You are on page 1of 37

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Moderator:
dr. Sasmoyohati Sp.S
Disusun Oleh:
Ganang Aji Handoko 141.0221.069
Tanggal penyajian :
1 September 2015

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA
Periode : 10 Agustus s.d 13 September 2015
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul :


Stroke Non Hemoragik

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Saraf
RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD, Jakarta

Disusun Oleh:
Ganang Aji Handoko 141.0221.069

Telah disetujui oleh :


Nama Pembimbing Tanda Tangan Tanggal Pengesahan
Pembimbing

dr. Sasmoyohati Sp.S


BAB I
STATUS PASIEN NEUROLOGI

IDENTITAS :
Nama / Umur : Tn. A. S. / 49 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PAM angkatan darat
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 14 Agustus 2015
Dirawat ke :2
Tgl pemeriksaan : 27 Agustus 2015

ANAMNESA :
Auto/Alloanamnesa : Autoanamnesa tanggal 27 Agustus 2015

KELUHAN UTAMA : Lengan dan tungkai kiri terasa lemah dan sulit
digerakkan sejak 12 jam SMRS

KELUHAN TAMBAHAN: Bicara pelo dan sakit kepala ringan sebelah


kanan

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


Pasien datang dengan keluhan lemah pada anggota gerak tubuh sebelah
kiri sejak 12 jam SMRS. Keluhan lemah dirasakan secara tiba-tiba pada saat
pasien sedang duduk ketika bekerja di kantor. Lemah diawali dari telapak kaki
kiri menjalar ke tungkai kaki kiri dan tangan kiri pasien. Keluhan ini juga
disertai dengan bicara menjadi pelo (+). Pasien juga merasakan keluhan sakit
kepala ringan (+) pada bagian kepala sebelah kanannya. Keluhan sakit kepala
ringan di rasakan pasien sejak 3 hari SMRS. Pasien tidak mengobati sakit
kepalanya dan hanya dipijat oleh istrinya. Keluhan penurunan kesadaran (-),
mual (+), muntah (-), gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-),
kejang (-), kesulitan menelan (-), riwayat trauma (-). BAB dan BAK tidak ada
kelainan.
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
sekitar 7 tahun yang lalu. Tiba-tiba tungkai dan lengan kiri pasien terasa lemah
saat pasien bangun tidur. Pasien di rawat di RSPAD. Keluhan tersebut
membaik dan pasien dapat menggerakkan tungkai serta tangan kirinya seperti
biasanya. Pasien memiliki riwayat kolesterol tinggi, trigliserida tinggi, dan
hipertensi yang tidak terkontrol. Pada tahun 2011, pasien mempunyai riwayat
penyakit jantung akibat kolesterol yang tinggi. Pasien mengkonsumsi obat
amlodipin 10 mg tetapi tidak teratur. Dikeluarga pasien tidak ada yang
mengeluhkan keluhan yang sama dengan pasien. Adanya riwayat tekanan
darah tinggi pada kedua orang tua pasien.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:


Hipertensi : Ada, sejak 10 tahun yang
lalu, tidak rutin kontrol dan minum obat
Diabetes mellitus : Tidak ada
Sakit jantung : Ada, tahun 2011 akibat kolesterol tinggi
Trauma kepala : Tidak ada
Sakit Kepala Sebelumnya : Ada, sudah 3 hari kepala sebelah kanan
Kegemukan : Tidak ada

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
Kedua orang tua pasien menderita hipertensi.

RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN:
Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS INTERNUS :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Gizi : BB : 70 kg , TB :170 cm (Normoweight)
Tanda vital
TD kanan : 150/80 mmHg
TD kiri : 150/80 mmHg
Nadi kanan : 80x/menit
Nadi kiri : 80x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Suhu : 36,6C
Limfonodi : Tidak ada pembesaran limfonodi
Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : Suara dasar vesikuler, rhonki -/-, whezzing -/-
Hepar : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membesar
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

STATUS PSIKIATRI
Tingkah laku : Wajar
Perasaan hati : Tenang
Orientasi : Baik
Jalan pikiran : Normal
Daya ingat : Baik

STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos Mentis
E4M6V5 GCS = 15
Sikap tubuh : Baik
Cara berjalan : Kaki kiri diseret
Gerakan abnormal: Tidak ada
Kepala
Bentuk : Normocephal
Simetris : Simetris
Pulsasi : Teraba pulsasi A.Temporalis dextra
dan sinistra
Nyeri tekan : Tidak ada

Leher
Sikap : Normal
Gerakan : Bebas ke segala arah
Vertebra : Dalam batas normal
Nyeri tekan : Tidak ada

