You are on page 1of 8

PREDIKSI PENDERITA GANGGUAN JIWA DIPASUNG KELUARGA

(Prediction of Mental Disorders Deprived by Family)

Sri Mugianti*, Suprajitno*


Jurusan Keperawatan Poltekkes Malang
E-mail: bedonku@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pendahuluan: Keluarga merupakan tempat utama dan pertama untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, memiliki
lima tugas di bidang kesehatan. Ketidakmampuan keluarga melaksanakan tugasnya akan menjadi masalah pada anggota
keluarga yang menderita gangguan jiwa, sehingga memungkinan terjadi pemasungan. Tujuan penelitian ini adalah
merumuskan kemungkinan pemasungan penderita gangguan jiwa oleh keluarga. Metode: Desain penelitian ini adalah
cross sectional. Subyek penelitian sebanyak 45 keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita gangguan jiwa
berasal dari empat kluster di Puskesmas Bacem Ponggok dan Sutojayan Kabupaten Blitar, yang dipilih dengan teknik
cluster random sampling secara rapid survei. Analisis menggunakan regresi nominal dengan = 0,05. Hasil: Dua tugas
keluarga yang berpengaruh terjadinya pemasungan pasien yaitu kemampuan keluarga merawat dengan nilai signifi kan
0,009 dan kemampuan keluarga memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan dengan nilai signifikan 0,034. Kemungkinan
pasien gangguan jiwa dipasung oleh keluarga diformulasikan dalam sebuah rumus. Diskusi: Besar pengaruh kedua tugas
keluarga sebesar 37,1% (Nagelkerke sebesar 0,371) sedangkan 62,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Untuk memperkecil
kejadian pasung diharapkan keluarga merawat penderita dengan ikhlas, kasih sayang, dan memanfaatkan sarana pelayanan
kesehatan.

Kata kunci: lima tugas keluarga, gangguan jiwa, pemasungan

ABSTRACT
Introduction: The family was the place and the first to meet the basic needs of human beings, has five tasks in health.
The inability of the family perform its tasks will be a problem in a family member suffering from a mental disorder,
so allow the deprivation occurred. The aim of this study was to formulate the possibility of deprivation of people with
mental disorders by family. Method: The study design was cross sectional. Study subjects by 45 families who have family
members with mental disorders from four clusters at health centres of Bacem Ponggok and Sutojayan of Kabupaten
Blitar, selected by cluster random sampling with rapid survey. Analysis using nominal regression with = 0.05. Result:
Two tasks the family that affect was deprived of the ability of families caring for patients with significant value 0.009
and the ability of families utilizing health care facilities with significant value of 0.034. The possibility of patients to be
deprived by family was formulated. Discussion: Influences family task was 37.1% (Nagelkerke = 0.371) whereas 62.9%
influenced by other factors. To minimize the occurrence of deprived be expected to treat patients with a family of faith,
love, and use of health service facilities.

Key words: five tasks family, mental disorder, deprivation

PENDAHULUAN
2005 terdapat masalah kesehatan jiwa akibat
Keluarga merupakan tempat pertama bencana dengan gangguan jiwa berat 34%,
dan utama untuk memenuhi kebutuhan gangguan mental emosional 1520% dan
dasar manusia. Sesuai hirarkhi Maslow stress ringan sampai berat 2050%.
kesehatan jiwa merupakan kebutuhan dasar Gangguan jiwa berdampak penurunan
mulai kebutuhan dasar sampai aktualisasi produktivitas, peningkatan biaya perawatan,
diri. Peran keluarga menjadi penting untuk dan cenderung menimbulkan permasahan
menemukan dan mengenali masalah keluarga baru misalnya resiko perceraian pada pasangan
yang berkaitan dengan gangguan jiwa. Hasil suami istri, resiko terjadi penganiayaan dan
Riskesdas 2007 menunjukkan gangguan jiwa penyiksaan pada kondisi amuk. Pemahaman
berat 0,46%, gangguan mental emosional 11,6 yang masih rendah terhadap gangguan jiwa di
%. Data tersebut merupakan data kesehatan masyarakat, dan pandangan miring terhadap
jiwa tanpa bencana, sedangkan menurut penderita gangguan jiwa dengan masih
World Health Organization (WHO) tahun lekatnya stigma yang diberikan menjadikan

