Professional Documents
Culture Documents
Setelah pubertas, selain sbg organ reproduksi (menghasilkan spermatozoa) jg sbg kelenjar
endokrin yg menghasilkan hormon androgen yg berguna utk mempertahankan tanda2
kelamin sekunder.
Testis terletak di dalam cavum scrota yg ditutupi oleh scrotum. Dimana lapisan nya dari luar
ke dalam yakni :
- Cutis
- Tunica dartos
- M. Cremasterica
- Tunica Albuginea
Perjalanan Sperma dr Produksi hingga
Ekskresi
Sel Sperma di hasilkan oleh sel spermatozoid yg berada di dinding tubulus seminiferus
contortus yg berlekuk2.
Tubulus Semeiniferus contortus tubulus seminiferus recti tubuli seminiferus recti saling
bertemu di Rete testis ductus eferentes (Sperma dimatangkan) ductus deferentes ductus
ejaculatorius mendpaat campuran semen dr ductus ekscretorius uretra keluar
Testis dipersarafi oleh serabut saraf dari plexus nervacus tertucularis. Plexus ini dibentuk oleh
nervus thoracalis VI-XII.
Sel Leydig yang berfungsi untuk menghasilkan hormon testoseron untuk menumbuhkan
ciri2 kelamin sejuder laki2. Sel ini juga sebagai Endocrin
Sel Sertoli yang berfungsi untuk memberi makan sperma yang dirangsang oleh FSH yang
dihasilkan oleh Adenehypophysis. Sel ini Sebagai sebagai Eksocrin
Sel Spermatozoid yang berfungsi untuk menghasilkan sperma yang berada pada dinding
Tubulus Seminiferus Contortus. Sel ini sebagai Eksocrin
3 sel ini dibagi 2 bagian yaitu Sel Leydig Sebagai Endocrin sedangkan Sel Sertoli dan Sel
Spermatozoid sebagai Eksocrin
Overview
Testicular torsion is a true urologic emergency and must be differentiated from other
complaints of testicular pain because a delay in diagnosis and management can lead to loss of
the testicle.Though testicular torsion can occur at any age, including the prenatal and
perinatal periods, it most commonly occurs in adolescent males; it is the most frequent cause
of testicle loss in that population.
In pediatric patients, the following features are associated with higher likelihood of torsion:
For other discussions of this condition, see the Medscape Reference articles Testicular
Torsion and Pediatric Testicular Torsion.
TORSIO TESTIS
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN DONASI SEBUAH KLIK : untuk
keberlangsungan web ini)
Torsio Testis
LAPORAN KELOMPOK
BLOK XV UROGENITAL
SKENARIO 2
7. NURSANTY S. G0008231
KELOMPOK 9
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididymis. Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler yang murni dan
memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu
singkat (dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis, yang
selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.
Torsio testis juga kadang-kadang disebut sebagai sindrom musim dingin. Hal ini disebabkan
karena torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin. Torsio testis juga merupakan
kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan
angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.Torsio testis harus selalu
dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut scrotum hingga terbukti tidak, namun
kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan nyeri testis lainnya.
Penyebab dari akut scrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat. Sekitar dua per
tiga pasien, anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Keterlambatan dan kegagalam dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio
yang berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis dan jaringan
disekitarnya.
Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan karena angka
keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan bertambahnya
lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah torsio
adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal
(29%), dan keterlambatan terapi (13%).
Bambang Pamungkas, 16 tahun, diantar ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pada
buah pelirnya. Sekitar setengah jam yang lalu kemaluan penderita tiba-tiba merasa nyeri
sekali saat sedang nonton TV. Nyeri terasa terutama pada buah pelir kiri dan meluas hingga
perut dan terasa mulas. Nyeri terus menerus disertai muntah satu kali.
Bambang mengatakan tak ada gangguan BAK dan masih bisa kentut. Bambang Pamungkas
adalah seorang yang banyak aktivitas bahkan 3 jam sebelumnya masih bermain sepakbola.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan. Tanda vital dalam batas
normal. Scrotum kiri tampak lebih besar dibanding skrotum kanan. Warna scrotum kiri dan
kanan sama. Scrotum kiri terlihat lebih tinggi dan dengan posisi testis yang melintang.
Scrotum kiri terasa nyeri saat disentuh dan nyeri menetap saat scroum diangkat/digerakkan ke
proksimal. Pada daerah inguinal kiri tidak didapatkan pembengkakkan
Dokter merencanakan tindakan operasi, dijelaskan kepada paien bahwa kejadian tersebut
dapat menyebabkan kemandulan apabila tidak dioperasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme dari keluhan-keluhan penderita?
