You are on page 1of 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang bertanggung-jawab atas kesehatan masyarakat
di wilayah kerjanya di satu atau bagian wilayah kecamatan. Dalam Permenkes 75 tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas berfungsi menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perseorangan (UKP) tingkat
pertama. Wilayah kerja Puskesmas merupakan bagian dari wilayah kabupaten/ kota,
sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan
pembangunan kesehatan kabupaten/kota bersangkutan, yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima
Tahunan Dinas kesehatan kabupaten kota.
Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan yang diselenggarakannya
dengan baik, maka Puskesmas harus menyusun rencana kegiatan untuk periode 5
(lima) tahunan yang selanjutnya akan dirinci lagi kedalam rencana tahunan Puskesmas
sesuai siklus perencanaan anggaran daerah. Semua rencana kegiatan baik lima
tahunan maupun rencana tahunan, selain mengacu pada kebijakan pembangunan
kesehatan kabupaten/kota harus juga disusun berdasarkan pada hasil analisis situasi
saat itu (evidence based) dan prediksi kedepan yang mungkin terjadi. Proses
selanjutnya adalah penggerakan dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana
yang disusun, kemudian melakukan pengawasan dan pengendalian diikuti dengan
upaya-upaya perbaikan dan peningkatan (Corrective Action) dan diakhiri dengan
pelaksanaan penilaian hasil kegiatan.
Melalui pola manajemen Puskesmas yang baik dan benar yang diterapkan oleh
seluruh Puskesmas di Indonesia, maka tujuan akhir pembangunan jangka panjang
bidang kesehatan yaitu masyarakat Indonesia yang sehat mandiri secara berkeadilan,
sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes No. 375/2009 tentang RPJP-K (2005-2025),
dipastikan akan dapat diwujudkan. Dengan demikian, untuk memberikan pemahaman
kepada kepala, penanggungjawab upaya kesehatan dan staf Puskesmas di dalam
pengelolaan sumberdaya dan upaya Puskesmas agar dapat terlaksana secara
maksimal, maka perlu disusun Pedoman Manajemen Puskesmas. Pedoman tersebut
juga dapat dimanfaatkan oleh kabupaten/kota dan provinsi, dalam rangka pelaksanaan
pembinaan dan bimbingan teknis administratatif manajemen kepada Puskesmas secara
berjenjang.

BAB II
KONSEP MANAJEMEN

Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan,


pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating,
Controling) untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif dalam hal ini
berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses penyelenggaraan
yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu, berdasarkan atas hasil
analisis situasi yang didukung dengan data dan informasi yang akurat (evidence
based). Sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas memanfaatkan sumberdaya
yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya kesehatan sesuai standar dengan baik
dan benar, sehingga dapat mewujudkan target kinerja yang telah ditetapkan.
Dalam Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014, disebutkan bahwa Puskesmas
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama diwilayah
kerjanya. Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Daerah Kabupaten/kota, merupakan
bagian dari dinas kesehatan kabupaten kota sebagai unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten kota. Oleh sebab itu, Puskesmas melaksanakan tugas dinas
kesehatan kabupaten kota yang dilimpahkan kepadanya, antara lain kegiatan dalam
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/kota dan upaya
kesehatan yang secara spesifik dibutuhkan masyarakat setempat (local specific).
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Puskesmas tersebut, Puskesmas harus
melaksanakan manajemen Puskesmas (perencanaan, penggerakkan dan pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian dan penilaian) secara efektif dan efisien. Siklus manajemen
Puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan rutin berkesinambungan,
yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan secara bermutu,
yang harus selalu dipantau secara berkala dan teratur, diawasi dan dikendalikan
sepanjang waktu, agar kinerjanya dapat diperbaiki dan ditingkatkan dalam satu siklus
Plan-Do-Check-Action (P-D-S/C-A).
Untuk menjamin bahwa siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas berjalan
secara efektif dan efisien, ditetapkan Tim Manajemen Puskesmas yang juga dapat
berfungsi sebagai penanggungjawab manajemen mutu di Puskesmas. Tim ini
bertanggung-jawab terhadap tercapainya target kinerja Puskesmas yang bermutu,
melalui pelaksanaan upaya kesehatan yang merata dan bermutu sesuai standar. Tim
terdiri atas penanggungjawab upaya kesehatan di Puskesmas dan didukung
sepenuhnya oleh jajaran pelaksananya masing-masing.
Upaya kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara merata dan bermutu
sesuai standar, diwujudkan dengan bukti adanya perbaikan dan peningkatan
pencapaian target indikator kesehatan masyarakat dan perseorangan, seperti
menurunnya angka-angka kesakitan penyakit yang menjadi prioritas untuk ditangani,
menurunnya angka kematian balita, angka gizi kurang dan atau gizi buruk balita dan
maternal, menurunnya jumlah kematian maternal, teratasinya masalah-masalah
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya, dan lainnya.
Dalam menjamin bahwa kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai target kinerja
dan bermutu, diperlukan dukungan sumberdaya yang memadai baik dalam jenis, jumlah
maupun fungsi dan kompetensinya sesuai standar yang ditetapkan, dan tersedia tepat
waktu pada saat akan digunakan. Dalam kondisi ketersediaan sumberdaya terbatas,
maka sumberdaya yang tersedia dikelola dengan sebaik-baiknya, siap tersedia saat
akan digunakan sehingga tidak menghambat jalannya pelayanan yang akan
dilaksanakan.
Manajemen sumberdaya dan mutu merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan
Puskesmas yang tidak terpisah satu dengan lainnya, yang harus dikuasai sepenuhnya
oleh Tim Manajemen Puskesmas dibawah kepemimpinan Kepala Puskesmas, dalam
upaya mewujudkan kinerja Puskesmas yang bermutu, mendukung tercapainya sasaran
dan tujuan (goal and objective) penyelenggaraan upaya kesehatan di Puskesmas, agar
dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat di wilayah
kerjanya.
Siklus Manajemen Puskesmas yang digambarkan, merupakan bagian dari siklus
manajemen Puskesmas untuk periode lima (5) tahunan. Dalam menyusun perencanaan
5 (lima) tahun Puskesmas, maka selain mengacu pada Rencana Lima Tahunan dinas
kesehatan kabupaten kota yang sudah disusun, Puskesmas juga harus memperhatikan
dan mengacu pada Rencana Lima Tahunan Kementerian Kesehatan yang pada saat itu
berlaku. Apabila Puskesmas sebelumnya telah menyusun rencana 5 (lima) tahunan dan
rencana tahunan, maka dengan keluarnya kebijakan baru yang berkaitan dengan
kesehatan, Puskesmas perlu menelaah kembali rencana 5 (lima) tahun Puskesmas
yang telah disusun sebelumnya, dan menyesuaikannya untuk hal-hal yang sangat
prinsip dan prioritas, demikian pula untuk rencana tahunannya kedepan.
Berikut siklus manajemen Puskesmas yang dijelaskan dalam bentuk tabel (contoh untuk siklus tahun 2015, 2016, dan 2017):
No Tahapan Waktu Pelaksana Pihak Terkait Keluaran
Pelaksanaan
1. Evaluasi kinerja Puskesmas tahun 2015 Desember 2015 Puskesmas Dinkes Kab/Kota Hasil Penilaian Kinerja
melalui Penilaian Kinerja Puskesmas. Puskesmas tahun 2015

2. Persiapan Penyusunan RPK tahun 2016 Desember 2015 Puskesmas Draft RPK tahun 2016.
berdasarkan RUK yang telah disetujui dan
dibandingkan dengan hasil kinerja
Puskesmas tahun 2015
3. Analisa situasi dan pelaksanaan SMD, MMD Awal Januari Desa/ Pemangku Hasil analisa situasi
sebagai bahan penyusunan RUK tahun 2017 2016 Kelurahan kepentingan Tk. Hasil SMD dan MMD
dan Rencana lima tahunan periode 2018 s.d Desa/ Kelurahan
2022
4. Lokmin Bulanan Pertama Minggu Kedua Puskesmas Kesiapan pelaksanaan
Januari 2016 kegiatan bulan Januari tahun
2016
Bahan Musrenbangdes tahun
2016
Draft RUK tahun 2017
Draft Renstra tahun 2018 s.d
2022
5. Musrenbangdes Minggu keempat Desa/Kelur Pemangku Penyesuaian draft RUK tahun
Januari 2016 ahan kepentingan Tk. 2017 dengan hasil
Desa/ Kelurahan Musrenbangdes
Penyesuaian draft Renstra
tahun 2018 s.d 2022 dengan
hasil Musrenbangdes

6. Lokmin Bulanan Kedua Awal Minggu Puskesmas Kesiapan pelaksanaan


pertama Februari kegiatan bulan Februari tahun
2016 2016
Bahan Lokmin Triwulan
Pertama
7. Lokmin Triwulan Pertama Akhir Minggu Puskesmas LS terkait dan Bahan Musrenbangmat bidang
Pertama Februari tokoh masyarakat kesehatan
2016 di Kecamatan
8. Musrenbangmat Minggu kedua Kecamatan Pemangku Penyesuaian draft RUK tahun
Februari 2016 kepentingan Tk. 2017 dengan hasil
Kecamatan Musrenbangmat
Penyesuaian draft Renstra
tahun 2018 s.d 2022 dengan
hasil Musrenbangmat
9. Musrenbangkab Maret 2016 Kab/Kota Pemangku Penyesuaian Draft RUK tahun
kepentingan Tk. 2017 dengan hasil
Kab/kota Musrenbangkab
Penyesuaian draft Renstra
tahun 2018 s.d 2022 dengan
hasil Musrenbangkab
UPAYA KESEHATAN BERMUTU
Upaya kesehatan bermutu diartikan sebagai upaya dalam bentuk
pelayanan yang memberikan rasa puas sebagai pernyataan subjektif
pelanggan, dan menghasilkan outcome sebagai bukti objektif dari mutu
layanan yang diterima pelanggan. Oleh karena itu Puskesmas harus
menetapkan indikator mutu setiap pelayanan yang dilaksanakannya, yang
akan menjadi standar mutu layanan.
Untuk terselengaranya upaya kesehatan bermutu bagi masyarakat di
wilayah kerjanya, maka Tim Manajemen Puskesmas harus mampu bekerja
dengan baik dan professional, dibawah koordinasi dan supervisi Kepala
Puskesmas yang menjalankan fungsi kepemimpinannya yang baik dan tepat
sesuai situasi dan kondisinya, yang selalu memperhatikan kepentingan,
kebutuhan dan harapan masyarakat yang dilayaninya sebagai konsumen
eksternalnya, kepentingan dan kepuasan dari seluruh karyawan dan Tim
Manajemen sebagai konsumen internalnya, serta Pemerintah Daerah
Kabupaten/kota sebagai pemilik/owner yang kepentingan/kewenangan dan
kepuasannya diwakili oleh Dinas kesehatan kabupaten kota.
Melalui pola kepemimpinan yang diterapkan, upaya kesehatan yang
diselenggarakan di Puskesmas akan memberi hasil seperti diharapkan semua
pihak yaitu; pelayanan yang bermutu dan memuaskan kepada pelanggan
(Total Quality Services/TQS), yang akan mendapat tanggapan pelanggan
dalam bentuk loyalitasnya kepada fasilitas pelayanan (on going relationship),
yang akan memberi gambaran kepada Pemerintah daerah tentang kinerja
provider yang baik, berkualitas dan bertanggungjawab (Act Like an Owner),
yang seharusnya dapat dilihat dengan tercapainya target-target kinerja
Puskesmas dalam kontribusinya mendukung pencapaian target kinerja
pemerintah daerah bidang kesehatan sebagaimana ditetapkan dalam SPM
Bidang Kesehatan. Masyarakat yang sehat akan menguntungkan
Pemerintahnya (Profit to owner), sekalipun bukan dalam bentuk uang.
Pemerintah daerah seharusnya akan meningkatkan lagi pelayanannya kepada
masyarakat, dalam bentuk superior program dengan memberikan dukungan
politis dan sumberdaya untuk superior program kesehatan yang spesifik bagi
daerahnya melalui Puskesmas. Provider kesehatan yang sudah bekerja
dengan baik dan bertanggungjawab, selayaknya Pemerintah daerah
Kabupaten/kota melalui Dinas kesehatan kabupaten kota, akan memberikan
reward atas kinerjanya.

BAB III
PERENCANAAN PUSKESMAS

Perencanaan yang disusun secara tepat melalui pengenalan permasalahan


berdasarkan data yang akurat, dan diperoleh dengan cara dan dalam waktu yang tepat,
akan dapat mengarahkan upaya kesehatan (UKM/UKP) yang dilaksanakan di
Puskesmas untuk mencapai sasaran dan tujuan (Goal and Objective). Dalam mencakup
seluas mungkin sasaran masyarakat yang harus dilayani sesuai dengan kebutuhannya
dan mengingat ketersediaan sumberdaya yang terbatas, maka pelayanan kesehatan
harus dapat dilaksanakan secara terintegrasi baik lintas program maupun lintas sektor.
Atas alasan tersebut maka Kepala Puskesmas harus mampu membangun kerjasama
dan mengkoordinasikan program di internal Puskesmas dalam bentuk kerjasama lintas
program dan di eksternal dengan mitra lintas sektor, mengingat bahwa faktor penyebab
dan latar belakang masalah dari beberapa masalah kesehatan tertentu kemungkinan
hanya dapat diselesaikan oleh mitra lintas sektor. Puskesmas harus dapat bekerja sama
dengan lintas sektor terkait.
Peran pemerintah daerah sangat besar dalam menyelesaikan permasalahan
kesehatan di masyarakat, oleh karenanya Puskesmas perlu mencari dukungan dari
pemerintah daerah, mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten/ kota.
Proses perencanaan Puskesmas harus terintegrasi kedalam sistem perencanaan
daerah melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang
disusun secara Top down dan bottom-up, dimulai dari tingkat desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota dan seterusnya.
Proses perencanaan Puskesmas akan mengikuti siklus perencanaan
pembangunan daerah pada tingkatnya, dimulai dari tingkat desa/ kelurahan, selanjutnya
perencanaan disusun pada tingkat kecamatan, dan kemudian diusulkan ke Dinas
kesehatan kabupaten kota, sedangkan yang terintegrasi dengan lintas sektor
kecamatan akan diusulkan melalui kecamatan ke pemerintah daerah kabupaten/kota,
dalam hal ini adalah Bappeda Kabupaten/kota.
Gambar 3. Siklus Perencanaan dan Penganggaran Daerah

Puskesmas akan menyusun Rencana 5 (lima) tahunan dan rincian rencana


tahunannya berdasarkan pada hasil evaluasi dan kecenderungan sepanjang tahun
berjalan sebelumnya dan mengacu pada kebijakan kesehatan dari tingkat administrasi
diatasnya, baik kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Untuk kepentingan penyusunan
perencanaan Puskesmas, perlu dipelajari beberapa acuan antara lain tentang Program
Indonesia Sehat dalam Rencana Lima Tahunan Kemenkes 2015-2019 (*).