118
Prediksi Penderita Gangguan Jiwa (Sri Mugianti dan Suprajitno)

keluarga penderita gangguan jiwa semakin Ru musan masalah nya ad alah


tidak mampu membuat keputusan yang tepat bagaimanakah rumus kemungkinan penderita
untuk mengasuh penderita gangguan jiwa. dipasung oleh keluarga berdasarkan lima tugas
Keperawatan jiwa komunitas merupakan keluarga di bidang kesehatan. Tujuan khusus
upaya yang digunakan untuk membantu yang dirumuskan adalah: (1) menentukan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah- tugas keluarga yang berpengaruh terhadap
masalah kesehatan jiwa akibat konflik atau kemampuan keluarga mengasuh penderita
bencana (Keliat dkk, 2006). Upaya tersebut gangguan jiwa, (2) menganalisis besar
akan berjalan lancar bila didukung dengan pengaruh tugas keluarga yang terpilih
pemberdayaan keluarga yang merupakan unit terhadap kemampuan keluarga mengasuh
terkecil dari masyarakat. Lima tugas keluarga penderita gangguan jiwa, dan (3) merumuskan
di bidang kesehatan harus dipahami dan persamaan fungsi kemungkinan penderita
dilakukan oleh keluarga untuk mendapatkan gangguan jiwa diperlakukan keluarga.
hasil perawatan optimal. Peran tersebut Secara teoritis diharapkan sebagai data
adalah mengenali gangguan kesehatan jiwa, dasar untuk melakukan pengembangan ilmu
mengambil keputusan yang tepat, merawat keperawatan khususnya dan ilmu kesehatan
penderita gannguan jiwa, memodifikasi pada umumnya. Secara praktis diharapkan
lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas sebagai upaya meningkatkan pemahaman
kesehatan (Suprajitno, 2004). pelaksanaan lima tugas keluarga di bidang
Prevalensi gangguan jiwa di wilayah kesehatan agar keluarga mampu membuat
Kabupaten Blitar sampai dengan trimester keputusan yang tepat untuk mengasuh
awal 2013 sejumlah 786 penderita tercatat penderita gangguan jiwa sehingga terjadi
dalam register Puskesmas dan menjalani pemenuhan kebutuhan rasa aman dan
perawatan tersebar di 21 Puskesmas (Laporan kesejahteraan penderita gangguan jiwa yang
Pemegang Program Kesehatan Jiwa Dinas tinggal di keluarga.
Kesehatan Kabupaten Blitar). Penderita
gangguan jiwa yang dipasung menunjukkan
BAHAN DAN METODE
peningkatan tahun 2011 sebanyak 8 orang
sedangkan tahun 2012 menjadi 14 orang. Desain yang digunakan adalah cross
Hasil wawancara dengan pemegang program sectional. Subjek yang diteliti sebanyak 45
kesehatan jiwa Puskesmas Ponggok terdapat 42 keluarga yang memiliki anggota keluarga
penderita, lama gangguan jiwa kurang dari 2 penderita gangguan jiwa berasal dari empat
bulan atau akut sebanyak 2 orang, kurang dari kluster di Puskesmas Bacem Ponggok
satu tahun sebanyak 5 orang, dan sisanya lebih dan Sutojayan Kabupaten Blitar. Metode
dari dua tahun. Pada tahun 2012 terdapat dua sampling yang digunakan cluster random
orang penderita mengalami amuk menyerang sampling secara rapid survei. Variabel
orang lain (keluarga). Keadaan amuk menjadi bebasnya adalah lima tugas keluarga di
normal kembali setelah penderita mendapatkan bidang kesehatan meliputi kemampuan
pengobatan dari Puskesmas. mengenal masalah kesehatan, kemampuan
Kemampuan keluarga untuk membuat mengambil keputusan, kemampuan merawat,
keputusan sangat bervariasi, yaitu: penderita kemampuan memodifi kasi lingkungan, dan
gangguan jiwa ditempatkan di tempat kemampuan memanfaatkan saran pelayanan
terpencil dan diikat, penderita dibiarkan kesehatan. Variabel tergantungnya adalah
berkeliaran, dan penderita dibawa berobat ke kemampuan keluarga mengasuh anggota
layanan kesehatan. Pengobatan oleh keluarga keluarga yang menderita gangguan jiwa. Alat
tergantung dari pemahaman, kemauan, dan pengumpulan data menggunakan kuesioner
keberdayaan keluarga dalam melaksanakan yang dikembangkan dari toeri tugas keluarga
tugas di bidang kesehatan. di bidang kesehatan, selanjutnya kuesioner

