You are on page 1of 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa


melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah presentasi kasus ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun judul yang penulis pilih untuk penulisan makalah referat ini
adalah Undescended Testis. Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah
mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada
hambatan dan kendala yang harus dilewati.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Saut Hutagalung, SpU, selaku
pembimbing makalah referat dan seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Lampung, Desember 2016

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Undescendcus testis (UDT) merupakan kelainan bawaan genitalia yang


paling sering ditemukan pada anak laki-laki.1,2 Testis yang belum turun ke kantung
skrotum dan masih berada dijalurnya mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di
rongga abdomen, yaitu terletak diantara fossa renalis dan annulus inguinalis internus.
Testis ektopik mungkin berada diperineal, di luar kanalis inguinalis yaitu diantara
aponeurosis oblikus eksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral. 1,3
UDT dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70 77% pada usia bulan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam skrotum, antara lain: (1)
adanya tarikan dari gubernakulum testis (suatu pemadatan mesenkim yang kaya akan
matriks ekstraseluler) dan refleks dari otot kremaster, (2) perbedaan pertumbuhan
gubernakulum dengan pertumbuhan badan, dan (3) dorongan dari tekanan
intraabdominal.1,2Sepertiga kasus anak-anak dengan UDT adalah bilateral
sedangkan dua-pertiganya adalah unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan
umur kehamilan, dan maturasi bayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir
prematur dan menurun pada bayi-bayi yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan
umur bayi akan diikuti dengan penurunan insiden UDT. Prevalensinya menjadi
sekitar 0,8 % pada umur 1 tahun dan bertahan pada kisaran angka tersebut pada
usia dewasa.3,4,5
Insidensnya 3 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan meningkat
menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan UDT
bilateral. Faktor predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas, berat bayi baru lahir
yang rendah, kecil untuk masa kehamilan, kembar dan pemberian estrogen pada trimester
pertama. 1,2
Diagnosis dan terapi dini diperlukan pada kasus-kasus UDT mengingat
terjadinya peningkatan risiko infertilitas, keganasan, torsi testis, jejas testis pada
trauma pubis, dan stigma psikologis akibat skrotum yang kosong. 3,4,6 Esensi
terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya risiko
komplikasi tersebut dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik
dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan
(orchiopexy).3,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Undescendcus testis (UDT) atau Kriptorkismus adalah gangguan
perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua
testis secara komplit ke dalam skrotkum.1,7
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi
dan orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah
undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud
kriptorkismus murni, testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus
murni adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis
tidak berada didalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat
sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal
disebut testis ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak didalam
skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan
disebut pseudokritorkismus atau testis retraktil. 1,7

2.2 EMBRIOLOGI DAN PENURUNAN TESTIS


Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami
migrasi dari yolk sac ke-genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining
region Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg
berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan
sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif
berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Mllerian
Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian.
MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada
minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang
dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi
testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi
epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.4
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun
mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa
terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik
(anatomik), dan neural.4 Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10
kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan
fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda.3,7,9
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di
mana testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini
terjadi karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah
pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen
yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah
pengaruh MIF.3,7,9,10 Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic
(10)
maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. . Pada bulan ke-3
kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-
arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7
kehamilan.1
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal
ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin
gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral
untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari
gubernaculum.3,7,9 Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah
tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari
cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan
terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju
skrotum.9,10 Proses penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-
12 bulan.1,13
2.3 ETIOLOGI
Segala bentuk gangguan pada proses penurunan tersebut di atas akan
berpotensi menimbulkan UDT (seperti terlihat pada tabel 1).2,9 Beberapa penelitian
terakhir mendapatkan bahwa mutasi pada gen INSL3 (Leydig insulin-like
hormone 3) dan gen GREAT (G protein-coupled receptor affecting testis descent)
dapat menyebabkan UDT. INSL3 dan GREAT merupakan pasangan ligand dan
reseptor yang mempengaruhi perkembangan gubernaculum.3,,1112 Mutasi atau
delesi pada gen-gen tertentu yang lain juga terbukti menyebabkan UDT, antara
lain gen reseptor androgen yang akan menyebabkan AIS (androgen insensitivity
syndrome), serta beberapa gen yang bertanggung-jawab pada differensiasi testis
semisal: PAX5, SRY, SOX9, DAX1, dan MIS.3
Tabel 1: Berbagai kemungkinan penyebab UDT
A Androgen deficiency/blockade
Pituitary/placental gonadotropin deficiency
Gonadal dysgenesis
Androgen sythesis defect (rare)
Androgen receptor defect (rare)
B Mechanical anomalies
Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal)
Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal)
Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture)
Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect block
migration)
C Neurological anomalies
Myelomeningocele (GNF dysplasia)
GFN/CGRP anomalies
D Aquired (?) anomalies
Cerebral palsy (cremaster spasticity)
Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis
(Dikutip dari : Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of
Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75)
UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated
anomaly), ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex, dan
(3,4,)13
kelainan bawaan lainnya . Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti
hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar
12 25 %).3