PROGRAM INDONESIA SEHAT

1. Pilar Pendekatan Paradigma Sehat.


a. Upaya promotif dan preventif sebagai pilar utama upaya kesehatan.
Pada prinsipnya, perencanaan yang disusun Puskesmas, selain bertujuan agar
Puskesmas dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan yang ada di masyarakat, juga
dapat mendorong masyarakat tahu, mau dan mampu berperilaku hidup sehat secara
mandiri, melalui kemampuannya memelihara dan menjaga kesehatannya tetap baik
(yang sehat tetap sehat, yang sehat tidak jatuh sakit). Masyarakat diharapkan tahu,
mau dan mampu mengenal masalah kesehatan yang sering dihadapi dan risiko-risiko
kesehatan yang mungkin akan terjadi, serta penyebab dan latar belakangnya. Masyarakat
juga diharapkan tahu, mau dan mampu mencegah dan mengatasi masalah kesehatannya
dalam batas kemampuan dan sesuai kewenangannya; tahu, mau dan mampu merujuk
masalah kesehatan yang tidak mampu diatasi secara mandiri, dengan cepat dan tepat
ketika dibutuhkan.

b. Pengarus-utamaan kesehatan dalam pembangunan


Untuk pemantauan kondisi lingkungan, Puskesmas mengajarkan kepada masyarakat
cara-cara mengidentifikasi dampak kondisi lingkungan yang merugikan terhadap
kesehatan dan menyampaikan data/informasi yang didapat kepada Puskesmas dan pihak
terkait atas temuannya, sehingga Puskesmas dan pihak berwenang dapat mengantisipasi,
menjaga dan mengatasi permasalahannya.
Kondisi lingkungan yang seutuhnya/holistic mencakup aspek bio-psiko-sosio-
kultural-spiritual. Perubahan lingkungan yang terjadi sepanjang tahun karena
pergantian musim, juga perlu diperhitungkan dalam perencanaan karena perubahan
penyakit yang sifatnya musiman (seasonal), begitu pula prediksi timbulnya risiko akibat
perubahan lingkungan karena sebab lain, baik karena bencana alam ataupun bencana
akibat ulah manusia (man made disasters) sebagai kondisi matra, yang ternyata tidak
hanya menimbulkan kerusakan fisik yang menyebabkan trauma, melainkan juga
kemungkinan terjadi perubahan ekosistem yang berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat, misalnya akibat kebakaran hutan, kebakaran lahan gambut, akibat banjir,
dampak aktivitas gunung berapi dan lainnya, bahkan tidak mengabaikan timbulnya risiko
penyakit ataupun gangguan dan masalah kesehatan sebagai dampak pembangunan
infrastruktur atau fisik lainnya, baik program pembangunan pemerintah ataupun swasta,
karena pemerintah sudah memposisikan kesehatan dalam salah satu tujuan utama
(mainstream) pembangunan.
Masyarakat sudah diajak berperan serta sejak awal untuk turut serta menjaga dan
mempertahankan lingkungan yang sudah sehat tetap sehat dan bahkan lebih sehat, turut
serta menjadikan lingkungan yang belum sepenuhnya sehat menjadi sehat.

c. Pemberdayaan masyarakat dan Langkah-langkahnya.


Puskesmas harus mampu mengenali potensi yang ada di masyarakat, baik berupa
sumberdaya yang dapat difungsikan secara optimal, kompetensi masyarakat, tokoh
masyarakat dan tokoh berpengaruh lainnya, seperti tokoh agama, tokoh panutan dan
lainnya. Untuk hal tersebut, Puskesmas harus mampu melakukan pemetaan masyarakat,
untuk dapat memilih dan menggerakkan kelompok potensial yang akan menjadi mitra
pertamanya, untuk selanjutnya bersama mereka dapat menggarap kelompok non
potensial lainnya secara bertahap untuk menjadi mitranya kemudian.

Untuk beberapa kegiatan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan


perilaku masyarakat dalam mewujudkan kemandirian hidup sehatnya, perlu dilakukan
upaya pemberdayaan dimana masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam berbagai
upaya yang diselenggarakan baginya, sehingga upaya-upaya kesehatan yang
dilaksanakan akan berdampak terhadap perbaikan dan peningkatan status kesehatan
masyarakat. Proses pemberdayaan masyarakat dalam hidup sehat yang perlu dilakukan,
juga harus direncanakan dengan baik melalui tahapan-tahapan upaya peningkatan
kemampuan masyarakat dalam meningkatkan kehidupan sehatnya, mencegah penyakit
serta mengatasi masalah/gangguan kesehatan ringan secara mandiri melalui asuhan
mandiri kesehatan, baik dengan cara-cara konvensional dengan keberadaan pos obat
desa (POD) di lingkungan masyarakat atau melalui asuhan mandiri kesehatan tradisional
dengan pemanfaatan tanaman obat keluarga (TOGA) atau keterampilan akupresur
mandiri.
Dalam kondisi keterbatasan kemampuan/tidak mampu mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri, masyarakat harus tahu bagaimana meminta pertolongan secara cepat ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Proses ini mengambarkan bagaimana memerankan
masyarakat dalam upaya promotif dan preventif, dan menjadikannya sebagai pilar utama
dari upaya kesehatan dalam paradigma sehat. Melalui pendekatan seperti diuraikan
diatas, Puskesmas telah mengimplementasikan paradigma sehat dari pilar pertama
Program Indonesia Sehat dalam Rencana Lima Tahunan Kementerian Kesehatan 2015-
2019.

2. Pilar Penguatan Pelayanan Kesehatan.


Pilar kedua (ke-2) dari tiga (3) pilar Program Indonesia Sehat dalam Rencana Lima
Tahunan Kementerian Kesehatan 2015-2019 adalah Penguatan Pelayanan Kesehatan.
Penguatan pelayanan kesehatan akan dilakukan melalui pendekatan peningkatan akses
pada pelayanan kesehatan, khususnya ke FKTP/Puskesmas, optimalisasi sistem rujukan,
penerapan pendekatan pelayanan berkesinambungan dalam siklus hidup (continuum of
health care across the life cycle), dan intervensi berbasis risiko kesehatan.
a. Peningkatan Akses Pada Pelayanan Khususnya FKTP/Puskesmas
Untuk menjamin masyarakat di wilayah kerja Puskesmas mendapat pelayanan
kesehatan, Kepala Puskesmas akan membagi habis wilayah kerja Puskesmas dan
menetapkannya menjadi daerah-daerah binaan (Darbin) Puskesmas. Setiap Darbin
Puskesmas dapat terdiri atas satu atau lebih desa/kelurahan, tergantung keberadaan Tim
Pembina Keluarga yang dapat dibentuk Puskesmas. Kepala Puskesmas menyerahkan
pembinaan wilayah Darbin kepada Tim Pembina Keluarga, dibawah koordinasi dan
pengaturan Kepala Puskesmas.
Semua petugas kesehatan di Puskesmas tanpa kecuali akan ditugaskan menjadi
anggota Tim Pembina Keluarga. Kepala Puskesmas akan mengkoordinasikan,
mengarahkan, menggerakkan semua Tim Pembina Keluarga Puskesmas, untuk bersama-
sama secara terpadu merancang perencanaan kegiatan pelayanan kesehatan, dengan
target sasaran dibagi per kelompok berdasarkan siklus kehidupan, agar semua target
sasaran dapat dijangkau dan menjangkau pelayanan kesehatan yang terstandar dan
bermutu sesuai kebutuhan dan dilaksanakan secara terpadu Lintas Program dan Sektor.
Pada lokasi di desa/kelurahan tidak ada petugas kesehatan menetap, Tim Pembina
Keluarga akan datang secara berkala ke lokasi dalam bentuk kegiatan Puskesmas
Keliling, melakukan pemantauan kinerja sekaligus pembinaan UKBM dan menindaklanjuti
dengan tindakan koreksi (corrective action) di setiap tahapan pelaksanaan sampai pada
akhir tahun kegiatan. Perlu diingatkan bahwa tujuan kunjungan lapangan dalam kegiatan
Puskesmas Keliling, bukan hanya untuk memberikan pelayanan dan rujukan
pengobatan/kuratif (UKP) semata sebagaimana banyak dilaksanakan Puskesmas selama
ini, melainkan juga memberikan solusi terhadap masalah kesehatan yang dihadapi
masyarakat dari berbagai aspek kebutuhan pelayanan. Rencana kegiatan dan jadwal
kunjungan Tim Pembina Keluarga ke lapangan harus disusun, agar upaya-upaya
kesehatan (UKM dan UKP) yang akan dilaksanakan di semua Darbin dapat dilaksanakan,
dipantau dan dievaluasi sesuai rencananya. Usulan harus dirancang minimal untuk
periode 1 tahun, dengan jadwal dan lokasi sasaran yang jelas serta kebutuhan
sumberdayanya.
Tim Puskesmas Keliling harus berkunjung ke lokasi pelayanan Darbin secara teratur
minimal 1 (satu) kali per bulan pada lokasi yang sama. Kunjungan berkala ke seluruh
Darbin akan dilakukan secara lengkap, selain memenuhi kebutuhan pelayanan dan
konsultasi/konseling kesehatan yang dibutuhkan masyarakat umumnya, juga
memperhatikan kebutuhan layanan yang spesifik untuk Darbin tertentu. Layanan yang
diberikan antara lain berupa layanan kesehatan individu dan kesehatan masyarakat,
dalam program-program KIA/KB, Gizi, Kesehatan lingkungan, PM, PTM, pemantauan
kegiatan survailans, serta menindaklanjutinya melalui analisis temuan hasil pemantauan,
untuk mengetahui kecenderungan/ trend atas suatu hal yang diamati/dipantau dan
kebutuhan layanan kesehatan lainnya.
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dibidangnya masing-masing, perlu
didukung tenaga promosi kesehatan yang sudah mendapatkan Diklat Teknik Komunikasi
dan Konseling. Dengan dukungan tenaga promosi kesehatan yang memiliki kompetensi
teknik yang baik, diharapkan proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), Komunikasi
Interpersonal dan Konseling (KIPK), dan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) yang
dilaksanakan, akan dapat berjalan dengan efektif. Pada desa/kelurahan yang sudah ada
Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa sebagai jaringan pelayanan Puskesmas, petugas
yang ditempatkan di lokasi-lokasi tersebut, akan menjadi anggota/ketua Tim Pembina
Keluarga setempat yang diperkuat dengan tambahan anggota yang bekerja di Puskesmas
induknya.
Pada kondisi terdapat keterbatasan tenaga dan sumberdaya lainnya, kunjungan Tim
Puskesmas Keliling ke lokasi yang sama tetap harus dilakukan minimal 4 kali per tahun.
Melalui pendekatan demikian, diharapkan pelayanan kesehatan akan terselenggara
secara efektif dan efisien, sehingga akan memberi dampak perbaikan dan peningkatan
status kesehatan masyarakat. Pelayanan dan pembinaan kesehatan yang diberikan
dengan baik dan berkualitas kepada seluruh masyarakat di semua Darbin dalam wilayah
kerja Puskesmas sebagai jaringan Puskesmas, didukung dengan rujukan layanannya di
Puskesmas, akan menjamin seluruh masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas dapat
menjangkau dan dijangkau pelayanan dan pembinaan kesehatan.
Kegiatan pelayanan Puskesmas Keliling oleh Tim Pembina Keluarga Puskesmas,
harus dirancang dan diperhitungkan dengan teliti, melakukan telaah lapangan dalam
upaya pemerataan dan peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, baik
UKM maupun UKP. Puskesmas juga harus berkoordinasi dengan lintas sektor terkait
untuk merancang kegiatan-kegiatan pelayanan prioritas, minimal dalam lingkup SPM
bidangnya masing-masing secara terpadu dan selanjutnya melakukan kegiatan pelayanan
secara terkoordinasi dan terpadu dalam upaya sinkronisasi kegiatan pelayanan antar
sektor, sehingga Tim Lintas Sektor Kecamatan dapat saling mendukung memenuhi
kebutuhan layanan masyarakat yang selengkapnya. Dengan pola perencanaan dan
pelayanan terpadu Lintas Program dan Lintas Sektor, maka dalam rencana usulan
kegiatan (RUK) yang disusun akan terlihat dengan jelas keterpaduannya.
Penunjukan lokasi kunjungan Puskesmas Keliling ke Darbin Puskesmas,
desa/kelurahan, juga harus dapat dilihat dari hasil rumusan Musrenbang desa/kelurahan
lokasi sasaran. Untuk Puskesmas dengan bagian wilayah kerjanya terpencil/sangat
terpencil, dimana Pemerintah daerah Kabupaten/ kota belum dapat menempatkan tenaga
kesehatan menetap di lokasi tersebut, demikian pula Tim Puskesmas Keliling dengan
sarana dan prasarana yang dimiliki tidak mampu menjangkau lokasi dimaksud, maka pola
pelayanan mobile dari tingkat kabupaten/kota dan atau provinsi yang terjadwal teratur
diharapkan dapat membantu Puskesmas, dalam upaya memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan secara komprehensif kepada masyarakat, berupa layanan promotif-preventif
dan kuratif-rehabilitatif serta layanan rujukan medis dan kesehatan masyarakat.
Pola Pelayanan Mobile dari kabupaten/kota dan atau provinsi dilaksanakan oleh Tim
Pelayanan Kesehatan Bergerak (TPKB). Kegiatan pelayanan oleh TPKB menuju
sasaran lokasi strategis, harus dirancang dengan sangat baik karena melibatkan banyak
pihak di luar Puskesmas dan kemungkinan mengikutsertakan tenaga kesehatan berbagai
tingkat dan RS. Pola pelayanan kesehatan melalui TPKB selain untuk peningkatan akses
pelayanan, juga untuk pelayanan rujukan, dengan perencanaan kegiatan tetap harus
dirancang dari Puskesmas yang membutuhkan dukungan pelayanan rujukan dari TPKB
yang dikirimkan melalui mekanisme perencanaan terintegrasi dalam forum Musrenbang.
Perencanaan dimaksud harus didukung data akurat dan lengkap, disertai alasan yang
jelas dan kuat, yang mendasari usulan Puskesmas mendapat dukungan Dinkes
Kabupaten/kota dan atau Provinsi.

b. Optimalisasi Sistem Rujukan.


