You are on page 1of 13

DAFTAR PUSTAKA 0.

John McNeal

Anatomi dan Histologi Kelenjar Prostat

Anatomi McNeal

1. Zona Perifer
Zona perifer merupakan 70% dari glandular prostat. Zona tersebut membentuk jaringan dengan
ductus di lateralnya dari uretra lateral dan distal dari verumontanum. Hampir semua karsinoma
berasal dari sini.
2. Zona sentral
Zona sentral merupakan 25% dari glandular prostat. Duktusnya muncul dekat dengan orifisium
ductus ejakulatori dan mengikuti ductus ini secara proksimal, bercabang secara lateral dekat
basal prostat. Batas lateralnya menyatu dengan batas proksimal zona perifer. Perbedaan
histologis antara zona sentral dan perifer menunjukkan perbedaan biologis yang penting.
3. Regio preprostatik
Segmen uretra proksimal dari verumontanum menekuk secara anterior pada sudut 35 derajat
dari segmen distal. Tidak ada ductus besar yang berasal dari segmen proksimal tapi bagian
lateral dari orifisium zona perifer terus berlanjut. Perkembangan ductus terhenti di sini,
menghasilkan hanya sedikit zona transisi dan beberapa ductus periuretral yang lebih kecil.
Perkembangan dari ductus-duktus kecil ini kemungkinan ditentukan dan dibatasi oleh
hubungannya yang dekat dengan sfingter otot polos periuretral yang hanya ada di proksimal dari
verumontanum. Duktus kecil ini pada area yang terbatas merupakan area khusus di mana
hyperplasia noduler (BPH) berasal.
4. Anterior Fibromuscular Stroma (AFMS)
AFMS membentuk keseluruhan permukaan antrerior prostat, sebagai selubung tebal yang
menutupi permukaan anterior dari ketiga region glandular. Penyatuannya yang tidak dapat
terpisahkan dengan glandular prostat inilah yang mungkin menghambat pengenalan
anatomisnya.

Prostat dan Uretra Pars Prostatikum

Terdapat empat regio anatomi dasar prostat yang telah teridentifikasi. Untuk menggambarkan prostat
secara tiga dimensi, digunakan tiga plane section. Salah satunya adalah potongan sagittal (S), yang
membagi prostat dan menyingkap lumen uretra pada axis panjangnya di sepanjang prostat. Potongan
sagittal ini menunjukkan lumen uretra secara keseluruhan. Pandangan ini mempunyai referensi penting
dalam melokalisasi keempat regio prostat.

Penting secara anatomis bahwa uretra pars prostatikum bukanlah sebuah tabung lurus; pada titik tengah
antara ujung distal dan leher kandung kemih, dinding posteriornya menekuk tajam membentuk sudut 35
derajat ke arah anterior. Dasar dari verumontanum menyatu dengan dinding uretra posterior pada titik
tekuk dan sepanjang jarak pendek proksimalnya. Orifisium duktus ejakulatori, membuka ke midconvexity
dari verumontanum, terletak seluruhnya di segmen distal uretra.

Duktus ejakulatori merupakan perpanjangan langsung dari segmen uretra distal pada axis panjangnya.
Sebagai konsekuensi, potongan coronal (C) tunggal pada kedalaman yang sesuai akan menunjukkan
kedua struktur disepanjang hampir keseluruhan panjangnya jika digabungkan. Potongan ini (C)
digunakan sebagai referensi potongan kedua.
Segmen uretra proksimal tidak dapat dilihat pada potongan coronal (C) karena angulasinya. Tetapi jika
potongan coronal diputar sejauh 35 derajat melingkari axis transversal yang melewati titik tekuk uretra,
akan didapatkan potongan oblique coronal (OC). Potongan ini, pada sudut yang sesuai, melewati segmen
uretra proksimal di sepanjang axis panjangnya hingga ke leher kandung kemih dan memotong dasar
verumontanum secara distal. Ini adalah potongan ketiga yang digunakan untuk demonstrasi.

Zona Perifer

Hampir 75% dari jaringan glandular prostat pria dewasa berasal dari dua baris bakal duktus yang
berkembang secara lateral ke dalam mesenkim posterior dari segmen uretra distal. Inilah yang disebut
sebagai zona perifer. Orifisium yang paling proksimal dari duktus terletak di celah lateral dari dasar
verumontanum. Duktus yang lebih proksimal ini menjadi lebih besar secara progresif daripada yang
terletak di dekat apex prostat.

