butir/hari.
Motivasi pasien dan keluarga untuk melakukan oral higiene sebelum
makan, dan ukur LILA.
Kolaborasi: beri inpepsa 4x10 cc po, diet hati IV 2100 kalori dengan ekstra
putih telur (kaya AARC) 4-6 butir/hari.

Rencana asuhan keperawatan yang lengkap dapat dilihat pada lampiran 6.

3.4 Evaluasi Keperawatan


Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Risiko cedera berhubungan dengan hipertensi porta, perubahan mekanisme
pembekuan darah, dan gangguan proses detoksifikasi.
Pada hari pertama pengkajian didapatkan hematom pada area umbilikus
dengan ukuran 55 cm yang tidak diketahui penyebabnya (pasien
mengatakan tidak ada riwayat benturan ataupun bekas penyuntikan di area
tersebut). Kesadaran pasien compos mentis, orientasi terhadap waktu, tempat,
dan orang tepat, dan bicara koheren. Klien juga mengatakan tidak ada

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
37

muntah darah, BAB lancar setiap hari berwarna kuning, dan tidak ada gusi
berdarah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari, cedera tidak


bertambah pada pasien. Pasien mengatakan kebiruan pada perut sudah jauh
berkurang, BAB lancar setiap hari berwarna kuning, tidak ada muntah darah
ataupun gusi berdarah, dan pasien dapat tidur pulas. Pasien dan keluarga
mampu menyebutkan cara-cara pencegahan trauma dan cara-cara perawatan
pasien saat di rumah nanti (satuan acara pembelajaran dan leaflet terdapat
pada lampiran 8 dan 9), tidak ada tanda-tanda perdarahan saluran cerna, tidak
ada tanda-tanda ensefalopati hepatikum, dan hasil laboratorium menunjukkan
masa hemostase tidak bertambah memanjang (PT 1,1 kali kontrol dan APTT
1,0 kali kontrol). Hasil CT scan abdomen adalah HCC, pasien direncanakan
pulang, dan kontrol ke poli gastrohepatologi pada 9 Juni 2014.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi (penurunan protein plasma).
Pasien mengatakan perut terasa begah, tetapi napas tidak terlalu sesak, edema
pada kaki tidak ada, nilai albumin 25 Mei 2014 adalah 2,5 gr/dl, tampak
asites dan shifting dullness positif.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari pasien mengatakan


perut terasa tidak begah lagi dan tidur malam pun sangat pulas. Tekanan
darah 100/60 mmHg, nadi 88/menit kuat teratur, RR 18/menit, tidak ada
edema tungkai, tidak ada distensi vena jugularis, berat badan 62 Kg (turun 2,5
kg dari perawatan pertama), suara napas vesikular dan tidak terdengar ronchi
pada kedua lapang paru, tanda-tanda kekurangan cairan tidak ada (turgor
elastis, mukosa bibir lembab), ukuran lingkar perut mengalami penurunan
(batas atas 96 cm, berkurang 3 cm dari awal perawatan; tengah 96 cm,
berkurang 2 cm dari awal perawatan; dan batas bawah 90 cm, berkurang 6 cm
dari awal perawatan), nilai albumin 2,82 gr/dl (meningkat 0,3 gr/dl dari awal
perawatan), dan balance cairan sesuai target, yakni -260 cc/hari. Masalah

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
38

kelebihan volume cairan teratasi dan pasien direncanakan untuk pulang. Cara
perawatan di rumah sudah dijelaskan pada pasien dan istrinya, istri tampak
sudah mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake inadekuat.
Pada awal pertama perawatan, pasien mengatakan makan hanya habis porsi
karena pasien takut perut terasa begah; hasil laboratorium 26 Mei 2014: Hb
9,1 gr/dl, albumin 2,5 gr/dl; BB 64,5 Kg (dengan asites), TB 155 cm; BMI
26,8; dan LILA 25 cm.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, pasien mengatakan


makan nafsu makan baik, makan habis 1 porsi dan makan 6 putih telur/hari,
mual dan muntah tidak ada, perut terasa nyaman, dan BAB lancar setiap hari.
Pasien tidak menunjukkan ekspresi mual/muntah, dan pasien tampak lebih
segar dari sebelumnya. Ukuran LILA pasien sebelum pulang adalah 25 cm
(tetap seperti awal perawatan) dan nilai albumin 2,82 gr/dl (meningkat 0,3
gr/dl dari awal perawatan). Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi, pasien direncanakan untuk pulang.

Catatan keperawatan dapat dilihat pada lampiran 7.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 4
ANALISIS SITUASI

4.1 Analisis Kasus Terkait Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


(KKMP)
Salah satu masalah yang sering terjadi di masyarakat perkotaan yang berhubungan
dengan sistem pencernaan adalah sirosis hepatis. Pada dasarnya, penyebab
penyakit ini belum diketahui dengan pasti, tetapi erat kaitannya dengan
konsumsi/penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang panjang dan infeksi
virus hepatitis, umumnya virus hepatitis B ataupun C, obstruksi bilier, intoksikasi
bahan industri dan penggunaan obat-obatan seperti acetaminophen, methotrexate,
atau isoniazid (Black & Hawks, 2009). Hal-hal tersebutlah yang sering menjadi
faktor predisposisi munculnya penyakit sirosis hepatis.

Salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan
munculnya penyakit sirosis hepatis adalah konsumsi/penyalahgunaan alkohol
dalam jangka waktu yang lama. Masalah alkohol telah menjadi isu masyarakat di
beberapa daerah di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
menunjukkan prevalensi peminum alkohol pada 13 dari 33 propinsi. Prevalensi
tertinggi ada pada laki-laki, dengan prevalensi di perkotaan mulai dari 13,4% di
Sulawesi Tenggara hingga 31,5% di Sulawesi Utara. Frekuensi minum alkohol
yang didapatkan adalah 11,7% hampir tiap hari, 24,4% hampir tiap minggu, dan
35,8% hampir tiap bulan. Prevalensi ini dapat dikatakan relatif tinggi. Strategi
penanggulangan jangka panjang haruslah melibatkan masyarakat, keluarga, dan
sektor pemerintah dan pendidikan (Suhardi, 2011). Hal ini juga didukung oleh
hasil penelitian yang dilakukan kepada 20 orang pasien sirosis hepatis di RSUP.
DR. M. Djamil Padang yang mendapatkan 55% pasien yang menderita sirosis
hepatis adalah laki-laki dan 20% dari penderita sirosis hepatis adalah
pengkonsumsi alkohol (Oktaviani, 2012).

Sementara itu, keadaan dan perilaku yang berisiko tinggi terhadap hepatitis B
ataupun C adalah anak yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B/C, pasangan
penderita hepatitis B/C, orang yang sering berganti pasangan sex, man sex man

39 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


40

(MSM), injection drug user (IDUs), kontak serumah dengan penderita, penderita
hemodialisis, pengguna jarum suntik tidak steril (tato, tindik), pernah
mendapatkan transfusi darah, dan pekerja kesehatan/petugas laboratorium
(Muljono et al., 2012).

Selain itu, intoksikasi bahan industri dan penggunaan obat-obatan seperti


acetaminophen, methotrexate, atau isoniazid menjadi faktor berisiko terhadap
kejadian penyakit ini. Pada penelitian yang dilakukan kepada 20 orang pasien
sirosis hepatis di RSUP. DR. M. Djamil Padang didapatkan persentase kebiasaan
hidup pada pasien sirosis hepatis yang dapat memperberat kerja hati, yaitu
sebanyak 25% responden yang menderita sirosis memiliki riwayat mengkonsumsi
obat-obatan penghilang rasa nyeri dan 20% responden memiliki riwayat pekerja
keras dengan pola tidur yang tidak teratur. Kebiasaan tidak tidur malam atau
bekerja pada malam hari dapat mengganggu fungsi hati, khususnya dalam hal
detoksifikasi. Hati akan melakukan proses detoksifikasi bila seseorang dalam
keadaan tidur nyenyak di malam hari, yaitu rentang pukul 11 malam hingga 1
pagi. Apabila seseorang tidak memiliki waktu istirahat dan tidur di malam hari,
maka hati tidak akan berfungsi secara optimal, dan bila terjadi berkepanjangan
dapat menyebabkan disfungsi hati (Oktaviani, 2012).

Angka kejadian di Indonesia menunjukkan penderita sirosis hepatis lebih banyak


dijumpai pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan sekitar 1,6:1
dengan umur rata-rata terbanyak pada golongan umur 30-59 tahun dengan
puncaknya sekitar 40-49 tahun (Oktaviani, 2012).

Beberapa pola hidup Tn. L yang meningkatkan risiko terjadinya sirosis hepatis
adalah adanya tato permanen pada area deltoid dekstra pasien ukuran 35 cm
yang dibuat saat pasien masih berusia 25 tahun. Klien juga seorang pekerja keras,
pagi dan siang hari pasien bekerja sebagai tukang amplas kayu, sedangkan malam
hari sebagai tukang ojek sehingga waktu tidur malam hanya beberapa jam saja
dan tidak menentu. Pasien menyangkal sebagai pengkonsumsi alkohol, pengguna
obat-obat terlarang melalui suntikan, pengkonsumsi jamu/obat-obatan (seperti

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
41

obat penghilang rasa nyeri), ataupun berperilaku seks bebas. Pasien juga
mengatakan tidak ada keluarganya yang menderita penyakit seperti pasien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan nilai HBsAg yang
tinggi/reaktif, yaitu 11170,00 (nilai normal adalah <1,0), sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita sirosis hepatis akibat terinfeksi virus
hepatitis B.

Hepatitis B kronik memang sangatlah berisiko untuk mengarah ke sirosis hepatis.


Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia. Indonesia
merupakan negara dengan pengidap hepatitis B nomor 2 terbesar sesudah
Myanmar di antara negara-negara anggota WHO. Sekitar 23 juta penduduk
Indonesia terinfeksi hepatitis B. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan hasil
pemeriksaan biomedis dari 10.391 sampel serum yang diperiksa, prevalensi
HBsAg positif 9,4% yang berarti bahwa di antara 10 penduduk Indonesia terdapat
seorang penderita hepatitis B virus. Kondisi seperti ini mengharuskan pemerintah
untuk melakukan pengembangan strategi nasional dalam mengatasi hal tersebut,
berupa program surveilans yang efektif, pengembangan vaksin, dan pengobatan
efektif. Sejauh ini, yang sudah dilakukan pemerintah adalah dengan menyusun
buku Pedoman Pengendalian Penyakit Hepatitis yang merupakan panduan bagi
petugas kesehatan baik di pusat maupun daerah.

4.2 Analisis Kasus


Tn. L dikatakan menderita sirosis hepatis di usia 41 tahun. Jenis sirosis hepatis
yang dialami Tn. L adalah sirosis postnekrotik yang dipicu oleh infeksi virus
hepatitis B, ditandai dengan hasil HBsAg yang positif/reaktif. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tato di deltoid kanan pasien dan hasil anamnesa diperoleh bahwa
pasien adalah pekerja keras yang kurang beristirahat khususnya di malam hari.
Sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding perempuan dengan
umur rata-rata terbanyak dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun (OBrien &
Williams, 2008; Oktaviani, 2012). Hal ini terjadi pada Tn.L. Gaya hidup yang
mengharuskan Tn. L bekerja di malam hari menyebabkan hati tidak mampu
melakukan proses detoksifikasinya dengan optimal, karena proses ini hanya

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
42

terjadi pada individu yang sedang tidur nyenyak pada rentang jam 11 malam
hingga 1 pagi. Hal inilah yang dapat memperberat kerja hati. Salah satu faktor
risisko yang mungkin menyebabkan Tn. L terinfeksi virus hepatitis B adalah dari
pembuatan tato permanen saat usia 25 tahun. Pembuatan tato dengan jarum tidak
steril yang dipakai bersama-sama dengan orang lain merupakan salah satu cara
penularan hepatitis B. Pasien dan istri pasien menyangkal terhadap perilaku-
perilaku lain yang berisiko untuk mengalami hepatitis B, seperti riwayat mendapat
transfusi, hubungan seks bebas, tinggal dengan penderita hepatitis, memiliki
riwayat keluarga yang mengalami hepatitis, ataupun pengguna obat-obat terlarang
melalui suntikan.

