Professional Documents
Culture Documents
OLEH
PRESEPTOR
dr. Nasman Puar, Sp.An
Anastesi (pembiusan) berasa dari bahasa yunani. An- tidak, tanpa dan
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anastesi umum
(general anastesi) disebut juga dengan nama narkose umum (NU). Anastesi umum
adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesdaran yang bersifat
Parenteral
Anestesi general yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun
induksi anestesi.
Perektal
Anestesi general yang diberikan perektal kebanyakan dipakai pada anak,
darah seperti otak atau organ vital akan menerima obat lebih banyak
metabolisme, ada yang terjadi di hepar, ginjal atau jaringan lain. Ekskresi
bisa melalui ginjal, hepar, kulit, atau paru-paru. Ekskresi bisa dalam
terjadinya difusi.
Proses difusi akan terganggu bila terdapat penghalang
antara alveoli dan sirkulasi darah misalnya pada edem paru dan
b. Faktor sirkulasi
anastesi dalam darah dan dalam gas bila keduanya dalam keadaan
obat yang berdifusi cepat larut dalam darah, sebaliknya obat yang
c. Faktor jaringan
Yang menentukan antara lain :
Perbedaan tekanan parsial obat anastesi didalam sirkulasi darah
dan di dalam jaringan
Kecepatan metabolisme obat
Aliran darah dalam jaringan
Tissue/Blood patition coefisien
2. Stadium Anastesi
Kedalaman anastesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi
positif, gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot
meninggi, reflex fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah,
menurun.
Plana II :
Dari berhentinya gerkana bola mata sampai permulaan paralisa otot
bola mata berhenti, pupil mulai melebar, dan reflex cahaya menurun,
3. Cara memberikan
anastesi
a. Induksi
Pemberian anastesi dimulai dengan Merupakan tindakan untuk
Laringo-Scope
tercabut
mudah dimasukkan
kooperatif.
bersifat anti-analgesi.
mg/kg/menit.
2) Induksi intramuskular
3) Induksi inhalasi
- N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen
darah.
anestesi.
- Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan
disamping halotan.
4) Induksi perektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.
kurang maka ahli bedah akan mengeluh karena tidak bisa bekerja
dengan baik, untuk operasi yang membuka abdomen maka usus akan
bila kurang relaksasi salah satu usaha untuk membuat lebih relaksasi
Untuk mengatasi hal ini maka ada teknik tertentu agar tercapai trias
itu balance anastesi juga disebut dengan teknik respirasi kendali atau
control respiration.
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi,
c. Pemulihan anastesi
Pada akhir operasi, maka anastesi diakhiri dengan menghentikan
terjaganya jalan nafas dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai
sadar.
Pada penderita yang mendapat balnce anastesi maka ekstubasi
2.2 Fraktur
2.2.1 Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur
tulang berupa retakan, pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang
bergeser.
2.2.2 Etiologi Fraktur
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya
fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.
i. Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan
patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat
terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan
tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih
dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan
kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian pula bila
jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada
pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang
akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat tarikan
otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps
mendadak berkontraksi.
ii. Peristiwa Patologis
a) Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang ulang
pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari
biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan
tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara tiba tiba pada
suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.
b) Kelemahan Tulang Fraktur
dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang akibat
penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan
tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka
akan terjadi fraktur
2.2.3 Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar Fraktur dapat dibagi menjadi
a) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
Derajat I : luka < 1cm, Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka
remuk, Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan,
Kontaminasi minimal
Derajat II : Laserasi >1 cm, Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/
avulsi, Fraktur kominutif sedang, Kontaminasi sedang
Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
terbuka derajat III terbagi atas:
i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
BAB III
LAPORAN KASUS
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 18 tahun datang diantar keluarga dengan
ambulans ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 3 April 2017 pukul 04.15 WIB
dengan keadaan sadar dan keadaan umum sakit berat dengan diagnosa fraktur humerus dextra
terbuka 1/3 proximal grade IIIa. Menurut penjelasan pasien, pada pukul 17.00 tanggal 2 April
2017, pasien sedang mengendarai sepeda motor dan tiba-tiba terjatuh saat akan berbelok di
daerah simpang logan aia tajih. Mekanisme trauma tidak jelas. Diagnose ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis, pasien tidak mempunyai riwayat penyakit penyulit anastesi. Hasil
laboratorium darah pasien didapatkan peningkatan leukosit. Pasien tergolong ASA II E.
berdasarkan status pasien serta pertimbangan anestesi seperti lokasi operasi dan sttus fisik,
maka teknik anestesi yang dipilih adalah general anestesi dengan kombinasi teknik inhalasi
dan intravena.
Pada pasien ini diberikan premedikasi Fortanest 2mg sebelum operasi untuk memberikan
efek sedasi sehingga pasien tertidur. Selain itu diberikan analgetik berupa fentanyl 150 mcg.
Penggunaan fentanyl pada pasien ini bertujuan untuk mencegah terjadinya nyeri pada pasien.
Selanjutnya dilakukan induksi anestesi sehingga dimungkinkan dilakukannya tindakan
pembedahan. Pada kasus ini, obat induksi yang diberikan adalah propofol 80 mg. Propofol
bekerja cepat dalam menginduksi dan kesadaran pasien cepat pulih tanpa sekuele karena
mekanisme kerja propofol ini diduga menghasilkan efek sedative hipnotik melalui interaksi
GABA (gamma-amino butyric acid) yang merupakan neurotransmitter inhibitori utama pada
SSP. Propofol memiliki efek vasodilator sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Untuk relaksasi otot diberikan relaksan berupa trakurium 2,5mg. Setelah terjadi relaksasi
otot, dilakukan intubasi ETT no 7,5 cuff (+) dengan maintenance Sevoflurane + N2O + O2.
Pemilihan anestesi inhalasi dengan Sevoflurane + N20 + O2 pada pasien ini dikarenakan N2O
memiliki sifat analgesic yang kuat tetapi bersifat anestesi lemah sehingga dikombinasikan
dengan sevoflurane. Sevoflurane merupakan halogenasi eter dengan induksi dan pulih lebih
cepat disbanding halogenasi eter lain. Selain itu efek terhadap kardiovaskular cukup stabil.
Sedangkan O2 ditambahkan untuk mencegah terjadinya hipoksia jika N2O dihentikan.
Untuk mengatasi nyeri paska bedah diberikan Injeksi Paracetamol 1gr/8 jam + drip
tramadol 1 ampul/8 jam dalam RL. Setelah operasi selesai dilakukan penilaian apakah pasien
sudah dapat dipindahkan ke ruang rawat ataukah masih perlu diobservasi di ruang pemulihan
(RR) atau di ICU. Penilaian pasien dilakukan dengan menggunakan skor Aldrette dan
didapatkan skor 9. Pasien diperbolehkan untuk dipindahkan ke ruang rawat.
DAFTAR PUSTAKA