Zona Sentral

Duktus yang bertunas secara proksimal ke dalam mesenkim yang mengelilingi duktus ejakulatori disebut
sebagai zona sentral. Orifisiumnya muncul secara terpisah dari yang ada di zona perifer dan terkumpul
menjadi lingkaran kecil pada verumontanum yang mengelilingi orifisium duktus ejakulatori. Duktus ini
bercabang terutama ke arah proksimal, mengikuti duktus ejakulatori, tetapi juga bercabang ke arah
lateral sehingga cabangnya yang paling lateral berjalan sejajar dengan cabang zona perifer yang paling
proksimal. Dengan demikian, kedua zona ini berkelanjutan sama halnya seperti area mesenkim tempat
keduanya tumbuh. Jaringan glandular di zona sentral melengkapi kuadran proksimal seperti yang terlihat
di potongan coronal, membentuk hamir 25% dari jaringan glandular prostat. Pusat geomatris dari
potongan ini terletak di ujung atas verumontanum, dan semua duktus utama prostat pria dewasa
bermula pada atau distal dari titik ini.

Meskipun kedua zona ini menyatu pada sisi-sisinya, garis batas anatomis di antara keduanya masih dapat
terlihat pada organ prostat pria dewasa. Namun, yang lebih penting daripada batas anatomis kedua zona
ini adalah perbedaan histologis jaringan glandularnya yang sangat mencolok. Hal ini menandakan
perbedaan penting pada fungsi biologisnya. Jaringan acinar pada zona sentral terdiri dari ruangan luas
kontur ireguler, yang dari dinding-dindingnya muncul septa intraluminal. Sebaliknya, duktus zona perifer
yang panjang dan sempit bercabang menjadi acini yang kecil, bulat, regular dengan dinding yang tidak
bersepta. Epitel zona perifer terdiri dari sel kolumner sederhana dengan batas tegas dan nucleus kecil
dan gelap yang terletak pada basalnya. Pada zona sentral, terdapat perbedaan mencolok pada sel-selnya.
Selnya lebih opaque, dengan sitoplasma granuler dan membrane sel yang tidak begitu jelas. Mereka
tampak lebih padat dengan panjang sel yang bervariasi dan batas luminal ireguler. Nukleusnya berukuran
lebih besar dan lebih pucat, serta terletak pada tingkatan yang berbeda di dasar membrane.

Perbedaan biologis antara zona sentral dan perifer sangat penting dalam pemahaman kelainan dan
penyakit pada prostat. Karsinoma prostat lebih banyak dilaporkan muncu dari zona perifer dan jarang
dari zona sentral.

Untuk menjelaskan perbedaan morfologis dan biologisnya, disebutkan bahwa prostat manusia adalah
organ yang berasal dari embriologi gabungan. Terdapat dalil yang menyebutkan bahwa zona sentral
merupakan bagian dari system duktus Wolfii, sedangkan zona perifer dan uretra berasal dari sinus
urogenital. Data yang mendukung hipotesis ini antara lain kemiripan anatomis antara duktus dan
orifisium zona sentral dengan duktus ejakulatori, kesamaan histologis antara epitel zona sentral dan
vesika seminalia, dan kekebalan relatif zona sentral dan epitel lain yang berasal dari duktus Wolfii
terhadap karsinoma.

Regio Preprostatikum

Jika sinus urogenital embrionik memang merupakan sumber perkembangan duktus pada zona perifer,
diharapkan proses perkembangan ini akan berlanjut di atas dasar verumontanum ke dalam segmen
uretra proksimal (preprostatik). Dan memang terbukti bahwa kedua baris orifisium uretra lateral yang
menandai zona perifer berlanjut di sepanjang segmen uretra proksimal, dan epitelnya mempunyai
kemiripan yang lebih dengan epitel zona perifer daripada epitel di zona sentral. Pada segmen ini, duktus
berpindah ke arah anterior menuju potongan oblique coronal (OC), tetapi sebaliknya tetap menunjukkan
kelanjutan evolusi embrionik dari sinus urogenital. Namun, perkembangan jaringan ini pada orang
dewasa berbeda secara mencolok dari yang ada pada zona perifer, tampak terhenti pada tahap
embrionik. Pada orang dewasa, hanya tampak saluran kecil berukuran mikroskopis dan struktur yang
jauh lebih sederhana, menyusun kurang dari 1% masa glandular prostat. Struktur ini disebut sebagai
periurerthral glands, mereka tidak memiliki otot periglandularnya sendiri dan perluasannya terbatas
pada periurethral stroma. Struktur ini berkembang lebih proksimal ke arah leher kandung kemih
daripada ke arah lateral menjauhi uretra, parallel dengan lumen uretra pada axis panjangnya dan
terletak terutama pada potongan oblique coronal (OC).

Segmen uretra ini memiliki struktur anatomis yang unik, yang menjelaskan perkembangan glandularnya
yang terbatas. Hanya di sepanjang segmen ini saja dapat ditemukan sfingter otot polos silinder yang
berkembang dengan baik, yang membentuk selubung kontinyu mengelilingi submucosa uretra dan
melingkari uretra dari dasar verumontanum sampai ke leher kandung kemih. Untuk mendapatkan
perkembangan glandular yang lengkap, duktus periuretral harus menembus pembatas silinder ini atau
harus terdapat celah pada cincin muskulernya. Sfingter otot lurik yang sama terdapat di sepanjang distal
uretra hingga ke verumontanum, tetapi tidak terbentuk lengkap. Terdapat jalur setengah lingkaran yang
hanya melingkari uretra bagian anterolateral, membiarkan duktus zona perifer lolos melalui batas
posteriornya dan memperoleh perkembangan lengkapnya.

