You are on page 1of 9

Bada maghrib tadi saya disapa oleh salah satu murid tahsin

saya (semoga Allah Taala mencintainya) melalui Whatsapp.


Ternyata dia baru saja membaca salah satu tulisan di blog
saya, yaitu Cinta Dalam Diam . Dalam tulisan tersebut, ada
kalimat tapi sanggupkah jika semua berakhir seperti
sejarah cinta Salman Al Farisi?. Ternyata kalimat ini
membuat dirinya penasaran, memangnya seperti apakah
kisah cinta Salman Al Farisi Radhiallahuanhu? Karena
selama ini cerita yang banyak disampaikan adalah tentang
kisah cinta Ali bin Abi Thalib Radhiallahuanhu berserta
dengan Fatimah Az Zahra Radhiallahuanha. Sedangkan
kisah cinta tentang Salman Al FarisiRadhiallahuanhu jarang
sekali diangkat. Oleh karena ini, insya Allahu Taala ditulisan
kali ini saya akan menceritakan kisah cinta Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu.

***

Salman Al Farisi Radhiallahuanhu adalah seorang pemuda


dari Persia. Dia adalah mantan budak di Isfahan, sebuah
daerah di Persia. Salman Al Farisi Radhiallahuanhu adalah
sahabat Rasulullah Shallahu alaihi wa sallamyang spesial.
Dia terkenal dengan kecerdikannya dalam mengusulkan
penggalian parit di sekeliling kota Madinah ketika kaum kafir
Quraisy Mekkah bersama pasukan sekutunya datang
menyerbu Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan kaum
muslimin dalam perang Khandaq. Dua puluh empat ribu
pasukan musuh dibuat porak poranda. Berkat parit yang
diusulkan Salman Al Farisi Radhiallahuanhu disertai
pertolongan Allah Taalaa yang mendatangkan angin topan.
Musuh musuh agama Allah Taalaa itu pulang dengan
tangan hampa. Hati mereka kecewa karena kalah. Sejak itu
nama Salman Al Farisi Radhiallahuanhu makin bersinar di
kalangan sahabat.

Kisah cinta Salman Al Farisi Radhiallahuanhu terjadi ketika


Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan kaum muslimin
hijrah menuju kota Madinah. Di kota inilah Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu berniat untuk menggenapkan
separuh agamanya. Diam diam Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu menaruh perasaan cinta kepada
seorang wanita muslimah Madinah nan sholihah (dari
kalangan Anshar). Maka dia pun memantapkan niatnya
untuk melamar wanita tersebut. Hanya saja ada sesuatu
yang mengganjal di hati Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu ketika hendak melamar, yaitu dia
merasa asing. Artinya dia tidak mengetahui
bagaimanakah adat melamar wanita di kalangan
masyarakat Madinah? Bagaimana tradisi Anshar saat
mengkhitbah wanita? Demikian yang dipikirkan Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu. Dia tak tahu menahu mengenai
budaya di kota yang baru ini. Tentu saja tak bisa
sembarangan tiba tiba datang mengkhitbah wanita tanpa
persiapan matang.
Salman Al Farisi Radhiallahuanhu pun kemudian
mendatangi seorang sahabatnya yang merupakan
penduduk asli Madinah, yaitu Abu DardaRadhiallahuanhu.
Ia bermaksud meminta bantuan Abu
DardaRadhiallahuanhu untuk menemaninya saat
mengkhitbah wanita impiannya. Mendengar cerita
sahabatnya tersebut, Abu Darda Radhiallahuanhu pun
begitu girang. Subhanallah wa Alhamdulillah, ujarnya
begitu senang mendengar sahabatnya berencana untuk
menikah. Ia pun memeluk Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu dan bersedia membantu dan
mendukungnya. Tak ada perasaan ragu, canggung, atau
bahkan menolak dalam diri seorang Abu
Darda Radhiallahuanhu. Inilah kesempatan Abu
Darda Radhiallahuanhu untuk membantu saudara
seimannya. Betapa indahnya ukhuwah islamiyah.

Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang


mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu
kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang
menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan
memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang
menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi
aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong
hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong
saudaranya. (HR Muslim)

Drama dimulai
Setelah beberapa hari mempersiapkan segala sesuatu,
Salman Al Farisi Radhiallahuanhu pun mendatangi rumah
sang gadis dengan ditemani Abu Darda Radhiallahuanhu.
Keduanya begitu gembira selama perjalanan. Setiba di
rumah wanita sholihah tersebut, keduanya pun diterima
dengan baik oleh tuan rumah, dalam hal ini adalah orang
tua wanita Anshar tersebut. Saya adalah Abu Darda, dan
ini adalah saudara saya Salman Al Farisi dari Persia yang
telah berhijrah ke Madinah karena Allah dan Rasul-Nya.
Allah telah memuliakan Salman Al Farisi dengan Islam.
Salman Al Farisi juga telah memuliakan Islam dengan jihad
dan amalannya. Ia memiliki hubungan dekat dengan
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Bahkan
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menganggapnya
sebagai ahlul bait (keluarga) nya, ujar Abu
Darda Radhiallahuanhu menggunakan dialek bahasa Arab
setempat dengan sangat lancar dan fasih. Saya datang
mewakili saudara saya, Salman Al Farisi, untuk melamar
putri anda, lanjut Abu Darda Radhiallahuanhu kepada wali
si wanita, menjelaskan maksud kedatangan mereka.

Mendengarnya, si tuan rumah merasa terhormat. Tentu


saja, ia kedatangan dua orang sahabat Rasulullah Shallahu
alaihi wa sallam yang utama. Salah satunya bahkan
berkeinginan melamar putrinya. Sebuah kehormatan bagi
kami menerima sahabat Rasulullah Shallahu alaihi wa
sallam yang mulia. Sebuah kehormatan pula bagi keluarga
kami jika memiliki menantu dari kalangan sahabat, ujar
ayah si wanita. Namun sang ayah tidaklah kemudian segera
menerimanya. Seperti yang diajarkan Rasulullah Shallahu
alaihi wa sallam, ia harus bertanya pendapat putrinya
mengenai lamaran tersebut. Meski yang datang adalah
seorang sahabat Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam,
sang ayah tetap meminta persetujuan sang putri. Jawaban
lamaran ini merupakan hak putri kami sepenuhnya. Oleh
karena itu, saya serahkan kepada putri kami, ujarnya
kepada Abu Darda Radhiallahuanhu dan Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu.

***

Sang ayah pun kemudian memberikan isyarat kepada istri


dan putrinya yang berada dibalik hijab. Rupanya, putrinya
telah mendengar percakapan ayahya dengan Abu
Darda Radhiallahuanhu. Wanita muslimah tersebut
ternyata juga telah memberikan pendapatnya mengenai pria
yang melamarnya, Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu. Berdebar jantung Salman Al
FarisiRadhiallahuanhu menunggu jawaban dari balik hijab,
gelisah Abu DardaRadhiallahuanhu menatap wajah ayah si
gadis. Maka segalanya menjadi jelas dan terang ketika
terdengar suara lemah lembut keibuan, ternyata sang
bunda yang mewakili putrinya untuk menjawab pinangan
Salman Al Farisi Radhiallahuanhu. Mewakili sang putri,
ibundanya pun berkata, Mohon maaf kami perlu berterus
terang, ujarnya membuat Salman Al Farisi dan Abu
Darda Radhiallahuanhum tegang menanti jawaban.
Merupakan sifat yang manusiawi, karena Salman Al Farisi
dan Abu Darda Radhiallahuanhum hanyalah manusia
biasa juga seperti kita. Maka perasaan tegang, deg degan
dan gelisah pun menyeruak dalam diri mereka.