GEJALA RANGSANGAN MENINGEAL


Kanan Kiri

Kaku kuduk : (-)


Laseque : (-) (-)
Kerniq : (-) (-)
Brudzinsky I : (-) (-)
Brudzinsky II : (-) (-)

NERVI CRANIALIS
N.I ( Olfaktorius)
Daya penghidu : Normosmia Normosmia
N II (Opticus)
Ketajaman penglihatan : Baik Baik
Pengenalan warna : Baik Baik
Lapang pandang : Baik Baik
Funduscopy : Tidak dilakukan

N III,IV,VI (Oculamotorius,Trochlearis,Abducens)
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Exophtalmus : (-) (-)
Enophtalmus : (-) (-)
Gerakan bola mata :
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas lateral : (+) (+)
Atas medial : (+) (+)
Bawah lateral : (+) (+)
Bawah medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)

Pupil
Ukuran pupil : 3 mm 3mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor
Posisi : sentral sentral
Rf cahaya langsung : (+) (+)
Rf cahaya tdk langsung: (+) (+)
Rf akomodasi/konvergensi: (+) (+)

N V (Trigeminus)
Menggigit : (+)
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas Atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Rf masester : (+) (+)
Rf zigomatikus : (+) (+)
Rf cornea : Tidak dilakukan
Rf bersin : Tidak dilakukan

N VII (Facialis)
Pasif
Kerutan kulit dahi : simetris kanan dan kiri
Kedipan mata : simetris kanan dan kiri
Lipatan nasolabial : asimetris kiri lebih datar
Sudut mulut : asimetris kiri lebih rendah
Aktif
Mengerutkan dahi : simetris kanan dan kiri
Mengerutkan alis : simetris kanan dan kiri
Menutup mata : simetris kanan dan kiri
Meringis : Asimetris, bibir kiri tertinggal
Menggembungkan pipi : Asimetris, kanan lebih menggembung
Gerakan bersiul : Tidak dilakukan
Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Baik
Hiperlakrimasi : tidak ada
Lidah kering : tidak ada

N. VIII ( Acusticus )
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
Mendengar detik arloji : (+) (+)
Tes Schawabach : Normal Normal
Tes Rinne : (+) (+)
Tes Weber : Terdengar di Tengah

N. IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynx : simetris
Posisi uvula : Di tengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Baik
Refleks muntah : (+)

N.X ( Vagus )
Denyut nadi : teraba, reguler
Arcus faring : simetris
Bersuara : normal
Menelan : tidak ada gangguan

N. XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : normal
Sikap bahu : simetris
Mengangkat bahu : dapat dilakukan

N.XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : Deviasi ke kiri
Kekuatan lidah : Normal
Atrofi lidah : tidak ada
Artikulasi : Kurang jelas
Tremor lidah : tidak ada

MOTORIK cukup terbatas


Gerakan :
cukup terbatas
Kekuatan : 5555 4444
5555 4444
Tonus : normotonus pada keempat ekstremitas
Trofi : Eutrofi pada keempat ekstremitas

REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Tendon : Kanan Kiri
Refleks Biseps : (+) (+)
Refleks Triseps : (+) (+)
Refleks Patella : (+) (+)
Refleks Archilles : (+) (+)

Refleks Periosteum : (+) (+)

Refleks Permukaan :
Dinding perut : (+)
Cremaster : tidak dilakukan
Spinchter Anii : tidak dilakukan

Refleks Patologis : kanan kiri


Hoffman Trommer : (-) (-)
Babinski : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Openheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Rosolimo : (-) (-)
Mendel Bechterew : (-) (-)
Klonus paha : tidak dilakukan
Klonus kaki : tidak dilakukan

SENSIBILITAS
Eksteroseptif :
Nyeri : (+) (+)
Suhu : tidak dilakukan
Taktil : (+) (+)
Propioseptif :
Vibrasi : (+) (+)
Posisi : (+) (+)
Tekan dalam : (+) (+)

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN


Tes romberg : Tidak dilakukan
Tes Tandem : Tidak dilakukan
Tes Fukuda : Tidak dilakukan
Disdiadokenesis : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Tes telunjuk hidung : Baik
Tes telunjuk telunjuk : Baik
Tes tumit lutut : Baik

FUNGSI OTONOM
Miksi
Inkontinensia : Tidak ada
Retensi : Tidak ada
Anuria : Tidak ada

Defekasi
Inkontinensi : Tidak ada
Retensi : Tidak ada

FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi kognisi : Baik

RESUME :
Pasien Tn A.S. laki-laki usia 49 tahun datang dengan keluhan lemah pada
anggota gerak tubuh bagian kiri sejak 12 jam SMRS. Pasien juga
mengeluhkan bicara pelo, sakit kepala (+), mual (+), penurunan kesadaran
(-), kejang (-), muntah (-), gangguan penglihatan (-), gangguan
pendengaran (-), kejang (-), kesulitan menelan (-), riwayat trauma (-). BAB
dan BAK tidak ada kelainan. Pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya 7 tahun lalu. Riwayat kolesterol tinggi (+), trigliserida tinggi
(+), hipertensi (+) tidak terkontrol, penyakit jantung (+). Orang tua pasien
menderita tekanan darah tinggi.