Pada titik tertentu di segmen uretra proksimal, sebagian kecil dari system duktus periuretral
menunjukkan fenomena yang sama pada hubungannya dengan sfingter otot polos pada bagian ini.
Orifisium duktus periuretral yang paling distal terletak pada tingkatan yang sama dengan batas distal
sfingter otot polos. Duktus utamanya lolos di bawah cincin paling distal dari otot polos untuk kemudian
melanjutkan perkembangannya. Kelompok duktus kecil yang muncul dari satu titik di sambungan antara
segmen uretra distal dan proksimal ini disebut zona transisi. Dengan berkembang di luar sfingter, duktus
ini mengalami perkembangan glandular yang lebih lengkap daripada duktus periuretral lain. Walaupun
duktus ini lebih bercabang dan lebih banyak mengalami proliferasi acinar, ukurannya tetap lebih kecil,
menyusun kurang dari 5% massa glandular prostat. Duktus ini berkembang ke arah lateral dan ventral,
tetapi lebih terutama proksimal ke arah leher kandung kemih. Perluasan dari zona transisi terletak
seluruhnya di potongan oblique coronal (OC).

Lokasi dan arah perkembangan dari zona transisi berkaitan erat dengan sfinter silindris. Batas medial
zona transisi biasanya terletak berdampingan dengan serat eksternal sfingter di hampir di seluruh
panjangnya. Kebanyakan duktus dan acini di bagian tengah zona transisi menembus ke dalam sfingter
dan tertanam di antara serat-seratnya. Pada lokasi ini, periacinar muscularis gagal untuk berkembang.
Walaupun tidak signifikan secara ukuran dan fungsi, zona transisi mempunyai peranan yang penting
dalam proses patologi. Zona transisi dan periurethral gland yang lainnya merupakan lokasi khusus yang
menjadi asal BPH. Dari kedua kelompok ini, zona transisi menghasilkan nodul yang paling banyak dan
paling besar, terutama dari bagian yang terletak dekat atau di dalam sfingter. Terdapat hipotesis bahwa
pathogenesis BPH berasal dari interaksi antara kelompok jaringan glandular kecil ini dengan preprostatic
stroma.

Anterior Fibromuscular Stroma

Bagian anatomi prostat yang terakhir ini merupakan bentuk nonglandular dan tidak memiliki peranan
penting dalam fungsi dan patologi prostat. Namun demikian, AFMS menyusun sekitar sepertiga bagian
dari jaringan di dalam kapsul prostat. Hal ini secara signifikan menambah ketebalan gland dan
menghasilkan kecembungan permukaan anterior pada pemeriksaan eksternal. AFMS terdiri dari lapisan
tebal jaringan, yang bersambungan dengan otot detrusor di leher kandung kemih. Mengelilingi dan
menjadi satu dengan sfingter internal leher kandung kemih, AFMS menyisir ke arah distal sebagai
selubung jaringan otot, membentuk permukaan anterior prostat dan bertemu lagi dengan uretra pada
ujung distal dari apex prostat. Pada jalurnya, AFMS bersatu dengan kapsul di sepanjang batas
anterolateral glandular prostat.

DAFTAR PUSTAKA 0000 Kai H. Hammerich, Gustavo E. Ayala, and Thomas M. Wheeler

Embriologi

Selama bulan ketiga masa kehamilan, kelenjar prostat berkembang dari invaginasi epitel dari sinus
urogenital posterior. Pembentukan normal kelenjar prostat memerlukan adanya 5-dihydrotestosterone,
yang disensitisasi dari testosterone fetus oleh kerja dari enzim 5-reductase. Enzim ini terlokalisasi di
sinus urogenital dan genitalia eksterna. Sebagai konsekuensinya, defisiensi 5-reductase akan
menyebabkan rudimentary atau prostat yang tidak terdeteksi disertai dengan abnormalitas genitalia
eksterna, sedangkan epididimis, vas deferens, dan vesika seminalia tetap normal.

Selama periode prepubertal, pembentukan prostat kurang lebih tetap sama tapi mulai mengalami
perubahan morfologi menjadi fenotip dewasa pada awal masa pubertas. Ukuran prostat terus membesar
hingga mencapai berat 20 gr pada usia 25-30 tahun.

Anatomi dan Histologi

Dasar prostat terletak di leher kandung kemih dan apexnya terletak di diafragma urogenital. Fasia
Denonvilier, yaitu lapisan tipis jaringan penyambung, membatasi prostat dan vesika seminalia dari
rektum di bagian posteriornya. Serat otot skeletal membentang dari difragma urogenital sampai ke apex
prostat dan anterior midprostat.

Konsep zona pada prostat yang sekarang paling umum digunakan diperkenalkan oleh McNeal.