119
Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 118125

diisi oleh anggota keluarga yang mengasuh Tabel 1. Keadaan keluarga dengan pasien
penderita gangguan jiwa setiap hari. gangguan jiwa
Pengumpulan data dilakukan pada bulan
No. Keadaan keluarga f %
JuliNopember 2013. Analisis menggunakan
1 Hubungan keluarga:
regresi nominal dengan = 0,05. 14 31,1
- Ibu
- Bapak 4 8,9
- Anak 4 8,9
HASIL 8 17,8
- Suami / Istri
Keadaan keluarga yang merawat pasien 9 20,0
- Kakak 4 8,9
gangguan jiwa digambarkan seperti tabel 1. - Adik 2 4,4
Hasil analisis uji statistik menggunakan - Bukan keluarga inti
regresi nominal dengan metode entered yaitu 2 Pengertian keluarga
dilakukan sekali analisis regresi terhadap tentang gangguan jiwa:
variabel dependen dan semua variabel - Gangguan pikiran 18 40,0
- Saraf terganggu 4 8,9
independen yang dipilih secara serentak. Hasil
- Tidak dapat tidur 1 2,2
regresi logistik dan nilai variabel independen 4 8,9
yang signifikan seperti pada tabel 4, kesesuaian - Perilaku aneh
10 22,2
model fungsi seperti pada tabel 5, dan nilai - Orang gila
7 15,6
- Depresi
pengaruh variabel independen secara bersama 1 2,2
- Tidak tahu
seperti pada tabel 6. Dari tabel 4 dapat dibuat

Tabel 2. Tabulasi silang antara tempat dan rutinitas periksa pasien gangguan jiwa
Rutinitas periksa
Total
Ya Tidak
25 9 34
Puskesmas
55,6% 20,0% 75,6%
Tempat periksa
0 11 11
Bukan
0,0% 24,4% 24,4%
25 20 45
Total
55,6% 44,4% 100,0%

Tabel 3. Perlakuan keluarga pada penderita gangguan jiwa


No. Perlakuan pada pasien f %
1 Dibiarkan aktivitas sendiri 21 46,7
2 Dipasung 2 4,4
3 Diatur aktivitasnya 22 48,9
Total 45 100,0

Tabel 4. Nilai regresi logistik dan variabel independen dengan metode entered
Model fitting Effect selection test Nilai kejadian
Model Effect(s)
criteria 2 df sig dipasung
0 Intercept 75,951 -- 19,712
1 Rawat 66,513 9,438 2 0,009 -37,209
2 Sarana 59,734 6,779 2 0,034 -19,010

120
Prediksi Penderita Gangguan Jiwa (Sri Mugianti dan Suprajitno)

Tabel 5. Nilai kesesuaian model fungsi


Likelihood ratio test
Model Model fitting criteria
2 df sig
Intercept only 75,951 -- -- --
Final 59,734 16,217 4 0,003