Optimalisasi sistem rujukan dalam penguatan pelayanan kesehatan diartikan bahwa
sistem rujukan hendaknya dilaksanakan dengan baik, sesuai tingkat kewenangan dari
petugas dan fasilitas kesehatan bersangkutan dengan menggunakan sumberdaya secara
efisien untuk mendapatkan hasil efektif.
Dalam Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas disebut pada pasal 41 (1):
Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya kesehatan, dapat melaksanakan rujukan,
dan (2): Rujukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai sistem
rujukan. Dalam Permenkes No. 01 Tahun 2012, tentang Sistem Rujukan Nasional pada
pasal 3 disebutkan bahwa Sistem Rujukan pelayanan kesehatan merupakan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung-
jawab pelayanan kesehatan secara timbal-balik, vertikal dan horizontal. Selanjutnya,
dalam pasal 1 Permenkes No. 05 Tahun 2014 disebutkan bahwa Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di FKTP bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter dalam memberikan
pelayanan di FKTP, baik milik pemerintah maupun swasta, dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan.
Ketiga Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagaimana disebutkan diatas,
mengatur sekaligus menjadi acuan kepada Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya-
upaya kesehatan dikaitkan dengan sistem rujukan sesuai dengan ketentuan, baik rujukan
penyelenggaraan pelayanan individu (UKP) ke Rumah Sakit Rujukan, maupun rujukan
kesehatan masyarakat (UKM) ke Dinas kesehatan kabupaten kota, dalam satu sistem
rujukan yang seharusnya berfungsi secara rasional dan optimal. Dalam menghadapi
kondisi diluar kewenangan, Puskesmas diwajibkan melakukan rujukan secara rasional
sekaligus optimal. Rasional artinya rujukan dilakukan sesuai kebutuhan dan dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang berlaku, sedangkan optimal diartikan bahwa untuk
terlaksananya rujukan akan menggunakan cara yang paling tepat sehingga sumberdaya
yang digunakan efisien. Batasan rujukan yang rasional dan optimal juga diartikan bahwa
rujukan kasus individu atau masalah kesehatan masyarakat tidak perlu dilakukan, bila
masih berada dalam batas kewenangannya.
Kondisi sebaliknya, rujukan tidak akan ditunda-tunda ketika hal tersebut memang
dibutuhkan dan harus dilaksanakan dengan memperhatikan tujuan fasilitas yang tepat
kemana rujukan kasus dan atau masalah kesehatan akan dikirimkan. Bila sistem
komunikasi rujukan telah terbangun, dipastikan bahwa fasilitas kesehatan rujukan yang
dituju siap menerima rujukan kasus terutama pada rujukan dalam kondisi emergensi,
sehingga rujukan yang dilaksanakan tidak sia-sia.
Rujukan akan lebih baik bila dilakukan pada kondisi pra emergensi terutama untuk
mengantisipasi kondisi emergensi individu dari lokasi terpencil/sangat terpencil, sehingga
kasus dirujuk sedini mungkin ketika kondisi risiko terdeteksi, sebagai rujukan elektif
terencana.
Hal sama juga dilakukan untuk rujukan masalah kesehatan masyarakat, karenanya
kondisi risiko kesehatan masyarakat perlu dideteksi sedini mungkin, melalui kegiatan
survailans, dengan melakukan pengamatan atas data tertentu untuk mengetahui kondisi
situasi kesehatan masyarakat saat itu, dan menganalisis kecenderungannya (trend
analysis), pada sasaran kelompok masyarakat terpajan/ exposure, dimana lokasinya, dan
kapan kejadiannya (person, place, time), dan mengikuti terus menerus agar Puskesmas
mengetahui kecenderungannya/trend perkembangan masalahnya dari waktu ke waktu,
dan pada saat tepat Puskesmas dapat memutuskan intervensi apa yang harus dilakukan
pada kondisi kesehatan masyarakat. Dengan kemampuannya melakukan analisis
kecenderungan (trend analysis) dalam Sistem Kewaspadaan Dini (early warning system),
Puskesmas akan mampu mengantisipasi terjadinya kondisi emergensi kesehatan
masyarakat, berupa KLB (Outbreak/Unusual event). Bila dari hasil analisis ditemukan
adanya risiko, Puskesmas sudah harus mengantisipasi untuk melakukan suatu langkah
pencegahan dan atau tindakan yang tepat, dan dalam kondisi Puskesmas merasa akan
mengalami kesulitan, Puskesmas harus merujuk masalahnya ke Dinas kesehatan
kabupaten kota, sebelum KLB terjadi. Secara teknis, implementasi sistem rujukan yang
berjalan rasional dan optimal, memungkinkan pelayanan kesehatan dapat terselenggara
dengan baik, bermutu, efektif dan efisien, baik pada sasaran individu maupun sasaran
masyarakat, dilaksanakan oleh tenaga professional di bidangnya, sesuai dengan tingkat
kewenangan fasilitas pelayanan kesehatan bersangkutan.
Rujukan rasional dilakukan secara berjenjang, sesuai Permenkes yang mengatur
sistem rujukan, dimana Puskesmas diposisikan sebagai gate keeper dalam sistem
pelayanan kesehatan. Dalam kondisi emergensi kasus individu ataupun masalah
kesehatan masyarakat di dalam wilayah kerja Puskesmas, alur rujukan kasus maupun
pemberian bantuan pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak harus mengikuti
jenjang yang ditetapkan, agar masalah yang dihadapi dapat terselesaikan secara cepat
dan tepat.
Melalui sistem pelaporan yang terkirim tepat waktu dari Puskesmas ke Dinas
kesehatan kabupaten kota, maka kondisi risiko atau kecenderungan untuk terjadinya KLB
akan dapat segera diketahui pihak Dinas Kesehatan. Dinas kesehatan kabupaten kota
dapat memberikan bantuannya sekaligus peringatan dini kepada Puskesmas, terutama
jika kemampuan Puskesmas masih terbatas. Hal ini pun merupakan salah satu bentuk
pelayanan rujukan yang diberikan oleh Dinas kesehatan kabupaten kota, sebagai
tindakan dalam Kewaspadaan Dini.
Dalam hal proses merujuk mengalami kendala atau sangat sulit untuk melakukan
rujukan, terutama untuk kasus individu seperti emergensi kasus medis, ataupun KLB
masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di lokasi-lokasi terpencil/sangat terpencil,
pemerintah daerah yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas kesehatan kabupaten kota dan
atau Provinsi, harus mengambil sikap dan keputusan untuk memberikan solusi atas
kesulitan merujuk.
Hal utama yang perlu dilakukan dalam menyikapi keterbatasan akses untuk rujukan
adalah penguatan upaya promotif dan preventif di wilayah tersebut. Upaya yang dilakukan
yaitu pendekatan paradigma sehat, seperti yang telah diuraikan dalam pilar pertama
Program Indonesia Sehat. Di lokasi yang sangat sulit dimana Puskesmas tidak mampu
mengakses bagian dari wilayah kerjanya melalui moda transportasi yang ada, Puskesmas
dapat merujuk masalahnya kepada Dinas kesehatan kabupaten kota untuk melakukan
layanan TPKB, yang akan difungsikan sebagai pemberi layanan rujukan, sekaligus
mendukung pemantauan masalah kesehatan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Layanan TPKB bukan hanya kuratif,
tetapi layanan yang komprehensif, berupa identifikasi sedini mungkin risiko untuk
terjadinya kasus emergensi individu sehingga dapat dilakukan tindakan rujukan elektif
terencana untuk kasus risiko emergensi individu, atau mengantisipasi terjadinya satu
Outbreak/KLB masalah kesehatan masyarakat, dalam satu kerangka pelayanan dalam
community safety dan tindakan pencegahan segera pra KLB kesehatan masyarakat.
Untuk tujuan memenuhi kebutuhan rujukan medis dan kesehatan masyarakat dalam
pelayanan TPKB di daerah terpencil/sangat terpencil, dengan pertimbangan tertentu
dapat melibatkan tenaga dokter spesialis dan tenaga professional di bidang kesehatan
masyarakat sebagai anggota Tim sesuai kebutuhan, sehingga dapat mendeteksi sedini
mungkin kondisi risiko emergensi individu dan risiko terjadi KLB di daerah terpencil/sangat
terpencil.
Untuk kepentingan penyusunan perencanaan kegiatan rujukan melalui layanan TPKB,
perlu diketahui bentuk pelayanan yang diperkirakan dapat diselenggarakan, antara lain
berupa: Pelayanan kesehatan masyarakat prioritas, termasuk survailans dalam kerangka
Sistem Kewaspadaan Dini (early warning system), intervensi untuk Identifikasi kondisi
risiko dan antisipasinya; Penyuluhan-penyuluhan kesehatan, gizi dan lingkungan; Upaya
pencegahan termasuk imunisasi, skrining kesehatan pada kelompok-kelompok tertentu,
pemeriksaan status gizi, utamanya Maternal, Ibu menyusui, Balita, dan intervensinya;
Upaya pemberdayaan masyarakat dalam kemampuan hidup sehat secara mandiri melalui
asuhan mandiri; Pelayanan kesehatan individu tanpa tindakan medik operatif dengan
rawat inap, dan kebutuhan pelayanan kesehatan lainnya yang spesifik untuk lokasi
bersangkutan, transfer pengetahuan dan kemampuan teknis untuk mengantisipasi
terjadinya KLB dan risiko medis dalam batas kewenangan bagi petugas dilokasi, dan
sebagainya.
Lokasi penyelenggaraan TPKB akan ditetapkan oleh Dinas kesehatan kabupaten kota
atau provinsi setelah melakukan pemetaan lokasi sasaran dan perhitungan efektifitas dan
efisiensi pelaksanaannya, baik untuk masyarakat yang akan mengakses layanan rujukan,
maupun TPKB agar dapat melayani dengan baik. Kejelasan lokasi harus sudah ditetapkan
sejak awal perencanaan, untuk menetapkan jenis/moda transportasi berikut alur
perjalanan yang paling mudah ditempuh keduanya termasuk pembiayaannya, kejelasan
kebutuhan pelayanan rujukannya, sekaligus kebutuhan sumberdayanya.
Puskesmas akan turut serta merencanakan, minimal dalam memberikan informasi
tentang kebutuhan layanan rujukannya, yang didukung dengan data yang lengkap, akurat,
dan terbaru. Upaya peningkatan atau perluasan akses pada upaya-upaya kesehatan yang
diselenggarakan Puskesmas penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan, karena hal ini
merupakan salah satu indikator yang mengukur mutu penyelenggaraan UKM yang
dilaksanakan Puskesmas sehingga penyusunan rencana peningkatan akses harus
menjadi perhatian Puskesmas dan pembinanya, yaitu Dinas kesehatan kabupaten kota.

c. Penerapan Pendekatan Continuum of Health Care across the life cycle


Upaya kesehatan (UKM/UKP) tingkat pertama yang dilaksanakan di Puskesmas
merupakan pelaksanaan fungsi Puskesmas yang harus dilaksanakan secara terintegrasi
lintas program dengan harapan akan saling menguntungkan para pihak yang saling
bekerjasama. Hal ini memungkinkan apabila Puskesmas dapat menerapkan model
pendekatan pelayanan terpadu secara berkelanjutan dalam siklus kehidupan (continuum
of community of health care across life cycle). Kelompok-kelompok target sasaran
tersebut adalah:
Pasangan Usia Subur (PUS),
Maternal dan Neonatal,
Usia Balita dan Prasekolah,
Usia Sekolah pada Tingkat Pendidikan Dasar (Klas 1 s/d 9),
Usia Remaja/Usia Sekolah Klas 10-12
Usia Dewasa/Usia Kerja, dan
Usia Lanjut.

Pelayanan kesehatan untuk masing-masing kelompok target sasaran harus


mendapatkan pelayanan kesehatan dasar/tingkat pertama, baik untuk pelayanan
kesehatan individu (UKP) sesuai kebutuhan dasarnya maupun pelayanan kesehatan
masyarakatnya (UKM), minimal menurut ketentuan dalam SPM bidang kesehatan, di
kabupaten/kota, maupun pelayanan individu.

Identifkasi dan penetapan kebutuhan layanan pada kelompok-kelompok


masyarakat dalam tahapan siklus kehidupan sebagaimana dalam contoh Tabel 1
berikut akan mengarahkan keterpaduannya.

TARGET KEBUTUHAN KETERPADUAN MITRA/RUJUKAN


No
SASARAN PELAYANAN PROGRAM PUSKESMAS
1 PUS, Masa KB Masa KIE: Healthy BKKBN
Interval, dapat Interval MKJP Life Style , PKK, Kepolisian,
mempersiap- Mempertahankan Kes. Kerja . Sosial, dll
kan WUS & meningkatkan Cegah: PMS,
untuk ke- kualitas hidup HIV/AIDS,
hamilan YAD, sehatnya. ATM, Imm TT.
dan dalam Cegah Anemi
kondisi sehat WUS,
KEK/KEP
Pelayanan
Perkesmas
2 Maternal & ANC (1-4), Yan Gizi; IMD, BKKBN
Neonatal, Terpadu ASI Eksklusif Pertanian,
kehamilan & Rujukan PONED/ PM: ATM, Peternakan,
persalinan PONEK, PM, PMS, perikanan
sehat & aman, PTM HIV/AIDS, Imm PKK
Bayi lahir PN, KN1- TT, HB0 LS Lainnya
sehat, KN3/KF1-KF3 PTM, RS, Dinkes Kab/
Neonatal sehat KB Pasca Kendalikan DM kota
Nifas sehat Salin/KB Post KIE 1000 HPK,
dan KB post Partum KB, Gizi,
partum Laboratorium
Pelayanan
Perkesmas

3 Layanan bagi Yankes 1000 Gizi: ASI RS, Dinkes Kab/


Bayi <2 Th HPK Ekslusif, kota, BKKBN
Perkembangan Yankes Tumbuh- MPASI, Gizi Pertanian,Perikanan
pertumbuhan, kembang <2 seimbang LS Lainnya
sehat , gizi Tahun PPM,
sehat, men Imunisasi bayi Imunisasi
dapat lengkap lengkap
imunisasi IMD, ASI Ekslusif KIE perawatan
lengkap bayi Rujukan kasus Bayi Sehat /
individu Sakit
UKP Tingkat
Pertama,
MTBS
4. Yankes Anak Dst Dst Dst
(2-5) tahun
6 Yankes Dst Dst Dst
Remaja
7 Yankes Usia Dst Dst Dst
Dewasa
8 Yankes pada Dst Dst Dst
Usila

Mekanisme kerjasama Lintas Program yang dibangun melalui penerapan model


pelayanan dalam siklus kehidupan, sekaligus memperhitungkan target sasaran untuk
masing-masing Darbin di setiap desa/kelurahan, akan diperoleh cakupan yang tinggi
sehingga pelayanan menjadi efektif dan efisien.

d. Intervensi Berbasis Risiko Kesehatan


Program khusus untuk menangani permasalahan kesehatan pada bayi, balita dan
lansia, maternal, pengungsi, keluarga miskin, kelompok-kelompok berisiko, serta
masyarakat di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan, dan daerah bermasalah
kesehatan, termasuk pula masyarakat yang berada dalam lokasi-lokasi konflik dan rawan
keamanan, berada di daerah endemis penyakit menular yang belum berhasil
ditanggulangi, daerah-daerah rawan bencana, kondisi matra lapangan, dan kondisi risiko
lainnya. Untuk Puskesmas yang mempunyai lokasi-lokasi dengan kondisi risiko spesifik,
harus dapat merancanakan, agar dapat mengantisipasi terhadap risiko yang mungkin
terjadi.

3. Pilar Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


Merupakan bentuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan yang
dikembangkan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta yang
bersedia bekerjasama dengan mengikuti ketentuan yang berlaku. Pelayanan kesehatan
perseorangan yang diselenggarakan di Puskesmas, sebagai berikut:
Diselenggarakan dalam kerangka Primary Care Management.
Pelayanan individu yang berorientasi pada Komunitas (Community Orientation)
Berkemampuan dalam menyelesaikan permasalahan yang spesifik (Specific Problem
Solving Skill).
Pendekatan komprehensif dengan mengutamakan pada upaya promotif dan preventif,
serta penyakit-penyakit yang bukan hanya bersifat akut tetapi juga kronis
(Comprehensive Approach).
Berorientasi pada sasaran/yang dilayani (Person Centered Care)
Pendekatan Holistic, Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual (Holistic Approach)

Penyelenggaraan pelayanan dalam JKN akan mengikuti ketentuan yang berlaku. Yang
perlu diperhatikan dan dipantau untuk melengkapi data penyusunan rencana
penyelenggaraan UKP di Puskesmas, secara bertahap Puskesmas mampu berfungsi
sebagai gate keeper dan sekaligus dapat mendorong masyarakat mampu mandiri mengatasi
masalah kesehatannya. Pelayanan kesehatan individu perlu ditata kembali agar secara
bertahap terjadi pergeseran paradigma, dari paradigma sakit menuju paradigma sehat.
Dengan pergeseran ini diharapkan kunjungan rawat jalan pengobatan secara bertahap akan
menurun, sehingga untuk tujuan ini perlu disusun rencana aksinya. Melalui asuhan mandiri,
perlu dilakukan pemantauan kinerja pelayanan UKP berikut ini:
Kepatuhan pelayanan UKP terhadap standar pelayanan klinis yang ditetapkan dalam
standar mutu layanan.
Kepatuhan dalam memenuhi persyaratan pelaksanaan rujukan dikaitkan dengan
fungsi Puskesmas sebagai gate keeper.
Menilai kerasionalan pemberian obat dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan
perseorangan.
Menganalisis data kunjungan rawat jalan, jumlah kunjungan kasus dengan rincian
diagnosis dikaitkan dengan masalah kesehatan di masyarakat (survailans) untuk
kewaspadaan dini penyakit/masalah kesehatan masyarakat.
Mengevaluasi pelayanan rawat inap, serta tindaklanjut rujukan dan rujukan baliknya.
Memperhitungkan prediksi kunjungan rawat jalan, rawat inap atau rujukan kasus,
termasuk pelayanan persalinan normal dan rujukan emergensi/ komplikasi maternal
dan neonatal, yang memerlukan fasilitas rawat inap.
Menyusun rencana perbaikan kinerja pelayanan klinis dan merencanakan kebutuhan
dukungan sumberdaya secara rasional.
Tindaklanjut kasus pelayanan individu untuk terwujudnya Keluarga Mandiri (KN: I s/d
IV), yang dilakukan melalui pendekatan perawatan kesehatan masyarakat, yang
dilakukan secara terpadu dengan berbagai program sesuai kebutuhan individu dan
keluarganya, di dalam Program Keluarga Sehat.

