You are on page 1of 15

3

BAB I
PENDAHULUAN

Sindroma Guillain Barre adalah penyakit langka dan parah. Sindroma Guillain Barre
mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barr (baca Barre),
yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan
kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari
40,000 orang tiap tahunnya.
Penyakit ini terjadi setelah prosedur infeksi akut. Sindroma Gullain Barre mulanya
mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk kelumpuhan akut di
daerah tubuh bagian bawah yang bergerak kea rah ekstremitas atas dan wajah. Secara
bertahap pasien kehilangan semua reflex lalu mengalami kelumpuhan tubuh lengkap.
Sindroma Gullain Barre adalah suatu kelainan mengancam kehidupan dan
meemerlukan perawatan yang tepat waktu dan perawatan suportif dengan immunoglobulin
intravena atau plasmaferesis. Sayangnya banyak orang kehilangan nyawa merkea tanpa
perawatan medis yang tepat dan cepat. Disautonomia dan komplikasi paru merupakan alasan
dasar untuk komplikasi kematian fatal lainya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
GuillainBarre Syndrome merupakan suatu jenis inflammatory demyelinating
polyneuropathy, yang merupakan peradangan pada nervus zpada kaki, tangan, otot wajah
dan otot pernafasan yang tiba-tiba lemah dari bagian distal, kemudian ke bagian proximal
yang biasanya terjadi setelah suatu febris atau penyakit viral1
GBS merupakan suatu kondisi polineuropati akut, di mana terjadi paralisis yang
asenderen (kelumpuhan yang naik dari bawah) atau paralisis Landry (Samekto 2006).
Pada GBS, gejala lemah yang terjadi pada ujung kaki kanan maupun kiri akan lebih
menonjol ketimbang rasa kebal-kebal/kesemutan. Keadaan ini bisa naik ke tubuh bagian
atas sehingga mengakibatkan kelumpuhan layu pada anggota tangan kiri dan kaki,
bahkan sampai syaraf wajah kiri-kanan1,2.
Guillain-Barre Syndrome adalah polineuropati pasca infeksi yang mengakibatkan
demielinasi terutama pada saraf motorik tetapi kadang-kadang juga saraf sensoris.
Sindrom ini mengenai orang dari semua umur dan bukan herediter. Penyakit ini sangat
mirip polineuritis alergik eksperimental pada binatang1,2.
Sindrom adalah gambaran klinis seorang penderita sakit mencakup gejala
(symptom) dan tanda (sign). Gejala sebagai keluhan subyektif yang dikemukakan oleh
penderitanya seperti rasa kesemutan, baal, nyeri, dan lain-lain. Sedangkan tanda adalah
temuan (obyektif) yang didapat dari pemeriksaan fisik. Misal suhu tubuh berupa demam,
tekanan darah, kelumpuhan, dan lain-lain.1,2,3
.
B. ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan
merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini
merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah
penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini2 :
1) Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,
2) Human Immunodefficiency Virus (HIV).
3) Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
4) Pasca pembedahan dan Vaksinasi.

5
50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.

C. EPIDEMIOLOGI
GBS adalah salah satu penyebab dari kelumpuhan akut pada anak-anak yang tinggal
di Negara-negara dengan program imunisasi. Insidensinya 1/100.000 untuk anak-anak
yang berumur kurang dari 16 tahun. Mendekati 800 kasus pada anak-anak per tahun di
Amerika Serikat. GBS tidak mempunyai hubungan dengan ras, ekonomi dan jenis
kelamin4
Laki-laki dewasa lebih berisiko terjadi GBS daripada wanita. Pada anak-anak
tidak ada penelitian yang jelas bahwa laki-laki lebih berisiko dibandingkan wanita..
Anak-anak mempunyai risiko lebih rendah dari orang dewasa, dengan insiden 0,4-1,1 per
100.000 anak-anak. Anak-anak usia kurang dari 4 tahun kemungkinan risikonya lebih
kecil dibandingkan anak usia diatas 4 tahun4.

D. PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan
pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada
sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi5,6.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan
jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah5,6:
1) Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2) Adanya auto antibody terhadap sistem saraf tepi
3) Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.
4) Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya,
yang paling sering adalah infeksi virus.

6
Patogenesis dan fase klinikal dari SGB

Lokasi SGB yang menyerang sistem nervus perifer

7
Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB

Peran imunitas seluler


Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting
disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone
marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan
limfoid danperedaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen
harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan
(fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan
memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).
Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit
T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2),
gamma interferon serta alfa TNF6,7.
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel
endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel
limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang
dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.6,8