C. Tujuan
D. Manfaat
4. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang terapi dan pencegahan penyakit pada sistem
urogenital
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan ukuran
4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak didalam scrotum dengan axis
panjang pada sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih rendah dibanding
kanan. Testis diliputi oleh tunika albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal
dimana terdapat epididymis dan pedikel vaskuler. Sedangkan epididymis merupakan
organ yang berbentuk kurva yang terletak disekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai
darah arteri pada testis dan epididymis berasal dari arteri renalis.
Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi asalnya di dekat ginjal
menuju scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang menjelaskan mengenai proses
ini antara lain adanya tarikan gubernakulum dan tekanan intraabdominal. Faktor
endokrine dan axis hypothalamus-pituitary-testis juga berperan dalam proses desensus
testis. Antara minggu ke12 dan 17 kehamilan, testis mengalami migrasi
transabdominal menuju lokasi didekat cincin inguinal interna.
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididymis.
Torsio testis bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia dewasa
muda (usia 10-30 tahun) dan lebih jarang terjadi pada neonatus. Puncak insiden
terjadi pada usia 13-15 tahun. Terdapat kecenderungan penurunan insiden sesuai
dengan peningkatan usia. Peningkatan insiden selama usia dewasa muda mungkin
disebabkan karena testis yang membesar sekitar 5-6 kali selama pubertas. Testis kiri
lebih sering terjadi disbanding testis kanan, hal ini mungkin disebabkan oleh karena
secara normal spermatic cord kiri lebih panjang. Pada kasus torsio testis yang terjadi
pada periode neonatus, 70% terjadi pada fase prenatal dan 30% terjadi postnatal.
Penyebab dari torsio testis masih belum diketahui dengan pasti. Trauma terhadap
scrotum bisa merupakan factor pencetus, sehingga torsio harus dipertimbangkan pada
pasien dengan keluhan nyeri setelah trauma bahkan pada trauma yang tampak kurang
signifikan sekalipun. Dikatakan pula bahwa spasme dan kontraksi dari otot kremaster
dan tunica dartos bisa pula menjadi factor pencetus.
Torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin, terutama pada temperature di
bawah 2C. Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume
testis (sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak
horisontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord
intrascrotal yang panjang.
E. Patofisiologi Gastritis
1. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena
abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi
posterior dari epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan
testis posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari
scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk
bell-clapper deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada
cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja
dan dewasa muda.
2. Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum
terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam
scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.
F. Manifestasi Klinis
Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa timbul
mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut derajat kelainan.
Riwayat trauma didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari sepertiga pasien
mengalami episode nyeri testis yang berulang sebelumnya. Derajat nyeri testis
umumnya bervariasi dan tidak berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.
Adapun gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :
Pembengkakan testis
G. Diagnosis
Penegakan Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks
cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas 99% pada torsio testis.
2. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding
1. Epididimitis akut
Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum
akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari
uretra, ada riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan
bukan isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Jika
dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada epididimitis akut terkadang
nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari
Prehn). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan
pada pemeriksaan sedimen urine didapatkan adanya leukosituria atau
bakteriuria.
Biasanya pada anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk
ke dalam skrotum.
3. Hidrokel terinfeksi
4. Tumor testis
5. Edema skrotum
H. Komplikasi
Torsio dari testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat daruratan
dalam bidang urologi. Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan atrofi testis. Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa bulan setelah
torsio dikoreksi. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau
lebih. Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi : Infark testis, hilangnya
testis, infeksi, serta infertilitas.
1. REDUKSI MANUAL
Sekali diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan pemulihan aliran darah ke
testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi pembedahan. Pada waktu
yang sama ada kemungkinan untuk melakukan reposisi testis secara manual sehingga dapat
dilakukan operasi elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit dilakukan oleh
karena sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.
Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset timbulnya nyeri
hingga pasien datang. Jika pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka dapat
diupayakan tindakan detorsi manual dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi non
invasif yang dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml Lidocain
atau Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam dan ke arah midline,
sehingga detorsi dilakukan keluar dan ke arah lateral. Selain itu, biasanya torsio terjadi lebih
dari 360o, sehingga diperlukan lebih dari satu rotasi untuk melakukan detorsi penuh terhadap
testis yang mengalami torsio.
Tindakan non operatif ini tidak menggantikan explorasi pembedahan. Jika detorsi manual
berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam. Dalam
literatur disebutkan bahwa tindakan detorsi manual hanya memberikan angka keberhasilan
26,5%. Sedangkan penelitian lain menyebutkan angka keberhasilan pada 30-70% pasien.
