You are on page 1of 19

REFERAT

SINDROM FOVILLE

PEMBIMBING :
dr. Dyah Nuraini, Sp. S

Penyusun :
Lucky Riadi
406138034

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

2015

1
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat

menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota

Semarang periode 18 Mei 2015 20 Juni 2015.

Nama : Lucky Riadi

NIM : 406138034

Fakultas : Kedokteran Umum

Tingkat : Universitas Tarumanagara Jakarta

Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Saraf

Periode Kepaniteraan Klinik : 18 Mei 2015 20 Juni 2015

Judul : Referat Sindrom Foville

Pembimbing : dr. Dyah Nuraini, Sp. S

Telah Diperiksa dan Disahkan Tanggal :

Pembimbing,

dr. Dyah Nuraini, Sp. S

2
KATA PENGANTAR

Pertama penulis ucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Sindrom Foville" tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Kota Semarang.

Penulis sangat mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Dyah Nuraini,
Sp. S dan dr. Mintarti, Sp. S, yang telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam
membantu menyelesaikan referat ini. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan
dalam referat ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga referat ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga
bagi siapa pun yang membacanya.

Semarang, Juni 2015

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Batang otak (brainstem) adalah struktur padat dengan nuklei saraf kranial, fasikula
saraf dan traktus asenden dan desenden yang sama-sama saling berdampingan. Bahkan suatu
lesi tunggal relatif kecilpun hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus
atau jaras.

Batang otak berada di bagian paling kaudal otak dan terletak pada tulang tengkorak
yang memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian ini
mengatur fungsi dasar manusia seperti mengatur pernapasan, denyut jantung, pencernaan,
insting terhadap bahaya dan sebagainya.1

Batang otak terbagi menjadi beberapa bagian yakni:

a) Mesensefalon : fungsi untuk mengontrol otak besar dan otak kecil, berfungsi
mengatur penglihatan seperti lensa mata, pupil mata dan kornea.
b) Pons : fungsi untuk mengontrol apakah kita sedang terjaga atau
tertidur.
c) Medulla oblongata : fungsi untuk mengatur sirkulasi darah, denyut jantung,
pernapasan dan pencernaan.

Batang otak mengandung banyak jaras serabut, termasuk semua jaras asendens dan
desendens yang menghubungkan otak dengan perifer. Beberapa jaras ini menyilang garis
tengah ketika melewati batang otak dan beberapa di antaranya membentuk sinaps sebelum
melanjutkan perjalanan di sepanjang jarasnya. Terdapat banyak nuklei di batang otak yaitu:

Nuklei nervus III nervus XII


Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan nuklei
olivarius medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.
Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras visual dan
auditorik

Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang tersusun padat
(formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi otonomik yang penting untuk
berbagai fungsi tubuh vital, termasuk aktivitas jantung, sirkulasi dan respirasi. Formasio
retikularis juga mengirimkan impuls pengaktivasi ke korteks serebri yang dibutuhkan untuk

4
mempertahankan kesadaran. Jaras desendens dari formasio retikularis mempengaruhi
aktivitas neuron motorik spinal. Karena batang otak mengandung berbagai macam nuklei dan
jaras saraf pada ruang yang sangat padat, bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat
menimbulkan berbagai tipe defisit neurologis secara simultan (seperti pada berbagai
sindroma vaskular batang-otak).1

Anatomi suplai darah pada batang otak

Gambar 1. Anatomi suplai darah pada mesensefalon

5
Gambar 2. Anatomi suplai darah pada pons.

Gambar 3. Anatomi suplai darah pada medulla oblongata.

6
Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia dan ketika mereka melewati foramina
costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui foramen magnum dan
bergabung di persimpangan pontomedullary untuk membentuk arteri basilar. Setiap arteri
vertebralis biasanya bercabang menjadi arteri serebelar posterior inferior (PICA). Di bagian
atas pons, arteri basilari terbagi menjadi 2 arteri serebral posterior.

Arteri basilaris bercabang menjadi arteri sereblar superior yang memasok bagian
lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil. Otak kecil dipasok
oleh arteri sirkumfleksan, arteri serebelar anterior inferior dan arteri superior sereblar dari
arteri basilar. Medulla diperdarahi oleh PICA dan cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons
diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri basilaris. PCA memperdarahi otak tengah,
thalamus dan korteks oksipital.

Gangguan batang otak

Perfusi inadekuat untuk region batang otak tertentu dapat terjadi secara transien (misalnya,
iskemia transien pada subclavian steal syndrome) atau permanen yang menyebabkan nekrosis
jaringan, misalnya infark batang otak.