Tabel 6. Nilai pseudo R-square PEMBAHASAN

Cox and Snell Nagelkerke Mc Fadden


Kejadian pemasungan di masyarakat
0,303 0,371 0,214 Indonesia dimungkinkan belum tahunya
masyarakat atau keluarga yang memiliki
anggota keluarga menderita gangguan jiwa.
fungsi kemungkinan pasien gangguan jiwa Secara sederhana masyarakt perlu diberikan
dipasung oleh keluarga adalah sebesar pengertian tentang pemasungan, yaitu segala
tindakan pengikatan dan pengekangan
1
kemungkinan (dipasung) (19,712-37,209*rawat-19,010*sarana)
fisik yang dapat mengakibatkan kehilangan
1+
kebebasan seseorang. Dari pengertian
tersebut, pemasungan termasuk penelantaran,
Sebagai contoh jika nilai kemampuan
bertentangan dengan rasa kemanusiaan, dan
merawat anggota yang gangguan jiwa sebesar
melanggar HAM (hak azasi manusia) penderita
0 dan kemampuan menggunakan sarana
gangguan jiwa.
pelayanan kesehatan 0 maka kemungkinan
Undang Undang (UU) Nomor 36
pasien gangguan jiwa dipasung oleh keluarga
Tahun 2009 tentang Kesehatan khususnya
sebesar 36 kali jika keluarga memiliki nilai
Bab IX Pasal 144 151 tentang Kesehatan
minimal 1 pada kedua variabel tersebut. Pada
Jiwa menegaskan bahwa upaya kesehatan
sampel 26 jika nilai kemampuan merawat
jiwa ditujukan untuk menjamin orang dapat
anggota yang gangguan jiwa sebesar 0 dan
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat,
kemampuan menggunakan sarana pelayanan
bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan
kesehatan 1 maka kemungkinan pasien
lain yang dapat mengganggu kesehatan
gangguan jiwa dipasung oleh keluarga sebesar
jiwa. Pemasungan penderita gangguan jiwa
3 kali jika keluarga memiliki nilai minimal 1
di Indonesia telah dilarang untuk dilakukan
pada kedua variabel tersebut.
berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 1966
Nilai pseudo R-square untuk pengaruh
tentang Kesehatan Jiwa menyatakan bahwa
kedua variabel independen secara bersama
pasien dengan gangguan jiwa yang terlantar
terhadap variabel dependen kemungkinan
mendapatkan perawatan dan pengobatan
pasien gangguan jiwa dipasung oleh keluarga
pada suatu tempat perawatan. UU tersebut
yaitu pada tabel 6.
ditindaklanjuti dengan Surat Menteri Dalam
Be rd a sa rk a n t abel 6, va r iabel
Negeri Nomor PEM.29/6/15, tertanggal 11
independen yaitu kemampuan merawat
Nopember 1977 yang ditujukan kepada
anggota yang gangguan jiwa dan kemampuan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh
menggunakan sarana pelayanan kesehatan
Indonesia, meminta kepada masyarakat
hanya ber pengar uh terhadap kejadian
untuk tidak melakukan pemasungan terhadap
pemasungan pasien gangguan jiwa adalah
penderita gangguan jiwa dan menumbuhkan
sebesar 37,1% sedangkan 62,9% dipengaruhi
kesadaran masyarakat untuk menyerahkan
oleh faktor lain. Berdasarkan hasil penelitian
perawatan penderita di Rumah Sakit Jiwa.
dimungkinkan faktor lain yang mempengaruhi
Pemasungan penderita gangguan jiwa
pemasungan pasien gangguan jiwa adalah
masih juga dilakukan oleh keluarga saat
pengertian keluarga tentang gangguan jiwa
ini. Keadaan tersebut bertentangan dengan
atau faktor lain.
deklarasi Menteri Kesehatan RI pada 10

