BLOK 23 : KEDOKTERAN KOMUNITAS Pengalaman Di puskesmas kasihan 1 dilaporkan bahwa tercatat kasus Demam Dengue pada bulan Januari, Februari dan Maret 2016 berturut-turut sebanyak 5; 11; dan 5 kasus. Untuk itu dilakukan program kesehatan lingkungan oleh puskesmas dalam rangka pemberantasan vektor penyakit tersebut yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Salah satu program yang diterapkan yaitu zona DB nol. Program ini mencakup pemberdayaan masyarakat dengan adanya jumantik, fogging, kerja bakti masal, dan penyuluhan Masalah yang dikaji Apakah penanganan tersebut sudah tepat? Bagaimanakah penanganan DB sesuai standar yang sudah ditetapkan? Analisa Kritis Guna mewujudkan rencana strategis pengendalian DBD di Indonesia, dibuatlah kebijakan yang:pro Rakyat; Inklusif (melibatkan semua pihak dalam melaksanakan semua program); responsif (dimaksud adalah program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat); efektif untuk mencapai hasil yang signifikan sesuai target; dan bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel. Tujuan dari pengendalian DB yaitu untuk meningkatkan kemampuan penduduk khususnya di daerah endemis sehingga mampu mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan. Termasuk didalamnya : meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD; menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan DBD; Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar; Menurunkan angka kesakitan DBD; Menurunkan angka kematian akibat DBD. Kebijakan Nasional untuk pengendalian DBD sesuai KEPMENKES No 581/MENKES/SK/VII/1992 menyebutkan mengenai langkah pemberantasan DBD yakni: Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap pengendalian DBD. Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pengendalian DBD. Memantapkan kerjasama lintas sektor/ lintas program. Pembangunan berwawasan lingkungan. Sedangkan strategi yang dirumuskan sebagai berikut : 1. Pemberdayaan masyarakat. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilanupaya pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial, advokasi dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa maupun secara berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang lokal spesifik. 2. Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD. Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja, peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial merupakan langkah awal dalam menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jejaring kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian melalui wadah Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL DBD) di berbagai tingkatan administrasi. 3. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program. SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologimerupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan program pengendalian DBD. 4. Desentralisasi. Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan pengendalian DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM bidang kesehatan. 5. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan. Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko penularan DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat infeksi Dengue/DBD. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD a. Surveilans epidemiologi. Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change). b. Penemuan dan tatalaksana kasus.Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit. c. Pengendalian vektor. Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus: a. Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas b. Secara kimiawi dengan larvasidasi c. Secara biologis dengan pemberian ikan d. Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,memasang kawat kasa dll) Selain itu terdapat kegiatan : Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB; Penyuluhan; Kemitraan/jejaring kerja; Capacity building; Penelitian dan survei; Monitoring dan evaluasi Kegiatan yang dilakukan bagian kesehatan lingkungan Puskesmas Kasihan 1 dalam rangka pengendalian vektor DB sudah tepat. Program yang dibuat telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Kementrian Kesehatan Indonesia. Referensi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Modul Pengendalian Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Petujuk TeknisJumanitik-PSN Anak Sekolah. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.