Pemeriksaan:
Status internis : Dalam batas normal
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Gizi : Normoweight
Kesadaran : Compos mentis
TD kanan : 150/80 mmHg
TD kiri : 150/80 mmHg
Nadi kanan : 80 x/menit
Nadi kiri : 80 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,6C
Status psikiatri : Baik

Status neurologis
Kesadaran : Compos mentis GCS =15 (E4M6V5 )
Rangsangan meningeal: kaku kuduk (-), laseq
(-/-), kerniq (-/-)
brudzinsky I (-/-), brudzinsky II (-/-)
Reflek fisiologi : Rf bicep (+/+), tricep (+/
+), patella (+/+), achilles (+/+)
Relek patologis : Rf Babinski (-/-), chaddock (-/-),
Oppenheim (-/-), Gordon (-/-), Schaefer (-/-)
Nervus kranialis :
N VII : Pada saat pasif :sudut mulut kiri lebih rendah
Pada saat aktif:menggembungkan pipi,kanan lebih
menggembung
waktu meringis sudut bibir kiri tertinggal
N XII : Deviasi lidah ke kiri

Motorik : Gerakan : Gerakan terbatas pada ekstremitas kiri


Kekuatan :
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4

Tonus : Normotonus pada keempat ekstermitas


Trofi : Eutrofi pada keempat ekstremitas
Tes sensibilitas : Baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab darah ( darah lengkap, gula darah, kolesterol, ureum, kreatinin)
Foto rontgen thorak
MRI
CT scan kepala

Hasil Lab darah tanggal 18 Agustus 2015


Cholesterol : 245 mg/dl
Trigliserida : 167mg/dl
HDL : 51 mg/dl
LDL : 161 mg/dl
Ureum : 35 mg/dl
Kreatinin : 1,3 mg/dl
Natrium : 153 mEq/L
Kalium : 4,0 mEq/L
Clorida : 99 mEq/l
GDS : 206 mg/dl
PT : 9,3 detik (19-8-2015)
APTT : 36,7 detik (19-8-2015)

Hasil Rongent Thorax A-P (14 Agustus 2015)


Kesan : Cor dan Pulmo dalam batas normal

Hasil CT SCAN (14 Agustus 2015)


Kesan :
Infark lakunar basal ganglia kiri
Tidak terdapat perdarahan cerebri dan cerebelli

Hasil MRI (18 Agustus 2015)


Kesan :
Infark akut di mesensefalon
Bercak iskemik di kortikal-subkortikalobus frontal kanan
Kaliber sinus transversus kiri lebih kecil dibanding kanan
Hipoperfusi di frontoparietal kanan kiri

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Hemiparese sinistra tipe UMN
Parese N VII snistra tipe senral
Parese N XII sinistra
Diagnosis Topik : Hemisfer cerebri dextra
Diagnosis Etiologi : Stroke non hemoragik
Diagnosis Sekunder : Hipertensi
Dislipidemia

THERAPY
Penatalaksanaan umum (5B) :
Breathing : Perhatikan kelancaran jalan nafas
Blood : Pemantauan tekanan darah,pada tahap awal
tidak boleh segera diturunkan karena dapat
memperburuk keadaan,kecuali pada kondisi
hipertensi emergency(sistolik > 220 mmHg dan
atau daistolik >120 mmHg).
Brain : Hindari peningkatan TIK dan suhu tubuh
meningkat
Bladder: Hindari infeksi saluran kemih dan
perhatikan keseimbangan cairan input dan output.
Bowel : Perhatikan kebutuhan cairan, kalori,dan
hindari obstipasi

Medikamentosa
IVFD asering 20 tpm
Anti platelet : Aspilet 1 x 80 mg PO
Anti platelet : CPG 1 x 75 mg PO
Proteksi neuronal : Citikolin 2 x 500 mg IV
Anti Kolesterol : Simvastatin 1 x 20 mg
Anti hipertensi : Amlodipin 1 x 10 mg PO
:
Non medikamentosa
Fisioterapi
Konsul penyakit dalam untuk mengatasi hipertensi