Kelumpuhan piramidalis akibat lesi di batang otak merupakan gejala bagian dari sindroma batang
otak yang dapat diperinci diantaranya:

SINDROMA SINDROMA PONS SINDROMA MEDULLA


MESENSEFALON OBLONGATA
Sindrom Weber Sindrom Foville- Sindrom Lateralis/
Sindrom Benedict
Millard Gubler Wallenberg
Tegmentum pontis SIndrom Dejerine
kaudale
Tegmentum pontis
orale
Basis pontis kaudalis
Basis pontis bagian
tengah

Sindrom-sindrom tersebut terdiri dari manifestasi gangguan motorik dan sensibilitas,


bahkan manifestasi gangguan sistem otonom juga bisa menjadi gejala tambahan.

7
Kelumpuhan piramidalis akibat kelumpuhan batang otak, tidak peduli lokalisasinya
mempunyai satu ciri khas, yaitu: kelumpuhan UMN kontralateral yang disertai oleh
kelumpuhan saraf motorik atau defisit sensorik akibat kerusakan pada saraf otak sensorik
pada sisi dan tingkat lesi. Kelumpuhan tersebut berupa hemiparesis. Hemiparesis yang
diiringi oleh gangguan saraf tersebut dinamakan hemiparesis alternans.2

BAB II

8
PEMBAHASAN

Sindrom Foville-Millard Gubler (Sindrom basis pontis kaudalis)

1.1 Definisi
Hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan UMN yang
melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada dibawah tingkat lesi yang
berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang disarafi oleh nervus VI atau
nervus VII.1,2

1.2 Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri basilaris dan arteri
serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville termasuk juga ke dalam
bagian dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom ini disebabkan akibat terbentuknya
suatu lesi vaskuler yang bersifat unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri,
maka lesi vaskular di pons dapat dibagi ke dalam:

Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes medialis
arteri basilaris
Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang
pendek
Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli superior
Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan perdarahan
sirkumferens yang panjang.

Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes medialis arteri
basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi paramedian itu bersifat
unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar atau kortikospinal berikut dengan inti-
inti pes pontis serta serabut-serabut pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak
terlibat dalam lesi tersebut.1,2

1.3 Manifestasi klinik

9
Tabel 1. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral.

Lemnikus lateralis Tuli

Nucleus n. fasialis Kelumpuhan n. fasialis perifer ipsilateral

Traktus spinitalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh kontralateral


lateralis

Traktus piramidalis Hemiplegia spastic kontralateral

N. abdusens Kelumpuhan n. abdusens perifer ipsilateral

Tabel 2. Pada sindrom Millard- Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis

Traktus kortikospinalis Hemiplegia kontralateral

N. fasialis Kelumpuhan wajah ipsilateral

N. abdusens Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral

10
11
Gambar 3: Sindrom Foville- Millard Gubler

Manifestasi berupa penyumbatan parsial terhadap cabang dari rami perforantes medialis
arteri basilaris seperti itu akan menimbulkan gejala berupa hemiplegia yang bersifat
kontralateral, yang pada lengan bersifat lebih berat ketimbang pada tungkai. Jika lesi
paramedian itu terjadi secara bilateral, maka kelumpuhan seperti yang telah diuraikan tadi
akan terjadi pada kedua sisi bagian tubuh. Namun jika lesi paramedian terletak pada bagian
kaudal pons, maka akar nervus abdusens juga akan ikut terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi
terdapat kelumpuhan LMN musculus rektus lateralis, yang membangkitkan strabismus
konvergens ipsilateral dan kelumpuhan UMN yang melanda belahan tubuh kontralateral,
yang mencakup lengan tungkai sisi kontralteral berikut dengan otot-otot yang disarafi oleh
nervus VII, nervus IX, nervus X, nervus XI dan nervus XII sisi kontralateral. Gambaran
penyakit inilah yang dikenal sebagai sindrom hemiplegi alternans nervus abdusens.
Selain itu dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di pes pontis yang meluas ke
samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilalui n.fasialis. Sindrom hemiplegia

12
alternans padamana pada sisi ipsilateral terdapat kelupuhan LMN, yang melanda otot-otot
yang disarafi n.abdusens dan n.fasialis yang disebut sebagai Sindrom Millard Gubler. Jika
serabut-serabut kortikobulbar untuk nukleus n.VI ikut terlibat dalam lesi, maka deviation
conjugee mengiringi sindrom Millard Gubler. Kelumpuhan bola mata yang konjugat itu
dikenal juga sebagai Sindrom Foville, sehingga hemiplegia alternans nervus abdusens et
fasialis yang disertai sindrom Foville itu disebut sebagai Sindrom Foville Millard Gubler.1,2