Hepatitis B memang memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjadi sirosis


hepatis. Hal ini dikarenakan akibat lanjut dari infeksi virus Hepatitis B tersebut
menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang lebar pada hati. Gambaran hati
yang ditemukan berupa nekrosis berbercak pada jaringan hati, menimbulkan
nodul-nodul besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut,
berselang-seling dengan jaringan parenkim hati normal (Black &Hawks, 2009;
Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2002). Prevalensi hepatitis B semakin
besar di Indonesia. Secara global, sekitar 400 juta orang pengidap hepatitis di
dunia, dan dari jumlah tersebut sekitar 250.000 orang meninggal setiap tahunnya
akibat sirosis hepatis (Muljono et al., 2012). Kerjasama lintas program dan lintas
sektoral sangat perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

Tanda dan gejala sirosis hepatis yang ditemukan pada Tn. L adalah porsi makan
yang hanya dihabiskan porsi karena takut perut terasa begah, penurunan berat
badan yang sangat signifikan (20 kg dalam 3 bulan), asites, shifting dullness
positif, ronchi halus pada kedua apikal lapang paru, dan adanya hematoma pada
area umbilikus ukuran 55 cm yang menurut pasien tidak diketahui penyebabnya.
Mual hebat dialami Tn. L saat 3 bulan yang lalu, saat ini keluhan mual, muntah,
dan nyeri abdomen tidak dialami pasien. Tn. L juga mengatakan sebelum masuk
RS pernah BAB 1 kali di rumah dan berwarna hitam.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
43

Keluhan perut terasa begah terjadi karena pada pasien sirosis hepatis terjadi
pelepasan mediator inflamasi (tumor necrosing factor) akibat kerusakan sel
hepatosit yang mempunyai hubungan dengan keluhan anoreksia, dan juga
menyebabkan terjadinya perubahan interpretasi pada sentral rasa kenyang
sehingga perut cepat terasa penuh (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, & Savopoulos,
2008). Sementara itu, penurunan berat badan yang terjadi pada Tn. L sangatlah
signifikan. Hal ini disebabkan oleh proses glukoneogenesis sebagai upaya tubuh
untuk mendapatkan energi, yakni dengan membentuk glukosa dari asam-asam
amino, dan prekursor dari proses ini adalah degradasi protein otot. Akibatnya
terjadilah muscle wasting bila protein otot yang didegradasi sebagai sumber energi
lebih dari 20% (Titus, 2003). Kondisi inilah yang memunculkan masalah nutrisi
pada Tn.L.

Asites merupakan salah satu komplikasi yang paling umum terjadi pada pasien
sirosis hepatis dan menandakan adanya prognosis yang buruk. Asites terjadi pada
hampir 50% pasien sirosis yang telah terdiagnosa penyakit tersebut selama 10
tahun, angka kemungkinan hidup adalah selama 2 tahun. Adanya asites
menunjukkan dekompensasi hati (Wong & Yeung, 2002). Asites terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotik
koloid. Peningkatan tekanan hidrostatik merupakan bentuk kompensasi tubuh
terhadap meningkatnya tekanan vena cava inferior akibat hipertensi porta,
sehingga darah balik vena dari perifer menuju ventrikel kanan terhalangi,
akibatnya terjadi stasis darah pada vena dan kapiler yang selanjutnya mendorong
cairan masuk ke rongga peritoneum. Sementara itu, tekanan osmotik koloid
plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar tidak mengalir ke dalam
rongga peritonium. Hal ini merupakan salah satu fungsi albumin, sedangkan pada
pasien sirosis hepatis terjadi hipoalbuminemia akibat ketidakmampuan hati untuk
mensintesis albumin secara optimal (Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta, 2002).
Nilai albumin pasien saat dilakukan pengkajian adalah 2,5 gr/dl. Hasil USG
abdomen menunjukkan adanya asites. Asites pada Tn.L termasuk dalam tingkat 3
(large/gross ascites) yang terlihat jelas adanya distensi abdomen dengan kasat
mata. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan shifting dullness positif. Tn. L

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
44

mengatakan perutnya yang membesar ini tidak membuat napasnya sesak. Suara
napas ronchi halus terdengar pada kedua apikal lapang paru. Pada teori tidak
dijelaskan hal tersebut, tetapi ini terjadi pada pasien. Hal ini juga dapat terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik yang
terjadi pada paru-paru.

Tn. L mengatakan kebiruan (hematom) pada perutnya muncul begitu saja, tidak
ada riwayat terbentur atau bekas suntikan. Perdarahan pada sirosis hepatis terjadi
karena penurunan produksi trombin dan penurunan kemampuan hati mensintesis
zat-zat yang diperlukan untuk pembekuan darah (Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini
dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium 24 Mei 2014: PT 15,8 (1,3 kali
kontrol), APTT 41,3 (1,2 kali kontrol), yang menunjukkan memanjangnya waktu
hemostase.

Karakteristik feses yang berwarna hitam (melena) pada Tn. L menunjukkan


bahwa telah terjadi perdarahan saluran cerna akibat hipertensi porta. Obstruksi
aliran darah lewat hati yang terjadi akibat pembentukan fibrosa di hati
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal, dan menimbulkan hipertensi porta. Akibatnya terjadi distensi
pembuluh darah abdomen dan distensi pembuluh darah di seluruh saluran
gastrointestinal. Esofagus, lambung, dan rektum bagian bawah merupakan daerah
yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral, yang memicu
pembentukan varises, yang sewaktu-waktu bisa ruptur dan menimbulkan
hematemesis, melena, ataupun hematosezia. Hal ini sudah terjadi pada Tn. L, pada
pemeriksaan Esophago Gastro Duodenoscopy (EGD) 30 Mei 2014 ditemukan
varises esogagus grade III, varises fundus ringan, dan gastropati hipertensi porta
ringan. Pemeriksaan EGD ini langsung dilanjutkan dengan ligasi varises esofagus.

Pada Tn. L tidak menunjukkan tanda-tanda ensefalopati hepatikum. Saat


dilakukan pemeriksaan flapping tremor, pasien mampu mempertahankan
tangannya dalam posisi hiperekstensi (dorsofleksi), dan tidak ada gerakan
involuntir/tremor. Pada pasien juga tidak dilakukan pemeriksaan kadar amonia

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
45

dalam serum dikarenakan kesadaran pasien compos mentis dan BAB lancar 2-
3/hari.

Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami pasien dan didukung oleh beberapa
pemeriksaan diagnostik, maka muncul tiga masalah keperawatan pada Tn. L, yaitu
risiko cedera berhubungan dengan hipertensi porta, perubahan mekanisme
pembekuan darah, dan gangguan proses detoksifikasi; kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (penurunan protein plasma);
dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat. Risiko cedera penulis angkat sebagai prioritas karena masalah
itulah yang dapat mengancam nyawa pasien yang sudah didukung dengan adanya
hipertensi porta pada pasien (hasil USG abdomen menunjukkan adanya hipertensi
porta).

Secara teoritis, masalah keperawatan yang dapat muncul pada pasien sirosis
hepatis adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kelebihan
volume cairan, risiko kerusakan integritas kulit, ketidakefektifan pola napas,
risiko cedera, dan konfusi akut (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002;
NANDA, 2011). Tiga masalah keperawatan yang ada pada teori tapi tidak ada di
kasus Tn. L adalah risiko kerusakan integritas kulit, ketidakefektifan pola napas,
dan konfusi akut. Ketiga masalah tersebut tidak muncul karena tidak ditemukan
pada Tn.L.

NANDA Internasional (2011) mendefinisikan masalah keperawatan risiko cedera


berarti berisiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, faktor risiko
dapat bersifat eksternal (mikroorganisme, racun) ataupun faktor internal (profil
darah yang abnormal berupa gangguan faktor koagulasi, malnutrisi, hipoksia
jaringan, usia perkembangan). Pada Tn. L risiko cedera lebih mengarah akibat
adanya hipertensi porta yang dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna,
gangguan mekanisme pembekuan darah, dan ensefalopati hepatikum.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
46

Masalah kelebihan volume cairan memiliki pengertian terjadinya peningkatan


retensi cairan isotonik, yang ditandai dengan adanya edema, asites, distensi vena
jugularis, dan peningkatan berat badan dalam waktu singkat karena penumpukan
cairan dalam tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, dan kelebihan asupan natrium. Masalah cairan pada Tn.
L terjadi karena gangguan mekanisme regulasi akibat hipoalbuminemia sekunder
dari sirosis hepatis. Pada Tn.L ditemukan asites tingkat 3, hipoalbuminemia
(albumin 26 Mei 2014=2,5gr/dl), dan hasil USG abdomen menunjukkan adanya
asites.

Sementara itu, pengertian masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik, yang ditandai dengan perilaku menghindari makan, cepat
kenyang/begah setelah makan, dan terjadi penurunan berat badan sebesar 20%
atau lebih. Hal ini terjadi pada Tn.L, bahkan dalam 3 bulan terakhir terjadi
penurunan berat badan sebesar 25%.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada masalah risiko cedera bertujuan


untuk mencegah terjadinya perdarahan saluran cerna, pasien dan keluarga
memahami dan melakukan tindakan untuk mencegah trauma sehingga tidak
terjadi penambahan cedera (hematom yang sudah ada pada perut klien), dan
mencegah pasien masuk ke tahap ensefalopati hepatikum. Rencana tindakan yang
dibuat berdasarkan pada teori dan disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu, dan
tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Kendala yang ditemukan
adalah dalam pemberian vitamin K injeksi, obat sering kali tidak ada karena
persediaan habis di farmasi. Monitoring nilai hemostase dan pemberian edukasi
tentang cara-cara pencegahan trauma sangat efektif dalam pencegahan terjadinya
perdarahan pada pasien. Hal ini ditandai dengan tidak terjadinya penambahan
hematoma.

Evaluasi dari intervensi yang telah dilakukan selama 4 hari perawatan adalah
cedera tidak bertambah pada pasien, perdarahan yang lain tidak terjadi, dan

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
47

hematom yang sebelumnya sudah berkurang. Selain itu juga, tidak terjadi
perdarahan saluran cerna dan tidak terdapat tanda-tanda ensefalopati hepatikum.
Pasien pulang setelah mendapat pendidikan kesehatan dari perawat tentang cara-
cara perawatan di rumah.

Pada masalah keperawatan kelebihan volume cairan, intervensi keperawatan yang


dilakukan adalah monitoring TTV, auskultasi suara paru, monitor adanya edema,
ukur lingkar perut dan berat badan setiap hari, ukur balance cairan perhari,
pemberian lasix 240 mg iv, spirinolaktone 2100mg po, beri albumin 20% atau
plasma ekspander sesuai program, cek albumin dan serum elektrolit sesuai
program, batasi natrium dan cairan sesuai indikasi, dan persiapkan prosedur
pungsi asites. Tn. L mendapat terapi albumin 20% 100 cc setelah dilakukan
pungsi asites sebanyak 2100 ml 26 Mei 2014 (nilai albumin saat itu 2,5 gr/dl).
Tujuan pemberian albumin adalah untuk mengatasi kondisi hipoalbuminemia dan
mengurangi pembentukan asites. Dengan pemberian albumin diharapkan tekanan
onkotik dapat dipertahankan sehingga cairan dalam intravaskular dapat bertahan.

Albumin juga berperan dalam tatalaksana tatalaksana peritonitis bakterialis


spontan (PBS), yaitu salah satu komplikasi yang sering terjadi pada sirosis akibat
migrasi spontan bakteri pada usus ke dalam cairan asites. Hampir 1/3 kasus PBS
berlanjut dengan penurunan fungsi ginjal hingga mortalitas. Gangguan fungsi
ginjal terkait dengan aktivasi sistem renin angiotensin akibat menurunnya volume
darah efektif arteri (dikarenakan vasodilatasi perifer yang dicetuskan oleh sitokin
akibat kerusakan hepatoseluler). Pemberian albumin di sini adalah sebagai
pengembang volume plasma sehingga mencegah perburukan fungsi ginjal (Hasan
& Indra, 2008).

Pembatasan cairan yang signifikan tidak dilakukan pada Tn.L karena tidak terjadi
hiponatremia (nilai natrium 26 Juni 2014 adalah 133 mEq/L. Pembatasan cairan
dilakukan pada pasien yang mengalami hiponatremia yang mengakibatkan
hemodilusi (Wong, 2011). Sampai saat ini belum ada ketentuan atau penelitian
yang membahas tentang penghitungan kebutuhan cairan pada pasien sirosis

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
48

hepatis, mungkin dikarenakan hasil akan bias karena adanya asites/edema pada
pasien. Selain itu, ketentuan untuk seberapa besar jumlah pembatasan cairan pun
masih belum ada. Di satu sisi pasien mendapat terapi diuretik (furosemid dan
spironolactone) untuk mengatasi asitesnya, tetapi di sisi lain pasien butuh
pembatasan cairan (bila memang terjadi hiponatremia), hal ini juga malah dapat
menyebabkan kekurangan volume cairan. Untuk mengatasi hal ini, maka penulis
menggunakan batas bawah penghitungan kebutuhan cairan orang dewasa (25-40
cc/kgBB/hari), yaitu 25 cc/kgbb/hari dengan berat badan klien dianggap 60 kg
(saat itu BB klien adalah 64,5 kg dengan kondisi asites tingkat 3), maka
kebutuhan cairan perhari adalah 1500 cc/hari.

Lasix (furosemide) merupakan golongan loop (high-ceiling) diuretics. Mekanisme


kerjanya adalah dengan menghambat penyerapan sodium dan klorida pada loop
henle, sehingga urin yang dihasilkan dalam jumlah besar tersebut kaya akan
natrium dan elektrolit. Sementara itu, spironolaktone adalah golongan potassium
sparing diuretics, yaitu diuretik yang tidak menyebabkan kehilangan kalium
dengan mengurangi sekresi kalium pada tubulus distal. Spironolaktone tidak
efektif bila digunakan tanpa kombinasi dengan diuretik lain, karena dapat
menyebabkan hiperkalemia. Pada dasarnya, penggunaan furosemide adalah untuk
mengeluarkan natrium dan cairan yang berlebih dalam tubuh, tetapi yang
diharapkan kalium tidak banyak juga yang keluar. Oleh karena itu, penggunaan
furosemide dikombinasikan dengan spironolaktone (Malseed, Goldstein, &
Balkon, 1995). Hal ini juga diaplikasikan pada Tn. L, terbukti dari tidak terjadinya
penurunan yang signifikan pada pemeriksaan serum elektrolit, khususnya kalium.
Hasil laboratorium pasien dapat dilihat pada lampiran 3.