Zona perifer meliputi seluruh jaringan glandular prostat pada apex dan seluruh jaringan yang terletak di
posterior di dekat kapsul. Pada zona ini lebih sering terjadi karsinoma, prostatitis kronis, dan atrofi
postinflamasi daripada di zona lain.

Zona sentral adalah area berbentuk kerucut pada orang dewasa, dengan apex kerucut terletak pada
pertemuan antara duktus ejakulatori dan uretra pars prostatika di verumontanum.

Zona transisi terdiri dari dua bagian jaringan glandular yang terletak lateral dari uretra pada midgland.
Bagian prostat inilah yang terlibat pada pembentukan benign hyperplasia prostate (BPH) dan yang lebih
jarang, adenokarsinoma. Anterior fibromuscular stroma (AFMS) membentuk konveksitas permukaan
anterior eksternal. Setengah bagian apical dari area ini kaya akan striated muscle, yang menyatu ke
dalam kelenjar dan otot diafragma pelvis. Pada dasar dari prostat, sel-sel otot polos menjadi lebih
dominan, menyatu ke dalam serabut bladder neck. Bagian distal dari AFMS memegang peranan penting
dalm fungsi sfingter involunter.

Prostat terdiri dari dua ductus yang bercabang. Terdapat dua lapis sel pada setiap ductus, yaitu lapisan
sel luminal secretory columnar dan lapisan sel basal. Kapsul prostat terbentuk dari jaringan fibrosa yang
mengelilingi kelenjar.

Vesika seminalia terletak superior dari basal prostat. Vesika seminalia bergabung dengan vas deferens
pada setiap sisi untuk membentuk ductus ejakulatori. Kompleks ductus ejakulatori terdiri dari dua ductus
ejakulatori bersamaan dengan stroma longgar yang kaya akan ruang vascular. Vesikula seminalia resisten
terhadap hamper semua penyakit yang menyerang prostat. Keterlibatan vesikula seminalia pada kanker
prostat adalah salah satu predictor paling penting pada progresi kanker prostat.

Benign Mimickers of Prostatic Adenocarcinoma

Adenokarsinoma prostat memiliki gambaran histologis yang beragam, oleh karena itu sering
dibingungkan dengan gambaran dan proses histologis penyakit lain. Struktur histoanatomis seperti
vesika seminalia, kondisi reaktif dan inflamatori serta proses patofisiologis termasuk atrofi, hyperplasia
dan metaplasia mempunyai pola yang bisa memicu adenokarsinoma. Kebanyakan dari lesi tersebut
dapat dengan mudah dikenali dan dibedakan dari keganasan tetapi dapat menimbulkan masalah,
terutama ketika sample yang didapatkan dari biopsy jarum halus sangat terbatas. Diagnosis kanker false-
positive, walaupun sering, pada beberapa kasus dapat menyebabkan konsekuensi klinis, psikologis dan
medicolegal yang serius. Biopsi patologi prostat

Prostatic biopsy pathology has been identified as a problem area which may lead to litigation.13 In my
own experience, the most likely patterns giving rise to false

positive malignant cells are atrophy, post-atrophic hyperplasia, atypical adenomatous hyperplasia
(adenosis) and seminal vesicle. In this paper, the differential diagnosis of prostatic adenocarcinoma will
be discussed with emphasis on benign mimickers as outlined in Table 1. Prostatic intraepithelial
neoplasia and other carcinomas may be confused with prostatic adenocarcinoma but these topics will
not be addressed. The mimickers of other rare prostatic malignancies such as sarcoma will not be
covered. The differential diagnosis of adenocarcinoma has been detailed in several recent reviews and
monographs.

DAFTAR PUSTAKA 01. Deloar Hossain, MD, FRCPC; Isabelle Meiers, MD; Junqi Qian, MD; Gregory T.
MacLennan, MD; David G. Bostwick, MD, MBA

STROMAL HYPERPLASIA WITH ATYPIA (PSHA)


PSHA merupakan lesi langka yang dapat disalahartikan sebagai sarcoma karena keberadaan
degenerative myocyte nuclei. Abnormalitas nuclear ini identic dengan symplastic leiomyoma of the
myometrium, meningkatkan kecurigaan akan sarcoma, terutama pada sample yang terbatas seperti pada
biopsi menggunakan jarum. Kriteria diagnostic dan signifikansi klinis lesi ini belum jelas, dan ciri yang
membedakannya dengan sarcoma belum sepenuhnya ditentukan.

Metode

Deloar Hossain, dkk mengidentifikasi 18 kasus PSHA yang ditemukan antara 1981 sampai 2006. Terdapat
sediaan yang diwarnai dengan hematoxyineosin pada setiap kasus. Informasi klinis dan follow-up pada
setiap kasus diperoleh dari rekam medik dan dokter yang bersangkutan. Pewarnaan imunohistokimia
dilakukan pada 10 kasus. Irisan berukuran empat micrometer didapatkan dari jaringan sampel yang
difiksasi dengan formalin dan paraffin embedded. Pewarnaan imunohistokimia dilakukan dengan
Ventana ES autostainer menggunakan metode avidin-biotin.