8
E. PATOFISIOLOGI
Pada pemeriksaan mikroskopis saraf perifer memperlihatkan adanya infiltrasi sel
mononuklear di endotel perivaskuler dan adanya demielinasasi multifokal. Kelainan
dapat dijumpai sepanjang saraf tepi mulai akar saraf sampai bagian distal ujung saraf
motorik. Inflamasi yang hebat menyebabkan terjadinya degenerasi aksonal. Mekanisme
dari demielinisasi adalah invasi sel lamina basalis Schwan dan mengelupasnya selaput
mielin normal dari aksonnya. Infiltrat inflamasi sebagian besar terdiri dari class II-
positive monocytes/macrophages dan T-lymphocytes6.
Pemeriksaan secara patologis pada saraf penderita penyakit Guillain Barre
Syndrome (GBS) menunjukan kalau terjadi proses penghancuran selaput myelin pada
saraf tepi. Baik pada pangkalnya (akar saraf) ataupun pada bagian yang lebih ujung
(distal). Pada umumnya yang terserang akar saraf tulang belakang bagian depan
(anterior root nerves of spinal cord), tetapi tidak menutup kemungkinan akar saraf
bagian belakang (posterior root nerves of spinal cord). Uniknya selaput myelin yeng
terserang dimulai dari saraf tepi paling bawah, terus naik ke saraf tepi yang lebih tinggi8
Selaput/kantong myelin merupakan bagian daripada saraf yang berguna untuk
membantu hantaran impuls yang melalui suatu nervus. Kantung myelin ini terdiri dari
kompleks protein lipid yang terdiri atas beberapa lapisan membran schwan9
Mekanisme imunopatologik yang mengikuti GBS dan kemudian merusak selaput
myelin yang terdapat pada nervus, hal ini dapat menyebabkan terhambatnya hantaran
impuls yang melalui nervus motorik sehingga terjadi kelumpuhan pada otot yang terkena
dan menjadi hiperestesia/parastesia apabila yang terkena nervus sensorik. Pada GBS
terjadi kelumpuhan yang khas dimana dari bagian distal akral yang kemudian menuju
kebagian proksimal dan diikuti adanya suatu hiperestesia dan parastesia akral. Gangguan
motorik pada GBS diawali dengan kelemahan otot bagian bawah. Mula-mula yang
dirasakan kelemahan (parese), bila berlanjut menjadi lumpuh (plegia). Diawali dari
gangguan berjalan, seperti misalnya kaki terseret hingga tidak bisa berdiri. Perlahan-
lahan kelemahan naik ke otot lebih tinggi, seperti lutut atau paha, sehingga penderita
tidak bisa berdiri. Bila berlanjut kelemahan otot bisa terjadi pada otot di sepanjang tulang
punggung, punggung dan dada, terus hingga ke tangan dan lengan. Kemudian
kelumpuhan ini dapat menjalar sampai ke otot pernafasan, akan terjadi kelemahan dalam
bernafas, sehingga penderita merasa sulit bernafas, nafas terasa berat. Hal inilah yang
sering menyebabkan GBS dapat berakibat kematian pada penderitanya, untuk membantu
dibutuhkan ventilator agar penderita dapat bernafas9

9
F. KLASIFIKASI
1) Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran
cerna C. jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf
sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi6.
2) Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibodi gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis
motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis
simetris6
AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya
aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi wallerian like tanpa
inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama
lebih kurang 1 tahun.6
3) Miller Fisher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma
ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan
dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak
terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan6
4) Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominan
dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal6.
5) Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari
sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi
postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan
lakrimasi dan abnormalitas dari pupil6.

10
G. GEJALA DAN MANIFESTASI KLINIK
1) Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara
natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas.
Otot- otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh,
bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan
dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung
selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan
ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi6
2) Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III,
VII, dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk
sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria,
Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan
orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-
Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial6.
3) Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa,
atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan.
Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas
tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki.
Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.6
4) Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporka
nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling
parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi
bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau
berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan
penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan,
atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di
ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien.
Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah

11
sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi
imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus)6.
5) Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat
mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi
paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena
paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan6.
6) Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau
orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut;
Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan
ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga
dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial
- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS
- setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi
saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari
normal7.

H. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1) Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan
gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada
fase awal tidak normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel7.
2) Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan
kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal7.
3) Myastenia gravis
Pada didapatkan infiltrate pada motor end plate, kelumpuhan tidak bersifat
ascending)7

12
4) CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan
progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan
kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan7.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 1,5 g/dl )
tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai
disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama
penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya
terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien
akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic
dissociation)8
2) Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi
pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir
minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan8.
3) Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira
pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda
equine yang bertambah besar8

J. TERAPI
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup
tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas
(imunoterapi)5,6,7.
1) Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

13
2) Plasmafaresis
Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas
yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan
dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih
bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3) Pengobatan imunosupresan
a) Imunoglobulin IV (IVIg)
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
b) Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
- 6 merkaptopurin (6-MP)
- Azathioprine
- Cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke
dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,
paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi6,8.

L. PROGNOSIS
Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian
kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Prognosis akan lebih baik
apabila usia penderita lebih muda. Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-90%)
atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural (25-36%).

14
Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun. Kurang
lebih 7% pasien kambuh lagi6,7.

15
BAB III
KESIMPULAN

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karakterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB
merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 3
minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi
paralisis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat
terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landrys Paralisis
ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit
akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.
Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan sensorik,
nyeri, perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum ada pengobatan
spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan
adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan
memperbaiki prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk
terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di
rawat di rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi
Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan LCS, EMG
dan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian adalah gagal nafas dan aritmia.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Evil Science. 2012. Available from http://www.guillainbarresyndrome.net. Accessed


on October 5th 2013.
2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers, Editor.
University Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2014.
3. Evidence Center. 2012. Available from http://bestprice.bmj.com/best-
practice/monograph/176/basics/epidemiology.html. Accessed on October 5th 2013.
4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2015.
5. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types
and Electrophysiological Diagnosis. Departement of Neurology, National
Neuroscience Institute, SGH Campus; 2013.
6. Andary T M, 2012. Available from http://emedicine.medscape.com/article/315632-
treatment. Accessed on October 5th 2013.
7. Ropper H A, Brown H R. Adams and Victor, Principles of Neurological 8th edition.
United States of America; 2015. p.1117-27.
8. Mayo Clinic staff. 2012. Available from http://www.mayoclinic.com/health/guillain-
barre-syndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs. Accessed on October
5th 2013.
9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available from
http://www.netterimages.com/image/63612.htm. Accessed on October 5th 2013.

17

You might also like