Seiring dengan terapi diuretik, pasien selalu dimonitor TTV, berat badan, lingkar
perut, dan balance cairan setiap harinya. Melalui intervensi tersebut dapat
dievaluasi keefektifan terapi diuretik dalam mengatasi asites. Tn.L memiliki
respon terhadap pemberian diuretik tersebut, ditandai dengan penurunan berat
badan dan lingkar perut setiap harinya selama perawatan. Pasien yang tidak
berespon terhadap terapi diuretik, solusi terhadap asites yang dialaminya adalah

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
49

hanya melalui pungsi asites (Wong, 2011). Selama perawatan pasien, dilakukan 2
kali pungsi asites, yang kedua dilakukan pada 3 Juni 2014 (interval satu minggu
dari pungsi asites pertama), sebanyak 700 ml cairan asites berwarna kuning jernih
diaspirasi.

Evaluasi terhadap masalah cairan ini adalah kelebihan volume cairan teratasi,
pasien mengatakan perut tidak begah lagi, tidur pulas, tekanan darah 100/60
mmHg, nadi 88/menit kuat teratur, RR 18/menit, tidak ada edema tungkai,
tidak ada distensi vena jugularis, berat badan 62 Kg (turun 2,5 Kg dari perawatan
pertama), suara napas vesikular dan tidak terdengar ronchi pada kedua lapang
paru, tanda-tanda kekurangan cairan tidak ada (turgor elastis, mukosa bibir
lembab), ukuran lingkar perut mengalami penurunan (batas atas 96 cm, berkurang
3 cm dari awal perawatan; tengah 96 cm, berkurang 2 cm dari awal perawatan;
dan batas bawah 90 cm, berkurang 6 cm dari awal perawatan), nilai albumin 2,82
gr/dl (meningkat 0,3 gr/dl dari awal perawatan), dan balance cairan sesuai target,
yakni -260 cc/hari. Cara perawatan di rumah sudah dijelaskan pada pasien dan
istrinya, istri tampak sudah mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.

Pada masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh, intervensi keperawatan yang dilakukan berdasar pada teori dan
dimodifikasi sesuai kondisi pasien. Diet yang diberikan pada Tn. L adalah diet
hati IV, yaitu diet yang diberikan pada pasien sirosis hepatis yang nafsu makannya
telah baik. Diet tersebut terdiri dari 2554 kalori, protein 91 gr, lemak 64 gr, hidrat
arang 404 gr, kalsium 0,7 gr, besi 28 mg, vitamin A 9176 SI, tiamin 1,3 mg,
vitamin C 133 mg, dan natrium 414 mg (RSCM, 2001). Hal ini sudah sesuai
Konsensus European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (2006)
tentang pemberian kalori sebesar 35-40 kalori/KgBB/hari dan protein sebesar 1,2-
1,5/KgBB/hari. Dengan demikian, secara rinci kebutuhan kalori Tn. L adalah
2100-2400 kalori/hari dan kebutuhan protein adalah 72-90 gr/hari (Plauth, Cabre,
Riggio, Camilo, Pirlich, & Kondrup, 2006).

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
50

Pada awal perawatan, porsi makan yang dihabiskan pasien hanya sebanyak
porsi, berarti asupan nutrisi yang masuk pun hanya dari target yang dibuat.
Pasien dengan sirosis hepatis sangat berisiko untuk malnutrisi dikarenakan
beberapa hal, yaitu kehilangan nafsu makan (anoreksia) karena nyeri abdomen,
mual, terasa penuh pada abdomen; gangguan pencernaan dan absorpsi nutrien;
dan meningkatnya kebutuhan energi (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, &
Savopoulos, 2008). Dengan intake nutrisi Tn. L yang seperti itu, untuk memenuhi
asupan nutrisi, khususnya protein maka klien dianjurkan untuk mengkonsumsi
putih telur 4-6 butir/hari, dengan perhitungan protein yang telah dikonsumsi
pasien di RS adalah sebesar 45 gr, maka sisa 45 gr dapat diperoleh dari 4-6 butir
telur/hari (setiap satu butir putih telur mengandung 12,8 gr protein). Selain itu,
putih telur juga kaya akan asam amino rantai cabang (AARC) yang sangat
berperan dalam mencegah malnutrisi dan mencegah terjadinya ensefalopati
hepatikum.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, intake nutrisi pasien


adekuat. Ukuran LILA pasien sebelum pulang adalah 25 cm (tetap seperti awal
perawatan) dan nilai albumin 2,82 gr/dl (meningkat 0,3 gr/dl dari awal
perawatan). Pemeriksaan prealbumin tidak dilakukan pada Tn. L. Pasien pulang
dan discharge planning sudah berjalan optimal.

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Masalah lanjutan yang dapat muncul dari sirosis hepatis adalah malnutrisi dan
ensefalopati hepatikum. Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian
asam amino rantai cabang (AARC). Konsensus European Society for Clinical
Nutrition and Metabolism merekomendasikan AARC untuk terapi nutrisi pada
ensefalopati hepatikum karena terbukti memperbaiki klinis pada pasien sirosis
lanjut. Yang termasuk dalam AARC adalah leusin, isoleusin, dan valin. Ketiganya
adalah asam amino esensial yang tidak diproduksi tubuh, hanya didapat dari
makanan. AARC ini banyak terdapat pada suplemen makanan, seperti
Aminoleban. Akan tetapi, karena suplemen ini mahal, maka bahan makanan yang

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
51

mudah didapat dengan harga terjangkau yang juga kaya akan AARC adalah putih
telur (MAFF Publication, 2010).

Tn. L diminta untuk mengkonsumsi putih telur sebanyak 4-6 butir/hari.


Perhitungan ini berdasar pada kebutuhan protein pasien adalah 1,2-1,5/kgBB/hari
atau sebesar 72-90 gr/hari. Dengan intake nutrisi Tn. L yang hanya habis porsi,
maka protein yang telah dikonsumsi pasien di RS adalah sebesar 45 gr, maka sisa
45 gr dapat diperoleh dari 4-6 butir telur/hari (setiap satu butir putih telur
mengandung 12,8 gr protein). Waktu untuk mengkonsumsi putih telur tersebut
dapat dilakukan kapan saja, sesuai keinginan pasien. Setelah dilakukan perawatan
selama 4 hari, didapatkan nilai albumin klien meningkat 0,3 gr/dl dari
sebelumnya, LILA pasien tetap 25 cm, dan tanda-tanda ensefalopati hepatikum
tidak terjadi.

Muscle wasting tidak bertambah parah pada pasien karena pasien sudah cukup
mengkonsumsi putih telur yang kaya kandungan protein dan AARC sesuai
kebutuhannya, sehingga persiapan massa otot untuk proses glukoneogenesis
tercukupi. Ensefalopati tidak terjadi pada Tn.L karena AARC berperan sebagai
barrier masuknya triptofan ke dalam sirkulasi serebral. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Muto et al. (2005) dan Widiastuti & Mulyati (2005).

4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan


Masalah atau kendala yang ditemukan saat melakukan asuhan keperawatan pada
Tn. L adalah sebagai berikut.
Pada masalah risiko cedera, obat vitamin K injeksi kadang tidak ada
persediaanya, yang sudah dilakukan adalah mengingatkan dokter rawat ruangan,
apa perlu keluarga mencari ke apotik luar? Saran dari dokter adalah menunggu
saja dulu dari farmasi dengan tetap memonitor nilai PT APTT pasien.
Pada masalah kelebihan volume cairan, belum ada ketentuan tentang pengaturan
cairan pada pasien sirosis hepatis yang mengalami asites. Pada pasien Tn.L
memang tidak mengalami hiponatremia, maka pembatasan cairan yang

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
52

signifikan tidak dilakukan pada Tn.L. Penulis mengambil batas terendah dari
kebutuhan cairan pada orang dewasa, yaitu 25cc/kgbb/hari, yakni 1500 cc/hari.
Pada masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, salah satu
intervensi yang dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang
pentingnya konsumsi diet tinggi protein yang kaya akan AARC. Oleh karena
suplemen tersebut harganya cukup mahal, maka bahan makanan lain yang dicari
dengan kandungan tinggi protein dan kaya AARC adalah putih telur.
Tingkat pendidikan pasien adalah SD, maka saat memulai discharge planning
dan memberi pendidikan kesehatan tentang cara perawatan di rumah, perawat
selalu melibatkan istri pasien. Leaflet disertakan saat pasien direncanakan untuk
pulang.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Salah satu penyebab sirosis hepatis adalah infeksi virus hepatitis B. Virus ini
dapat masuk ke dalam tubuh melalui penggunaan jarum yang tidak steril yang
dipakai bersama-sama orang lain. Kebiasaan bekerja di malam hari tanpa
menghiraukan kebutuhan untuk istirahat dan tidur juga merupakan salah satu
perilaku yang dapat memperberat kerja hati. Kebiasaan seperti ini banyak terjadi
di masyarakat perkotaan.

Pembatasan asupan protein tidak lagi direkomendasikan pada pasien sirosis


hepatis karena hanya akan mengakibatkan perburukan keadaan malnutrisi yang
akhirnya dapat meningkatkan mortalitas. Konsensus European Society for
Clinical Nutrition and Metabolism (2006) merekomendasikan pemberian kalori
35-40 kalori/KgBB/hari dan protein sebesar 1,2-1,5/KgBB/hari

Pemberian AARC dalam bentuk putih telur pada Bp. L dapat meningkatkan nilai
albumin, mencegah malnutrisi, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatikum.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penulisan, saran yang penulis sampaikan adalah:
5.2.1 Pelayanan Keperawatan
a. Pembahasan atau diskusi kasus untuk asuhan keperawatan dalam merawat
pasien sirosis hepatis perlu diprogramkan.
b. Ronde keperawatan perlu diprogramkan, khususnya untuk membahas isu-isu
terbaru dalam merawat pasien sirosis hepatis.
c. Setiap pelayanan keperawatan, hendaknya memiliki media untuk menjelaskan
cara perawatan pasien sirosis hepatis di rumah, misalnya leaflet sehingga
pasien dan keluarga mengerti tentang cara perawatannya,serta edukasi tentang
faktor-faktor risiko terjadinya sirosis hepatis khususnya pada masyarakat
perkotaan.

53 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


54

d. Mengadakan kerjasama lintas sektoral dan program untuk menurunkan


prevalensi kejadian sirosis hepatis, misalnya kebijakan sanksi untuk tempat
prostitusi, penjual alkohol, dan wajib vaksin untuk semua tenaga kesehatan
yang berisiko terpapar virus hepatitis B secara gratis.

5.2.2 Penelitian
Perlu dilakukan kegiatan ilmiah terkait riset intervensi untuk perawatan pasien
sirosis hepatis untuk mengembangkan evidence based practice.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi U.F. (2010). Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta:


Universitas Indonesia.

Anderson, E.T. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas teori dan praktik.
Jakarta: EGC.
Bagian Gizi RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia.
(2001). Penuntun diit. (Edisi 2). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Basri. (2010). Perhatikan efek samping obat: Paracetamol meracuni hati. Dinduh
dari http://fajar.co.id/pdf/zoom/pages/pdf

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical nursing: Clinical


management for positive outcomes. (8th edition). Philadelphia: WB
Saunders Company.

Chung, L.T. (2008). Hepatic encephalopathy and other ammonia


encephalopathies. Diunduh dari
http://www.hkma.org/english/cme/onlinecme/cme200812set.htm

DeLaune, S.C. & Ladner, P.K. (2002). Fundamental of nursing standars and
practice. (2nd edition). New York: Delmar.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (2002). Rencana asuhan
keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Fried, G.H. & Hademenos, G.J. (2006). Schaums outlines: Biologi. (Edisi 2).
Jakarta: Erlangga.

Gastrointestinal Medicine Resource. Clinical examination ascites. Diunduh dari


http://www.clinicalexams.co.uk/ascites.asp

Generasi Biologi. (2012). Struktur dan fungsi protein. Diunduh dari


http://www.generasibiologi.com/2012/09/struktur-dan-fungsi-protein.html

Gitnick, G. (1991). Current hepatology. (11st edition). St. Louis: Mosby Year
Book.

Hasan, I. & Indra, T.A. (2008). Peran albumin dalam penatalaksanaan sirosis hati.
Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical
Application 21 (2), 3-6

Hepatitis New Drugs Research. Physical findings suggestive of cirrhosis. Diunduh


dari http://hepatitiscnewdrugresearch.com/physical-findings-suggestive-of-
cirrhosisphotos.html

55 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


56

Kemenkes RI. (2010). Pengembangan kota sehat untuk mengatasi masalah


urbanisasi. Jakarta: Sekjen Kemenkes.
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=997

Laboratorium Klinik Prodia. Prealbumin (transthyretin). Diunduh dari


http://prodia.co.id/kimia/pre-albumin-transthyretin

MAFF Publication. (2010). Egg quality guide. Diunduh dari


http://archive.defra.gov.uk/foodfarm/food/industry/sectors/eggspoultry/do
cuments/eggqual.pdf

Malseed, R.T., Goldstein, F.J., & Balkon, N. (1995). Pharmacology: Drug


therapy and nursing considerations. (4th edition). Washington: J.B.
Lippincott Company.