All immunohistochemical stainingwas carried out after microwave-mediated antigen retrieval.


Antibodies used are as follows: -smooth muscle actin (DAKO, Carpinteria, Calif; 1:100 dilution), vimentin
(DAKO; 1:100), desmin (DAKO; 1:100), estrogen receptors (DAKO; 1:100), progesterone receptors (DAKO;
1:100), androgen receptors (DAKO; 1:00), and Ki-67 (DAKO; 1:100). Staining was evaluated as a
percentage of positive cells in 10% increments (0%100%).

Pewarnaan imunohistokimia dievaluasi oleh 3 orang patologis.

Kontrol positif dan negatif yang sesuai digunakan bersamaan dengan setiap kelompok pewarnaan.
Pewarnaan dianggap positif jika intensitas warna sama dengan atau lebih daripada control positif.

Hasil

Deloar Hossain, dkk mengidentifikasi 18 kasus PSHA yang diperoleh dari 12 biopsi jarum, 4 reseksi
transurethral (specimen seberat 8-150 gr), dan 2 prostatektomi retropubik. Pasien berusia 46-80 tahun
(mean 64 tahun). Sepuluh pasien menunjukkan gejala obstruktif dan dilakukan biopsi jarum, reseksi
transurethral, atau simple open prostatectomy (adenomectomy). Pada 3 pasien, PSHA ditemukan dari
biopsy jarum yang dilakukan karena temuan pada pemeriksaan colok dubur; pada 5 pasien, PSHA
ditemukan dari biopsy jarum yang dilakukan karena peningkatan konsentrasi serum prostate specific
antigen; dan pada 1 pasien, PSHA ditemukan secara kebetulan pada specimen prostatektomi radikal
yang dilakukan sebagai tatalaksana adenokarsinoma.

Reseksi transurethral dan specimen biopsy selalu sebagian besar terdiri dari typical nodular hyperplasia,
dengan hanya sedikit komponen PSHA (20% lesi). Pada simple prostatectomy, PSHA merupakan
komponen kecil (5% lesi). PSHA pada prostatektomi radikal kontralateral terhadap adenokarsinoma dan
hanya merupakan komponen kecil (5% lesi). Tidak ada koeksistensi sarcoma pada kasus primer maupun
rekuren. PSHA terdiri dari satu atau lebih uncircumscribed, ill-defined, hyperplastic stromal nodules
dengan sel atipikal menginfiltrasi secara tersebar di sekitar hyperplastic acini; tidak terdapat
abnormalitas pada sel epitel.

Ciri khas histologis yang menandai PSHA adalah adanya sel atipikal dengan ciri nuclear khusus, termasuk
sejumlah giant cell dengan vacuolated nuclei, smudged chromatin, inconspicuous nucleoli, and frequent
multinucleation. Kebanyakan dari sel ini mengandung sitoplasma eosinophil dengan berbatas tegas
dalam jumlah sedang. Tidak ada gambaran mitotic yang ditemukan pada kasus. Sel atipikal tertanam di
hypocellular myxoid matrix. Selularitasnya seragam, dan susunan sel atipikalnya tidak beraturan.
Terdapat large ectatic vessels, dengan dinding tebal dan hyalinized, disertai dengan sejumlah limfosit, sel
plasma, dan sel mast yang jarang.

Immunohistochemical Studies

Penelitian imunohistokimia dilakukan pada 10 kasus di mana tersedia jaringan untuk dievaluasi,
termasuk 1 blok jaringan dari 9 kasus dan 2 blok jaringan dari 1 kasus rekuren. Sel stromal atipikal
menunjukkan imunoreaktifitas intens terhadap vimentin dan reseptor androgen, reaktifitas moderat
terhadap desmin dan actin, reaktifitas beragam terhadap reseptor progesterone, dan tidak reaktif
terhadap reseptor estrogen atau Ki-67.

Patient Follow-up Studies

Follow-up klinis didapatkan dari semua kasus, dengan rata-rata follow-up selama 6,3 tahun (range 0,5-14
tahun). Delapan pasien mengalami hyperplasia prostat jinak simtomatik, 7 asimtomatik, dan 3 pasien
meninggal karena penyakit yang tidak berhubungan dengan kasus. PSHA residual atau rekuren terlihat
pada 3 (17%) dari 18 pasien. PSHA residual atau rekuren terdapat pada jaringan dari sisi yang sama,
terdiagnosis dari biopsy jarum halus. Interval antara biopsy pertama dan follow-up untuk kasus PSHA
residual atau rekuren adalah 1, 1.5, dan 3 tahun. Penemuan histologis dari jaringan PSHA residual atau
rekuren identic dengan yang ditemukan pada specimen awal. Tidak ada bukti adanya stromal
overgrowth atau sarcomatous transformation pada semua kasus.