2.4 KLASIFIKASI
Terdapat 3 tipe UDT7 :
1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan
parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi
teraba (palpable) dan tidak teraba (impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan
yang normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke-dasar skrotum tetapi
akibat refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke-
kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,


menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal (gambar 1).4 Gliding testis atau
sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat
dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan
dilepaskan.1,4

Gambar 1: Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.
Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis
terjadi akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus
vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko
terjadinya torsi.1,4 Dengan melakukan overstrecht selama + 1 menit pada saat
pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil
akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-
kanalis inguinalis.3

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Pada anamnesis yang ditanyakan adalah tentang prematuritas
penderita (30% bayi prematur mengalami UDT), penggunaan obat-obatan
saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus dipastikan juga
apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau
tahun pertama kehidupan (testis retractile akibat refleks cremaster yang
berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun). Riwayat keluarga tentang
UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian neonatal.2,11
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat.
Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-
tanda sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigu.2,12
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang
dengan frog leg position dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat
dan akan lebih baik bila menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS
menyusuri kanalis inguinalis ke-arah medial dan skrotum (gambar 2). Bila
teraba testis harus dicoba untuk diarahkan ke-skrotum, dengan kombinasi
menyapu dan menarik terkadang testis dapat didorong ke dalam
skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis didalam skrotum selama 1
menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami fatigue; bila
testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang retractile
sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas. Tentukan
lokasi, ukuran dan tekstur testis.12
Gambar 2. Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai dari SIAS.
B&C: Bila teraba testis, menggiring testis dengan ujung-ujung jari. D: Memanipulasi ke-
dalam skrotum. (Dikutip dari : Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended
Testicle: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2000; 62: 2037-44)

Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur
penurunan yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa
neonatal akibat torsi. Testis kontralateralnya biasanya mengalami hipertrofi.
Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti
supraskrotal (20%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik
yang baik akan dapat menentukan lokasi UDT tersebut.2.9.12

2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium


Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan
laboratorium lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis
dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis
kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone)
untuk menyingkirkan kemungkinan intersex.2,8,11
Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT
bilateral dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH,
FSH, dan testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat
testis atau tidak. Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan
hormonal tersebut harus dilakukan dengan melakukan stimulasi test
menggunakan hCG (human chorionic gonadotropin hormone). Ketiadaan
peningkatan kadar testosteron disertai peningkatan LH/FSH setelah
dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.8,11 Prinsip stimulasi test
dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon testosteron
pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron
normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi, respon
normal setelah hCHG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa
kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa
pubertas, dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan
setelah stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x.2

2.5.4 Pemeriksaan Pencitraan


USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di
daerah inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan
dengan tangan.3,11 Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT
tidak teraba testis, USG hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis
inguinal; dan tidak dapat mendeteksi testis intra-abdomen, hal ini tentunya
sangat tergantung dari pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan. 2 CT
scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG
terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis).
MRI mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada
anak-anak yang lebih besar (belasan tahun). MRI juga dapat mendeteksi
kecurigaan keganasan testis.2,8 Baik USG, CT scan maupun MRI tidak
dapat dipakai untuk mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.2

2.6 TataLaksana
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal
ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy)2,5,9

2.6.1 Terapi Hormonal


Terapi hormonal pada UDT telah dimulai semenjak tahun 1940-an,
terutama banyak digunakan di Eropa. Hal ini didasarkan fakta bahwa defisiensi
aksis hipotalamus-pituitary-gonad merupakan penyebab terbanyak UDT. Hormon
yang biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau
LH-releasing hormone (LHRH).2,9 Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH yang
dihasilkan pituitary, yang akan merangsang sel Leydig menghasilkan androgen.
Cara kerja peningkatan androgen pada penurunan testis belum diketahui pasti, tapi
diduga mempunyai efek pada cord testis atau otot cremaster.8
Berbagai regimen pemberian hCG telah direkomendasikan. Rekomendasi yang
sering digunakan adalah dari International Health Foundation dan WHO yang
merekomendasikan pemberian 250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur
1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing kelompok umur
diberikan 2x seminggu selama 5 minggu. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
terapi adalah: makin distal lokasi testis makin tinggi keberhasilannya, makin tua
usia anak makin respon terhadap terapi hormonal, UDT bilateral lebih responsif
terhadap terapi hormonal daripada unilateral.2,3,8

2.6.2 Terapi Pembedahan


Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus
UDT adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis
anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.2,11 Mengingat 75 % kasus UDT akan
mengalami penurunan testis spontan sampai umur 1 tahun, maka pembedahan
biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun.4,5 Pertimbangan lain adalah setelah 1
tahun akan terjadi perubahan morfologis degeneratif testis yang dapat
meningkatkan risiko infertilitas.8,10 Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100 %
bergantung pada umur penderita, ukuran testis, contralateral testis, dan
keterampilan ahli bedah.2
Prinsip dasar orchiopexy adalah :
1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah
2. Ligasi kantong hernia
3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum
Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch
skrotum.3,5,11