Tabel 3. Perbandingan Sindrom Batang Otak

Sindrom Letak lesi Penyebab Gejala


Kelumpuhan N. III
ipsilateral
Hemiparesis spastik
kontralateral
Oklusi ramus Rigiditas
interpedukularis arteri parkinsonisme
Sindrom Weber Mesensefalon serebri posterior dan kontralateral
arteri khoroidalis Distaksia kontralateral
posterior Defisit saraf kranialis
kemungkinan akibat
gangguan persarafan
supranuklear pada n.
VII, IX, X dan XII
Kelumpuhan n. III
ipsilateral dengan
midrasis
Oklusi ramus
Gangguan sensasi
interpedukularis arteri
Sindrom Benedikt Mesensefalon raba, posisi, dan getar
basilaris dan arteri serebri
kontralateral
posterior
Gangguan
diskriminasi dua titik
Rigiditas kontralateral
Sindrom Foville Pons Oklusi ramus Kelumpuhan nervus

13
VI (perifer) dan n. VII
(nuklear) ipsilateral
Hemiplagia
kontralateral
sirkumferensialis arteri
Millard-Gubler Analgesia
basilaris, tumor, abses
Termanestesia
Gangguan sensasi
raba, posisi, serta
getar sisi kontralateral
Kelumpuhan nuklear
N. VI dan n. VII
ipsilateral
Nistagmus
Paresis melirik ke
Oklusi cabang arteri lateral ipsilateral
Sindrom
basilaris (ramus Hemiataksia dan
tegmentum pontis Pons
sirkumferensialis longus asinergia ipsilateral
kaudale
dan brevis) Hipestesia dan
gangguan sensasi
posisi dan getar sisi
kontralateral
Mioritmia palatum
dan faring ipsilateral
Hilangnya sensasi
wajah ipsilateral
Paralisis otot-otot
Oklusi ramus pengunyah
Sindrom
sirkumferensialis longus Hemiataksia
tegmentum pontis Pons
arteri basilaris dan arteri Intention tremor
orale
serebelaris superior Adiadokokinesia
Gangguan semua
modalitas sensorik
kontralateral

14
Paresis flasid otot-otot
pengunyah ipsilateral
Hipestesia, analgesia,
Oklusi ramus
Sindrom basis dan termanestesia
sirkuferensialis brevis dan
pontis bagian Pons wajah
ramus paramedianus
tengah Hemiataksia dan
arteri basilaris
asinergia ipsilateral
Hemiparesis spastic
kontralateral
Vertigo
Nistagmus
Oklusia atau emboli di
Nausea
Sindrom Medulla teritori arteri serebeli
Muntah
Wallenberg oblongata inferior posterior atau
Disartria
arteri vertebralis
Disfonia
Singultus (cegukan)
Kelumpuhan flasid N.
XII ipsilateral
Oklusia ramus Hemiplagia
Medulla paramedianus arteri kontralateral dan
Sindrom Dejerine
oblongata vertebralis atau arteri tanda babinski
basilaris Hipestesia kolumna
posterior kontralateral
Nistagmus

1.4 Penatalaksanaan

1. Fase Akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)


a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik

15
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.3

2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.3
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80
mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari

16
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.3
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.3
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.3
2. Fase Pasca Akut

Rehabilitasi
Terapi preventif

BAB III

KESIMPULAN

Batang otak terletak paling kaudal, terbagi menjadi medulla oblongata, pons dan
mesensefalon. Secara anatomi batang otak termasuk struktur yang kompleks dengan fungsi
yang beragam dan penting secara klinis, sehingga jika terdapat lesi, tunggal dan sekecil
apapun, lesi itu hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus ataupun jaras
yang terletak di batang otak. Lesi tersebut seringkali bersifat vascular degeneratif atau
demielinasi dapat juga merusak batang otak. Kumpulan dari gejala-gejala yang khas dan

17
bersifat alternans pada batang otak tersebut membentuk suatu sindroma yang kemudian
dikenal dengan sebutan sindrom batang otak.

Sindroma batang otak merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan


terganggunya satu atau beberapa fungsi dari saraf kranial maupun jejas saraf simpatis baik
melalui proses mekanik berupa invasi maupun trauma ataupun akibat adanya suatu gangguan
vaskularisasi. Sindroma ini ditandai gejala-gejala yang khas dan bersifat alternans. Dengan
mengetahui berbagai sindrom tersebut diharapkan bagi seorang klinisi untuk membantu
menentukan letak lesi yang terjadi berdasarkan gejala-gejala klinis yang tampak. Prognosis
dari berbagai sindrom tersebut sangat tergantung dari penyebab yang mendasari gangguan
tersebut sehingga dalam penatalaksanaanya juga didasarkan pada gangguan atau lesi primer
yang menyebabkan fungsi sebagian atau beberapa saraf kranial tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duus Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy,


Physiology, Signs, Symptoms. Ed 4th. EGC, Jakarta. 2005.

2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta; 2008.

3. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 10 th Edition.


McGraw-Hill Proffesional. 2014. Hal: 813-819
18
19

You might also like