A. PENYUSUNAN PERENCANAAN LIMA TAHUNAN


Dalam rangka meningkatkan prinsip penyelenggaraan Puskesmas, agar mampu
mencapai visi yang diharapkan serta mengembangkan dan membina pelayanan
kesehatan diwilayahnya secara efektif dan efisien, perlu disusun suatu perencanaan
Lima Tahunan ditingkat Puskesmas. Dengan adanya Rencana Lima Tahunan
Puskesmas, maka kelangsungan pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan pada
setiap tahun untuk satu periode akan dapat lebih terjamin, walaupun terjadi pergantian
pengelola dan pelaksana kegiatan di Puskesmas maka diharapkan pengembangan
program kegiatan tetap berjalan sesuai dengan Rencana Lima Tahunan yang telah ada.
Penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas dilakukan pada setiap periode lima
tahun, dengan tahap pelaksanaannya sebagai berikut:
1. Persiapan
Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalam proses
penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas agar memperoleh kesamaan
pandangan dan pengetahuan untuk melaksanakan tahap perencanaan. Tahap ini
dilakukan dengan cara:
(a) Kepala Puskesmas membentuk Tim Penyusun Rencana Lima Tahunan
Puskesmas yang anggotanya terdiri dari Tim Pembina Wilayah dan Tim
Pembina Keluarga di seluruh wilayah Puskesmas dan Tim Manajemen
Puskesmas.
(b) Kepala Puskesmas menjelaskan tentang Pedoman Manajemen Puskesmas
kepada tim agar dapat memahami pedoman tersebut demi keberhasilan
penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas.
(c) Tim mempelajari:
1) Rencana Lima Tahunan Dinas kesehatan kabupaten kota, yang
merupakan turunan dari Rencana Lima Tahunan Dinas Kesehatan
Provinsi dan Rencana Lima Tahunan Kementerian Kesehatan.
2) Standar Pelayanan Minimal tingkat kabupaten/kota.
3) Target yang disepakati bersama Dinas kesehatan kabupaten kota, yang
menjadi tanggungjawab Puskesmas.
4) Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
5) Penguatan Manajemen Puskesmas Melalui Pendekatan Keluarga.

2. Analisis Situasi
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan dan
mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi Puskesmas, agar dapat
merumuskan kebutuhan pelayanan dan pemenuhan harapan masyarakat yang
rasional. Tahap ini dilakukan dengan cara:
(a) Mengumpulkan data kinerja Puskesmas:
Puskesmas mengumpulkan dan mempelajari data kinerja dan gambaran
status kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dalam 4 tahun
yang dimulai dari (tahun N-5) sampai dengan (tahun N-2) untuk setiap
desa/kelurahan. N menunjukan tahun yang akan disusun, sehingga untuk
menyusun perencanaan lima tahunan (sebagai contoh perencanaan lima
tahunan 2017-2021), maka data kinerja akhir tahun yang dikumpulkan dan
dipelajari adalah tahun 2012, 2013, 2014 dan 2015. Data yang dikumpulkan
ditambah hasil evaluasi tengah periode (midterm evaluation) dari dokumen
laporan tahun berjalan. Adapun data kinerja dan status kesehatan masyarakat
diperoleh dari Sistem Informasi Puskesmas. Data yang dikumpulkan adalah:
1) Data kematian, yang mencakup:
Jumlah kematian yang menjadi indikator derajat kesehatan masyarakat
(seperti jumlah kematian Bayi, Anak Balita, Maternal);
Jumlah kematian karena Penyakit Menular (PM) tertentu yang masih
menjadi masalah baik Internasional, Nasional dan spesifik lokal;
Jumlah kematian akibat penyakit tidak menular (PTM), yang saat ini
cenderung terus meningkat, termasuk kecelakaan lalu lintas;
Jumlah kematian oleh sebab lainnya.
2) Insiden dan bila memungkinkan prevalensi kasus penyakit yang menjadi
perhatian, yaitu:
Penyakit menular (PM) yang berpotensi wabah;
Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) yang juga

berpotensi wabah
PM yang menjadi perhatian dunia internasional dan nasional
Penyakit tidak menular (PTM) yang jumlahnya kini cenderung
meningkat termasuk kecelakaan lalu lintas dan masalah gizi
Penyakit-penyakit endemis local spesifik
Data tentang keberhasilan program Pencegahan dan pengendalian
penyakit.
3) Status Gizi Masyarakat, yang menjadi prioritas dicegah dan ditangani,
antara lain:
Wanita Usia Subur (WUS) Anemi,
Gizi Buruk Balita dan Maternal,
Gizi Kurang Balita dan Maternal,
Berat bayi lahir rendah (BBLR),
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) di daerah
endemis/tertentu.
4) Hasil kinerja pelayanan Puskesmas pada setiap desa/kelurahan di wilayah
Puskesmas:
Pencapaian hasil kinerja target SPM dan diluar target SPM yang

menjadi prioritas spesifik lokal yang harus ditangani.


Jenis pelayanan yang diselenggarakan di seluruh wilayah kerja.
Mekanisme khusus untuk menjangkau sasaran di lokasi sulit, terpencil,
sangat terpencil: pelayanan Puskesmas Keliling, pelayanan TPKB.
Data peran serta masyarakat yaitu jumlah UKBM, UKBM yang aktif
mandiri, jumlah kader, dan kader yang aktif.
Rekapitulasi Indeks Keluarga Sehat berdasarkan data Profil Kesehatan
Keluarga.
Jumlah Keluarga Mandiri (I s/d IV) hasil pembinaan dalam Program
Keluarga Sehat, melalui pendekatan perawatan kesehatan
masyarakat.
Cakupan kinerja pengamanan lingkungan fisik, seperti:
Jumlah Keluarga yang memanfaatkan air bersih layak konsumsi

(syarat fisik, bebas logam berat, bebas e-Coli),


Angka bebas BAB sembarangan (BBS)/ODF
Jumlah lingkungan permukiman yang bebas jentik
Tempat-tempat umum (TTU) sehat: Pasar, Terminal, Lokasi

Pariwisata, Lainnya.
Institusi Sehat: Sekolah, Perkantoran, Lapas, dll
5) Ketersediaan Sumberdaya:
Tenaga, yang dilihat dari kesesuaiannya dalam jumlah, jenis,

kompetensi, dan pemanfaatan waktu dan efisiensinya di dalam


pelaksanaan pelayanan.
Sarana dan prasarana, peralatan, obat dan bahan habis pakai, yang
dilihat dari kesesuaiannya dalam jumlah, jenis, fungsi, pemenuhan
kebutuhan serta proses pengelolaannya.
Pendanaan dan sumbernya yang dilihat dari kecukupan dalam jumlah
dan pengalokasiannya, pemanfaatannya dalam penyelenggaraan
Puskesmas melalui pengelolaannya.
6) Gambaran umum yang melandasi keterjangkauan pelayanan kesehatan:
Penduduk dalam wilayah kerja:
Jumlah penduduk menurut kelompok jenis kelamin dan kelompok

umur.
Kepadatan penduduk dan persebarannya dalam wilayah kerja.
Tingkat pendidikan penduduk.
Pekerjaan penduduk.
Kondisi Wilayah Kerja Puskesmas:
Luas wilayah kerja
Geografi, topografi, kerawanan lingkungan
Adanya lokasi desa/dusun/RW tempat permukiman penduduk yang

sulit/sangat sulit dijangkau pelayanan kesehatan terdekat


Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi umum, milik

Puskesmas, masyarakat, untuk mendukung jangkauan pelayanan


Jarak tempuh ke fasilitas kesehatan rujukan/RS terdekat.
7) Status Akreditasi Puskesmas

(b) Analisis data.


Dalam rangka mendapatkan informasi sebagai landasan penyusunan
Rencana Lima Tahunan Puskesmas, dilaksanakan analisis data Puskesmas,
yang dilakukan melalui:
1) Membandingkan kecenderungan pencapaian status kesehatan
masyarakat dan hasil kinerja Puskesmas.
Gambaran status kesehatan masyarakat per tahun, pada tahapan

awal, tengah periode 5 tahunan perencanaan (midterm), dan prakiraan


di akhir tahun ke 5 perencanaan (tahun N-1).
Gambaran hasil kinerja dan mutu penyelenggaraan Puskesmas serta
analisis kecenderungan (trend analysis) pencapaiannya, untuk
mengetahui adanya kesenjangan terhadap target sasaran dan tujuan
(goal & objective).
Gambaran hasil kinerja dan mutu penyelenggaraan Puskesmas yang
diperbandingkan antar bulan-bulan yang sama di setiap tahun
pelaksanaan kegiatan.
2) Mengevaluasi hasil kinerja dan mutu penyelenggaraan kesehatan yang
dapat dipelajari dari pencapaian hasil kinerja dan status kesehatan
masyarakat, mengidentifikasi masalah, penyebab dan latar belakang
masalah, serta keberhasilan, faktor pendukung dan penunjang, sepanjang
4 (empat) tahun pelaksanaan.
3) Memprediksikan status kesehatan dan tingkat kinerja Puskesmas dengan
target pencapaian untuk 5 tahun kedepan, baik prediksi untuk pencapaian
target kinerja dan status kesehatan masyarakatnya maupun untuk
kesenjangan pencapaian hasilnya serta antisipasi yang perlu diperhatikan
terhadap kemungkinan penyebab dan hambatan yang ada serta yang
mungkin akan terjadi.
4) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung kemungkinan adanya
suatu perubahan yang signifikan terjadi.
Faktor yang dapat mendorong perubahan yang signifikan kearah yang

lebih baik:
Penerapan kepemimpinan yang mampu membangun kerja sama

tim, mendorong partisipasi serta mengembangkan intellectual


happiness dalam diri masing-masing petugas.
Kemampuan memanfaatkan data dan informasi, untuk pengambilan
keputusan, dan melakukan tindakan tepat dan koreksinya;
kemampuan merumuskan strategi dan langkah-langkah
mewujudkannya dengan baik dan berkualitas.
Kemampuan mengelola sumberdaya dan mengembangkan
potensinya sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal, termasuk
tenaga kesehatan yang tersedia.
Dukungan yang diperoleh dari dinas kesehatan kabupten/kota, dan
lintas sektor.
Ketepatan membuat pemetaan masyarakat untuk mendapat dan

memilih mitra masyarakat yang dapat difungsikan dalam


penggerakan peran sertanya.
Kemampuan menghadapi kondisi dan situasi matra.
Faktor yang dapat menyebabkan perubahan signifikan kearah yang
buruk, seperti:
Kurang mampunya pimpinan dalam menggerakkan staff untuk

menjalankan peran, tugas dan fungsinya masing-masng


sebagaimana telah ditetapkan.
Kurang memanfaatkan data/informasi untuk mengantisipasi risiko,
yang dapat berdampak buruk kesehatan masyarakat.
Kurang memperhatikan atau melalaikan temuan masalah
kesehatan ataupun kesenjangan pencapaian kinerja, dan tidak
melakukan tindakan koreksi (corrective action), sehingga sewaktu-
waktu dapat terjadi Outbreak/Kejadian Luar Biasa, yang akan
berpengaruh signifikan terhadap kesehatan masyarakat.
Ketidakmampuan mengatasi kondisi matra sehingga dapat
berdampak buruk pada masyarakat.
Atas adanya perubahan-perubahan yang signifikan yang dapat
diidentifikasi dan diketahui penyebab dan latar belakangnya,
Puskesmas dapat:
Memanfaatkan pengalaman untuk perubahan signifikan kearah

yang baik, untuk memperluas perbaikan-perbaikan dalam


pelayanan kesehatan lainnya yang dinilai masih perlu untuk
ditingkatkan.
Melakukan langkah-langkah perbaikannya, dan mewaspadai
temuan berikutnya untuk satu perubahan menuju kearah yang
buruk, agar dapat dicegah sedini mungkin.
5) Mengidentifikasi ketersediaan dan kemampuan sumberdaya Puskesmas.
Sarana, prasarana, alat dan logistik, tenaga dengan kompetensi dan

waktu tersedia serta anggaran, merupakan komponen penting


sumberdaya, yang harus tersedia sesuai dengan kebutuhannya.
Kecukupan penyediaan sumberdaya saja belum dapat menjamin akan
menghasilkan output apalagi outcome atas upaya-upaya kesehatan
yang diselenggarakan, apabila belum dikelola dengan baik dan tepat.
Proses identifikasi kemampuan dan kesiapan masing-masing Tim
Pembina Keluarga Puskesmas, sebagai satu kesatuan sumberdaya
yang saling terikat erat dalam pemanfaatannya di semua wilayah
Puskesmas.
Mengidentifikasi kesenjangan kinerja dan mutu antar Tim Pembina
Keluarga, dan upaya-upaya upaya yang masih harus dilakukan untuk
memperbaiki proses kinerjanya.

(c) Analisis masalah dari sisi pandang masyarakat, yang dilakukan melalui
Survey Mawas Diri/Community Self Survey (SMD/CSS).
1) Survei Mawas Diri adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengenali
keadaan dan masalah yang dihadapi, serta potensi yang dimiliki untuk
mengatasi masalah tersebut. Tahapannya dimulai dari pengumpulan data
primer dan data sekunder, pengolahan dan penyajian data masalah dan
potensi yang ada.
2) Tingkat kompetensi masyarakat dalam berperan-serta aktif dalam
pelaksanaan kegiatan kesehatan di masyarakat dan potensi yang dapat
dikembangkannya, ketersediaan sumberdaya yang berfungsi yang dimiliki
masyarakat, serta peluang-peluang yang dapat dimobilisasi, penting untuk
diidentifikasi oleh masyarakat sendiri, agar selanjutnya masyarakat dapat
digerakkan untuk berperan serta aktif memperkuat upaya-upaya
perbaikannya.
3) Membangun kesepakatan bersama masyarakat dan kepala
desa/kelurahan, untuk bersama-sama mengatasi masalah kesehatan di
masyarakat, dan dengan dukungan sumberdayanya, sesuai dengan
peran, tugas, dan tanggung-jawabnya masig-masing.
4) Instrumen SMD/CSS disusun Puskesmas sesuai masalah yang dihadapi
dan diputuskan Puskesmas akan ditanggulangi, mencakup:
Format pendataan yang dilakukan wakil masyarakat, mengidentifikasi

masalah kesehatan masyarakat, dan secara khusus kesehatan Balita


yang dapat memberi informasi tentang:
Kepemilikan KMS Balita
Status imunisasi dan status Gizi Balita
Kondisi Lingkungan permukiman/rumah tempat tinggal
Kondisi rumah, ketersediaan air bersih layak konsumsi, cakupan

jamban sehat, SPAL di Rumah Tangga.