Algoritma penatalaksanaan Undescended Testis 12


Gambar 4: Algoritma penatalaksanaan UDT pada anak. Anak yang lebih besar sebaiknya segera
dirujuk saat diagnosis ditegakkan. LH=luteinizing hormone; FSH=follicle-stimulating hormone;
MIS=mullerian inhibiting substance; hCG=human chorionic gonadotropin (Dikutip dari : Docimo
SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis and Management. Am Fam
Physician 2000; 62: 2037-44)

2.8 Komplikasi
a. Risiko Keganasan
Terdapat hubungan antara UDT dengan keganasan testis. Insiden
keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika.
Risiko terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan
UDT dilaporkan berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan
testis normal.5 Suatu meta- analisis tentang keganasan testis dari 21 studi
kontrol, menunjukkan terdapat peningkatan rasio 3,5- 17,1 pada laki-laki
dengan riwayat UDT. Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko
keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko menjadi ganas 5x
lebih besar dibanding testis inguinal.2 Orchiopexi sendiri tidak akan
mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan lebih mudah
melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan
orchiopexy.3,5

b. Infertilitas
Laki-laki yang memiliki riwayat UDT berisiko untuk mengalami
infertilitas, pada umumnya memiliki kualitas semen yang buruk dan
jumlah sperma yang rendah dibandingkan dengan laki-laki normal yang
tidak memiliki riwayat UDT.2 Penderita UDT bilateral mengalami
penurunan fertilitas yang lebih berat dibandingkan penderita UDT
unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan populasi normal. Penderita
UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih besar dibandingkan
populasi normal (38% infertil pada UDT bilateral dibandingkan 6%
infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral berisiko
hanya 2x lebih besar. Perubahan gambaran histologis yang bermakna
mulai tampak setelah umur 1 tahun, semakin memburuk dengan
bertambahnya umur. Fertilitas masih dapat diperbaiki dengan
pengobatan dan dapat dicegah dengan penatalaksaan dini pada kasus
UDT.2,3,10

c. Komplikasi lain
Komplikasi lain yang dapat terjadi pada UTD adalah risiko trauma
testis terhadap tulang pubis, risiko torsio testis dan faktor psikologis
terhadap kantong skrotum yang kosong.3,5,11

DAFTAR PUSTAKA
1. Danon M, Friedman SC. Ambiguous Genitalia, Micropenis, Hypospadias,
and Cryptorchidism. In: Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology. New
York: Marcel Dekker, 1996: 281-301.
2. Kolon TF. Cryptorchidism. In: http://www.emedicine.com/
med/topic2707.htm ( diakses 11 Nopember 2004 ).
3. Kolon TF, Patel RP, Huff DS. Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and
long-term prognosis. Urol Clin North Am 2004; 31 (3): 469-80.
4. Gill B, Kogan S. Cryptorchidism Current Concept. Pediatr Clin North
Am 1997; 44 (5): 1211-27.
5. Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism. In: http://www.emedicine.com/
radio/topic201.htm ( diakses 11 November 2009).
6. Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis
and Management. Am Fam Physician 2000; 62: 2037-44.
7. Wilcox DT, Creighton S, Woodhouse CRJ, Mouriquand PDE. Urogenital
Implications of Endocrine Disorders in Children and Adolescents. In:
Brook CGD, Hindmarsh PC, eds. Clinical Pediatric Endocrinology.
London: Blackwell Science Ltd, 2001: 222-6.
8. John Radcliffe Hospital Cryptorchidism Study Group. Cryptorchidism: a
prospective study of 7500 consecutive male births, 1984-8. Archives of
Disease in Childhood 1992; 67: 892-9. (Abstract)
9. Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of
Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2):
259-75.
10. Styne DM. The Testes Disorders of Sexual Differentiation and Puberty
in the Male. In: Sperling MA, ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia:
Saunders, 2002: 570-73.
11. Ferlin A, Simonato M, Bartoloni L et al. The INSL3-LGR8/GREAT
Ligand-Receptor Pair in Human Cryptorchidism. J Clin Endocrinol Metab
2003; 88: 42739.
12. Kubotal Y, Temelcos C, Bathgate RAD, Smith KJ et al. The role of insulin
3, testosterone, Mllerian inhibiting substance and relaxin in rat
gubernacular growth. Molecular Human Reproduction 2002; 8(10): 900-5.
13. Cryptorchidism. Abnormal Genitalia. In: Wales JKH, Wit JM, Rogol AD,
eds. Pediatric Endocrinology and Growth. Edinburgh, London, New York:
Saunders, 2003: 173-4.
14. Zhang RD, Wen XH, Kong LS et al. A quantitative (stereological) study of
the effects of experimental unilateral cryptorchidism and subsequent
orchiopexy on spermatogenesis in adult rabbit testis. Reproduction 2002;
124: 95105.
15. Ritzen M, Hintz RL. Hypospadias/virilization. In: Hoechberg Z, Haifa,
eds. Practical Algorithms in Pediatric Endocrinology. Druck, Basel
(Switzerland): Karger AG, 1999: 38-9.

You might also like