121
Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 118125

Oktober 2010 yaitu Menuju Indonesia Bebas ikatan yang terjadi antar anggota keluarga.
Pasung. Alasannya melanggar UU yang Bentuk kegiatan perawatan pada hal sederhana
dimiliki Negara Indonesia, karena gangguan memungkinkan dilakukan oleh keluarga,
jiwa dapat disenbuhkan dan penderita menimbulkan rasa spontan perawatan oleh
gangguan jiwa berhak mendapatkan layanan anggota keluarga yang lain, sehingga dapat
pengobatan dan perlakuan yang manusiawi. disimpulkan Kemampuan keluarga melakukan
Sehingga, Indonesia Bebas Pasung memiliki tugas untuk merawat anggota keluarga yang
makna upaya untuk membuat Indonesia bebas sakit akan memperkecil kemungkinan pasien
secara nasional dari adanya praktik pasung gangguan jiwa dipasung.
dan penelantaran terhadap penderita gangguan Menurut PKMRS RS Jiwa Radjiman
jiwa. Wediodiningrat Lawang, merawat penderita
Berdasarkan hasil regresi logistik dan gangguan jiwa di keluarga merupakan upaya
nilai variabel independen yang signifikan rehabilitasi. Rehabilitasi bertujuan untuk
adalah tugas keluarga merawat anggota mengoptimalkan kemampuan atau upaya
keluarga yang menderita gangguan jiwa dan untuk membantu mencapai kualitas hidup
memanfaatkan sarana/fasilitas kesehatan yang optimal bagi penderita gangguan
dengan nilai signifikansi 0,009 dan 0,034. jiwa. Rehabilitasi akan membantu proses
Tugas keluarga dalam merawat pasien penyembuhan dan kembalinya kepercayaan
gangguan jiwa merupakan tugas ketiga dari diri penderita gangguan jiwa. Di samping
lima tugas keluarga di bidang kesehatan. itu diperlukan peran serta masyarakat yang
Tugas ketiga ini secara statistik berpengaruh dekat dengan keluarga karena masyarakat
sebesar nilai 37,209 terhadap kejadian dapat membantu proses rehabilitasi dengan
pemasungan penderita gangguan jiwa oleh mener ima dan mendorong pender it a
keluarga. Merawat anggota keluarga yang melakukan aktifitas sosial sesuai dengan
sakit merupakan sesuatu yang alamiah keadaannya. Peran serta masyarakat aktif yang
terjadi pada sebuah keluarga. Seberapapun diperlukan, jika menemukan kasus pasung
tingkat pemahaman keluarga terhadap pada orang dengan gangguan jiwa di sekitar
gangguan jiwa, seberapa tepat pembuatan tempat tinggalnya diharap segera melapor
keputusan dan seberapapun keberdayaan ke (1) kader kesehatan, (2) fasilitas layanan
keluarga, tugas merawat anggota keluarga kesehatan terdekat (Puskesmas, Rumah Sakit
yang sakit merupakan wujud bahwa fungsi Umum, atau Rumah Sakit Jiwa), atau (3) Dinas
keluarga tersebut berjalan, Hal ini terutama Kesehatan setempat.
terkait dengan fungsi keluarga menurut Merawat penderita gangguan jiwa di
Friedman (1992) yaitu (1) fungsi cinta kasih: keluarga, seharusnya tidak diartikan seperti
memberikan kasih sayang dan rasa aman, merawat penderita yang sakit dan dirawat inap
memberikan perhatian diantara anggota di Rumah Sakit. Merawat yang sebenarnya
keluarga, (2) fungsi melindungi: melindungi pada penderita gangguan jiwa adalah jika
anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, keluarga atau masyarakat tidak mengabaikan,
sehingga anggota keluarga merasa terlindung menelantarkan, mengucilkan, mengolok-
dan merasa aman, dan (3) fungsi reproduksi: olok, atau bahkan memasung. Jika keadaan
meneruskan keturunan, memelihara dan tersebut dilakukan disebut perilaku keluarga
membesarkan anak, memelihara dan merawat atau masyarakat yang salah. Perilaku salah
anggota keluarga. Bila dikaitkan dengan hasil mungkin didasarkan pada persepsi yang
penelitian tampak bahwa orang terdekat yang salah. Persepsi yang salah dan benar tentang
merawat pasien gangguan jiwa sesuai sampel penderita gangguan jiwa ditabelkan seperti
penelitian hampir 100% adalah keluarga tabel 7.
inti, hanya 4.4% saja dirawat bukan oleh Tugas keluarga kelima di bidang
keluarga inti, namun masih ada hubungan kesehatan yaitu keluarga memanfaatkan
kekerabatan. Merawat anggota keluarga yang fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
sakit merupakan bentuk rasa kasih sayang, pengaruh sebesar 19,010 untuk kemungkinan

