You are on page 1of 20

ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA SEL SABIT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM)
mengandung hemoglobin abnormal. Anemia sel sabit (atau penyakit Hemoglobin S) adalah
salah satu hemoglobinopati yang paling umum terlihat dan berat. Gambaran menonjol dari
hemoglobinopati adalah timbulnya sabit pada SDM. Semua hemoglobinopati
menghasilkan manifestasi yang sama; namun, anemia sel sabit di mana tegangan oksigen
dari darah menurun, Hb berpolimer, Hb rusak, dan SDM menjadi berbentuk sabit. Saat
jaringan menjadi lebih hipoksik, makin terjadi bentuk sabit dan terjadi sabit. Sel-sel sabit
dirusak oleh limpa dan lebih rapuh daripada SDM normal. Lama hidup SDM juga menurun
dari normalnya 120 hari menjadi 17 hari (Martinelli, 1991). Perkembangan ini
menyebabkan anemia. Sel sabit menghalangi aliran darah yang menyebabkan hipoksia
lanjut, yang sebaliknya menyebabkan pembentukan sabit lanjut.

Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat mencapai hingga
40% di daerah tertentu. Prevalensi Hb S lebih rendah didapat juga di daerah Mediteranian,
Saudi Arabia dan beberapa bagian di India. Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam
adalah sekitar 8% sedangkan status homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar
antara 0,3-1,5%.

Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu
individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Oleh karena
itu, pasien homozigot (Gelehertr, 1999). Individu heterozigot (gen abnormal diwariskan
hanya dari salah satu oarangtua) dikatakan memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini
umumnya asimtomatik dan memiliki usia harapan hidup yang normal. Sifat sel sabit tidak
memperpendek harapan hidup seseorang atau menyebabkan anemia. Ini tidak berubah jadi
anemia sel sabit. Namun, selama pemajanan pada lingkungan dengan oksigen sangat
rendah, seperti pada saat anestasi, di tempat ketinggian, penerbangan tanpa tekanan dan
pada penyakit paru obstruktif kronis (COPD), SDM dari individu dengan sel sabit dapat
membentuk sabit yang menyebabkan hipoksia jaringan sementara SDM kembali ke bentuk
normal setelah individu kembali ke lingkungan dengan oksigen normal.

Kebanyakan individu dengan penyakit sel sabit menikmati tingkat fungsi yang sesuai bila
mereka tidak mengalami komplikasi. Rata-rata lama hidup untuk individu dengan anemia
sel sabit adalah 42 tahun (Martinelli, 1991). Stroke, gagal ginjal, dan kerusakan jantung
adalah penyebab dari kematian.

B. Rumusan Masalah

Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia, tetapi mereka hanya memiliki sedikit
gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam
darah, bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit.

C. Tujuan Permasalahan
1. Tujuan umum

Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien
anemia sel sabit.

2. Tujuan khusus
Mampu memahami teori tentang anemia sel sabit
Mampu melakukan pengkajian pada penderita yang menderita anemia sel sabit.
Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang menderita anemia
sel sabit
Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang menderita anemia sel
sabit
Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan yang telah dipelajari pada pasien
anemia sel sabit
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk
menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul
hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002) Anemia Sel
Sabit (Sickle cell anemia).Disebut juga anemia drepanositik, meniskositosis, penyakit
hemoglobin S.

Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai
dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.Pada penyakit
sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang
bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan
bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak
pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan
menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan
akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat,
penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.

B. Anatomi Fisiologi

Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang
kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau
kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi
konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen
kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang.
Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut
O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselluler.
Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme,
masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan
pertukaran gas yang sangat sempurna.

C. Penyebab/ etiologi

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur
hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin.
Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A
normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada
Hb C, lisin terdapat pada posisi itu.

Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali
sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-
sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.

Deoksigenasi dapat terjadi karena banyak alasan. Eritrosit yang mengandung Hb S


melewati sirkulasi mikro secara lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabakan
deoksigenasi menjadi lebih lama. Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian
memperlambat aliran darah. Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada
di bawah titik kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular.
Karena kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok,
dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ (Linker, 2001).
Berulangnya episode pembentukan sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan
membran sel menjadi rapuh dan terpecah-pecah. Sel-sel kemudian mengalami hemolisis
dan dibuang oleh sistem monositmakrofag. Dengan demikian siklus hidup SDM jelas
berkurang, dan meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang melakukan
penggantian. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi,
disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A
Sylvia, 2006)
D. Pathway Anemia Sel Sabit