Perawatan balita sehat dan sakit.
Upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan balita (Tumbuh Kembang,
Gizi Seimbang, Imunisasi, MTBS, Rujukan masalah).
Peranan Keluarga dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan di
UKBM.
Peranan Keluarga untuk peran-sertanya pada kegiatan UKBM.
Pertanyaan lain yang dianggap perlu diidentifikasi oleh masyarakat,

untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi.

3. Perumusan Masalah
Dari hasil analisis data, dilaksanakan perumusan masalah. Masalah adalah
kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Tahapan ini dilaksanakan melalui:
(a) Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilaksanakan dengan membuat daftar masalah yang
dikelompokkan menurut jenis upaya, target, pencapaian, dan masalah yang
ditemukan.
Contoh Tabel Identifikasi Masalah
No Upaya Target Pencapaian Masalah*
1. UKM Esensial:
a. Promosi Kesehatan
b.
2. UKM Pengembangan:
a.
3. UKP
Keterangan:
(*) : Masalah dirumuskan berdasarkan prinsip 5W1H (What, Who, When,
Where, and How/Apa masalahnya, siapa yang terkena masalahnya,
berapa besar masalahnya, dimana masalah itu terjadi, dan bila mana
masalah itu terjadi).

(b) Menetapkan Urutan Prioritas Masalah


Mengingat adanya keterbatasan kemampuan mengatasi masalah sekaligus,
ketidak tersediaan teknologi atau adanya keterkaitan satu masalah dengan
masalah lainnya, maka perlu dipilih masalah prioritas dengan jalan
kesepakatan tim. Bila tidak dicapai kesepakatan dapat ditempuh dengan
menggunakan kriteria lain. Dalam penetapan urutan prioritas masalah dapat
mempergunakan berbagai macam metode seperti kriteria matriks dan
sebagainya.

Contoh kriteria matriks:


Masing-masing kriteria ditetapkan dengan nilai 1-5. Nilai semakin besar jika
tingkat urgensinya sangat mendesak, atau tingkat perkembangan dan tingkat
keseriusan semakin memprihatinkan apabila tidak diatasi. Kemudian kalikan
tingkat Urgensi (U) dengan tingkat Perkembangan (G) dan tingkat Keseriusan
(S). Prioritas masalah diurutkan berdasarkan hasil perkalian yang paling
besar dari ketiga hal tersebut dan disusun dalam bentuk matriks.

Masalah Masalah Masalah Masalah Masalah


Kriteria 1 2 3 4
Tingkat Urgensi (U)
Tingkat Keseriusan (S)
Tingkat Perkembangan (G)
UXSXG

(c) Mencari Akar Penyebab Masalah


Setelah ditentukan masalah yang menjadi prioritas, selanjutnya dicari akar
penyebab dari masalah tersebut. Penyebab masalah agar dikonfirmasi
dengan data di Puskesmas. Mencari akar penyebab masalah dapat dilakukan
antara lain dengan menggunakan metode:
1) Diagram sebab akibat dari Ishikawa (disebut juga diagram tulang ikan).
2) Pohon Masalah (Problem Trees).
Kemungkinan penyebab masalah dapat berasal dari:
1) Input (sumber daya): sarana, prasaana, alat kesehatan, tenaga, obat dan
bahan habis pakai.
2) Proses (pelaksanaan kegiatan).
3) Lingkungan.

Contoh:
1) Mencari penyebab masalah dengan menggunakan diagram sebab akibat
dari Ishikawa (fishbone).
Masalah: cakupan persalinan tenaga kesehatan rendah.
Langkah-langkah:
Tuliskan masalah pada bagian kepala ikan.
Buat garis horizontal dengan anak panah menunjuk kearah kepala

ikan.
Tetapkan kategori utama dari penyebab.
Buat garis dengan anak panah menunjuk ke garis horizontal.
Lakukan brainstorming (curah pendapat) dan fokuskan pada masing-
masing kategori.
Setelah dianggap cukup, dengan cara yang sama lakukan untuk
kategori utama yang lain.
Untuk masing-masing kemungkinan penyebab, coba membuat daftar
sub penyebab dan letakkan pada cabang yang lebih kecil.
Setelah semua ide/pendapat dicatat, lakukan klarifikasi data untuk
menghilangkan duplikasi ketidaksesuaian dengan masalah, dll.
Yang perlu diperhatikan:
Fishbone diagram hanya menggambarkan tentang kemungkinan suatu

penyebab, bukan fakta/penyebab yang sesungguhnya, untuk itu


diperlukan pengumpulan data untuk memastikannya.
Efek (masalah) perlu diidentifikasi dan dipahami dengan jelas sehingga
tidak terjadi kerancuan dalam mencari kemungkinan penyebabnya.
Alat ini merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebab secara terfokus sehingga dapat dihindari kemungkinan
terlewatnya penyebab.
Pastikan bahwa setiap anggota tim dapat terlibat secara penuh dalam
proses penyusunan fishbone diagram tersebut.
2) Mencari penyebab masalah dengan menggunakan pohon masalah
(problem trees).

(d) Menetapkan Cara Pemecahan Masalah


Untuk menetapkan cara pemecahan masalah dapat dilakukan kesepakatan di
antara anggota tim dengan didahului Brain Storming (Curah Pendapat). Bila
tidak terjadi kesepakatan dapat digunakan tabel cara pemecahan masalah.
Untuk itu harus dicari alternatif pemecahan masalahnya.
1) Brain Storming (curah pendapat).
Adalah suatu metode untuk dapat membangkitkan ide/gagasan/pendapat
tentang suatu topik atau masalah tertentu dari setiap anggota tim dalam
periode waktu yang singkat dan bebas dari kritik. Manfaat dari brain
storming adalah untuk:
Mendapatkan ide/pendapat/gagasan sebanyak-banyaknya
Pengembangan kreatifitasi berpikir dari anggota tim
Memacu keterlibatan seluruh peserta (anggota tim).

Tipe brain storming:


Terstruktur, tiap anggota tim menyampaikan ide/gagasan bergiliran.
Tidak terstruktur, tiap peserta yang mempunyai ide/gagasan dapat

langsung menyampaikannya.

Langkah-langkah:
Tetapkan suatu topic/masalah sejelas mungkin.
Beri waktu beberapa saat kepada anggota untuk memahami dan

memikirkannya.
Tetapkan waktu yang akan digunakna untuk curah pendapat, misalnya
30-45 menit.
Anggota tim menyampaikan ide.
Apabila terdapat beberapa anggota yang mendominasi, gunakan curah
pendapat terstruktur sehingga seluruh anggota mempunyai
kesempatan yang sama. Bila yang dipilih secara terstruktur, anggota
yang tidak menyampaikan pendapat pada gilirannya harus
mengucapkan Pass dan kesempatan diberikan pada anggota
berikutnya.
Beri dorongan/rangsangan agar anggota berani
memberikan/mengajukan pendapat.
Selama brainstorming berjalan, tidak dibenarkan menanggapi
pendapat anggota yang sedang berbicara. Bila ini terjadi, pimpinan
siding harus segera menegur.
Tuliskan setiap ide/gagasan tersebut pada flipchart sehingga dapat
dilihat oleh seluruh anggota.
Teruskan brainstorming sampai waktu yang telah ditetapkan habis.
Lakukan klarifikasi, hilangkan sesuatu yang menyimpang dari topic
atau duplikasi yang terjadi.
Buat list pendek yang berhubungan dengan topic yang dibahas.

2) Tabel cara pemecahan masalah:


No Prioritas Penyebab Alternatif Pemecahan Ket
Masalah Masalah Pemecahan Masalah
Masalah Terpilih
1.
2.
3.

4. Penyusunan Rencana Lima Tahunan


Berdasarkan cara pemecahan masalah dan hasil capaian kinerja dapat
dikembangkan program kegiatan dan ditentukan target yang akan dicapai.
Pengawasan dan pengendalian untuk pencapaian target Rencana Lima Tahunan
dilakukan setiap tahun, dan pada tengah periode lima tahunan dilakukan evaluasi
periode tengah lima tahun (Midterm evaluation), untuk menyesuaikan target akhir
Rencana Lima Tahunan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengakomodir perubahan
kebijakan ataupun kebijakan yang baru, hasil analisis trend pencapaian program,
kemungkinan penambahan sumberdaya dan kemungkinan masalah kesehatan
yang baru.
Contoh Tabel Rencana Lima Tahunan:

No Upaya Sasaran Indikator Cara Target Rincian Kegiatan Perkiraan


Kesehatan Kinerja Perhitungan Biaya
1 2 3 4 5
UKM ESENSIAL
1. KIA & KB Meningkatknya Cakupan K4 80 90 90 90 90 Pelatihan P4K untuk
kesehatan ibu bidan
2. Promkes Meningkatnya PHBS Rumah Tangga Sehat 60 65 70 75 80 Penyuluhan PHBS
di masyarakat
3. Kesling SAB yang memenuhi 50 55 60 65 70 Inspeksi sanitasi
syarat SAB

4. Gizi Balita naik berat 70 75 80 85 90 Revitalisasi


badannya Posyandu
5. Pencegahan Penderita TB Paru BTA 70 85 100 100 100 P2 TB Paru dg
dan pos yg diobati strategi DOTS
Pengendalian
Penyakit
UKM PENGEMBANGAN
1. Kestrad, dst

UKP
1. Rawat Jalan Kunjungan rawat jalan 50 60 70 80 80 Pengembangan SOP
umum pelayanan dan
service excellent
PELAYANAN KEFARMASIAN
1.
PELAYANAN PERKESMAS
1.
PELAYANAN LABORATORIUM
1.
B. PENYUSUNAN RENCANA TAHUNAN PUSKESMAS
Penyusunan Rencana Tahunan Puskesmas harus dilengkapi dengan usulan
pembiayaan untuk kebutuhan rutin, sarana, prasarana dan operasional Puskesmas.
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk tahun mendatang (N+1) disusun
pada bulan januari tahun berjalan (N) berdasarkan hasil kajian pencapaian kegiatan
tahun sebelumnya (N-1), dan diharapkan proses penyusunan RUK telah selesai
dilaksanakan di Puskesmas pada akhir bulan Januari tahun berjalan (N).
Adapun tahapan penyusunan Rencana Tahunan Puskesmas seperti tahapan
penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas, yaitu:
1. Persiapan
Langkah-langkah dalam tahap persiapan dilaksanakan seperti tahap persiapan
pada penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas. Pada tahap ini tim
mempelajari:
(a) Rencana Lima Tahunan Puskesmas
(b) Penjabaran tahunan rencana capaian target Standar Pelayanan Minimal
tingkat kabupaten/kota.
(c) Target yang disepakati bersama Dinas kesehatan kabupaten kota, yang
menjadi tanggungjawab Puskesmas.
(d) Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
(e) Penguatan Manajemen Puskesmas Melalui Pendekatan Keluarga.
2. Analisis Situasi
(a) Mengumpulkan data kinerja Puskesmas:
Puskesmas mengumpulkan dan mempelajari data kinerja dan gambaran
status kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas di tahun (N-2)
untuk setiap desa/kelurahan. N menunjukan tahun yang akan disusun,
sehingga untuk menyusun perencanaan tahunan (sebagai contoh tahun
2017), maka data kinerja akhir tahun yang dikumpulkan dan dipelajari adalah
data tahun 2015. Data diperoleh dari Sistem Informasi Puskesmas. Adapun
data kinerja dan status kesehatan masyarakat yang dikumpulkan yaitu:
1) Data kematian
2) Insiden dan bila memungkinkan prevalensi kasus penyakit yang menjadi
perhatian.
3) Status Gizi Masyarakat.
4) Hasil kinerja pelayanan Puskesmas pada setiap desa/kelurahan di wilayah
Puskesmas, termasuk rekapitulasi Indeks Kesehatan Keluarga yang
diperoleh lewat data Profil Kesehatan Keluarga.
5) Ketersediaan Sumberdaya.
6) Gambaran Umum yang melandasi keterjangkauan pelayanan kesehatan.
7) Status Akreditasi Puskesmas
(b) Analisis data.
1) Membandingkan kecenderungan pencapaian status kesehatan
masyarakat dan hasil kinerja Puskesmas pada tahun (N-3) dan tahun (N-
2).
2) Mengevaluasi hasil kinerja dan mutu penyelenggaraan kesehatan di tahun
(N-2).
3) Memprediksikan status kesehatan dan tingkat kinerja Puskesmas di tahun
N, baik prediksi untuk pencapaian target kinerja dan status kesehatan
masyarakatnya maupun untuk kesenjangan pencapaian hasilnya serta
antisipasi yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan penyebab dan
hambatan yang ada serta yang mungkin akan terjadi.
4) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung kemungkinan adanya
suatu perubahan yang signifikan terjadi, baik perubahan ke arah yang
lebih baik dan perubahan kearah yang buruk, dan memanfaatkan
pengalaman tersebut untuk mengadakan perbaikan pelayanan kesehatan.
5) Mengidentifikasi ketersediaan dan kemampuan sumberdaya Puskesmas.

(c) Analisis masalah dari sisi pandang masyarakat, yang dilakukan melalui
Survey Mawas Diri/Community Self Survey (SMD/CSS).

3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dilaksanakan seperti pada Penyusunan Rencana Lima
Tahunan Puskesmas.

4. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan


Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan diformulasikan setelah melalui tahapan
diatas, bersama dengan lintas sektor terkait dan didampingi oleh dinas
kesehatan kabupaten kota.
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan terintegrasi kedalam sistem perencanaan
daerah dan harus dalam tataran target pencapaian akses, target kualitas
pelayanan, target pencapaian output dan outcome, serta menghilangkan kondisi
yang dapat menyebabkan missed opportunity.
5. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Tahap penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan dilaksanakan melalui
pendekatan keterpaduan lintas program dan lintas sektor dalam lingkup siklus
kehidupan. Keterpaduan penting untuk dilaksanakan mengingat adanya
keterbatasan sumberdaya di Puskesmas, sehingga diharapkan dengan prinsip
keterpaduan tidak akan terjadi miss opportunity, sehingga kegiatan Puskesmas
dapat terselenggara secara efisien, efektif, dan bermutu.
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan terintegrasi kedalam sistem
perencanaan didaerah, dengan tahapan:
(a) Mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah disetujui.
(b) Membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK yang diusulkan
dan situasi pada saat penyusunan RPK.
(c) Menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang akan
dilaksanakan serta sumberdaya pendukung menurut bulan dan lokasi
pelaksanaan.
(d) Mengadakan Lokakarya Mini Bulanan Pertama untuk membahas
kesepakatan RPK.
(e) Membuat RPK yang telah disusun dalam bentuk matriks.
(f) RPK dirinci menjadi RPK bulanan bersama dengan target pencapaiannya,
dan direncanakan kegiatan pengawasan dan pengendaliannya.
(g) RPK dimungkinkan untuk dirubah/disesuaikan dengan kebutuhan saat itu
apabila dalam hasil analisis pengawasan dan pengendalian kegiatan bulanan
dijumpai kondisi tertentu (bencana alam, konflik, Kejadian Luar Biasa,
perubahan kebijakan mendesak, dll) yang harus dituangkan kedalam RPK.
Perubahan RPK dilakukan dengan pendampingan Dinas kesehatan kab/kota,
dan tidak mengubah pagu anggaran yang ada.
(h) Untuk semua kegiatan yang akan dilaksanakan, perlu didukung dokumen
yang relevan, yang diharapkan dapat menjamin bahwa dengan tuntunan
dokumen yang dibuat, dipastikan bahwa kegiatan yang dimaksud dapat
diselesaikan, sehingga sasaran dan tujuan akan tercapai. Dokumen tersebut
antara lain berupa:
1) Peraturan Kepala Puskesmas
2) Surat Keputusan Kepala Puskesmas
3) Kerangka Acuan Kegiatan
4) Standar Operasional Prosedur
5) Dokumen lain yang dibutuhkan
Contoh Tabel Rencana Usulan Kegiatan:

No Upaya Kegiatan Tujuan Sasaran Target Penanggung Kebutuhan Mitra Waktu Sumber Indikator
Kesehatan Jawab Sumber Kerja Pelaksanaan Pembiayaan Keberhasilan
Daya
UKM ESENSIAL
1. KIA & KB
2. Promkes
3. Kesling
4. Gizi
5. Pencegahan &
Pengendalian
Peny.
UKM PENGEMBANGAN
1. Kestrad
UKP
1. Rawat Jalan
PELAYANAN KEFARMASIAN
1.
PELAYANAN PERKESMAS
1.
PELAYANAN LABORATORIUM
Contoh Tabel Rencana Pelaksanaan Kegiatan:

No Upaya Kegiatan Tujuan Sasaran Target Penanggung Volume Jadwal Rincian Lokasi Biaya
Kesehatan Jawab Kegiatan Pelaksanaan Pelaksanaan
UKM ESENSIAL
1. KIA & KB
2. Promkes
3. Kesling
4. Gizi
5. Pencegahan &
Pengendalian
Peny.
UKM PENGEMBANGAN
1. Kestrad
UKP
1. Rawat Jalan
PELAYANAN KEFARMASIAN
1.
PELAYANAN PERKESMAS
1.
PELAYANAN LABORATORIUM
1.
PERKEMBANGAN MANAJEMEN PUSKESMAS

Manajemen Puskesmas sebagaimana pengertian dan fungsinya,


umumnya sudah dipahami oleh Puskesmas, mencakup Perencanaan (P1),
Penggerakan dan Pelaksanaan (P2), dan Pengawasan, Pengendalian dan
Penilaian (P3). Pemahaman akan pentingnya manajemen Puskesmas,
telah diperkenalkan sejak tahun 1980-an, dengan disusunnya buku-buku
pedoman manajemen Puskesmas, yang terdiri atas Pedoman Lokakarya
Mini Puskesmas (1982), pedoman Stratifikasi Puskesmas (1984) dan
Pedoman Microplaning Puskesmas (1986).
Pedoman manajemen Puskesmas yang pertama disusun adalah
Paket Lokakarya Mini Puskesmas (1982), yang memberi petunjuk
kepada Puskesmas tentang Pelaksanaan Lokakarya Puskesmas dan
Rapat Bulanan Puskesmas. Pada tahun 1988 Paket Lokakarya Mini
Puskesmas direvisi, menjadi Pedoman Lokakarya Mini Puskesmas dengan
penambahan materi Penggalangan Kerjasama Tim Puskesmas dan Lintas
Sektor, serta Rapat Bulanan Puskesmas dan Triwulanan Lintas Sektor.
Penambahan materi tersebut menjadi acuan untuk penggerakan
pelaksanaan sebagai unsur penting dalam manajemen.
Pada tahun 1993, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan
baru untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang menjadi prioritas,
antara lain untuk menurunkan AKI, AKB dan AKABA, masalah gizi
masyarakat, utamanya pada maternal dan balita. Pedoman Lokakarya Mini
dilengkapi dengan cara pemantauan pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan
dengan menggunakan instrument PWS, yang semula dibuat untuk
pemantauan program Imunisasi dan KIA. Selanjutnya cara pemantauan
melalui pendekatan PWS juga dimanfaatkan untuk program-program
kesehatan masyarakat lainnya. Hasil pemantauan kegiatan melalui PWS,
ditindaklanjuti dengan pembahasan dan rumusan tindaklanjut dalam upaya
perbaikan berupa satu tindakan koreksi (corrective action). Kegiatan
tersebut secara rutin akan dilaksanakan setiap bulan di dalam lingkungan
internal Puskesmas, sebagai wahana menuju perbaikan kinerja di
Puskesmas. Forum Lokakarya Mini Puskesmas juga dapat dimanfaatkan
untuk menyampaikan hal-hal penting, informasi-informasi baru,
pengenalan program baru hasil pertemuan di Dinas kesehatan kabupaten
kota, atau dari hasil pelatihan yang diikuti petugas Puskesmas, dan
program baru dimaksud akan segera dikembangkan pelaksanaannya di
Puskesmas, yang harus segera ditndak-lanjuti Puskesmas.
Kegiatan serupa sebagaimana dilaksanakan dalam lingkungan
internal di Puskesmas, juga dilaksanakan setiap tiga bulan (triwulan),
bersama Lintas Sektor dan wakil-wakil masyarakat serta kelompok
masyarakat peduli kesehatan di tingkat kecamatan. Dalam
penyelenggaraan program-program kesehatan di masyarakat, pemerintah
telah memberi peluang dan kesempatan kepada masyarakat secara aktif
berperan serta, mendukung/ membantu (to serve) Puskesmas,
memberikan saran-saran perbaikan/peningkatan (to advocate) dalam
penyelenggaraan Puskesmas, dan turut mengawasi (to watch)
Puskesmas dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat.
Pedoman berikutnya yang disusun adalah Pedoman Stratifikasi
Puskesmas (1984), yang digunakan sebagai acuan Puskesmas maupun
tingkat pembinanya, untuk dapat meningkatan peran dan fungsinya dalam
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Melalui penilaian peringkat
stratifikasi diharapkan Puskesmas tahu posisinya dalam tingkat
perkembangan melaksanakan fungsi Puskesmas. Dengan mengetahui
posisinya, selanjutnya diverifikasi oleh tingkat administrasi diatasnya,
Puskesmas maupun pembinanya dapat merancang langkah-langkah
pembinaan berdasarkan hasil penilaian kinerja yang objektif terhadap
indikator dan variable indikator kinerja program yang telah ditetapkan
sekaligus untuk dipatuhi Puskesmas. Pembinaan yang dilakukan dengan
dasar-dasar sebagaimana disebutkan akan dapat dilaksanakan secara
lebih terarah, dengan menumbuhkan rasa tanggung-jawab, kemandirian
dan kreatifitas yang dinamis, karena proses pembinaan yang dilakukan
melalui stratifikasi dimulai dengan pendekatan mawas diri, bukan melalui
pola pendekatan pengawasan/kontrol yang berakhir dengan punishment.
Selanjutnya disusun Pedoman Microplanning Puskesmas (1986),
satu pedoman untuk kepentingan dan acuan menyusun rencana lima
tahun Puskesmas, yang diprioritaskan untuk mendukung pencapaian
target lima program KB-Kes Terpadu, yang terdiri atas KIA, KB, Gizi,
Imunisasi dan Diare. Kelima program dimaksud menjadi prioritas untuk
dilaksanakan dalam upaya menurunkan angka kematian Ibu dan neonatal,
dan Balita yang saat itu masih menjadi masalah. Masyarakat
diikutsertakan secara aktif dalam program melalui kegiatannya di
Posyandu, yang semula hanya berupa Pos Timbang, ditingkatkan
perannya. Dengan ketiga pedoman manajemen bagi Puskesmas saat itu,
pemerintah telah memandu Puskesmas mengelola kegiatan-kegiatan
prioritas pada waktu itu, sekaligus melaksanakan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang dikeluarkan dalam rangka mendukung upaya pencapaian
tujuan.
Sesuai dengan perkembangan dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional dan
daerah umumnya, demikian pula dengan prioritas pembangunan yang
sudah berubah karena permasalahan yang dihadapi masyarakat termasuk
permasalahan kesehatannya juga berubah, maka pedoman manajemen
Puskesmas perlu disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang ada,
demikian pula proses dan langkah-langkah penyusunan Perencanaan
(P1), Penggerakan dan Pelaksanaan, (P2) serta Pengawasan,
Pengendalian dan Penilaian (P3), juga perlu disesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi, baik program-program yang menjadi
prioritas pembangunan kesehatan, maupun cara pendekatan dalam proses
penyusunannya.
Puskesmas dalam lingkup pemerintahan kecamatan dan
desa/kelurahan, juga berperan penting dalam pembangunan yang
diselenggarakan di daerahnya sesuai bidangnya yaitu kesehatan.
Puskesmas berkontribusi dalam pencapaian target SPM bidang kesehatan
di kabupaten/kota yang menjadi tanggung-jawab pemerintah daerah
dimana Puskesmas berada. Di tingkat masyarakat perdesaan/kelurahan
dalam wilayah kerja Puskesmas/ kecamatan bersangkutan, Puskesmas
dapat mendukung peningkatan produktifitas kinerja penduduk melalui
upaya-upaya kesehatan yang diselenggarakan secara merata dan
berkualitas, dan peningkatan kemandirian kehidupan sehatnya. Dalam
kontribusinya melalui peningkatan status kesehatan masyarakat,
Puskesmas mendukung peningkatan produktivitas kinerja penduduk di
wilayah kerjanya. Untuk hal tersebut maka pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya perlu diselaraskan dengan proses pembangunan yang
diselenggarakan desa/kelurahan dan kecamatan dimana Puskesmas
berada melalui perannya dalam bidang kesehatan masyarakat. Sejalan
dengan posisi Puskesmas dalam wilayah kecamatan atau bagian
kecamatan, dan mengingat bahwa Puskesmas adalah milik Pemerintah
Daerah Kabupaten/kota dimana Puskesmas berada, maka langkah-
langkah Puskesmas menyelenggarakan pelayanannya juga akan
mengikuti proses dan langkah-langkah sebagaimana ditetapkan
Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, tanpa harus meninggalkan ketentuan-
ketentuan dalam kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan.
Dengan demikian maka pembangunan bidang kesehatan yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya juga harus selaras dan dapat
mendukung proses pembangunan yang diselenggarakan di kecamatan
dan desa/kelurahan, sekaligus memantau dan menjaga agar
pembangunan yang diselenggarakan di wilayah kerjanya tetap
berwawasan kesehatan, tidak menimbulkan kerugian/dampak buruk bagi
kesehatan masyarakat.
Atas pertimbangan tersebut, maka langkah dalam menyusun
perencanaan (P1), selanjutnya dalam merumuskan Penggerakan dan
Pelaksanaannya (P2), serta melakukan Pengawasan/kontrol internal,
Pengendalian dan Penilaian (P3) atas hasil-hasil kinerjanya, akan
mengikuti peraturan dan keputusan pemerintah kabupaten/kota, provinsi
dan pusat.
BAB IV
PENGGERAKKAN DAN PELAKSANAAN

A. LOKAKARYA MINI BULANAN


Penggerakan pelaksanaan program/kegiatan dapat dilakukan melalui berbagai cara,
diantaranya adalah rapat dinas, pengarahan pada saat apel pegawai, maupun
dilakukan melalui forum yang dibentuk khusus untuk itu. Forum yang dibentuk khusus
untuk melakukan penggerakan pelaksanaan program/kegiatan dinamakan Lokakarya
Mini Puskesmas. Lokakarya mini bulanan bertujuan untuk menilai sampai seberapa
jauh pencapaian dan hambatan-hambatan yang dijumpai oleh para pelaksana
program/kegiatan pada bulan atau periode yang lalu sekaligus pemantauan terhadap
pelaksanaan rencana kegiatan Puskesmas; sehingga dapat dibuat perencanaan ulang
yang lebih baik dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Disamping itu, kita
ketahui bersama bahwa keberhasilan pelaksanaan kegiatan Puskesmas memerlukan
keterpaduan baik lintas program maupun lintas sektor.
Keterpaduan lintas program adalah keterpaduan internal Puskesmas yang bertujuan
agar seluruh petugas mempunyai rasa memiliki dan motivasi yang tinggi dalam
melaksanakan seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas. Seluruh
komponen Puskesmas harus memiliki kesadaran bahwa Puskesmas merupakan satu
sistem dan mereka adalah sub sistemnya. Pengorganisasian internal Puskesmas
sekaligus pemantauan kegiatan dilaksanakan melalui Lokakarya mini Bulanan
Puskesmas yang menghasilkan perencanaan ulang. Lokakarya Mini Bulanan
Puskesmas diselenggarakan dalam 2 (dua) tahap yaitu:
1. Lokakarya Mini Bulanan yang pertama
Lokakarya Mini Bulanan yang Pertama merupakan Lokakarya penggalangan
Tim, diselenggarakan dalam rangka pengorganisasian untuk dapat terlaksananya
rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) Puskesmas.
Pengorganisasian dilaksanakan sebagai penentuan penanggungjawab dan
pelaksana setiap kegiatan serta untuk satuan wilayah kerja. Seluruh program
kerja dan wilayah kerja Puskesmas dilakukan pembagian habis kepada seluruh
pegawai Puskesmas, dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya.
Langkah-langkah Lokakarya Mini Bulanan yang pertama adalah sebagai
berikut:

(a) Masukan
1) Uraian tugas setiap pegawai Puskesmas;
2) Data capaian Puskesmas tahun sebelumnya;
3) Informasi tentang kebijakan, program dan konsep baru berkaitan dengan
Puskesmas;
4) Informasi tentang tatacara penyusunan rencana kegiatan bulanan
Puskesmas.
(b) Proses
1) Penggalangan tim dalam bentuk dinamika kelompok tentang
peran,tanggung jawab dan kewenangan setiap pegawai Puskesmas;
2) Inventarisasi kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan lapangan/daerah
binaan;
3) Analisis beban kerja tiap pegawai;
4) Pembagian tugas baru termasuk pembagian tanggungjawab daerah
binaan;
5) Penyusunan rencana kegiatan b u l a n a n Puskesmas berdasarkan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan Puskesmas (RPK).
(c) Luaran
1) Tersusunnya Rencana kegiatan b u l a n a n P uskesmas;
2) Kesepakatan bersama untuk pelaksanaan rencana kegiatan bulanan;
3) Matriks pembagian tugas dan daerah binaan.

2. Lokakarya Mini Bulanan Rutin


Lokakarya Bulanan Puskesmas ini diselenggarakan sebagai tindaklanjut dari
Lokakarya Mini Bulanan yang pertama. Lokakarya Bulanan Rutin ini
dilaksanakan untuk memantau pelaksanaan kegiatan Puskesmas, yang
dilakukan setiap bulan secara teratur.
Penanggungjawab penyelenggaraan Lokakarya Mini Bulanan adalah Kepala
Puskesmas, yang dalam pelaksanaannya dibantu staf Puskesmas dengan
mengadakan rapat kerja seperti biasanya. Fokus utama Lokakarya Mini Bulanan
Rutin adalah ditekankan kepada masalah pentingnya kesinambungan arah dan
kegiatan antara hal-hal yang direncanakan, pelaksanaannya serta hasilnya, agar
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tersebut dapat berhasil guna dan berdaya
guna.
Langkah-langkah Lokakarya Mini Bulanan rutin Puskesmas adalah sebagai
berikut:
(a) Masukan
1) Laporan hasil kegiatan bulan lalu;
2) Informasi tentang hasil rapat dikabupaten/kota,
DnasKabupaenKoa
kecamatan, informasi
tentang hasil rapat di kecamatan, informasi tentang kebijakan, program
dan konsep baru.
(b) Proses
1) Melakukan analisis capaian kinerja dan SPM bulanan Puskesmas.
2) Memetakan masalah dan penyebab masalah yang dikaitkan dengan
kepatuhan terhadap standar prosedur operasional yang telah disusun.
3) Menyusun rencana tindak lanjut berupa rencana kerja pemecahan
masalah berdasarkan daerah binaan yang disesuaikan dengan RUK
yang ada. Jika tindak lanjut yang diputuskan tidak terakomodir oleh RUK
maka kegiatannya diinventarisir dan dikomunikasikan pada lokakarya
tribulanan.
(c) Luaran
1) Rencana tindak lanjut yang berupa rencana kerja bulan berikutnya.
2) Komitmen untuk melaksanakan rencana kerja yang telah disusun.