122
Prediksi Penderita Gangguan Jiwa (Sri Mugianti dan Suprajitno)

Tabel 7. Persepsi kepada penderita gangguan jiwa


Persepsi Salah Persepsi Benar
Penyakit medis sama dengan diabetes dan hipertensi dan juga bisa
Bukan penyakit tetapi guna-guna.
diobati oleh dokter.
Gejalanya banyak yang bisa membaik dan bahkan sebagian bisa
Tidak bisa sembuh
sembuh sempurna.
Penyebabnya kompleks, kombinasi dan neurokimia otak yang tidak
Penyebabnya lemah mental
seimbang, genetic dan lingkungan.
Penyakit ini tidak kenal golongan, semua orang punya resiko
Saya tidak mungkin menderita sakit ini
menderita sakit ini.
Faktanya,mereka banyak yang menjadi korban. Seperti kita,
Penderita berbahaya bagi sekitar
penderita juga bisa emosi jika diejek atau diperlakukan tidak adil.
Saat ini banyak pilihan pengobatan. Dengan dukungan masyarakat
Penderita tidak bisa diharapkan
dan keluarga, mereka bisa hidup aktif dan produktif.
Kami tidak bisa membantu kesembuhan Banyak yang bisa anda lakukan. Mulailah dengan bersikap dan
penderita berbicara yang baik dengan mereka.

pemasungan oleh keluarga dilakukan pada kekerasan pada hak-hak individu, hak politik,
penderita gangguan jiwa. Pemanfaatan fasilitas ekonomi, sosial dan budaya.
pelayanan kesehatan dapat berbentuk bantuan Peran Puskesmas, diharapkan juga
petugas kesehatan atau pelayanan fasilitas menya mpai ka n ba hwa ODM K t id a k
kesehatan yang dibutuhkan keluarga ketika diperbolehkan dipasung dan diterlantarkan.
keluarga tidak mampu merawat sendiri anggota Sehingga, peran serta masyarakat diharapkan
keluarga yang sakit dapat dipenuhi. Sarana mampu untuk mengenali kasus-kasus
pelayanan kesehatan yang dapat berperan gangguan jiwa di masyarakat, pemasungan
pada lini pertama adalah Pusat Kesehatan yang ada di lingkungan dan mendorong
Masyarakat (Puskesmas). Fungsi Puskesmas anggota masyarakat untuk berobat dan
diantaranya sebagai Pusat Pemberdayaan kontrol. Upaya Puskesmas untuk Menuju
Masyarakat dan Keperawatan Kesehatan Indonesia Bebas Pasung diperlukan juga
Masyarakat. upaya dan peran Pemerintah. Karena,
Puskesmas sebagai Pusat Pemberdayaan Pemerintah dan pemerintah daerah bukan
Masyarakat berpean untuk memberikan hanya menemukan kasus-kasus pasung untuk
pemahaman bahwa penderita gangguan kemudian melepaskan tetapi juga harus
jiwa dapat disebut Orang Dengan Masalah memberikan edukasi pada masyarakat untuk
Kejiwaan (ODMK). ODMK yang berat dan tidak melakukan pemasungan.
kronis seperti skizofrenia dan gangguan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
bipolar adalah termasuk kelompok yang rentan sebagai salah satu fungsi Puskesmas
mengalami pengabaian hak-haknya. WHO diharapkan mampu menjangkau pelayanan
dalam pernyataannya mengenai Kesehatan kesehatan sampai kepada masyarakat baik
Jiwa, menyatakan bahwa, gangguan jiwa dalam pelayanan dalam gedung atau pelayanan
mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku, luar gedung. Pada tabel 2, pasien gangguan
kemampuan untuk melindungi kepentingan jiwa menggunakan sarana Puskesmas sebagai
dirinya dan kemampuan mereka untuk tempat berobat adalah 75,6% dan sebanyak
mengambil keputusan; seseorang dengan 55,6% menggunakan sarana Puskesmas
gangguan jiwa berhadapan dengan stigma, sucara rutin. Program Kesehatan Jiwa di
diskriminasi dan marginalisasi. Stigma Puskesmas bukan merupakan Program Utama
menyebabkan mereka tidak mencar i Puskesmas, namun kemungkinan faktor yang
pengobatan yang sangat mereka butuhkan, mempengaruhi keluarga memanfaatkan
atau mereka akan mendapatkan pelayanan Puskesmas sebagai tempat pengobatan
yang bermutu rendah; marginalisasi dan karena keluarga merasa tidak mampu
diskriminasi juga meningkatkan risiko merawat anggota keluarga yang menderita