Modern Cancer Hospital Guangzhou. (2012). Sirosis hati. Diunduh dari


http://www.asiancancer.com/indonesian/liver-cirrhosis/

Modul Biokimia. Protein I: Komponen asam amino dan ciri struktural. Diunduh
dari http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia/bab%205.pdf

Muljono, D.H., Kandun, N., Sulaiman, A., Gani, R.A., Oswari, H., Hasan,
I.,...Rohaeni, R. (2012). Pedoman pengendalian hepatitis virus. Jakarta:
Direktorat Jendral PP & PI Kementerian Kesehatan RI.

Murwani, R. (2010). Modul perkuliahan (Mata kuliah Biokimia): Pokok bahasan


protein & asam nukleat. Semarang: Laboratorium Biokimia Industri
Universitas Diponegoro Semarang

Muto, Y., Sato, S., Watanabe, A., Moriwaki, H., Suzuki, K., Kato, A.,...Kumada,
H. (2005). Effects of oral branched-chain amini acid granules on event-
free survival in patients with liver cirrhosis. Clin Gastroenterol Hepatol 3
(7), 705-13.

NANDA International. (2010). Diagnosis keperawatan: Definisi dan klasifikasi


2009-2011. Jakarta: EGC.

OBrien, A. & Williams, R. (2008). Nutrition in end-stage liver disease: Principles


and practice. Gastroenterology 2008 (134), 1729-1740. doi:
10.1053/j.gastro.2008.02.001

Oktaviani, I. (2012). Aspek farmakokinetika klinik obat-obat yang digunakan


pada pasien sirosis hati di Bangsal Interne RSUP DR. M. Djamil Padang
periode Oktober 2011-Januari 2012. Diunduh dari
http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/aspek-
farmakokinetika-klinik-obat-obat-yang-digunakan-pada-pasien-sirosis-
hati.pdf

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
57

Pharmacy and Drugs. (2012). Ascites. Diunduh dari http://www.pharmacy-and-


drugs.com/Digestive_system/Ascites.html

Plauth, M., Cabre, E., Riggio, O., Camilo, M.A., Pirlich, M., & Kondrup, J.
(2006). ESPEN guidelines on enteral nutrition: Liver disease. Clinical
Nutrition, 25, 285294. doi: 10.1016/j.cnlnu.2006.01.018

Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. (Edisi 6). Jakarta: EGC.

Pringgoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A. (2002). Buku ajar patologi I (umum).
(Edisi 1). Jakarta: Sagung Seto.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah:
Brunner & Suddarth. (Edisi 8). Jakarta: EGC.

Suhardi. (2011). Preferensi peminum alkohol di Indonesia. Diunduh dari


http://download.portalgaruda.org/article.php?article=70988&val=4882&tit
le

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2009).
Buku ajar ilmu penyakit dalam. (Edisi 5). Jakarta: Interna Publishing.

Sutadi, S.M. (2003). Sirosis hepatitis. Diunduh dari


http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf

Tasnif, Y.O. & Hebert, M.F. (2011). Diunduh dari


http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/cirrhosisch28kk_dl2011ymgc
hi.pdf

Tenda, E.D. (2012). Pengaruh pemberian kombinasi asam amino rantai cabang
dengan L-Ornitin-L-Aspartat larut malam terhadap status nutrisi dan
ensefalopati hepatikum derajat rendah pada pasien sirosis hati: Studi acak
tersamar tunggal. Tesis. UI.

Titus, J. (2003). Hubungan asupan nutrisi dengan metabolisme energi dan


estimasi kebutuhan energi pada penderita sirosis hepatis dekompensasi.
Disertasi. UI.

Tsiaousi, E.T., Hatzitolios, A.I., Trygonis, S.K., & Savopoulos, C.G. (2008).
Malnutrition in end stage liver disease: Recommendations and nutritional
support. J Gastroenterol Hepatol 23 (4), 527-533.

Widiastuti, Y. & Mulyati, T. (2005). Pengaruh BCAA terhadap kadar albumin


pasien sirosis hepatis di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung.
Disertasi. Universitas Diponegoro.

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
58

Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2011). Buku diagnosis keperawatan: Diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. (Edisi 9). Jakarta: EGC.

Wilmana, F. (2010). Hepatotoksik: Jangan sembarang minum obat! Health First


Pondok Indah Health Care Group (10), 22-23

Wong, F. (2011). Advance in clinical practice: Management of ascites in cirrhosis.


Journal of Gastroenterology and Hepatology Foundation and Blackwell
Publishing Asia Pty Ttd, 27 (2012), 11-20. doi:10.1111/j.1440-
1746.2011.06925.x

Wong, F.S. & Yeung, E. (2002). The management of cirrhotic ascites. Medscape
General Medicine, 4 (4). Diunduh dari
http://www.medscape.com/viewarticle/442364

Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
Penghentian konsumsi alkohol Liver insult, alcohol ingestion, Transplantasi hati Lampiran 1
hepatitis virus, paparan toksin

Kerusakan sel-sel hati


WBC, fatigue,
mual,muntah Nyeri abdomen,
Inflamasi hati demam,anoreksia

Gangguan aliran darah

Nekrosis hati

Peningkatan kadar ADH dan


aldosteron Edema

Peningkatan kerja hormon Palmar eritema, spider angiomas, kehilangan rambut, atrofi
androgen dan estrogen testis, ginecomastia, perubahan siklus haid.

Metabolisme protein, karbohidrat, Plasma protein Asites, edema


dan lemak

Hipoglikemia

Malnutrisi

Vitamin, nutrisi
Absorpsi
Kecenderungan untuk
vitamin. K
perdarahan
Bleeding precautions

Metabolisme bilirubin dan Hiperbilirubinemia


atau kerusakan/obstruksi Jaundice
bilier

Penurunan bilirubin ke
saluran cerna & peningkatan feses berwarna abu-abu,
urobilinogen urin berwarna gelap

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 1
Diuretik Asites Batasan cairan

Edema

Fibrosis dan jaringan Hipertensi portal


parut pada hati Varises esofagus

Hemoroid Bleeding

Portacaval Splenomegali
shunt Varises superfisial pada
abdomen

Anemia, trombositopenia, Perdarahan, delay wound


leukopenia healing, infeksi

Neomicin Lemas, gelisah, Lactulosa


penurunan rentang
perhatian, bingung

Fetor hepatikum Keterangan:


Perubahan pola
Pemberian kalori 35-40 tidur
kalori/KgBB/hari dan protein Patofisiologi =
sebesar 1,2-1,5/KgBB/hari;
pemberian AARC Treatment =

Tanda&gejala =
Tidak mampu memetabolisme Ensefalopati hepatikum
Liver failure Koma hepatikum
amonia menjadi ureum

Kortikosteroid

Kematian
Asterixis (flapping Asidosis
tremor) respiratori

Concept Map Sirosis Hepatis (Memodifikasi dari Black & Hawks, 2009; Plauth, Cabre, Riggio, Camilo, Pirlich, & Kondrup, 2006)

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 2

Sucralfat 4x15cc po
Pola Hidup: Kurang istirahat Hepatitis Virus B (tato) OMZ 2x40mg iv

Kerusakan sel-sel hati mual, muntah, anoreksia


WBC, lemas, nyeri
abdomen, demam
Inflamasi hati
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh:monitor
porsi makan, edukasi pentingnya konsumsi nutrisi kaya AARC
Gangguan aliran darah (putih telur 4-6 butir/hari), makan porsi kecil tapi sering, ukur
LILA, oral higien, pantau albumin, diet DH IV 2100 kalori, prot
90gr.

Nekrosis hati

Pungsi asites

Metabolisme protein, karbohidrat, Plasma Asites, edema


lemak protein

2. Kelebihan volume cairan:


malnutrisi monitor TTV, JVP, suara napas,
ukur (LP,BB,balance
Vitamin, nutrisi cairan/hari),intake cairan
25cc/kbbb/hari (pada Tn.L
Absorpsi vit. K tidak terjadi hiponatremia)
Kecenderungan bleeding
(hematom)

Bleeding precautions (Vit.K)

Metabolisme bilirubin Hiperbilirubinemia

feses berwarna abu-abu, urin


berwarna gelap
Penurunan bilirubin ke saluran cerna
& peningkatan urobilinogen

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 2

Furosemide 2x40mg iv Asites


Spirinolaktone 2x100mg po Batasan cairan

Ligasi varises

Fibrosis hati Hipertensi portal


Varises esofagus

Bleeding (melena)

Propranolol 2x10mg po 1. Risiko cedera: monitor manifestasi


hemoragik (saluran cerna, Varises fundus
hematoma), tingkatkan istirahat,
lakukan tindakan pencegahan
trauma, perhatikan tanda tanda
ensefalopati hepatikum
Lactulosa 3x15cc po

Kebutuhan kalori Bp. L: 2100-2400


kalori/hari; kebutuhan protein adalah
72-90 gr/hari dengan AARC (putih
telur) 4-6 butir/hari

Ensefalopati hepatikum
Liver failure Tidak mampu memetabolisme
amoniak menjadi ureum

Cefotaxime 3x1gr iv

Keterangan: = patofisiologi = treatment = tanda & gejala

Concept Map Tn. L

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 3
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Nilai normal 24-5-2014 26-5-2014 28-5-2014 31-5-2014 2-6-2014
Pemeriksaan
Hematologi:
Hemoglobin 12-15 gr/dl 8,2 9,1 10,0 10,0 10,3
Hematokrit 36-40 % 25,2 27,5 30,4 31,0 31,7
Eritrosit 3,8-4,8.106/uL 2,74 2,97 3,32 3,36 3,45
MCV/VER 80-90 fL 92,0 92,6 91,6 92,3 91,9
MCH/HER 27-31 pg 29,9 30,6 30,1 29,8 29,9
MCHC/KHER 32-36 gr/dl 32,5 33,1 32,9 32,3 32,5
Trombosit 150-100.103/mm3 335 374 464 431 450
Leukosit 5-10.103/mm3 13,27 9,28 11,29 10,42 10,01
LED 0-20 mm 135 57 80 60
PT 9,8-12,6 15,8 14,2 14,0
12,4 (k) 12,2 (k) 12,5 (k)
APTT 31-47 41,3 35,2 36
33,1 (k) 31,6 (k) 33,4 (k)
Hitung Jenis:
Basofil 0,5-1 % 0,2 0,3 0,3 0,2
Eosinofil 14% 2,2 1,2 1,4 1,1
Neutrofil 55-70 % 79 77,7 77,6 77,9
Limfosit 20-40 % 11,3 13,1 10,9 13,5
Monosit 2-8 % 7,3 7,7 9,8 7,3

Kimia Darah:
SGPT < 33 u/L 24 21
SGOT <27 u/L 98 79
Bil total <1,00 mg/dl 1,09 1,04
Bil direct ,0,2 mg/dl 0,95 0,84
Bil indirect 0,1-0,7 mg/dl 0,14 0,20
Fosfatase alkali <98 u/L 200
Kolinesterase 5020-11290 u/L 2503
Gamma GT <61 u/L 435
Albumin 3,5-5,4 gr/dl 2,46 2,5 2,74 2,82 2,82
Ureum <50 mg/dl 36 24
Kreatinin 0,6-1,2 mg/dl 0,90 0,90
eGFR 68-102 ml/mnt/1,73m2 108,7 108,7
Natrium 133-147 mEq/L 135 131
Kalium 3,3-5,4 mEq/L 3,51 4,24
Klorida 94-111 mEq/L 95,6 93,6
CEA 0,0-4,6 ng/ml 1,71
AFP 5,8 IU/ml 239,2
Cyfra 21-1 3,3 ng/ml 2,1
HBsAg <0,1 (nonreaktif) 11170
Anti HCV <0,9 (nonreaktif) 0,40 133
GDS < 140 mg/dl 149 3,21
d-Dimer 0-300 g/l 5200 91,2
Fibrinogen 136-384 mg/dl 423,2

Analisa Gas
Darah:
pH 7,35-7,45 7,478
pCO2 35-45 mmHg 29,4

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Jenis Nilai normal 24-5-2014 26-5-2014 28-5-2014 31-5-2014 2-6-2014
Pemeriksaan
pO2 75-100 mmHg 96,6
HCO3 21-25 mmol/L 22
BE -2,5- (+) 2,5 mmol/l -0,2
O2 saturasi 90-95 % 97,2

Hasil analisa cairan asites tanggal 26-5-2014: transudate


Hasil pemeriksaan darah samar dalam feses tanggal 27-5-2014: tidak ditemukan darah samar dalam feses

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 4

Hasil Pemeriksaan Diagnostik pada Tn. L

1. Foto toraks 19 Mei 2014

Kesan: tampak multipel nodul berbagai ukuran tersebar di kedua lapangan paru
disertai dengan infiltrat di sekitarnya, suspek lesi metastasis paru (primer?)

2. USG abdomen 22 Mei 2014

Kesimpulan: sirosis hepatis dengan asites, hepatosplenomegali dengan


hipertensi portal, dan multipel nodul suspect hepatoselular carcinoma (HCC).

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


3. Pemeriksaan Esophago Gastro Duodenoscopy (EGD) 30 Mei 2014

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


4. Ligasi Esofagus 30 Mei 2014

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 5

Hasil Pengkajian 26 Mei 2014

1. Informasi Umum
Nama: Tn. L, 41 tahun, MR 3929424, lahir 7 Juli 1973, suku bangsa Betawi,
masuk ruang perawatan 23 Mei 2014 dari IGD (masuk IGD 19 Mei 2014, 3
hari di boarding room, mulai 21 sampai 22 Mei 2014). Sumber informasi:
pasien, istri pasien, dan status pasien.