2. PEMBEDAHAN
Dalam hal detorsi manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual tidak berhasil
dilakukan maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera dilakukan. Pada pasien-pasien
dengan riwayat serangan nyeri testis yang berulang serta dengan pemeriksaan klinis yang
mengarah ke torsio sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan. Hasil yang baik
diperoleh bila operasi dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri. Setelah 4 hingga
6 jam biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis yang mengalami torsio.
Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui insisi scrotal midline untuk melihat testis secara
langsung dan guna menghindari trauma yang mungkin ditimbulkan bila dilakukan insisi
inguinal. Tunika vaginalis dibuka hingga tampak testis yang mengalami torsio. Selanjutnya
testis direposisi dan dievaluasi viabilitasnya. Jika testis masih viabel dilakukan fiksasi
orchidopexy, namun jika testis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy guna mencegah
timbulnya komplikasi infeksi serta potensial autoimmune injury pada testis kontralateral.
Oleh karena abnormalitas anatomi biasanya terjadi bilateral, maka orchidopexy pada testis
kontralateral sebaiknya juga dilakukan untuk mencegah terjadinya torsio di kemudian hari.
J. Prognosis
Jika torsio dapat didiagnosa secara dini dan dilakukan koreksi segera dalam 5-6 jam, maka
akan memberikan prognosis yang baik dengan angka pertolongan terhadap testis hampir
100%. Setelah 6 jam terjadi torsio dan gangguan aliran darah, maka kemungkinan untuk
dilakukan tindakan pembedahan juga meningkat. Namun, meskipun terjadi kurang dari 6 jam,
torsio sudah dapat menimbulkan kehilangan fungsi dari testis. Setelah 18-24 jam biasanya
sudah terjadi nekrosis dan indikasi untuk dilakukan orchidectomy. Orchidopexy tidak
memberikan jaminan untuk tidak timbul torsio di kemudian hari, meskipun tindakan ini dapat
menurunkan kemungkinan timbulnya hal tersebut.
Keberhasilan dalam penanganan torsio ditentukan oleh penyelamatan testis yang segera serta
insiden terjadinya atrofi testis, dimana hal tesebut berhubungan secara langsung dengan
durasi dan derajat dari torsio testis. Keterlambatan intervensi pembedahan akan
memperburuk prognosis serta meningkatkan angka kejadian atrofi testis.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario tertulis, Bambang Pamungkas, 16 tahun, diantar ke IGD Rumah Sakit dengan
keluhan nyeri pada buah pelirnya. Sekitar setengah jam yang lalu kemaluan penderita tiba-
tiba terasa nyeri sekali saat sedang menonton TV. Nyeri terutama pada buah pelir kiri dan
meluas hingga perut dan terasa mulas. Nyeri terasa terus menerus disertai muntah 1 kali.
Bambang mengatakan tidak ada gangguan BAK dan masih bisa kentut. Bambang Pamungkas
adalah seorang yang banyak aktivitas,bahkan 3 jam sebelumnya masih bermain sepak bola.
Umur Bambang (16 tahun) menunjukkan bahwa Bambang berada pada masa pubertas (15-21
tahun). Keluhan nyeri padabuah pelir atau nyeri pada testis yang dirasakan pada daerah
kantong skrotum dapat berasal dari kelainan organ di kantong skrotum (nyeri primer) atau
nyeri (refered pain)yang berasal dari kelainan organ di luar kantong skrotum.
Nyeri akut yang disebabkan oleh kelainan di kantong testis dapat disebabkan oleh torsio testis
atau torsio appendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada testis.inflamasi akut
pada testis/epididimis menyebabkan peregangan pada kapsulnya sehingga dirasakan sebagai
nyeri yang sangat. Nyeri testis seringkal idirasakan hingga kedaerah abdomen sehingga
dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ abdominal. Namun, adanya pernyataan
bahwa Bambang masih bisa kentut menunjukkan bahwa tidak ada gangguan pada sistem
pencernaan pasien dan pernyataan bahwa tidak ada gangguan BAK menunjukkan bahwa
nyeri pada skrotum bukan karena adanya inflamasi pada ginjal. Nyeri tumpul di sekitar testis
dapat disebabkan karena varikokel, hidrokel, maupun tumor testis. Nyeri yang bersifat
mendadak meerupakan ciri khas torsio testis dan epididimitis.