123
Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 118125

gangguan jiwa dengan memanfaatkan namun penerapan pelayanan kesehatan jiwa


jamkesmas dan jamkesda. Hal ini didukung dilapangan masih terpusat pada pelayanan
hasil penelitian Idwar (2009) tentang perilaku kesehatan jiwa di institusi khusus. Pemahaman
masyarakat dalam penanganan gangguan bahwa pelayanan kesehatan jiwa dapat
jiwa di Kota Langsa Provinsi Nanggroe Aceh dilakukan pada sarana kesehatan yang tersedia
Darussalam (dalam http://repository.usu.ac.id/ seperti puskemas, balai kesehatan masyarakat,
handle/123456789/28087) menunjukkan bahwa RSU ternyata sangat rendah, bahkan pada
pemanfaatan sarana kesehatan dilakukan petugas kesehatan.
setelah keluarga terlebih dahulu membawa
penderita gangguan jiwa ke dukun dan tidak
SIMPULAN DAN SARAN
mengalami penyembuhan.
Peran Puskesmas sangat penting Simpulan
dan utama di masyarakat, sehingga Sekjen Berdasarkan analisis hasil dan
Depkes dalam Peringatan Hari Kesehatan pembahasan diperoleh simpulan (1) ada
Jiwa Sedunia tahun 2010 menyampaikan dua tugas keluarga yang signifikan yaitu
bahwa Puskesmas diberdayakan sehingga kemampuan keluarga merawat pasien dan
mampu menjadi ujung tombak pelayanan kemampuan keluarga memanfaatkan sarana
kesehatan jiwa serta juga harus menyediakan pelayanan kesehatan merupakan faktor
pengobatan yang diperlukan. Demikian juga, yang mempengaruhi kemampuan keluarga
Rumah Sakit Umum harus menyediakan mengasuh pasien gangguan jiwa, (2) rumus
tempat tidur sehingga bisa merawat ODMK kemungkinan pasien gangguan jiwa dipasung
yang memerlukan perawatan. Rumah Sakit oleh keluarga berdasarkan dua tugas tugas
Jiwa selain sebagai pusat rujukan juga harus keluarga yang berpengaruh adalah
mampu menjadi pusat pembinaan kesehatan
jiwa bagi layanan kesehatan di wilayahnya. 1
Namun, untuk gangguan jiwa berat pengobatan kemungkinan (dipasung)
1 + (19,712-37,209*rawat-19,010*sarana)
awal dapat dilakukan di Puskesmas kemudian
pengobatan lanjutan dapat dilakukan dengan dan (3) dua tugas keluarga yaitu kemampuan
rawat inap di Rumah Sakit Umum / Rumah keluarga merawat pasien dan kemampuan
Sakit Jiwa. Rawat Inap akan dilakukan keluarga memanfaatkan sarana pelayanan
sampai kondisi kejiwaan menjadi stabil, kesehatan berpengaruh sebesar 37,1%
mampu minum obat secara teratur dan tidak (Nagelkerke sebesar 0,371) sedangkan 62,9%
ada kecenderungan melakukan tindakan dipengaruhi oleh faktor lain.
yang membahayakan diri sendiri, keluarga
maupun kepentingan umum. Setelah dilakukan Saran
perawatan di Rumah Sakit, pengobatan dapat
Keluarga dapat menciptakan suasana
dilanjutkan di Puskesmas dengan pengawasan
nyaman dan aman berada di tengah-
pengobatan oleh keluarga maupun partisipasi
tengah keluarganya karena merupakan
masyarakat melalui kader kesehatan/kelompok
tempat terbaik bagi penderita gangguan
swabantu.
jiwa. Selain pengobatan medis, penderita
Menurut Widowati (2013) Upaya
juga membutuhkan perhatian, pengertian,
pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia
dukungan, cinta dan kasih saying. Perhatian
mencakup atas 3 kategori: pelayanan kesehatan
dan kasih sayang tulus keluarga dan orang-
jiwa yang terintegrasi pada pelayanan
orang terdekatnya akan sangat membantu
kesehatan umum (primer, sekunder, dan
proses pemulihan kondisi jiwa pasien.
tersier), pelayanan kesehatan jiwa berbasis
Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat,
masyarakat dan pelayanan kesehatan jiwa
dijadikan upaya utama, untuk menfasilitasi
di institusi khusus (RSJ, Bag Psikiatri RS
keluarga mencari pengobatan dan rujukan
Pendidikan dan Klinik-klinik superspesialis),
perawatan gangguan jiwa.