2. Aktivitas/Istirahat
Pekerjaan pasien adalah sebagai mandor tukang amplas dan tukang ojek. Tidur
malamnya hanya sedikit saja, kurang lebih 3 jam karena pasien mengojek pada
malam hari, tidur siang jarang sekali. Pasien mengatakan tidak ada keluhan
sesak saat tidur karena perutnya yang membesar itu. Klien mengatakan sejak
sakit ini tidak ada perubahan pada pola tidur (dalam arti tidur siang berlebih
sedangkan malam tidak bisa tidur). Pasien juga mengatakan tidak pernah
menggunakan obat-obat tidur.

Aktivitas waktu luang saat di RS adalah berbincang-bincang dengan istri atau


orangtua yang menjagainya. Klien aktif mobilisasi dan mengatakan tidak ada
kelemahan saat beraktivitas, saat berjalan ke kamar mandi, ataupun ke koridor
ruangan untuk timbang berat badan.

Pada pengkajian neuromuskular didapatkan massa/tonus otost sebanding dan


kuat antara ekstremitas kanan dan kiri serta atas dan bawah. Postur tubuh
tegap, rentang gerak sempurna, dan tidak tampak tremor saat berjalan.
Kekuatan otot 5 pada semua bagian sisi ekstremitas atas dan bawah.

3. Sirkulasi
Bp. L mengatakan tidak ada keluhan atau riwayat hipertensi ataupun masalah
jantung. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 112 /menit kuat teratur, suhu
360C, dan frekuensi pernapasan 18 /menit. Palpasi nadi perifer kuat, bunyi

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


jantung S1 dan S2 normal, tidak terdengar adanya gallop ataupun murmur.
Perabaan suhu ekstremitas hangat, warna coklat tua, CRT kurang dari 2 detik,
tidak ada edema pada ekstremitas, dan tidak tampak varises pada tungkai.
Warna kulit secara keseluruhan adalah cokelat tua, tidak tampak jaundice,
tidak ada sklera ikterik, mukosa bibir merah, punggung kuku melengkung baik,
dan konjungtiva merah muda.

4. Integritas Ego
Faktor stres Bp. L adalah perawatannya saat ini merupakan pengalaman
pertama pasien dirawat di RS, anak-anaknya masih kecil (berusia 6 dan 8
tahun), saat ini yang banyak mengurus anak-anak adalah istri atau mertuanya.
Bp.L ingin cepat pulih sehingga dapat membantu istri untuk mengurus anak-
anaknya.

Biaya pengobatan Bp. L ditanggung oleh BPJS. Istri pasien mengatakan karena
pasien sudah tidak bekerja lagi, maka ekonomi keluarganya saat ini dibantu
oleh keluarganya. Pada dasarnya, pasien dapat meminta bantuan dari bosnya,
tetapi pasien tidak mau.

Pasien bersuku Betawi, tidak ada faktor budaya pasien yang bertentangan
dengan kesehatan. Pasien beragama Islam, tampak menjalani sholat selama
perawatan di RS. Pasien terlihat tenang menjalani pengobatan dan
perawatannya, dan mengatakan segala macam penyakit yang diberi Tuhan pasti
ada jalan untuk mengobatinya. Pasien kooperatif dalam setiap tindakan
perawatan yang diberikan kepadanya, terlihat lebih tenang dan nyaman bila
istri berada di sampingnya.

5. Eliminasi
Sebelum masuk RS, pasien mengatakan pernah BAB cair berwarna hitam 1
kali (riwayat konsumsi tablet zat besi/obat penambah darah/jamu-jamuan tidak
ada). Saat di RS, BAB 1-2/hari, warna kuning, dan konsistensi padat lunak.

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Pasien mendapat terapi lactulax 315cc, BAB terakhir pagi tadi (karakteristik
warna kuning dan padat lunak). Bp. L mengatakan tidak ada hemoroid.

Sebelum masuk RS, pasien mengatakan warna urin seperti teh dan pekat,
jumlahnya seperti biasa (pasien tidak tahu jumlah tepatnya), keluhan nyeri saat
BAK tidak ada. Saat di RS, istri pasien mengatakan jumlah urin dalam sehari
1L/hari. Urin tampak kuning pekat (pasien mendapat terapi lasix 240mg iv).

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan auskultasi bising usus di kuadran kanan


bawah 10/menit dan aktif pada ketiga kuadran lainnya. Perut tampak buncit
dan besar, kulit abdomen tidak mengkilat, tidak ada spider nevi, dan tidak
terlihat distensi. Nyeri tekan ataupun nyeri lepas pada abdomen tidak ada,
shifting dullness positif. Pada area umbilikus tampak hematoma ukuran 55cm,
pasien mengatakan tidak ada riwayat benturan/suntikan di area tersebut, tiba-
tiba saja membiru saat di ruang boarding. Lingkar perut: batas atas 99cm,
tengah 98cm, dan bawah 96cm. Pasien direncanakan untuk pungsi asites.

6. Makanan & Cairan


Diet pasien adalah adalah diet hati IV 2100 kalori (lunak 1700 kalori, cair
hepatosol 2100cc, dan roti isi untuk malam sebagai porsi keempat). Pasien
mengatakan tidak ada mual ataupun muntah, nafsu makan ada, hanya saja
pasien membatasi makannya karena khawatir perut terasa begah. Selama di RS,
pasien hanya menghabiskan porsi makan, susu selalu dihabiskan oleh pasien.
Keluhan nyeri perut tidak ada.

Istri pasien mengatakan berat badan (BB) pasien mengalami penurunan drastis,
yaitu 20 kg sejak Pebruari 2014. Empat bulan yang lalu, pasien mengalami
mual yang hebat dan disertai muntah, kemudian berobat jalan ke salah satu RS,
dan dikatakan nilai SGPT dan SGOT mengalami kenaikan. Pasien hanya diberi
obat saja (yang diingat hanya obat lesichol). Dua minggu kemudian pasien
kontrol kembali untuk cek laboratorium dan ternyata nilai SGPT dan SGOT

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


masih tinggi, tetap hanya diberi obat saja. Saat itu, perut tidak membesar dan
pasien didiagnosa hepatitis.

Berat badan saat ini adalah 64,5kg, LILA 25cm, tinggi badan 155cm, dan
bangun tubuh mesomorf. Kondisi mulut pasien bersih, mukosa bibir agak
kering, turgor kulit elastis, dan lidah bersih.

7. Higien
Kegiatan untuk memenuhi kebutuhan kebersihan dirinya dapat dilakukan
secara mandiri oleh pasien. Pasien tampak bersih, pakaian dan penampilan rapi
dan sesuai, tidak tercium bau mulut ataupun bau badan.

8. Neurosensori
Tingkat kesadaran pasien compos mentis dan bicara koheren. Keluhan sakit
kepala ataupun kesemutan pada ekstremitas tidak ada. Penglihatan dan
pendengaran jelas tanpa menggunakan alat bantu. Penciuman tidak ada
masalah dan tidak tampak epistaksis.

Status mental sadar, terorientasi penuh terhadap waktu, tempat, dan orang.
Memori jelas dan utuh, perhatian terhadap penjelasan perawat, genggaman
tangan kuat pada keduanya, dan tidak ada flapping tremor.

9. Nyeri/Ketidaknyamanan
Sebelum masuk RS, pasien mengeluh nyeri pada perutnya, tapi masih dapat
ditoleransi, skala 2-3 (dengan Wong Baker Scale), yang dilakukan pasien bila
nyeri adalah tiduran dengan posisi miring kanan atau kiri. Pasien mengatakan
nyeri seperti ditusuk-tusuk dan diremas, muncul tiba-tiba saja, dan lamanya 5-
10 menit. Saat pengkajian, pasien tampak rileks, mobilisasi aktif, dan pasien
mengatakan tidak ada keluhan nyeri perut.

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


10. Pernapasan
Pasien mengatakan tidak ada sesak napas. Frekuensi pernapasan 18/menit
dan teratur. Auskultasi suara napas terdengar ronchi halus pada kedua apikal
paru, tidak tampak napas cuping hidung ataupun penggunaan otot bantu
pernapasan. Pasien mengatakan tidak ada batuk.

11. Keamanan
Pasien mempunyai alergi dengan obat penisilin (respon: merah-merah pada
seluruh badan), riwayat transfusi tidak ada, tampak tato permanen di deltoid
kanan ukuran 35cm (tato dibuat saat pasien berusia 25 tahun), riwayat
konsumsi alkohol tidak ada, riwayat konsumsi jamu-jamuan tidak ada,
riwayat konsumsi obat-obat warung, seperti obat penghilang rasa nyeri tidak
ada, dan hubungan seks bebas juga tidak ada.

Masalah artritis/fraktur tidak ada pada pasien, tidak ada penggunaan alat
bantu untuk ambulasi. Apabila ingin berjalan, pasien didampingi istrinya
untuk memegangi tiang infus atau melindungi pasien. Kekuatan ekstremitas
sama kuat pada semua sisi, tonus otot keras, rentang gerak sempurna, dan
cara berjalan normal.

12. Interaksi Sosial


Pasien menikah, tinggal serumah dengan satu istri dan 2 orang anaknya.
Komunikasi pasien dan istrinya tampak baik dan terbuka, pasien tampak lebih
nyaman berbicara dengan perawat bila ada istri di sampingnya. Pasien dan
istrinya tampak sering berkomunikasi, ada kontak mata, dan istri tampak
sigap membantu pasien bila membutuhkan.

13. Penyuluhan/Pembelajaran
Bahasa yang digunakan pasien dan keluarga adalah Bahasa Indonesia, tingkat
pendidikan akhir pasien adalah SD. Pasien mampu membaca. Pasien dan istri
belum mengerti tentang penyakitnya. Pasien dan keluarga perlu diedukasi
terkait penyakitnya, khususnya cara pencegahan penularan dan cara

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


perawatan di rumah. Saat pemberian pendidikan kesehatan, akan lebih efektif
bila istri diikutsertakan.

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 6
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional


1 Risiko cedera b.d hipertensi Tujuan: 1. Monitor dan tanyakan karakteristik Deteksi perdarahan dalam saluran cerna.
porta, perubahan mekanisme Setelah dilakukan tindakan feses (warna, konsistensi, dan jumlah).
pembekuan darah, gangguan keperawatan diharapkan Pastikan klien BAB setiap hari.
proses detoksifikasi cedera tidak bertambah 2. Monitor manifestasi hemoragik: Indikator yang menunjukkan adanya perubahan
parah. hematom, epistaksis, hematemesis, dan pada mekanisme pembekuan darah.
Kriteria hasil: perdarahan gusi.
Tidak terjadi perdarahan 3. Kaji status kognitif: tentukan orientasi Memberikan data dasar tentang status kognitif
saluran cerna (tidak ada pasien terhadap waktu, tempat, dan dan memudahkan deteksi perubahan.
hematemesis, melena, orang; observasi adanya gelisah dan
ataupun darah samar tingkat kesadaran pasien, dan kaji
dalam feses), kesadaran pasien terhadap alasan
Tidak terjadi penambahan untuk menjalani perawatan di RS dan
hematom di area tubuh perawatan selanjutnya di rumah.
lain. 4. Informasikan pasien untuk banyak Meminimalkan risiko perdarahan
Pasien dan keluarga istirahat dan membatasi aktivitasnya.
melakukan tindakan untuk 5. Lakukan tindakan untuk mencegah
mencegah trauma trauma:
(menggunakan sikat gigi a. Pertahankan lingkungan yang Mengurangi risiko trauma dan perdarahan
yang halus, tidak aman. dengan menghindari cedera/jatuh.
mengorek hidung dengan b. Informasikan pasien untuk tidak Mengurangi risiko epistaksis sekunder akibat
kasar, hindari mengorek hidungnya atau bila trauma dan penurunan pembekuan darah.
benturan/terjatuh, tidak pilek mengeluarkan ingus secara
membuang ingus dengan perlahan, hindari benturan/terjatuh.
kasar, dan tidak mengejan c. Menggunakan sikat gigi dengan Mencegah trauma pada mukosa oral dan
saat buang air besar). bulu halus, menghindari meningkatkan kebersihan mulut.
Tidak ada tanda-tanda penggunaan tusuk gigi
ensefalopati hepatikum d. Gunakan jarum kecil saat Meminimalkan perembesan dan pembentukan
(klien sadar penuh, bicara penyuntikan. hematom
koheren, orientasi tepat
terhadap waktu, tempat,

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
dan orang, dan tidak ada Kolaborasi:
flapping tremor). 6. Cek adanya darah samar dalam feses Deteksi dini yang membuktikan adanya
Klien buang air besar (feses benzidine) perdarahan pada saluran cerna.
(BAB) lancar, 1-3 /hari 7. Cek kadar amonia Peningkatan kadar amonia berkaitan dengan
dengan konsistensi lunak. ensefalopati dan koma hepatikum
8. Cek hemostase. Pasien dengan gangguan fungsi hati mengalami
pemanjangan masa hemostase.
9. Beri vitamin K 310 mg iv Meningkatkan mekanisme pembekuan darah.
10. Beri lactulax 315 cc p.o Mengurangi kadar amonia serum melalui
defekasi teratur setiap harinya.
11. Beri cefotaxime 31gr iv Mengatasi kemungkinan semakin parahnya
peritonitis bakteri spontan (PBS).
12. Beri propanolol 210 mg p.o Propanolol adalah preparat blocker yang
menurunkan tekanan porta sehingga mencegah
perdarahan varises esofagus.
13. Lapor ke dokter bila terjadi perubahan Memungkinkan dimulainya terapi ensefalopati
status kognitif/neurologi (bicara kacau, hepatikum
gelisah, cenderung tidur, flapping
tremor)