COMMENT

Prostatic stromal hyperplasia with atypia adalah lesi langka yang seringkali disebut juga sebagai atypical
stromal hyperplasia, stromal hyperplasia with bizarre nuclei, symplastic leiomyoma, Pseudosarcomatous
lesion, pseudoneoplastic lesion of the prostate gland, prostate stromal proliferation of unknown
malignant potential, and prostatic stromal tumor of uncertain malignant potential. Penulis lebih suka
menggunakan istilah PSHA karena istilah tersebut menggambarkan asal jinak dari lesi tersebut seperti
yang terbukti dari hasil follow-up. Pada penelitian ini, pasien mempunyai rentang umur 46 sampai 80
tahun (mean 64 tahun) dan menjalani prosedur berkaitan dengan gejala tipikal obstruksi saluran kemih
bagian bawah, pemeriksaan colok dubur abnormal, atau peningkatan serum PSA.

PSHA ditandai dengan adanya giant cell dengan vacuolated nuclei dan seringkali multinucleation.

Prostatic stromal hyperplasia with atypia is characterized by the presence of bizarre giant cells with
vacuolated nuclei and frequent multinucleation. The chromatin is smudged rather than hyperchromatic.
Nucleoli are inconspicuous or absent owing in part to the nuclear smudging. Despite exhibiting cytologic
features that are worrisome for malignancy, PSHA does not have mitotic figures or necrosis. We interpret
these atypical features to be reactive and degenerative, rather than neoplastic, changes, similar to the
findings in reactive stromal cells in lesions from various sites, such as the cervix, vagina, vulva, bladder,
and breast.12 The atypical cells in PSHA displayed consistent and intense nuclear immunoreactivity for
androgen receptors, variable reactivity for progesterone receptors, and no reactivity for estrogen
receptors and Ki-67. This suggests that this lesion results from local hypersensitivity to androgen, with
upregulation of androgen receptors in these cells. This pattern of expression in PSHA is similar to the
expression profile in benign prostatic hyperplasia, except for the lack of expression of estrogen
receptors.13 Others have suggested that the reactive stromal cells result from an ill-defined mast cell
interaction,12 but we found little or no inflammation and no noticeable increase in the number of mast
cells. Radiotherapy may also induce atypiainstromal cells,14 but cannot be held accountable for the
findings in our cases because there was no history of radiation. The differential diagnosis of PSHA
includes prostatic leiomyoma with atypical cells, phyllodes tumor, leiomyosarcoma, and other sarcomas.
Prostatic stromal hyperplasia with atypia is separated from prostatic leiomyoma with atypical cells by
differing histologic and immunohistochemical findings.15 Atypical cells in the PSHA infiltrate around
benign prostatic acini, whereas leiomyoma with atypical cells (symplastic leiomyoma) consists of a solid
expansile growth pattern with atypical cells distributed haphazardly within the nodule. The atypical
stromal cells in the PSHA displayed intense immunoreactivity for vimentin but only moderate reactivity
for desmin and actin.

Conversely, the cells in the prostatic leiomyoma withatypia displayed intense cytoplasmic
immunoreactivity for desmin and actin, and only weak to moderate reactivity for vimentin. Phyllodes
tumor of the prostate is characterized by a biphasic growth pattern with variably cellular stroma
intimately associated with compressed, elongated glands that often have a leaflike configuration.16
Although it is frequently difficult to appreciate in needle biopsies, the cellular stroma of phyllodes tumor
often displays cytologic atypia and has increased mitotic activity. Leiomyosarcoma of the prostate is
uncommon and is usually large and nodular, exhibiting cytologic atypia, high mitotic activity, and
occasional foci of coagulative necrosis. These features differ from the vacuolated nuclei, smudged
chromatin, and lack of mitotic figures and necrosis in PSHA. These features may also be used to separate
PSHA from other rare sarcomas of the prostate. Nonetheless, in some cases with limited amounts of
tissue available for examination, this distinction may be difficult. Prostate stromal hyperplasia with atypia
is a benign finding associated with infrequent recurrence, similar to and usually coexisting with typical
nodular hyperplasia; it lacks evidence of stromal overgrowth or malignant transformation with follow-up.
Some previous authors have lumped this distinctive entity with phyllodes tumor (a tumor with definite
malignant potential)andlow-grade sarcoma, using the phrase stromal tumor of uncertain malignant
potential, thereby erroneouslyimplyingthatthislesion is associated with an unpredictable outcome.3,17
The reported data support our finding that PSHA is a benign condition; thus, we believe PSHA is the
preferable terminology. We discourage use of the terms prostatic stromal proliferation of uncertain
malignant potential or stromal tumor of uncertain malignant potential, similar to our previous
recommendation.18 In summary, PSHA is a reactive and/or degenerative process that occurs in a
histologically distinct pattern associated with typical nodular hyperplasia. Stromal hyperplasia with
atypia is benign and rarely recurs.Recognition of this benign entity and its distinction from other
neoplastic lesions of the prostate has important therapeutic and prognostic implications.