Sang ibunda melanjutkan jawaban putrinya, Namun karena


kalian berdualah yang datang dan mengharap ridha Allah,
saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab
iya jika Abu Darda memiliki keinginan yang sama seperti
Salman kata ibu si wanita sholihah idaman Salman Al
FarisiRadhiallahuanhu. Wanita yang dia idam idamkan
untuk menjadi istrinya, wanita yang karenanya ia meminta
bantuan Abu DardaRadhiallahuanhu untuk membantu
pinangannya, namun justru wanita itu memilih Abu
Darda Radhiallahuanhu, untuk menjadi calon suaminya.
Padahal Abu Darda Radhiallahuanhu hanya sekedar
menemani dan membantu Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu untuk mengkhitbah. Namun
ternyata takdir Allah Taala berkehendak lain. Cinta bertepuk
sebelah tangan, bunga bunga cinta yang selama ini dijaga
dan akan diberikan kepada sang wanita idaman pun layu.
Tetapi itulah ketetapan Allah menjadi rahasia-Nya, yang
tidak pernah diketahui oleh siapapun kecuali oleh Allah
Taalaa; mati kita, rizki kita, dan jodoh kita. Semuanya
penuh tanda tanya besar bagi manusia.
Jika seperti pria pada umumnya, maka hati Salman Al
FarisiRadhiallahuanhu pasti hancur berkeping keping. Ia
akan merasakan patah hati yang teramat sangat. Namun
bagaimanakah dengan Salman Al
FarisiRadhiallahuanhu? Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu merupakan pria sholih, taat, dan
seorang mulia dari kalangan sahabat Rasulullah Shallahu
alaihi wa sallam. Dengan ketegaran hati yang luar biasa ia
justru menjawab, Allahu Akbar!, seru Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu girang. Tak hanya itu, Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu justru menawarkan bantuan untuk
pernikahan keduanya. Tanpa perasaan hati yang hancur, ia
memberikan semua harta benda yang ia siapkan untuk
menikahi si wanita itu. Semua mahar dan nafkah yang aku
persiapkan akan aku berikan kepada Abu Darda. Aku juga
akan menjadi saksi pernikahan kalian, ujar Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu dengan kelapangan hati yang
begitu hebat.

***

Allahu Akbar

Inilah sebuah contoh kisah cinta sejati karena Allah Taala


dan Rasul-Nya. Sebuah kisah yang pantas untuk dijadikan
pelajaran dan diambil hikmahnya. Sebuah kisah yang
memperlihatkan kepada kita betapa ukhuwah islamiyah
serta kecintaan kepada saudara seiman dan se-aqidah,
akan mengalahkan ego diri sendiri. Tentunya apa yang
diperlihatkan oleh Salman Al Farisi Radhiallahuanhu adalah
bentuk pengamalan sabda Rasulullah Shallahu alaihi wa
sallam :

Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai


ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk
dirinya. (HR Bukhari)

Salman Al Farisi Radhiallahuanhu adalah sosok lelaki


sholih, pejuang Islam, yang ketika masa kejayaan Islam,
ketika banyak timbunan harta negara di baitul maal yang
berlimpah ruah, ketika peluang jabatan jabatan
pemerintahan terbuka lebar, dia memilih menganyam daun
kurma untuk dijadikan keranjang untuk dijualnya, padahal
dia diberikan tunjangan oleh negara empat sampai enam
ribu dirham setahun, tetapi semuanya disumbangkan habis,
satu dirhampun tidak diambil untuk dirinya dan keluarganya

Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al


Farisi Radhiallahuanhu. Ia begitu faham bahwa cinta,
betapa pun besarnya, kepada seorang wanita tidaklah serta
merta memberinya hak untuk memiliki. Sebelum lamaran
diterima, sebelum ijab qabul diikrarkan, tidaklah cinta
menghalalkan hubungan dua insan. Ia juga sangat faham
akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu
DardaRadhiallahuanhu telah dipersaudarakan oleh
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dengannya. Bukanlah
seorang saudara jika ia tidak turut bergembira atas
kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa
dengki atas kebahagiaan dan nikmat atas saudaranya.
Semoga kita bisa meneladani sosok Salman Al
Farisi Radhiallahuanhu dan berdoa agar kelak berjumpa
dengannya beserta Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam di
dalam surga-Nya yang tertinggi. Barakallahu fiikum

You might also like