2 Kelebihan volume cairan Tujuan: 1. Monitoring TTV (TD dan nadi) dan Peningkatan TD berhubungan dengan kelebihan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan jugularis vena pressure (JVP). volume cairan. Distensi vena jugularis eksterna
gangguan mekanisme keperawatan diharapkan dan vena abdominal berhubungan dengan
regulasi (penurunan protein volume cairan adekuat, kongesti vaskular.
plasma) Kriteria hasil: 2. Monitor adanya kemungkinan edema Hipoalbuminemia menyebabkan perpindahan
Target balance cairan - cairan ke jaringan.
500 sampai -1000cc/hari 3. Auskultasi paru, catat adanya bunyi Peningkatan kongesti pulmonal dapat
Ukuran lingkar perut tetap tambahan (misalnya ronchi) dan catat mengakibatkan konsolidasi, gangguan
atau berkurang setiap RR. pertukaran gas, bahkan edema paru. RR
harinya meningkat sebagai kompensasi tubuh terhadap
Edema tidak ada asites untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
TTV dalam rentang 4. Ukur lingkar perut dan berat badan Asites diakibatkan oleh kehilangan protein
normal ( TD 100/60- setiap hari. plasma ke area peritoneal dan untuk
140/90 mmHg, nadi 60- mengevaluasi keberhasilan terapi yang

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
100/menit, RR 12- diberikan.
20/menit) 5. Ukur balance cairan/hari Indikator yang menunjukkan status volume
Ronchi pada kedua lapang sirkulasi dan respon terhadap terapi. Target
paru berkurang sampai balance -500 sampai -1000 cc/hari dengan lasix
dengan hilang. 240 mg iv.
Distensi vena jugularis Kolaborasi:
tidak ada. 6. Beri lasix 240 mg iv Lasix sebagai agen diuretik berfungsi untuk
mengontrol edema dan asites, menghambat efek
aldosterone.
7. Beri spironolactone 2100mg po Spironolactone sebagai diuretik, tetapi menahan
kalium agar tidak keluar bersama urin. Terapi
ini diberikan bersamaan dengan lasix agar
elektrolit khususnya kalium tidak dikeluarkan
banyak bersama urin
8. Beri albumin/plasma ekspander sesuai Albumin atau plasma ekspander berfungsi
program untuk meningkatkan tekanan onkotik koloid
dalam vaskular. Pada infus albumin 20%
kecepatan maksimal adalah 1ml/menit,
sedangkan pada infus albumin 5% kecepatan
maksimalnya 2-4ml/menit.
9. Cek albumin dan serum elektrolit Penurunan kadar albumin dalam darah
sesuai program menyebabkan penurunan tekanan onkotik
vaskuler, sehingga menyebabkan asites ataupun
edema, sehingga diperlukan diuretik.
Penggunaan diuretik menyebabkan gangguan
elektrolit.
10. Batasi natrium dan cairan sesuai Natrium dibatasi untuk meminimalkan retensi
indikasi cairan. Pada dasarnya batasan cairan digunakan
untuk mencegahn hiponatremia. Pada pasien
tidak terjadi hiponatremia yang ekstrim (Nilai
natrium pasien 133 mEq/l. Cairan peroral yang
dapat diberikan adalah 25 cc/kgBB/hari, maka
cairan yang dibutuhkan pasien dengan berat
badan dihitung 60 kg adalah 1500 cc/hari.
11. Persiapkan prosedur pungsi asites. Penanganan sementara pada asites masif.

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
3 Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan: 1. Monitor porsi makan yang dihabiskan Indikator yang memperlihatkan asupan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan setiap hari. pasien.
berhubungan dengan intake keperawatan diharapkan 2. Informasikan dan motivasi untuk Makanan porsi kecil tapi sering lebih ditoleransi
inadekuat. status nutrisi adekuat. makan porsi kecil tapi sering. pasien sehingga mengurangi mual/rasa begah
Kriteria hasil: tetapi intake terpenuhi.
Pasien melaporkan makan 3. Motivasi pasien dan keluarga untuk Oral higiene mengurangi cita rasa yang tidak
habis 1 porsi dengan melakukan oral higiene sebelum enak dan menstimulasi selera makan.
makan porsi kecil tapi makan.
sering 4. Informasikan pada pasien dan keluarga Putih telur mengandung asam amino esensial
Pasien melaporkan ada tentang pentingnya mengkonsumsi yang kaya akan AARC. AARC sangat berperan
peningkatan selera makan putih telur 4-6 butir/hari. dalam pencegahan malnutrisi dan terjadinya
dan rasa segar pada badan. komplikasi pada sirosis hepatis, seperti asites,
Pasien melaporkan perut ensefalopati hepatikum, dan kematian.
terasa nyaman dengan 5. Ukur LILA. LILA merupakan salah satu indikator status
defekasi teratur nutrisi pasien. Pada Tn. L monitoring status
Ukuran lingkar lengan nutrisi dengan BB atau IMT dinilai tidak akurat
atas (LILA) tetap atau disebabkan adanya asites dan pemberian
bertambah. diuretik.
Kolaborasi:
6. Beri inpepsa (sucralfate) 4x10 cc po Inpepsa merupakan antiulcer yang juga
mengurangi rasa tidak enak pada perut sehingga
selera makan dan keinginan terhadap makanan
bertambah.
7. Beri diet hati IV 2100 kalori dengan Kebutuhan kalori pada pasien sirosis hepatis
ekstra putih telur (kaya AARC) 4-6 adalah 35-40 kgBB/hari, dengan protein 1,2-1,5
butir/hari. gr/kgBB/hari. Anggap BB Tn. L 60 kg, maka
kebutuhan kalorinya adalah 2100-2400
kalori/hari dan protein 72-90 gr/hari.
8. Monitor nilai albumin Nilai albumin dapat menjadi salah satu indikator
status nutrisi pasien.

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 7
CATATAN KEPERAWATAN

Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi


Waktu Keperawatan
27-5-2014 Risiko cedera b.d Menanyakan pola BAB pasien dan karakteristik S:
Jam 08-14 hipertensi porta, feses BAB lancar, 1-2 /hari, warna kuning, bentuk padat dan lunak.
perubahan Memonitor adanya tanda-tanda hemoragik O:
mekanisme Mengkaji orientasi pasien terhadap waktu, tempat, Kesadaran compos mentis; bicara koheren; orientasi tepat terhadap
pembekuan darah, dan orang waktu, tempat, dan orang; dan tidak ada flapping tremor.
gangguan proses Memonitor adanya bicara kacau, gelisah, dan Tampak hematom pada umbilikus dengan ukuran 55 cm, tidak ada
detoksifikasi flapping tremor riwayat terbentur ataupun bekas injeksi; tidak ada epistaksis, tidak
Memberi terapi: vitamin K 10mg iv, cefotaxime ada hematemesis, dan tidak ada gusi bedarah.
1gr iv, dan lactulax 15cc p.o Pasien ikut dalam program pengobatan dengan baik: obat
Memonitor lab: hasil analisis cairan asites propranolol 10mg dan lactulax 15cc selalu diminum.
Analisis cairan asites: transudat
A:
Cedera tidak terjadi ataupun bertambah parah (perdarahan saluran
cerna tidak terjadi, penambahan hematom tidak ada, dan tanda-tanda
ensefalopati hepatikum tidak ada.
P:
Tetap pastikan pasien BAB setiap hari, tanyakan karakteristik feses
dan cek adanya darah samar dalam feses.
Tetap monitor manifestasi hemoragik
Informasikan pasien untuk meningkatkan periode istirahatnya
Tetap perhatikan status neurologi pasien
Informasikan kepada pasien dan keluarga cara-cara mencegah
trauma dan jelaskan alasannya.
Lanjutkan kolaborasi pemberian terapi: vitamin K 310mg iv,
lactulax 315cc po, cefotaxime 31gr iv, dan propranolol 210mg
po

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
27-5-2014 Kelebihan volume Mengukur TTV dan memonitor JVP S:
Jam 08-14 cairan b.d gangguan Mengukur lingkar perut Sesak tidak ada, perut begah tidak ada, perut terasa lebih enak dan
mekanisme regulasi Menimbang berat badan nyaman setelah cairan yang di perut diambil.
(penurunan protein Mengukur balance cairan O:
plasma) Mengauskultasi paru TTV: TD 105/70 mmHg; nadi 88/menit, kuat dan teratur; suhu
Memonitor hasil albumin post koreksi albumin 360C, dan RR 16/menit.
20% 100 cc setelah dilakukan pungsi asites 2,1 L BB 62,5 kg (turun 2 kg dari yang kemarin)
Lingkar perut: batas atas 97,5 cm (turun 1,5 cm dari sebelumnya),
tengah 98 cm (sama dengan sebelumnya), bawah 96 cm (sama
dengan sebelumnya)
Nilai albumin 2,82 gr/dl (nilai albumin 29-5-14 adalah 2,5 gr/dl)
Edema tungkai tidak ada
Auskultasi paru: masih terdengar ronchi halus pada kedua apikal
paru
Distensi vena jugularis tidak ada
Asites masih tampak, shifting dullness positif
Balance cairan perhari (26-5-2014 sampai 27-5-2014) = -2330
cc/hari
Intake=1350 cc; IVFD 700 cc (pasien mendapat infus gelosfusin
postpungsi asites), minum 650 cc
Output=3680 cc; urin 980 cc, pungsi asites 2,1 L, IWL 600 cc
Pasien mengikuti program pengobatan: spironolactone 100mg sudah
diminum
A:
Kelebihan volume cairan belum teratasi
P:
Tetap monitoring TTV, JVP, auskultasi paru, dan adanya edema
Ukur lingkar perut dan berat badan setiap hari
Lanjut kolaborasi: pemberian lasix 240mg iv, spironolactone
2100mg po, dan albumin iv sesuai program

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
27-5-2014 Ketidakseimbangan Menanyakan dan memonitor porsi makan yang S:
Jam 08-14 nutrisi kurang dari dihabiskan pasien Mual dan muntah tidak ada, nafsu makan baik, makan pagi habis
kebutuhan tubuh Menginformasikan dan memotivasi pasien untuk porsi
berhubungan makan porsi kecil tapi sering O:
dengan intake Memberi terapi sucralfate 10cc Pasien menghabiskan 1 porsi makan siangnya
inadekuat. Menginformasikan dan memotivasi pasien untuk Susu hepatosol 100cc jam 10 diminum habis
makan putih telur 4-6 butir/hari dan menjelaskan Pasien tidak menunjukkan ekspresi mual ataupun muntah
alasannya (sebelumnya sudah dikolaborasikan Sucralfate 10cc sudah diminum pasien
dengan dokter juga). A:
Nutrisi mulai adekuat, DH IV 2100 kalori mulai terpenuhi
P:
Tetap monitor porsi makan yang dihabiskan pasien
Motivasi pasien untuk oral higiene sebelum makan
Informasikan pasien untuk tetap makan porsi kecil tapi sering
untuk menghindari perut terasa begah/mual, dan tetap
mengkonsumsi putih telur 4-6 butir/hari
Lanjut kolaborasi pemberian sucralfate 410cc.

28-5-2014 Risiko cedera b.d Mengambil sampel feses untuk pemeriksaan S:


Jam 08-14 hipertensi porta, laboratorium (cek darah samar dalam feses) BAB lancar, warna kuning, bentuk padat dan lunak; tidak ada muntah
perubahan Mengkaji orientasi pasien terhadap waktu, tempat, darah ataupun gusi berdarah
mekanisme dan orang O:
pembekuan darah, Memonitor adanya bicara kacau, gelisah, dan Kesadaran compos mentis; bicara koheren; orientasi tepat terhadap
gangguan proses flapping tremor waktu, tempat, dan orang; dan tidak ada flapping tremor.
detoksifikasi Memonitor adanya tanda-tanda hemoragik, Hematom pada umbilikus masih ada, pada area insersi post pungsi
menanyakan pada pasien dan keluarga adanya asites di sisi abdomen bagian kiri tampak hematom.
muntah darah, gusi berdarah, ataupun BAB Hasil lab 28-05-2014: PT dan APTT 1,1 kali kontrol
berwarna hitam Hasil pemeriksaan feses: darah samar tidak ditemukan
Menginformasikan pasien untuk banyak istirahat Istri pasien tampak mengingatkan kembali suaminya tentang cara-
Mengganti akses iv line dengan menggunakan cara pencegahan trauma: hindari benturan, tidak mengorek hidung
kateter intravena ukuran 22 dengan kasar, dan menggunakan sikat gigi berbulu halus.