124
Prediksi Penderita Gangguan Jiwa (Sri Mugianti dan Suprajitno)

KEPUSTAKAAN So ek r a m a , 20 01. Pe n i n gk a ta n d a n
Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Serta
Baker, Maureen, 2001. Families, Labour, &
Penanggulangan Stres. Jakar ta:
Love. Australia: Allen & Unwin.
Yayasan Purna Bhakti Negara.
DepKes RI, 2008. Riskesdas 2007. Jakarta:
Swanson, Janice M. & Mary A. Nies, 1997.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Community Health Nursing: Promoting
Departemen Kesehatan RI.
the health of aggregates. Philadelphia:
DepKes RI., 2006, Keperawatan Jiwa Teori
WB Saunders Company.
dan Tindakan Keperawatan, Jakarta.
Townsend. MC., 2005. Essentials of
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Psychiatric Mental Health Nursing (3th
Medik
ed). Philadelphia: F A Davis Company.
Friedman, Marilyn M., 1998. Family Nursing:
Videbeck, S.L., 2008. Buku Ajar Keperawatan
Research, Theory, & Practice. Stamford:
Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Appleton & Lange.
Walkinson, Greg, 2002. Seri Kesehatan
Hawari, 2007. Pendekatan Holistik Pada
Bimbingan Dok ter pada St res.
Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Terjemahan oleh Christine Pangemanan.
FKUI.
Jakarta: Dian Rakyat.
Indonesia Bebas Pasung. http://rsjlawang.
Widowati, 2013. Era Kesehatan Jiwa
blogspot.com/2012/03/indonesia-bebas-
Masyarakat (CommunityMental Health)
pasung.html
sesuai Pertemuan di Bali Desember
Juliansyah, 2009. Stigma Penderita Gangguan
2012. Artikel dalam http://rsjsoerojo.
Jiwa. diakses melalui http:// perawat
co.id/era_community_mental_health_
psikiatri. blogspot. com/ mental
kesehatan_ jiwa_masyarakat_sesuai_
disorder. html
per temu a n _d i _bali _desember_
Keliat, B.A. dkk, 1991. Tingkah Laku Bunuh
berita112.html
Diri. Jakarta: Arcan.
Willis S, 2005. Remaja & Masalahnya.
Maramis, W.F, 2004. Catatan Ilmu Kedokteran
Bandung: Alfabeta.
Jiwa (edisi tujuh). Surabaya: Airlangga
Wright, Lorraine M. & Maureen Leahey,
Universitas.
1994. Nurses and Families: a guide
Menuju Indonesia Bebas Pasung. http://buk.
to family assessment and intervention,
depkes.go.id/index.php?option=com_c
2nd edition. Philadelphia: FA Davis
ontent&view=article&id=87:menuju-
company
indonesia-bebas-pasung-
Yosep. I., 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung:
Mervyn, Harold, 2001. Kiat Keluarga Sehat.
Jilid 2. Bandung: Indonesia Publishing Refika Aditama.
House.
Santrock W. John, 2003. Adolenscence
(Perkembangan Remaja). Jakarta:
Erlangga

125

You might also like