Setelah dipahami tujuan dari Lokakarya mini bulanan dan tahapan


kegiatannya, selanjutnya ditentukan materi yang akan dibahas, dengan
ketentuan penyelenggaraan sebagai berikut:
(a) Pengarah: Kepala Puskesmas
(b) Peserta:
Seluruh pegawai Puskesmas, termasuk pegawai yang bertugas di
Puskesmas Pembantu dan Pos Kesehatan Desa.
(c) Waktu
Waktu pelaksanaan Lokakarya Mini Bulanan disesuaikan dengan kondisi dan
situasi Puskesmas. Waktu ideal adalah minggu pertama atau waktu lain yang
dianggap tepat.
Prinsip yang harus dipegang adalah bahwa Lokakarya Mini Bulanan
dilaksanakan dengan melibatkan seluruh pegawai Puskesmas, tanpa
mengganggu aktivitas pelayanan serta dapat tercapai tujuan.
eyeenggaaanpadaam10001500
(d) Acara
Pada dasarnya susunan acara Lokakarya Mini Bulanan bersifat dinamis,
dapat disusun sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan waktu dan kondisi
Puskesmas setempat. Sebagai contoh susunan acara Lokakarya Mini adalah
sebagai berikut:
1) Lokakarya Mini Bulanan Yang pertama disebut juga dengan Lokakarya
Penggalangan Tim, dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
Pembukaan dilanjutkan dinamika kelompok;
Pengenalan kebijakan maupun program baru;
Kegiatan bulanan Puskesmas;
Analisa beban kerja;
Pembagian tugas dan desa binaan;
Penyusunan rencana kerja bulanan;
Kesepakatan untuk melaksanakan rencana kerja.
2) Tahapan Lokakarya Mini Bulanan Rutin :
Pembukaan;
Pengenalan program baru (apabila ada);
Inventarisasi hasil kegiatan (termasuk hambatan) bulan lalu;
Analisa pemecahan masalah dan pemecahan;
Penyusunan kegiatan bulan berikutnya;
Pembagian tugas bulan berikutnya;
Kesepakatan untuk melaksanakan rencana kerja bulan berikutnya.
(e) Tempat
Diupayakan agar Lokakarya Mini dapat diselenggarakan di Puskesmas,
apabila tidak memungkinkan dapat menggunakan tempat lain yang lokasinya
berdekatan dengan Puskesmas. Ruang yang dipakai hendaknya cukup untuk
menampung semua peserta.
(f) Persiapan
Sebelum pertemuan diadakan, perlu persiapan yang meliputi:
1) Pemberitahuan hari, tanggal dan jam.
2) Pengaturan tempat, sebaiknya seperti huruf U.
3) White board, spidol dan kertas lembar balik, laptop, infokus.
4) Membuat visualisasi hasil pelaksanaan kegiatan bulan lalu.
5) Buku catatan/notulen rapat dinas kesehatan dan rapat lintas sektor
kecamatan.

B. LOKAKARYA MINI TRIBULANAN


Masalah kesehatan (termasuk kejadian kesakitan dan kematian) yang terjadi
dimasyarakat disebabkan oleh banyak faktor, dimana sebagian besar penyebabnya
bahkan tidak terkait dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan. Penyebab masalah
kesehatan berturut-turut disebabkan oleh faktor lingkungan (termasuk sosial-ekonomi-
budaya), perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan, keadaan demografi dan faktor
keturunan. Oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan dibutuhkan
kerjasama antara sektor kesehatan dengan sektor-sektor lain yang terkait dengan
penyebab terjadinya masalah kesehatan. Untuk menumbuhkan semangat kerjasama
antar sektor-sektor yang terkait dalam pembangunan kesehatan diperlukan upaya
pengggalangan dan peningkatan kerjasama lintas sektoral, agar diperoleh hasil yang
optimal.
Untuk memelihara kerjasama lintas sektor perlu dilakukan upaya penggalangan dan
pemantauan pelaksanaan kerjasama melalui suatu forum lokakarya mini yang
diselenggarakan setiap tribulan yang disebut Lokakarya Mini Tribulanan. Lokakarya mini
tribulanan bertujuan untuk menginformasikan dan mengidentifikasikan capaian hasil
kegiatan tribulan sebelumnya, membahas dan memecahkan masalah dan hambatan
yang dihadapi oleh lintas sektor pada kegiatan tribulan sebelumnya, dan menganalisa
serta memutuskan Rencana Tindak Lanjut (RTL) dengan memasukkan aspek umpan
balik dari masyarakat dan sasaran program.
Adapun tahapan kegiatan lokakarya mini tribulanan lintas sektor dilaksanakan dalam
dua tahap yaitu:
1. Lokakarya Mini Tribulanan yang pertama
Lokakarya Mini Tribulanan yang Pertama merupakan lokakarya penggalangan
Lokakya
Tim yang diselenggarakan dalam rangka pengorganisasian untuk dapat
terlaksananya rencana kegiatan sektoral yang terkait dengan pembangunan
kesehatan.
Pengorganisasian dilaksanakan sebagai penentuan penanggungjawab dan
pelaksana setiap kegiatan serta untuk satuan wilayah kerja. Seluruh program
kerja dan wilayah kerja kecamatan dilakukan pembagian habis kepada seluruh
sektor terkait, dengan mempertimbangkan kewenangan dan bidang yang
dimilikinya.

Langkah-langkah lokakarya mini tribulanan adalah sebagai berikut:


(a) Masukan
1) Kebijakan program dan konsep baru tentang Puskesmas.
2) Data capaian Puskesmas periode sebelumnya.
3) Kebijakan dan rencana kegiatan dari masing-masing sektor yang
berhubungan dengan kesehatan.
4) Nama calon anggota tim dari masing-masing sektor berdasarkan
pemetaan peran masing-masing sektor.
(b) Proses
1) Penggalangan tim yang dilakukan melalui dinamika kelompok.
2) Menginformasikan dan mengidentifikasi capaian Puskesmas periode
sebelumnya berdasarkan wilayah kerja.
3) Inventarisasi peran dari masing-masing sektor dalam pembangunan
kesehatan.
4) Menganalisis dan memutuskan kegiatan berdasarkan masalah dan
rencana kegiatan yang sudah ada di masing-masing sektor.
5) Menganalisis sumberdaya masing-masing sektor yang memungkinkan
untuk digunakan dalam tindak lanjut penyelesaian masalah kesehatan.
(c) Luaran
1) Rencana kegiatan masing-masing sektor yang terintegrasi.
2) Komitmen bersama untuk menindaklanjuti hasil lokakarya mini dalam
bentuk penandatanganan kesepakatan.

2. Lokakarya Mini Tribulanan Rutin


Sebagaimana lokakarya bulanan Puskesmas, maka lokakarya mini tribulanan
rutin merupakan tindaklanjut dari penggalangan kerjasama lintas sectoral yang
telah dilakukan dan selanjutnya dilakukan tiap tribulan secara tetap.
Penyelenggaraan lokakarya mini tribulanan rutin dilakukan oleh Camat dan
Puskesmas dibantu sector terkait dikecamatan.
Tahapan Lokakarya mini tribulanan rutin:
(a) Masukan
1) Laporan kegiatan pelaksanaan program kesehatan dan dukungan sektor
terkait.
2) Inventarisasi masalah/hambatan dari masing-masing sektor dalam
pelaksanaan program kesehatan.
3) Pemberian informasi baru.
(b) Proses
1) Analisis hambatan dan masalah pelaksanaan program kesehatan.
2) Analisis hambatan dan masalah dukungan dari masing-masing sektor.
3) Merumuskan cara penyelesaian masalah.
4) Menyusun rencana kerja dan menyepakati kegiatan untuk tribulan
berikutnya.
(c) Luaran
1) Rencana kerja tribulan berikutnya.
2) Kesepakatan bersama untuk menjalankan rencana.

Setelah dipahami tujuan dari Lokakarya mini tribulanan dan tahapan kegiatannya,
selanjutnya ditentukan materi yang akan dibahas, dengan ketentuan penyelenggaraan
sebagai berikut:
1. Persiapan
Sebelum lokakarya dilaksanakan, perlu diadakan persiapan yang meliputi:
(a) Advokasi kepada Camat, agar bersedia untuk:
1) Menyediakan tempat untuk penyelenggaraan lokakarya mini.
2) Memimpin lokakarya dengan melakukan koordinasi, komunikasi dan
penyampaian informasi kepada semua sektor yang terlibat.
(b) Puskesmas melaksanakan:
1) Pembuatan visualisasi hasil-hasil kegiatan dalam bentuk yang mudah
dipahami oleh sektor, antara lain dalam bentuk PWS.
2) Persiapan alat-alat tulis kantor dan formulir kerja tribulan lintas sektor.
3) Persiapan catatan hasil kesepakatan yang lalu dan instruksi/surat-surat
yang berhubungan dengan peran serta masyarakat yang berkaitan
dengan pembangunan kesehatan.
4) Penugasan seorang staf untuk membuat notulen lokakarya mini.
5) Pembuatan surat undangan lokakarya mini untuk ditandatangani Camat.
(c) Peran sektor terkait :
1) Usulan kontribusi kegiatan masing masing sektor yang mendukung
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.
2) Menyepakati hasil lolakarya mini.

2. Peserta
Lokakarya Mini tribulanan Lintas sektor dipimpin oleh Camat, adapun peserta
Lokakarya Mini Tribulanan adalah sebagai berikut:
(a) Dinas kesehatan kabupaten kota.
(b) Tim Penggerak PKK Kecamatan/Distrik.
(c) Puskesmas diwilayah Kecamatan/Distrik.
(d) Staf Kecamatan, antara lain: Sekretaris Camat, unit lain yang terkait.
(e) Lintas sector dikecamatan, antara lain: pertanian, agama, pendidikan,
BKKBN, sosial (sesuai dengan lintas sektor yang ada di kecamatan/distrik).
(f) Lembaga/organisasi kemasyarakatan, antara lain: Tim Penggerak PKK
Kecamatan/Distrik, BPP/BPKM/Konsil Kesehatan Kecamatan/Distrik (apabila
sudah terbentuk).
3. Waktu
Lokakarya Mini Tribulanan lintas sektor yang pertama diselenggarakan pada
tribulan pertama tahun anggaran berjalan. Sedangkan untuk selanjutnya
dilaksanakan setiap tribulan. Adapun waktu penyelenggaraan disesuaikan
dengan kondisi setempat. Yang perlu dijadikan pertimbangan adalah diupayakan
agar seluruh peserta dapat menghadiri lokakarya.
4. Tempat
Tempat penyelenggaraan lokakarya mini tribulanan lintas sektor adalah di
Kecamatan/Distrik atau tempat lain yang dianggap sesuai.
BAB IV
PENGAWASAN, PENGENDALIAN, PENILAIAN KINERJA PUSKESMAS

A. PENGERTIAN PENGAWASAN PENGENDALIAN DAN PENILAIAN KINERJA


PUSKESMAS
Pengawasan Puskesmas dibedakan menjadi dua, yaitu pengawasan internal dan
eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh instansi
internal kesehatan baik oleh Dinas kesehatan kabupaten kota maupun oleh pejabat
yang berasal dari Puskesmas yang bersangkutan. Pengawasan yang dilakukan oleh
atasan langsung disebut pengawasan melekat, adapun pengawasan eksternal
dilakukan oleh instansi dari luar lingkungan Dinas Kesehatan atau Puskesmas
seperti Inspektorat, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
Badan Pengawasan Keuangan (BPK), Komisi Badan Pengawasan Keuangan (BPK),
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat. Pengawasan yang
dilakukan mencakup aspek administratif, keuangan dan teknis pelayanan. Apabila
ditemukan adanya penyimpangan baik terhadap rencana, standar, peraturan
perundangan maupun berbagai kewajiban yang berlaku perlu dilakukan pembinaan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan dilakukan melalui kegiatan
supervisi yang dapat dilakukan secara terjadual akan tetapi dapat juga dilakukan
sewaktu-waktu; apabila diketemukan penyimpangan segera ditindak lanjuti. Apabila
pengawasannya bersifat pembinaan, maka ditindaklanjuti dengan memberikan
bimbingan teknis, sedangkan apabila penyimpangannya cukup berat maka dapat
dilakukan tindakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pengendalian dan monitoring (pemantauan) adalah serangkaian aktivitas untuk
menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya dengan cara mengamati perkembangan kegiatan tersebut.
Penyelenggaraan kegiatan ini harus diikuti dengan kegiatan pemantauan yang
dilakukan secara berkala dan penyusunan rencana tindak lanjut. Kegiatan
pengendalian ini harus dilakukan secara terus menerus agar apabila diketemukan
ketidak sesuaian antara pelaksanaan kegiatan dengan rencana segera dapat
diketahui dan dilakukan upaya perbaikan yang sesuai dengan rencana yang telah
disusun. Pengendalian dapat dilakukan secara berjenjang oleh pejabat struktural
dari Dinas kesehatan kabupaten kota, Kepala Puskesmas, maupun penanggung
jawab upaya serta penanggung jawab program.
Penilaian Kinerja Puskesmas adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis
dalam mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi untuk
menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan Puskesmas disediakan dan
sasaran dicapai sebagai penilaian hasil kerja/prestasi Puskesmas.
Pelaksanaan penilaian dimulai dari tingkat Puskesmas, sebagai instrument
mawas diri karena setiap Puskesmas melakukan penilaian kinerjanya secara
mandiri, kemudian Dinas kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi hasilnya.
Adapun aspek penilaian meliputi hasil pencapaian cakupan dan manajemen
kegiatan termasuk mutu pelayanan (khusus bagi Puskesmas yang telah
mengembangkan mutu pelayanan) atas perhitungan seluruh Puskesmas.
Berdasarkan hasil verifikasi, Dinas kesehatan kabupaten kota bersama Puskesmas
dapat menetapkan Puskesmas kedalam kelompoknya (I, II, III) sesuai dengan
pencapaian kinerjanya.
Pada setiap kelompok tersebut, Dinas kesehatan kabupaten kota dapat melakukan
analisis tingkat kinerja Puskesmas berdasarkan rincian nilainya, sehingga urutan
pencapaian kinerjanya dapat diketahui, serta dapat dilakukan pembinaan secara
lebih mendalam dan terfokus.