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
Menginformasikan pasien dan keluarga tentang A:
cara pencegahan trauma: menghindari benturan, Cedera perdarahan saluran cerna tidak ada, tanda-tanda ensefalopati
tidak mengorek hidung dengan paksa, dan gosok hepatikum tidak ada, dan tampak cedera (hematoma ukuran 57 cm)
gigi dengan bulu yang halus/lembut pada area post pungsi asites.
Memonitor hasil laboratorium: PT dan APTT P:
Menanyakan pasien apakah obat propranolol dan Evaluasi manifestasi hemoragik dan kemungkinan perdarahan
lactulax sudah diminum pagi tadi lainnya.
Memberi terapi: vitamin K 10mg iv, cefotaxime Tetap pastikan pasien BAB setiap hari, tanyakan karakteristik feses
1gr iv, dan lactulax 15cc p.o dan cek adanya darah samar dalam feses.
Tetap pantau status neurologi pasien dan minta keluarga untuk lapor
perawat bila pada pasien terjadi: kekacauan dalam bicara, gelisah,
ataupun cenderung tidur.
Beri pendidikan kesehatan tentang sirosis hepatis, khususnya
hepatitis B, dan cara perawatan pasien di rumah (rencana 31-5-
2014).
Lanjutkan kolaborasi pemberian terapi: vitamin K 310mg iv,
lactulax 315 cc po, cefotaxime 31gr iv, dan propranolol 210mg
po.
Optimalkan persiapan EGD dan CT scan abdomen dengan kontras
(masih menunggu jadwal).
28-5-2014 Kelebihan volume Mengukur TTV dan memonitor JVP S:
Jam 08-14 cairan b.d gangguan Mengukur lingkar perut Sesak dan perut terasa begah tidak ada
mekanisme regulasi
Menimbang berat badan O:
(penurunan protein TTV: TD 110/70 mmHg; nadi 92/menit, kuat dan teratur; suhu
Mengukur balance cairan
plasma)
Mengauskultasi paru 360C, dan RR 18/menit.
Memastikan pasien sudah minum spironolactone BB 62,5 kg (sama dengan yang kemarin)
100mg Lingkar perut: batas atas 97 cm (turun 0,5 cm dari sebelumnya),
Memberi lasix 40mg iv tengah 98 cm (sama dengan sebelumnya), bawah 96 cm (sama
Mengkolaborasikan dengan dokter tentang restriksi dengan sebelumnya)
cairan pada pasien (kebutuhan cairan pasien Edema tungkai tidak ada

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
25cc/kgBB/hari=1500 cc/hari, pasien memiliki Auskultasi paru: tidak terdengar ronchi halus pada kedua apikal
asites, tetapi tidak terjadi hiponatremia yang paru
ekstrim, maka intake cairan peroral pasien adalah Distensi vena jugularis tidak ada
1000-1500 cc/hari, dengan target balance -500 Asites masih tampak, shifting dullness positif
sampai -1000 cc/hari) Balance cairan perhari (27-5-2014 sampai 28-5-2014) = -460
Menginformasikan pada pasien tentang cairan cc/hari
jumlah cairan yang dianjurkan untuk pasien. Intake=minum 650 cc
Output=1260 cc; urin 660 cc, IWL 600 cc
A:
Kelebihan volume cairan mulai teratasi
P:
Tetap monitoring TTV, JVP, auskultasi paru, dan adanya edema
Ukur lingkar perut dan berat badan setiap hari
Lanjut kolaborasi: pemberian lasix 240mg iv, spironolactone
2100mg po, dan albumin iv sesuai program
Awasi tanda-tanda dehidrasi pada pasien

S:
28-5-2014 Ketidakseimbangan Menanyakan dan memonitor porsi makan yang Mual dan muntah tidak ada, nafsu makan baik, makan pagi habis 1
Jam 08-14 nutrisi kurang dari dihabiskan pasien
porsi, perut terasa nyaman, dab BAB lancar setiap hari.
kebutuhan tubuh Memberi terapi sucralfate 10cc
Makan putih telur kemarin 4 butir
berhubungan Mengevaluasi jumlah putih telur yang sudah O:
dengan intake dikonsumsi pasien.
inadekuat. Pasien menghabiskan 1 porsi makan siangnya
Memotivasi pasien untuk oral higiene sebelum
Susu hepatosol 100cc jam 10 diminum habis
makan
Pasien tidak menunjukkan ekspresi mual ataupun muntah
Sucralfate 10cc sudah diminum pasien
Pasien tampak lebih segar dan bergairah
A:
Nutrisi mulai adekuat, DH IV 2100 kalori terpenuhi

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
P:
Renpra stop
Ukur LILA sebelum pulang

30/31-5-2014 Risiko cedera b.d Mengkaji orientasi pasien terhadap waktu, tempat, S:
Jam 20-08 hipertensi porta, dan orang BAB lancar, warna kuning, bentuk padat dan lunak; tidak ada muntah
perubahan Memonitor adanya bicara kacau, gelisah, dan darah ataupun gusi berdarah; kebiruan pada perut sudah berkurang;
mekanisme flapping tremor dan semalam tidur pulas.
pembekuan darah, Memonitor adanya tanda-tanda hemoragik, O:
gangguan proses menanyakan pada pasien dan keluarga adanya Kesadaran compos mentis; bicara koheren; orientasi tepat terhadap
detoksifikasi muntah darah, gusi berdarah, ataupun BAB waktu, tempat, dan orang; dan tidak ada flapping tremor.
berwarna hitam Hematom pada umbilikus sudah agak berkurang.
Memberi pendidikan kesehatan tentang sirosis Pasien dan istri tampak kooperatif dan antusias saat diberi
hepatis dan cara perawatannya di rumah. pendidikan kesehatan, dan mengajukan beberapa pertanyaan untuk
Mengganti akses iv line dengan menggunakan perawatan di rumah.
kateter intravena ukuran 22 hematemesis, melena, ataupun gusi berdarah tidak terjadi pada
Menginformasikan pasien dan keluarga tentang pasien.
cara pencegahan trauma: menghindari benturan, A:
tidak mengorek hidung dengan paksa, dan gosok Cedera tidak terjadi (perdarahan saluran cerna tidak ada, tanda-tanda
gigi dengan bulu yang halus/lembut. ensefalopati hepatikum tidak ada, dan perluasan/penambahan
Menanyakan pasien apakah obat propranolol dan hematom tidak ada).
lactulax sudah diminum pagi tadi Discharge planning sudah dijalankan
Memberi terapi: vitamin K 10mg iv, cefotaxime P:
1gr iv, dan lactulax 15cc p.o Tetap evaluasi manifestasi hemoragik dan kemungkinan perdarahan
lainnya.
Tetap perhatikan status neurologi pasien dan libatkan keluarga
dalam pemantauannya.
Lanjutkan kolaborasi pemberian terapi: vitamin K 310mg iv,
lactulax 315 cc po, cefotaxime 31gr iv, dan propranolol 210mg
po
Masih menunggu hasil CT scan abdomen

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
30/31-5-2014 Kelebihan volume Mengukur TTV dan memonitor JVP S:
Jam 20-08 cairan b.d gangguan Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi Napas enak, perut tidak begah, dan semalam dapat tidur pulas.
mekanisme regulasi Mengukur lingkar perut O:
(penurunan protein Menimbang berat badan TTV: TD 110/80 mmHg; nadi 92/menit, kuat dan teratur; suhu
plasma) Mengukur balance cairan 358C, dan RR 16/menit.
Mengauskultasi paru BB 62 kg (turun 0,5 kg dari yang sebelumnya)
Memastikan pasien sudah minum spironolactone Lingkar perut: batas atas 96 cm (turun 1 cm dari sebelumnya),
100mg tengah 98 cm (sama dengan sebelumnya), bawah 93 cm (turun 3 cm
Memberi lasix 40mg iv dan mengkolaborasikan dari sebelumnya)
dengan dokter apa lasix injeksi bisa diturunkan Edema tungkai tidak ada
dosisnya? Auskultasi paru: tidak terdengar ronchi halus pada kedua apikal
Mengambil darah untuk cek albumin dan serum paru
elektrolit Distensi vena jugularis tidak ada
Turgor kulit tampak kurang elastis dan mukosa bibir kering (terapi
lasix? advice DPJP, lasix tetap diberikan 240 mg iv dulu)
Balance cairan perhari (30-5-2014 sampai 31-5-2014) = -
690cc/hari
Intake=minum 1160 cc (DH I, pasien sudah diinformasikan tentang
diitnya post tindakan ligasi varises esofagus dan untuk tidak
mengkonsumsi makanan yang panas dan menjelaskan tujuannya)
Output=1850 cc; urin 1250 cc, IWL 600 cc
Hasil laboratorium albumin 2,82 gr/dl, serum elektrolit (natrium 131
mEq/l, kalium 4,24 mEq/l, dan klorida 93,6/l)
A:
Kelebihan volume cairan mulai teratasi
P:
Optimalkan persiapan pulang (cara perawatan di rumah sudah
diedukasikan).
Rencana program DPJP: pungsi asites sebelum pulang
Tetap awasi kemungkinan dehidrasi
Tetap monitoring TTV, JVP, auskultasi paru, dan adanya edema

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
Tetap ukur lingkar perut dan berat badan setiap hari
Lanjut kolaborasi: pemberian lasix 240mg iv (lihat klinis pasien),
spironolactone 2100mg po, dan albumin iv sesuai program

3/4-6-2014 Risiko cedera b.d Mengevaluasi hematom pada area umbilikus, area S:
Jam 20-08 hipertensi porta, insersi post pungsi asites 26-5-2014, dan area post Kebiruan pada perut sudah jauh berkurang; BAB lancar setiap hari
perubahan pungsi kemarin pagi. berwarna kuning, bentuk padat dan lunak; tidak ada muntah darah
mekanisme Mengkaji orientasi pasien terhadap waktu, tempat, ataupun gusi berdarah; dan semalam tidur pulas.
pembekuan darah, dan orang O:
gangguan proses Memonitor adanya bicara kacau, gelisah, dan Kesadaran compos mentis; bicara koheren; orientasi tepat terhadap
detoksifikasi flapping tremor waktu, tempat, dan orang; dan tidak ada flapping tremor.
Memonitor kemungkinan perdarahan lainnya dan Hematom pada umbilikus di area insersi post pungsi pertama 26-5-
menanyakannya pada pasien dan keluarga 2014 sudah jauh berkurang.
Mengevaluasi ulang pengetahuan keluarga tentang Pasien post pungsi asites 700 cc kemarin pagi, cairan serous kuning
cara perawatan pasien di rumah jernih, dan tidak ada hematom pada area insersi.
Mengevaluasi hasil CT scan abdomen 29-5-2014 Pasien dan istri mampu menyebutkan kembali cara perawatan di
Memonitor cek laboratorium (hemostase) rumah nanti
Menginformasikan kembali tanda-tanda pasien bila Hematemesis, melena, ataupun gusi berdarah tidak terjadi pada
harus segera dibawa ke RS. pasien.
Hasil lab 2-06-2014: PT 1,1 kali kontrol dan APTT 1,0 kali kontrol
Hasil CT scan abdomen: Hepatocelular carcinoma (HCC)
A:
Cedera tidak terjadi (perdarahan saluran cerna tidak ada, tanda-tanda
ensefalopati hepatikum tidak ada, hematoma dalam perbaikan).
Discharge planning optimal
P:
Renpra stop
Pasien pulang, rencana kontrol ke Poli Gastro & Hepatologi pada 9-
6-2014
Informasikan pasien tentang penyakitnya secara bertahap.

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Tanggal & Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
3/4-6-2014 Kelebihan volume Mengukur TTV dan memonitor JVP S:
Jam 20-08 cairan b.d gangguan Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi Sesak tidak ada, perut terasa nyaman, dan semalam bisa tidur pulas.
mekanisme regulasi Mengukur lingkar perut O:
(penurunan protein Menimbang berat badan TTV: TD 100/60 mmHg; nadi 88/menit, kuat dan teratur; suhu
plasma) Mengukur balance cairan 360C, dan RR 18/menit.
Mengauskultasi paru BB 62 kg (sama dengan yang sebelumnya)
Memastikan pasien sudah minum spironolactone Lingkar perut: batas atas 96 cm (sama dengan yang sebelumnya),
100mg tengah 96 cm (turun 2 cm dari sebelumnya), bawah 90 cm (turun 3
Mengkaji adanya edema cm dari sebelumnya)
Edema tungkai tidak ada
Auskultasi paru: tidak terdengar ronchi halus pada kedua apikal
paru
Distensi vena jugularis tidak ada
Tanda-tanda kekurangan cairan tidak ada: turgor elastis, mukosa
bibir lembab.
Balance cairan perhari (3-6-2014 sampai 4-6-2014) = -260cc/hari
Intake=minum 1260 cc
Output=2020 cc; urin 1420 cc, IWL 600 cc
A:
Kelebihan volume cairan teratasi
P:
Renpra stop.
Pasien pulang, rencana kontrol ke Poli Gastro & Hepatologi pada 9-
6-2014

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Lampiran 8

SATUAN ACARA PENGAJARAN


PERAWATAN KLIEN SIROSIS HEPATIS DI RUMAH

Disusun oleh:

Elida Riris Rumapea

PROGRAM PROFESI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2013/2014

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Topik : Sirosis hepatis dan cara perawatannya di rumah


Tujuan : Pasien dan keluarga memahami tentang sirosis hepatis dan cara
perawatannya di rumah.
Tempat : Ruangan kamar 701 bed C
Waktu : Sabtu, 31 Mei 2014 (pukul 13.00-13.45 WIB)
Sasaran : Keluarga (istri klien) dan klien
Metode : Diskusi, ceramah, dan tanya jawab
Media : Leaflet dan lembar balik

TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM


Setelah mendapatkan penyuluhan tentang sirosis hepatis, klien dan keluarga memahami
tentang penyakitnya, khususnya cara perawatan di rumah.

TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah diberikan penyuluhan, klien dan keluarga mampu :
1. Menyebutkan pengertian sirosis hepatis
2. Menyebutkan penyebab sirosis hepatis
3. Menyebutkan tanda dan gejala sirosis hepatis dan mengidentifikasi tanda dan gejala yang
ada pada klien.
4. Menyebutkan akibat lanjut sirosis hepatis bila tidak ditangan dengan segera.
5. Menyebutkan cara perawatan di rumah
6. Menyebutkan cara pencegahan penularan
7. Menyebutkan kondisi yang dapat terjadi pada klien dan mengharuskannya untuk segera
dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


RENCANA PELAKSANAAN
No. Waktu Kegiatan Metode/Media Respon Klien dan Keluarga
1. 13.00- Pembukaan Tanya jawab
13.05 1. Mengucapkan salam Klien dan keluarga
2. Orientasi validasi memperhatikan dan
(menanyakan menjawab perawat
perasaan klien hari
ini)
3. Kontrak topik, Klien dan keluarga
waktu, dan tujuan menyetujui kontrak waktu,
tempat, dan topik
2. 13.05- Isi
13.40 1. Menjelaskan Ceramah / Klien dan keluarga
pengertian dari lembar balik mendengarkan dengan aktif
sirosis hepatis Klien dan keluarga
2. Menjelaskan dan Ceramah, mendengarkan dengan aktif
mendiskusikan diskusi /
penyebab sirosis lembar balik
hepatis dan
kemungkinan
penyebab pada klien
3. Mengevaluasi Diskusi / Klien dan keluarga mampu
pengetahuan klien lembar balik menyebutkan penyebab
tentang pengertian sirosis hepatis dan
dan penyebab sirosis kemungkinan penyebab pada
hepatis klien
4. Memberi Klien dan keluarga
reinforcement positif tersenyum dan menerima
reinforcement
5. Menjelaskan tanda Ceramah, Klien dan keluarga
dan gejala sirosis diskusi / memperhatikan perawat dan
hepatis dan meminta lembar balik aktif dalam pembelajaran
klien dan keluarga
untuk
mengidentifikasinya
pada klien
6. Menjelaskan akibat Ceramah, Klien dan keluarga
lanjut dari sirosis diskusi / memperhatikan perawat dan
hepatis bila tidak lembar balik aktif dalam pembelajaran
segera ditangani
7. Mengevaluasi Diskusi / Klien dan keluarga mampu
pengetahuan klien lembar balik menyebutkan 6 dari 8 tanda
tentang tanda gejala dan gejala sirosis hepatis dan
dan akibat lanjut mengidentifikasinya pada
dari sirosis hepatis klien; menyebutkan 2 dari 3
yang tidak ditangani akibat lanjut dari sirosis
hepatis bila tidak segera
ditangani
8. Memberi Klien dan keluarga
reinforcement positif tersenyum dan menerima

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


No. Waktu Kegiatan Metode/Media Respon Klien dan Keluarga
reinforcement
9. Menjelaskan cara Ceramah, Klien dan keluarga
perawatan klien diskusi / memperhatikan perawat dan
sirosis hepatis di lembar balik aktif dalam pembelajaran
rumah
10. Menjelaskan Ceramah, Klien dan keluarga
cara pencegahan diskusi / memperhatikan perawat dan
penularan sirosis lembar balik aktif dalam pembelajaran
hepatis (berawal dari
hepatitis B)
11. Menjelaskan Ceramah, Klien dan keluarga
kemungkinan diskusi / memperhatikan perawat dan
kondisi yang dapat lembar balik aktif dalam pembelajaran
terjadi pada klien
dan segera untuk
dibawa ke RS atau
fasilitas kesehatan
terdekat.
12. Mengevaluasi Diskusi / Klien dan keluarga mampu
pengetahuan klien lembar balik menyebutkan 6 dari 8 cara
tentang cara perawatan klien sirosis
perawatan di hepatis di rumah, 2 dari 2
rumah, cara cara pencegahan penularan
pencegahan sirosis hepatis (berawal dari
penularan, dan hepatitis B), dan 5 dari 8
kondisi yang kemungkinan kondisi yang
mengharuskan dapat terjadi pada klien dan
untuk segera segera untuk dibawa ke RS
dibawa ke fasilitas atau fasilitas kesehatan
kesehatan terdekat terdekat.
13. Memberi Klien dan keluarga
reinforcement tersenyum dan menerima
positif reinforcement
3 13.40- Penutup Diskusi Keluarga memperhatikan
13.45 1. Mengucapkan salam dan setuju untuk melakukan
2. Evaluasi respon perawatan klien di rumah
subjektif dan objektif
3. Membuat RTL
bersama klien

EVALUASI
Klien dan keluarga mampu:
1. Menyebutkan pengertian dari sirosis hepatis
2. Menyebutkan penyebab sirosis hepatis dan kemungkinan penyebab pada klien

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


3. Menyebutkan 6 dari 8 tanda dan gejala sirosis hepatis dan mengidentifikasinya pada klien
4. Menyebutkan 2 dari 3 akibat lanjut dari sirosis hepatis bila tidak segera ditangani
5. Menyebutkan 6 dari 8 cara perawatan klien sirosis hepatis di rumah
6. Menyebutkan 2 dari 2 cara pencegahan penularan sirosis hepatis (berawal dari hepatitis B)
7. Menyebutkan 5 dari 8 kemunkinan kondisi yang dapat terjadi pada klien dan segera untuk
dibawa ke RS atau fasilitas kesehatan terdekat.

MATERI SIROSIS HEPATIS

PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dg pengecilan hati dan kegagalan
hati melaksanakan fungsinya.

PENYEBAB
1. Suka meminum alkohol
2. Virus hepatitis (A/B/C)
Tanda dan gejala terjangkit virus hepatitis B baru muncul setelah 1-6 bulan virus masuk ke
dalam tubuh, berupa tidak nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut, pegal-pegal, lemas,
tidak enak badan, dan demam.
Virus hepatitis B ditularkan melalui darah, air liur, cairan sperma, atau cairan vagina.
Penularannya melalui hubungan seksual, mukosa/luka pada kulit, pengunaan jarum suntik
bersama-sama, dan transfusi darah
3. Sumbatan pada saluran empedu yang berkepanjangan

TANDA DAN GEJALA


1. Nyeri perut

2. Demam

3. Mual & Muntah

4. Tidak nafsu makan

5. Mata dan badan menguning

6. Warna urin gelap

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


7. Warna feses abu-abu

8. Perut membesar dan kaki bengkak

AKIBAT LANJUT
1. Kanker hati

2. Perdarahan: feses berwarna hitam, muntah darah.

3. Penurunan kesadaran: gelisah, bicara kacau, tremor, dan cenderung tidur

CARA PERAWATAN DI RUMAH


1. Istirahat yg cukup
2. Tidak mengkonsumsi alkohol atau minum obat warung dg sembarangan
3. Makan porsi kecil tapi sering, tingkatkan asupan protein (banyak terdapat dlm putih telur,
4-6 butir/hari)
4. Tingkatkan daya tahan tubuh dengan minum suplemen & vitamin untuk kesembuhan sel-
sel hati.
5. Cegah perdarahan/kerusakan kulit dengan: menghindari benturan, gosok gigi dengan sikat
gigi yg halus, gosok kulit dengan lembut & pakai lotion, serta minum obat sesuai anjuran
dokter (Propanolol)
6. Cegah bengak atau perut membesar dengan: minum air paling 1-1,5L/hari, minum obat
sesuai anjuran dokter (Lasix & Spironolaktone).
7. Minum obat pelindung lambung sesuai anjuran dokter (Inpepsa) untuk mengurangi mual
dan cegah perdarahan saluran cerna
8. Pastikan BAB setiap hari, hindari mengedan! Minum pencahar (Lactulax)!

CARA PENCEGAHAN PENULARAN


1. Pastikan seluruh anggota keluarga yang kontak dg pasien diperiksa darahnya terhadap
kemungkinan hepatitis B, untuk mendapatkan vaksin ataupun pengobatan.
2. Untuk pasangan suami istri: pantang senggama (hubungan suami istri) atau gunakan
kondom bila melakukan hubungan suami istri

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


Segera ke RS atau fasilitas kesehatan terdekat bila terjadi:
1. BAB berdarah, muntah darah, pasien pucat.
2. Penurunan kesadaran: pasien gelisah, bicara kacau dan tidak nyambung, tremor/gemetaran
pada tangan, cenderung tidur, dan sulit untuk dibangunkan.

Referensi:

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical nursing clinical management for
positive outcomes eight edition. Philadelphia: WB Saunders Company.

Doenges, M. E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.

OBrien,A. & Williams, R. (2008). Nutrition in end-stage liver disease: Principles and
practice. Gastroenterology 2008 (134), 1729-1740. doi:
10.1053/j.gastro.2008.02.001

Smeltzer, S.C.& Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC.

Suyono. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Wong, Florence (2011). Advance in clinical practice Management of ascites in cirrhosis.


Journal of Gastroenterology and Hepatology Foundation and Blackwell Publishing
Asia Pty Ttd, 27 (2012), 11-20. doi:10.1111/j.1440-1746.2011.06925.x

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014


CARA PENCEGAHAN PENULARAN

PERAWATAN PASIEN
1. Pastikan seluruh anggota Perhatian..!!!Bila terjadi: SIROSIS HEPATIS DI
keluarga yang kontak dg
BAB berdarah, muntah RUMAH
pasien diperiksa darah, pasien pucat.
darahnya terhadap Penurunan kesadaran:
kemungkinan hepatitis B, pasien gelisah, bicara
untuk mendapatkan vaksin kacau dan tidak nyambung,
tremor/gemetaran pada
ataupun pengobatan
tangan, cenderung tidur,
2. Untuk pasangan suami dan sulit untuk
istri: pantang senggama dibangunkan.
(hubungan suami istri)
atau gunakan kondom bila
melakukan hubungan suami
istri

Segera ke RS atau fasilitas


kesehatan terdekat!!!

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2014
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
CARA PERAWATAN DI RUMAH
PENGERTIAN
TANDA & GEJALA Istirahat yg cukup
Sirosis hepatis adalah penyakit hati
Tidak mengkonsumsi alkohol atau mi-
kronis yang ditandai dg pengecilan hati
Nyeri perut num obat warung dg sembarangan
dan kegagalan hati melaksanakan
Makan porsi kecil tapi sering, ting-
fungsinya. Demam
katkan asupan protein (banyak ter-
PENYEBAB Mual & Muntah dapat dlm putih telur, 4-6 butir/
hari)
Suka meminum alkohol Tidak nafsu makan
Tingkatkan daya tahan tubuh dg minum
Virus hepatitis (A/B/C)
Mata dan badan menguning suplemen & vitamin untuk kesembuhan
Tanda dan gejala terjangkit virus
sel-sel hati.
hepatitis B baru muncul setelah 1-6 Warna urin gelap
Cegah perdarahan/kerusakan kulit dg:
bulan virus masuk ke dalam tubuh,
Warna feses abu-abu hindari benturan, gosok gigi dg si-
berupa tidak nafsu makan, mual,
kat gigi yg halus, gosok kulit dg
muntah, nyeri perut, pegal-pegal, Perut membesar dan kaki bengkak
halus & pakai lotion, serta minum
lemas, tidak enak badan, dan
AKIBAT LANJUT obat sesuai anjuran dokter
demam.
(Propanolol)
Virus hepatitis B ditularkan melalui
Kanker hati Cegah bengak atau perut membesar dg:
darah, air liur, cairan sperma, atau
minum air paling bnyk 1L/hari, minum
cairan vagina. Penularannya melalui Perdarahan: feses berwarna hitam,
obat sesuai anjuran dokter (Lasix &
hubungan seksual, mukosa/luka pa- muntah darah,
Spironolaktone).
da kulit, pengunaan jarum suntik
Penurunan kesadaran: gelisah, Minum obat pelindung lambung sesuai
bersama-sama, dan transfusi darah.
bicara kacau, tremor, dan cender- anjuran dokter (Inpepsa) untuk men-
Sumbatan pada saluran empedu yg
ung tidur gurangi mual dan cegah perdarahan
berkepanjangan
saluran cerna
Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014
Pastikan BAB setiap hari, hindari
Lampiran 10

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Elida Riris Rumapea


Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/6 Juli 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Perawat
Alamat RS : Jl. Gatot Subroto Kav. 59 Jakarta
Alamat Rumah : Jl. Jatijajar II RT 03/08 No. 138 Tapos-Depok
Email : elidariris_medistra@yahoo.com

Riwayat Pendidikan
19921998 : SDN Sukamaju Baru I, Depok
19982001 : SMP Maria, Depok
20012004 : SMAN 4 Depok, Depok
20042007 : Akademi Keperawatan Pasar Rebo, Jakarta
20112013 : Program Sarjana FIK UI, Depok
20132014 : Program Profesi Ners FIK UI, Depok

Riwayat Pekerjaan
2007sekarang : Perawat Rumah Sakit Medistra Jakarta

Asuhan keperawatan ..., Elida Riris, FIK UI, 2014

You might also like