Genetic resesif autosomal

Infeksi Resesif Disfungsi paru Dataran tinggi Menyelam Anastesi

Oksigen dlm darah


menurun

Sel darah merah memebentuk sabit

Terjadi hemolisis Oklusi pd pembuluh darah

Penurunan
Otak Jantung Paru- paru Kulit
jumlah sel
darah merah
Suplai O2 Suplai O2 Suplai O2 Suplai O2 &
menurun menurun menurun Nutrisi
Pertahanan Sel menurun
aunoler tdk ade
kuat Transduksi Iskemis
Peningkatan
transmisi frekwensi
Modulasi Sirkulasi O2 &
Infark Metabolisme nafas
Persepsi Nutrisi ke kulit
Resiko Anaerob menurun
infeksi Cardiac out put
menurun Kesulitan
Peningkatan
Nyeri akut bernapas
asam laktat Resiko
Suplai O2 &
nutrisi ke sel kerusakan
menurun integritas kulit
Transduksi Ketidakefektifan
Metabolisme transmisi pola pernapasan
sel terganggu Modulasi
Persepsi
Penurunan
pembentukan
ATP Nyeri Akut
Kelelahan

Intoleransi
aktivitas
E. Patofisiologi

Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin karena
hemoglobin A normal mengandung dua rantai dan dua rantai , maka terdapat dua gen
untuk sintesa tiap rantai. Trait sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga SDM
masih mampu mensintesa kedua rantai dan s, jadi mereka mempunyai hemoglobin A
dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat. Apabila dua orang
dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal
dan hanya mempuntai rantai s dan hanya hemoglobin S, maka anak akan menderita
anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002)

F. Gejala

Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang
ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya.Berbagai hal yang
menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat,
mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa
menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:

a. semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba nyeri (seringkali dirasakan di perut atau
tulang-tulang panjang)
b. demam, kadang sesak nafas.

Nyeri perut bisa sangat hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip
dengan apendisitis atau suatu kista indung telur.Pada anak-anak, bentuk yang umum dari
krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan
bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu
infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah
atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada
umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa
berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung
mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya.Infeksi virus bisa menyebabkan
berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-
lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah
merah yang hancur.Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan
bunyi murmur.Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang
relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang.
Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada
tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul
mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada
pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita
lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi.Pria dewasa bisa
menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).

G. Manifestasi Klinik

No. Sistem Komplikasi Tanda dan Gejala


1. Jantung Gagal jantung kongestif Kardiomegali, takikardi, napas
pendek, dispnea sewaktu kerja fisik,
gelisah
2. Pernapasan Infark paru, pneumonia Nyeri dada, batuk, sesak napas,
demam, gelisah
3. Saraf Pusat Trombosis serebral Afasia, pusing, kejang, sakit kepala,
disfungsi usus dan kandung kemih
4. Genitourinaria Disfungsi ginjal Nyeri pinggang, hematuria
5. Gastrointestinal Kolesistitis, fibrosis hati, Nyeri perut, hepatomegali, demam
abses hati
6. Okular Ablasio retina, penyakit Nyeri, perubahan penglihatan, buta
pembuluh darah perifer,
perdarahan
7. Skeletal Nekrosis aseptik kaput Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri
femoris dan kaput humeri dan bengkak pada lengan dan kaki
8. Kulit Ulkus tungkai kronis Nyeri, ulkus terbuka dan mengering

H. Pemeriksaan Penunjang

a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL): Leukosit dan trombosit menurun

b. Retikulosit: jumlah dapat bervariasi dari 30% 50%

c. Pewarnaan SDM: menunjukkan sebagian sabit atau lengkap

d. LED: meningkat

e. Eritrosit: menurun

f. GDA: dapat menunjukkan penurunan PO2

g. Billirubin serum: meningkat

h. LDH: meningkat

i. TIBC: normal sampai menurun

j. IVP: mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal

k. Radiografik tulang: mungkin menunjukkan perubahan tulang

l. Rontgen: mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis

I. Prognosis/ penatalaksanaan

Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-
menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga
disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau
emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak. Orang dewasa dengan
anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan
pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi SDM
hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik. Pada kehamilan usuhakan
agar Hb 10-12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl
sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah
keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah,
1999)

J. Pengobatan

Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan
sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang.
Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada
pencegahan infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan
akan mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang
besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia. Nyeri
hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi dapat
mengenai setiap bagian tubuh. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik
atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan. Penderita seringkali cacat
karena adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi pada
pembuluh darah.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA SEL SABIT

A. Pengkajian Keperawatan

Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
menderita anemia sel sabit yaitu :

a) Pengumpulan data
1) Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2) Identitas penanggung
3) Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu

Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan
pasien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.

Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan
informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik


yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit

5) Riwayat kesehatan sekarang


Klien terlihat keletihan dan lemah
Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
Mengeluh nyeri mulut dan lidah
6) Pemeriksaan fisik
Aktivitas/ istirahat

Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan


produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat

Tanda: Tidak bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)

Sirkulasi

Gejala: Palpitasi atau nyeri dada anginal

Tanda: Takikardi, disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah,


pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.

Eliminasi

Gejala: Sering berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)

Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning
pucat, hematuria, berat jenis urine menurun

Integritas ego

Gejala: Mudah marah, kuatir, takut

Tanda: Ansietas, gelisah

Makanan/ cairan

Gejala: Haus, anoreksia, mual/ muntah

Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan,
tampak kulit dan membran mukosa kering.
Hygiene

Gejala: Keletihan/ kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri

Tanda: Ceroboh, penampilan tidak rapi

Neurosensori

Gejala: Sakit kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada


ekstremitas

Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang

Nyeri/ kenyamanan

Gejala: Nyeri punggung, sakit kepala

Tanda: Penurunana rentang gerak, gelisah

Pernapasan

Gejala: Dispnea saat bekerja/ istirahat

Tanda: Distres pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun,


mengi

Keamanan

Gejala: Riwayat transfusi

Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman


penglihatan

Seksualitas

Gejala: Kehilangan libido, amenorea, priapisme


b) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan Oklusi pada pembuluh darah
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan frekuensi napas
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan fisik
d. Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko gangguan sirkulasi
e. Resiko infeksi dengan faktor resiko penurunan haemoglobin

c) Tindakan/ Intervensi Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan Oklusi pada pembuluh darah

NOC :
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri,
dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan frekuensi napas

NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..pasien
menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
NIC:
1. Monitor pola nafas
2. Monitor respirasi dan status O2
3. Monitor vital sign
4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Kolaborasi tentang pemberian bronkodilator

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan fisik

NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . Pasien bertoleransi
terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
Keseimbangan aktivitas dan istirahat
NIC :
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
3. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
5. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
6. Bantu klien dalam pemenuhan ADL.
7. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas

d. Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko gangguan sirkulasi

NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama. Gangguan integritas kulit
tidak terjadi dengan kriteria hasil:
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang
mengalami gangguan
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
Status nutrisi adekuat
Sensasi dan warna kulit normal
NIC :
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan padaa tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Gunakan pengkajian risiko untuk memonitor faktor risiko pasien
(Braden Scale, Skala Norton)
Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol dan titik-titik
tekanan ketika merubah posisi pasien.
Jaga kebersihan alat tenun
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi protein, mineral dan
vitamin
Monitor serum albumin dan transferin

e. Resiko infeksi dengan faktor resiko penurunan haemoglobin

NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
NIC :
Pertahankan teknik aseptif
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik:.................................
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Pertahankan teknik isolasi k/p
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk
menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. Penyakit Sel Sabit (sickle cell
disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang
berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.Pada penyakit sel sabit, sel darah merah
memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga
mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti
sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa,
ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen
ke organ tersebut.

Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu
individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Hal-hal yang
dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru,
anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam.

Gejala klinis yang biasa terjadi pada seseorang yang gangguan anemia sel sabit dapat
berupa : nyeri, pucat, kelemahan dan keletihan, palpitasi, takikardia, diare dan penurunan
haluaran urin, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, kulit kering, nafas pendek,
gangguan penglihatan dan demam.

Pengkajian yang dilakukan pada klien yang anemia dapat dirumuskan diagnosa
keperawatan sebagai berikut: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah; perubahan perfusi jaringan
yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil,
deposit besi, dan fibrosis; resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan; nyeri yang berhubungan
dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah; resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi; serta kurang pengetahuan
yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

Implementasi keperawatan pada klien anemia sel sabit harus sesuai dengan intervensi atau
rencana keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena itu perawat harus memberikan
pelayanan kesehatan secara komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi
komplikasi.

B. Saran

Karena penyakit dapat menimbulkan krisis yang berbahaya, mereka yang mengidap
anemia sel sabit perlu bekerja keras untuk mempertahankan kesehatan yang baik. Mereka
dapat melakukan hal ini dengan menjaga kebersiahn pribadi, dengan menghindari
aktivitas yang berat yang berkepanjangan, dan dengan mengkonsumsi makanan yang
seimbang dan baik.

Para penderita anemia sel sabit hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang
teratur. Jika penderita anemia sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan
teratur, maka ini memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara
normal.

Dengan mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit,
diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan harus secara profesional dan
komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku. EGC: Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan

Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. EGC: Jakarta

Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC:

Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. EGC: Jakarta

You might also like