Diagnosa banding terhadap varikokel dapat dihilangkan karena biasanya pasien dengan
varikokel datang dengan keluhan belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah
atau kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis. Diagnosa banding terhadap hidrokel
dapat dihilangkan karena biasanya pasien dengan hidrokel dating dengan benjolan yang tidak
nyeri. Begitu juga diagnosis terhadap tumor testis dapat dihilangkan karena pada sebagian
besar kasus pasien mengalami pembesaran testis tetapi tidak merasa nyeri. Nyeri yang meluas
hingga perut dan terasamulas disebabkan karena inflamasi pada testis mengganggu
vaskularisasi darah testis yaitu arteri testikularis yang merupakan cabang dari aorta
abdominalis, sehingga nyeri bisa meluas ke perut dan menyebabkan mulas. Adanya nyeri
disebabkan oleh adanya gangguan pada ramus genitofemoralis N. genitalis yang merangsang
pusat nyeri di sistem saraf pusat dimana perangsangan ke saraf pusat membutuhkan
asetilkolin sebagai neurotransmitter yang juga merangsang reseptor muntah di CTZ. Adanya
pernyataan bahwa Bambang adalah seorang yang banyak aktivitas,bahkan 3 jam sebelumnya
masih bermain sepak bola dapat memicu pergerakan testis yang berlebihan dimana dapat
memacu terjadinya torsio testis.
Dari anamnesis, penderita torsio testis mengalami nyeri dan pembengkakan scrotum, sakit
peru hebat, kadang disertai mual dan muntah, dimana semua itu terjadi mendadak.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien, didapatkan hasil keadaan umum tampak
kesakitan dan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan tanda vital dilakukan untuk
mengetahui level bahaya dari torsi testis, selain juga dilakukan pemeriksaan abdomen. Pada
pemeriksaan fisik, scrotum kiri pasien yang tampak lebih besar, dikarenakan pada torsio testis
terjadi kongesti darah pada plexus pampiniformis.
Pada torsio testis yang telah lama berlangsung maka testis menyatu dengan epididimis dan
sukar dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusian, hiperemia, pembengkakan kulit
dan subkutan. Namun, pada pasien, warna scrotum kanan kiri sama, tidak disebutkan adanya
hiperemi, karena torsi yang terjadi belum lama berlangsung. Pada sisi yang terkena, testis
cenderungg lebih tinggi dan horizontal.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis torsio testis
adalah pemeriksaan laboratorium, stetoskop doppler, ultrasonography doppler, dan sintigrafi
testis. Pada pemeriksaan darah, tidak didapatkan adanya tanda inflamasi, kecuuali pada torsio
testis yang sudah berlangsung lama. Pemeriksaan dengan stetoskop doppler, ultrasonography
doppler, dan sintigrafi testis dilakukan untuk mengetahui aliran darah ke testis. Pada torsio
testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis, sedangkan pada keradangan akut testis
terjadi peningkatan aliran darah ke testis.
Pasien disarankan melakukan operasi segera, dengan alasan untuk menghindari kemandulan.
Pada torsio yang dibiarkan, testis akan kekurangna aliran darah yang menyebabkan nekrosis,
dimana sel germinativum rusak dan tisak bisa melakukan spermatogenesis, sehingga
kemandulan pun terjadi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
3. Diagnosis banding dari torsio testis yang palimg mendekati antara lain epididimitis akut, ,
orchitis, tumor testis, dan hernia scrotalis.
4. Torsio testis yang tidak ditangani dengan cepat dapat meyebabkan kemandulan.
B. Saran
1. Menghindari hal-hal yang menjadi pemicu terjadinya torsio testis seperti bergerak
berlebihan, rangsangan seksual, perubahan suhu mendadak, ketakutan, trauma skrotum, dll.
Dorland, W.A.N., 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Alih Bahasa: Huriawati
Hartanto. Jakarta: EGC. pp: 1159, 1288, 1786
Fauzi, Braunwald., Kasper., Hauser., Longo., Jameson., Loscalzo. 2008. Harrison's Edisi 17.
United States of America : McGraws Hill.
Guyton, Arthur C., Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 29. Alih
Bahasa: Irawati setiawan et. al. Jakarta: EGC. pp: ,1002-1004, 1018-1020,1052
Mitchall P., 1995, Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, Gajah Mada Press,
Yogyakarta
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit, Huriawati Hartanto, Pita
Wulansari, Dewi Asih Mahanani. Jakarta: EGC.
Reynard.J : Torsion of the testis and testicular appendages. In: Reynard.J, Brewster.S, Biers.S
(eds), Oxford Handbook of Urology, Oxford University Press, New York 2006: 452
Torsio Testis