B. TUJUAN PENGAWASAN PENGENDALIAN DAN PENILAIAN KINERJA


PUSKESMAS
1. Tujuan Pengawasan
(a) Untuk mengetahui sejauh mana program sudah dilakukan oleh staf, apakah
sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber daya telah
digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
(b) Untuk mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
(c) Untuk mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi
kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien.
(d) Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan.
(e) Untuk mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau
diberikan pelatihan lanjutan.
2. Tujuan Pengendalian
Tujuan dilakukannya pengendalian dan sekaligus monitoring kegiatan di
Puskesmas adalah:
(a) Menjamin kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
(b) Memberikan informasi kepada pengambil keputusan tentang adanya
penyimpangan dan penyebabnya, sehingga dapat mengambil keputusan
untuk melakukan koreksi pada pelaksanaan kegiatan atau program berkait,
baik yang sedang berjalan maupun pengembangannya di masa mendatang.
(c) Memberikan informasi/laporan kepada pengambil keputusan tentang adanya
perubahan-perubahan lingkungan yang harus ditindaklanjuti dengan
penyesuaian kegiatan.
(d) Memberikan informasi tentang akuntabilitas pelaksanaan dan hasil kinerja
program/kegiatan kepada pihak yang berkepentingan, secara kontinyu dan
dari waktu ke waktu.
3. Tujuan Penilaian
(a) Tercapainya tingkat kinerja Puskesmas yang berkualitas secara optimal
dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
Kabupaten/Kota.
(b) Mendapatkan gambaran tingkat pencapaian hasil cakupan dan mutu kegiatan
serta manajemen Puskesmas pada akhir tahun kegiatan.
(c) Mengetahui tingkat kinerja Puskesmas pada akhir tahun berdasarkan urutan
peringkat kategori kelompok Puskesmas.
(d) Mendapatkan informasi analisis kinerja Puskesmas dan bahan masukan
dalam penyusunan rencana kegiatan Puskesmas dan Dinas kesehatan
kabupaten kota untuk tahun yang akan datang.
C. MANFAAT PENGAWASAN PENGENDALIAN DAN PENILAIAN KINERJA
PUSKESMAS:
1. Puskesmas mengetahui tingkat pencapaian (prestasi) kinerjanya dibandingkan
dengan target yang harus dicapainya.
2. Puskesmas dapat melakukan identifikasi dan analisis masalah, mencari
penyebab dan latar belakang serta hambatan masalah kesehatan di wilayah
kerjanya berdasarkan adanya kesenjangan pencapaian kinerja Puskesmas
(output dan outcome).
3. Puskesmas mengetahui dan sekaligus dapat melengkapi dokumen untuk
persyaratan akreditasi Puskesmas.

4. Puskesmas dan Dinas kesehatan kabupaten kota dapat menetapkan tingkat


urgensi suatu kegiatan untuk dilaksanakan segera pada tahun yang akan
datang berdasarkan prioritasnya.
5. Dinas kesehatan kabupaten kota dapat menetapkan dan mendukung kebutuhan
sumber daya Puskesmas dan urgensi pembinaan Puskesmas.

D. RUANG LINGKUP PENGAWASAN PENGENDALIAN DAN PENILAIAN KINERJA


PUSKESMAS
Ruang lingkup pengawasan pengendalian dan penilaian kinerja Puskesmas
meliputi pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap pelaksanaan dan
pencapaian hasil pelaksanaan pelayanan kesehatan, dan mutu pelayanan.
Penilaian terhadap kegiatan upaya kesehatan masyarakat essensial Puskesmas
yang telah ditetapkan di tingkat Kabupaten/Kota dan kegiatan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan dalam rangka penerapan prinsip penyelenggaran
pelayanan Puskesmas melalui pendekatan kesehatan masyarakat, dengan tetap
mengacu pada kebijakan dan strategi untuk mendukung terwujudnya kecamatan
sehat.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah, maka Kabupaten/Kota dapat menetapkan dan mengembangkan jenis
program kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sudah diukur
dengan kemampuan sumber daya termasuk ketersediaan dan kompetensi tenaga
pelaksananya, dengan tetap memperhatikan arahan dan kebijakan tingkat provinsi
dan pusat, yang dilandasi oleh kepentingan daerah dan nasional termasuk
konsensus global/kesepakatan dunia (antara lain penanggulangan penyakit polio,
TBC, malaria, diare, kusta, dan lain-lain).
Puskesmas yang telah melaksanakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan
baik berupa penambahan upaya maupun suatu inovasi, tetap dilakukan penilaian.
Hasil kegiatan (output atau outcome) yang dilakukan Puskesmas merupakan nilai
tambah dalam penilaian kinerjanya dan tetap harus diperhitungkan sesuai dengan
kesepakatan.
Apabila upaya kesehatan masyarakat pengembangan tersebut merupakan
kebutuhan daerah yang telah didukung dengan ketersediaan dan kemampuan
sumber daya yang dimiliki Puskesmas bersangkutan maka dimungkinkan untuk
dikembangkan secara lebih luas di seluruh Puskesmas dalam suatu wilayah
Kabupaten/Kota. Oleh karenanya, kegiatan tersebut harus diperhitungkan untuk
dilakukan penilaian di seluruh Puskesmas.
Dengan pendekatan demikian maka penilaian pelaksanaan kegiatan untuk masing-
masing Puskesmas kemungkinan tidak lagi sama di seluruh Puskesmas,
melainkan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas
yang bersangkutan. Sedangkan kegiatan-kegiatan pengembangan yang belum
menjadi kegiatan utama di Kabupaten/Kota, hanya akan dilakukan oleh Puskesmas
tertentu saja di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Secara garis besar lingkup penilaian kinerja Puskesmas tersebut berdasarkan pada
upaya-upaya Puskesmas dalam menyelenggarakan:
1. Pencapaian cakupan Pelayanan kesehatan meliputi:
(a) Upaya kesehatan masyarakat essensial yang berupa pelayanan promosi
kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak
dan keluarga berencana, pelayanan gizi, dan pelayanan pencegahan dan
pengendalian penyakit.
(b) Upaya kesehatan masyarakat pengembangan kegiatannya memerlukan
upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi
pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan
wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing
Puskesmas.
(c) Upaya kesehatan perseorangan yang berupa rawat jalan, pelayanan gawat
darurat, pelayanan satu hari (one day care), home care; dan/atau rawat inap
berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
2. Mutu pelayanan Puskesmas, meliputi:
(a) Administrasi manajemen
(b) Upaya Kesehatan Masyarakat
(c) Upaya Kesehatan Perseorangan
Penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas
mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter, dan
Tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi.
Hasil kegiatan Puskesmas yang diperhitungkan meliputi kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh Puskesmas dan jaringannya di wilayah kerja Puskesmas, baik
kegiatan yang dilaksanakan di dalam gedung maupun di luar gedung.
Untuk beberapa jenis kegiatan tertentu, Puskesmas dapat memperoleh bantuan
teknologi ataupun tenaga dari Puskesmas sekitarnya atau tingkat kabupaten/kota
(dalam situasi emergensi/KLB, pelayanan kesehatan di daerah tertinggal,
perbatasan, transmigrasi, komunitas adat terpencil, dll) maka peran perbantuan
dapat diabaikan, sehingga hasilnya dapat diperhitungkan sebagai kegiatan
Puskesmas.

E. PELAKSANAAN PENGAWASAN PENGENDALIAN DAN PENILAIAN KINERJA


PUSKESMAS
Pelaksanaan Pengawasan, Pengendalian dan penilaian kinerja Puskesmas meliputi
serangkaian kegiatan yang dimulai sejak awal tahun anggaran pada saat
penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas. Selanjutnya dilakukan
pengumpulan data yang dipantau dan dibahas melalui forum Lokakarya Mini
baik bulanan dengan lintas program didalam Puskesmas maupun Lokakarya Mini
tribulanan yang melibatkan lintas sektor di kecamatan.
Sasaran Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian kinerja Puskesmas meliputi
Puskesmas dan jaringannya yaitu Puskesmas, Puskesmas Pembantu, bidan di desa
serta berbagai Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dan upaya
pemberdayaan masyarakat lainnya. Sebagai unit pelaksana teknis Dinas kesehatan
kabupaten kota, maka pada proses pelaksanaannya tetap dibawah bimbingan dan
pembinaan Dinas kesehatan kabupaten kota.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan pengawasan, pengendalian, dan penilaian
kinerja Puskesmas sebagai berikut:
1. Di tingkat Puskesmas:
(a) Kepala Puskesmas membentuk tim kecil Puskesmas untuk melakukan
kompilasi hasil pencapaian.
(b) Masing-masing penanggung jawab kegiatan melakukan pengumpulan data
pencapaian, dengan memperhitungkan cakupan hasil (output) kegiatan dan
mutu bila hal tersebut memungkinkan.
1) Hasil kegiatan yang diperhitungkan adalah hasil kegiatan pada periode
waktu tertentu. Penetapan periode waktu penilaian ini dilakukan oleh
Dinas kesehatan kabupaten kota bersama Puskesmas. Sebagai contoh
periode waktu penilaian adalah bulan Januari sampai dengan bulan
Desember.
2) Data untuk menghitung hasil kegiatan diperoleh dari Sistem Informasi
Puskesmas, yang paling sedikit mencakup pencatatan dan pelaporan
kegiatan Puskesmas dan jaringannya; survei lapangan; laporan lintas
sektor terkait; dan laporan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya
(c) Penanggung jawab kegiatan melakukan analisis terhadap hasil yang telah
dicapai dibandingkan dengan target yang ditetapkan, identifikasi
kendala/hambatan, mencari penyebab dan latar belakangnya, mengenali
faktor-faktor pendukung dan penghambat.
(d) Bersama-sama tim kecil Puskesmas, menyusun rencana pemecahannya
dengan mempertimbangkan kecenderungan timbulnya masalah (ancaman)
ataupun kecenderungan untuk perbaikan (peluang).
(e) Dari hasil analisa dan tindak lanjut rencana pemecahannya, dijadikan dasar
dalam penyusunan Rencana Usulan Kegiatan untuk tahun (n+2).
(f) Hasil perhitungan, analisis data dan usulan rencana pemecahannya
dilaporkan ke Dinas kesehatan kabupaten kota.

2. Di tingkat Kabupaten/Kota
(a) Menerima rujukan/konsultasi Puskesmas dalam melakukan perhitungan hasil
kegiatan, menganalisis data dan membuat pemecahan masalah.
(b) Memantau dan melakukan pembinaan sepanjang tahun pelaksanaan
kegiatan Puskesmas berdasarkan urutan prioritas masalah.
(c) Melakukan verifikasi hasil perhitungan akhir kegiatan Puskesmas dan
bersama dengan Puskesmas menghitung dan menetapkan kelompok
peringkat kinerja Puskesmas.
(d) Melakukan verifikasi analisis data dan pemecahan masalah yang telah dibuat
Puskesmas dan mendampingi Puskesmas dalam pembuatan rencana usulan
kegiatan.
(e) Mengirim umpan balik ke Puskesmas dalam bentuk penetapan kelompok
Puskesmas, evaluasi hasil kinerja Puskesmas.
(f) Penetapan target dan dukungan sumber daya masing-masing Puskesmas
berdasarkan evaluasi hasil kinerja Puskesmas dan rencana usulan
kegiatan tahun depan.
F. PENYAJIAN HASIL PENILAIAN KINERJA PUSKESMAS
Kelompok Puskesmas ditetapkan setelah ada verifikasi dan pembahasan antara
Puskesmas bersama Dinas kesehatan kabupaten kota, data dan informasi yang
dikirimkan oleh Puskesmas telah ditelaah/diteliti ulang oleh tim di tingkat
Kabupaten/Kota.
Untuk kepentingan penilaian kinerja, maka Puskesmas dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu :
1. Kelompok I : Puskesmas dengan tingkat kinerja baik:
(a) Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat pencapaian hasil > 91%.
(b) Cakupan hasil mutu pelayanan dengan tingkat pencapaian hasil 80 100%.
2. Kelompok II : Puskesmas dengan tingkat kinerja cukup:
(a) Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat pencapaian hasil 81 -
90%.
(b) Cakupan hasil mutu pelayanan dengan tingkat pencapaian hasil 25 79%.
3. Kelompok III : Puskesmas dengan tingkat kinerja kurang:
(a) Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat pencapaian hasil 80%.
(b) Cakupan hasil mutu pelayanan dengan tingkat pencapaian hasil 24%.

Perhitungan hasil kegiatan dengan variabel-variabelnya diharapkan dapat


memberikan gambaran kepada masing- masing penanggung jawab dan
pelaksana di Puskesmas tentang tingkat pencapaian hasil dari jenis-jenis kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya dan sebagai bahan evaluasi/ penilaian
pencapaian prestasi kinerjanya yang diperhitungkan sendiri.

Untuk memudahkan dapat melihat pencapaian hasil kinerja Puskesmas, maka hasil
cakupan kegiatan pelayanan dan manajemen Puskesmas dapat disajikan dalam
bentuk gambaran grafik sarang laba-laba. Hasil pencapaian cakupan kegiatan
pelayanan dan manajemen disajikan dalam bentuk sarang laba-laba yang berbeda.
Setiap jari-jari grafik sarang laba-laba untuk satu kelompok jenis kegiatan pelayanan
Puskesmas. Sedangkan bagi masing-masing penanggung jawab kegiatan, dapat
membuat hal yang sama untuk masing-masing variabel kegiatannya.

Dengan grafik sarang laba-laba diharapkan pembaca lebih mudah mengetahui


tingkat kesenjangan pencapaian dan ketidakserasian antara hasil kegiatan
dengan manajemen, karena antara keduanya memiliki keterkaitan yang sejajar.
Penyajian grafik tersebut sebaiknya dibuat secara periodik bulanan atau triwulan,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pemantauan dan identifikasi masalah
sedini mungkin.
BAB VI
DUKUNGAN DINKES KABUPATEN/KOTA DALAM MANAJEMEN PUSKESMAS

Sesuai dengan pengertiannya, Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas


kesehatan kabupaten kota. Oleh karena itu keberhasilan penyelenggaraan Puskesmas,
termasuk manajemen Puskesmas, tidak lepas dari tanggung jawab Dinas kesehatan
kabupaten kota.

Dukungan dinas kesehatan kabupaten kota dalam proses manajemen Puskesmas


adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pembinaan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan kepada
Puskesmas, dengan indikator pembinaan yang jelas.
b. Melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah agar proses perencanaan,
pembahasan, dan persetujuan terhadap rencana usulan kegiatan dapat
diselenggarakan tepat waktu, sehingga realisasi anggaran dapat tepat waktu dan
selanjutnya Puskesmas dapat melaksanakan kegiatan sesuai jadwal.
c. Meningkatkan kerjasama lintas sektor dalam proses manajemen Puskesmas.
d. Menyelenggarakan pelatihan manajemen Puskesmas.
e. Melakukan pengumpulan hasil Penilaian Kinerja Puskesmas, menganalisis hasil,
melakukan evaluasi dan memberi feedback terhadap hasil Penilaian Kinerja
Puskesmas.
f. Melaporkan secara berkala hasil Penilaian Kinerja Puskesmas kepada Dinkes
Provinsi.
BAB VI
PENUTUP

Pedoman manajemen Puskesmas sangat diperlukan untuk dapat mengoptimalkan


penyelenggaraan Puskesmas. Manajemen Puskesmas meliputi perencanaan,
penggerakkan dan pelaksanaan, dan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja
Puskesmas. Dengan disusunnya pedoman ini, diharapkan dapat dijadikan acuan bagi
Puskesmas dalam melaksanakan manajemen Puskesmas serta bagi kabupaten/kota
dalam melaksanakan pendampingan pelaksanaan manajemen Puskesmas.
Buku pedoman ini bersifat dinamis, sehingga daerah dapat melakukan pengembangan
dan penyesuaian berdasarkan kondisi daerah dan perkembangan kebijakan dan ilmu
pengetahuan.

You might also like