DAFTAR PUSTAKA 03 PATHOLOGY PAGE

Atypical Adenomatous Hyperplasia (AAH) of The Prostate


AAH atau yang disebut juga adenosis, merupakan proliferasi small glandular yang salah didiagnosis
sebagai adenokarsinoma, terutama pada biopsy jarum. AAH seringkali merupakan penemuan histologis
yang tidak disengaja, dan tidak ada penemuan klinis yang spesifik untuk kondisi ini. Rata-rata usia pasien
pada saat didiagnosis adalah 64 sampai 70 tahun (range 45 sampai 83). Tidak diketahui apakah AAH
dapat menyebabkan peningkatan serum PSA atau mengakibatkan massa yang teraba pada pemeriksaan
colok dubur, tetapi tampaknya hal ini kecil kemungkinan terjadi karena kebanyakan focus AAH berukuran
mikroskopis. Angka kejadian AAH bergantung pada jenis sampel jaringan, dengan range lebar antara
kurang dari 1% pada biopsy jarum sampai 22% hingga 60% pada gland utuh.

Secara mikroskopis, kebanyakan focus AAH ditemukan di regio zona transisi, dengan sebagian kecil di
zona perifer dan sentral. AAH berbentuk sekumpulan sel asiner kecil dan pucat yang padat dan berbatas
tegas, yang menyatu dengan gland yang lebih besar dan kompleks. Terdapat varian yang disebut sebagai
adenosis difusa yang tidak berbatas tegas. Terdapat transisi antara kelenjar AAH kecil dan yang lebih
besar, biasanya berupa kelenjar hiperplastik dengan luminal undulations, percabangan dan papillary
infoldings.

Konfirmasi lapisan sel basal diskontinyu didapat menggunakan pewarnaan imunohistokimia dengan
antibody 34E12 dan/atau p63 immunostain. Nukleus dari AAH dan adenosis difusa zona perifer harus
lunak. Nukleoli dari AAH biasanya sangat mencolok. Ciri-ciri lain yang dapat ditemukan sebagian kecil
kasus AAH antara lain kristaloid intraluminal, gambaran mitotic, dan intraluminal wispy blue mucin.

Diferensial diagnosis dari AAH/adenosis didominasi oleh adenokarsinoma well differentiated dengan skor
Gleason 2 sampai 4. AAH dan adenokarsinoma dibatasi oleh kelenar kecil dan pucat tetapi AAH menyatu
dengan kelenjar yang tampak hiperplastik, sedangkan karsinoma yang paling well differentiated terdiri
dari kelenjar tubuler dengan batas luminal yang lurus.

Juga, identifikasi sel basal dan inti sel luminal lunak dari AAH membedakannya dengan kasus lain, hanya
berdasarkan pewarnaan hematoxylin dan eosin. Ciri tipikal lobuler dari AAH sulit ditemukan pada biopsy
jarum. Lebih jauh lagi, pada beberapa kasussel basal dapat sulit diidentifikasi pada pewarnaan
hematoxylin dan eosin, tetapi pewarnaan imunohistokimia dapat digunakan sebagai konfirmasi.

Penelitian khusus yang paling penting adalah imunohistokimia (p63 dan/atau 34E12) untuk sel basal.
AMACR (Alpha Methyl Acyl CoA Racemase) immunostain umumnya tidak membantu dalam
membedakan AAH dengan adenokarsinoma karena AMACR dapat positif pada sebagian kecil kasus AAH
(8 sampai 18%). Analisis morfometrik, histokimia, imunofenotif dan abnormalitas genetic seperti DNA
ploidy dan allelic loss tidak membedakan AAH dan adenokarsinoma.

Terdapat sedikit bahkan tidak ada keterkaitan morfologis antara AAH/adenosis dengan neoplasia
intraepitel prostat dan karsinoma. Follow up pada beberapa kasus menunjukkan hasil yang jinak. Jika
terdeteksi pada reseksi prostat transurethral atau jaringan biopsy jarum, sebagiknya dilakukan follow up
klinis. Sangat penting untuk membedakan antara hyperplasia adenomatosa atipikal dari atypical small
acinar proliferation pada biopsy jarum, karena kedua hal tersebut merupakan diagnose histopatologis
yang sangat berbeda dengan signifikansi klinis yang berbeda. Adanya istilah atypical pada kedua kondisi
di atas tidak menunjukkan adanya hubungan antara keduanya. Berbeda dari AAH, pasien dengan atypia
or atypical small acinar proliferation pada biopsy jarum harus dilakukan biopsy ulangan dikarenakan
peningkatan resiko deteksi kanker pada pemeriksaan lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA Am J Surg Pathol. 1995 Sep19(9):106876.
Postatrophic hyperplasia of the prostate. A histologic mimic of prostatic adenocarcinoma.
Cheville JC , Bostwick DG.

Postatrophic Hyperplasia of The Prostate

Sekelompok atrophic prostatic acini yang menunjukkan perubahan proliferasi epitel disebut sebagai
postatrophic hyperplasia (PAH). Secara histologis, PAH mirip dengan adenokarsinoma sehingga dapat
menyebabkan kebingungan diagnosis. Selain penting untuk membedakan antara PAH dari karsinoma,
penelitian terakhir terhadap lesi ini dilakukan lebih dari 40 tahun yang lalu dan banyak ahli patologi yang
belum familier dengan lesi tersebut.

Cheville JC , Bostwick DG meninjau 100 spesimen dari prostatektomi radikal yang dilakukan atas indikasi
keganasan untuk menentukan angka kejadian PAH. Sebagai tambahan, 11 spesimen biopsy jarum dengan
PAH dievaluasi lebih lanjut untuk menentukan karakteristik lesi pada specimen yang terbatas. PAH
teridentifikasi pada 18 18 kasus prostatektomi radikal (18%), termasuk di antaranya 10 unicentric dan 8
kasus multicentric. Pada semua kasus PAH ditemukan hanya pada zona perifer, dengan pengecualian
pada 2 kasus di mana terjadi keterlibatan zona transisi. PAH consisted of a microscopic lobular cluster
of small acini with irregular atrophicappearing contours lined by cuboidal cells with mild
nucleomegaly and micronucleoli mildly enlarged nucleoli were focally present in 39% of cases.

Di tengah sel asiner yang berkelompok, biasanya terdapat acinus yang lebih besar, yang dilapisi
flattened to cuboidal epithelial cells. Lapisan sel basal selalu di bagian perifer setiap acinus dan seringkali
sangat mencolok. Pewarnaan imunohistokimia untuk high-molecular weight keratin (antibody 34E12)
menunjukkan adanya lapisan sel basal utuh pada 7 dari 10 kasus dan lapisan sel basal yang focally
fragmented pada 3 kasus lainnya. PAH dihubungkan dengan inflamasi kronis patchy pada 16 dari 18
kasus prostatektomi; perubahan stromal terjadi pada semua kasus, mulai dari smooth atrophy hingga
sclerosis padat dengan kompresi acini. Tidak teridentifikasi adanya intraluminal basophilic mucin, tetapi
dua biopsy jarum menunjukkan PAH dengan focal mucinous metaplasia. Tidka didapatkan kristaloid pada
semua kasus. Keterlibatan focal partial acinar oleh high-grade prostatic intraephitelial neoplasia pada
acini yang berdekatan terdapat pada 2 kasus. Acini yang berdekatan juga selalu menunjukkan perubahan
tipikal atrofi. Pada specimen biopsy jarum, PAH menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan yang ada pada
prostatektomi, tapi seringkali hanya sebgaian lesi yang dijadikan sample. PAH dibedakan dengan
karsinoma oleh karakteristiknya, lapisan sel basal yang utuh atau fragmented, inti sel yang jelas atau
sedikit membesar, atrofi acinar yang berdekatan dengan fibrosis stromal atau atrofi otot polos.
Membedakan PAH dengan karsinoma paling sulit dilakukan pada specimen biopsy jarum di mana hanya
sebagian lesi yang dijadikan sampel.
05. Am J Surg Pathol. 1986 Oct10(10):66571.
Clear cell cribriform hyperplasia of prostate. Report of 10 cases. Ayala AG, Srigley JR, Ro JY, Abdul-
Karim FW, Johnson DE.

Cribiform Hyperplasia of Prostate

Ayala AG, Srigley JR, Ro JY, AbdulKarim FW, Johnson DE melaporkan 10 pasien dengan
clear cell cribriform hyperplasia of the prostate. Pasien mempunyai rentang umur antara 62 sampai 87
tahun, dengan rata-rata usia 72 tahum. Diagnosa klinis pada semua pasien adalah benign nodular
hyperplasia; semua pasien hidup dan tidak ada bukti yang menunjukkan adanya rekurensi. Follow up
berkisar antara 1 bulan hingga 7 tahun (median : 12,5 bulan; mean: 24,6 bulan). Secara patologi, lesi ini
memiliki cribriform arrangement of clear cells dengan complex papillary growth mensimulasi pola
kribiform pada karsinoma prostat. Pada lima dari 10 kasus, diagnosis awalnya adalah karsinoma atau
suspek karsinoma. Secara sitologi, tidak ada atypia nuclear, mitosis, atau nucleoli yang jelas, dan
terdapat lapisan sel epitel ganda pada perifer dari acini yang terlibat.

Kesimpulannya, clear cell cribiform hyperplasia merupakan proses hyperplasia jinak dengan
complex papillarycribriform structure dan tidak boleh salah didiagnosa sebagai karsinoma prostat. Ciri
utama untuk diagnosis adalah masih terdapatnya konfigurasi nodular dengan bland cytology dan lapisan
sel ganda yang melapisi asiner yang terlibat.

You might also like