PROGNOSA
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam: Dubia ad bonam

Follow Up
Tgl. S O A P
27- Bicara pelo TD 150/80 mmHg SNH hari Infus RL 20tpm
Agustu berkurang, N 80x/menit ke 13 Inj.Citicholin 2x500mg
s- kelemahan Clopidogrel 1x75mg
2015 ekstremitas kiri GCS E4V5M6 Aspilet 1x80mg
berkurang, sudah Pupil bulat isokor Simvastatin 1x20mg
bisa berjalan 3mm/3mm Amlodipin 1x10 mg
sambil pegangan RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
(- / -)

+ +
+ +
Motorik

5 4
5 4
+5 +
4
+5 +
4
5 4
5 4
5 4
5 4
Sensorik
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
N.kranialis:
Lesi N.VII sinistra
tipe sentral
Lesi N.XII sinistra
28- Bicara pelo TD 160/90 mmHg SNH hari Infus RL 20tpm
Agustu berkurang, N 88x/menit ke 14 Inj.Citicholin 2x500mg
s- kelemahan Clopidogrel 1x75mg
2014 ekstremitas kiri GCS E4V5M6 Aspilet 1x80mg
berkurang, sudah Pupil bulat isokor Simvastatin 1x20mg
bisa berjalan 3mm/3mm Amlodipin 1x10 mg
sambil pegangan RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

555 444
+
5 +4
555
+ + 444
5 4

Sensorik
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
N.kranialis:
Lesi N.VII sinistra
tipe sentral
Lesi N.XII sinistra
BAB II
ANALISA KASUS

Pasien Tn. A.S. usia 49 tahun didiagnosa Stroke Non Hemoragik dan
terdapat hemiparese sinistra tipe UMN, parese nervus VII sinistra tipe
sentral dan parese nervus XII sinistra. Diagnosis tersebut ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis.
Definisi stroke yaitu disfungsi neurologis akut oleh karena gangguan
pembuluh darah dan timbul secara mendadak atau cepat dengan gejala-
gejala dan tanda-tanda yang sesuai daerah otak yang terganggu.
Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluh lengan dan tungkai kiri
mendadak tidak dapat digerakkan pada saat pasien duduk ketika bekerja di
kantor, bicara menjadi pelo, dan adanya riwayat sakit kepala ringan selama
3 hari. Hal ini merupakan manifestasi klinis dari serangan stroke. Dari
anamnesa dapat ditentukan apakah serangan yang terjadi stroke
hemmoragic atau stroke non hemmoragic (infark), berdasarkan Algoritma
stroke Gajah Mada, Siriraj Stroke score, Djoenaidi stroke score.

Algoritma Stroke Gajah Mada


Penurunan Kesadaran (-)
Nyeri Kepala (+)
Refleks Babinsky (-)
Kesan : Stroke hemoragik

Siriraj Stroke Score


Kesadaran (0 x 2,5) =0
Muntah (0 x 2 ) =0
Nyeri kepala (1 x 2) =2
Tekana Darah (80 x 10%) =8
Ateroma ( 1x-3) = -3
Konstanta = -12
Jumlah = -5
Kesan : stroke non hemoragik

Djoenaidi Stroke score


Permulaan serangan : mendadak = 6.5
Waktu serangan : duduk =1
Sakit kepala waktu serangan : ringan =1
Muntah : tidak ada =0
Kesadaran : tidak ada gangguan =1
Tekanan darah sistolik:Waktu MRS tinggi ( >140/100 mmHg) = 1
Tanda rangsangan meningeal : tidak ada kaku kuduk =0
Pupil : isokor =5
Fundus okuli : tidak dilakukan =-
Jumlah = 15,5
Kesan : stroke non hemoragik

Lengan dan tungkai kiri lemah mendadak. Pada pemeriksaan kekuatan


motorik didapat nilai nya 4, dimana anggota gerak hanya bisa menahan
tahanan ringan. Pada keadaan ini didapatkan adanya hemiparese sinistra.
Tipe lesi UMN didapat dari pemeriksaan adanya reflek fisiologis pada
lengan dan tungkai sinistra yang meningkat, dan tidak ada atrofi otot.
Mulut pasien mencong ke arah kiri, hal ini didukung oleh pemeriksaan
neurologis saraf kranialis ketujuh, dimana pada keadaan pasif terlihat
lipatan nasolabialis dan sudut mulut yang asimetris dan terlihat bagian kiri
lebih jatuh dibandingakan yang kanan. Pada keadaan aktif seperti meringis
terlihat mulut pasien sebelah kiri tertinggal dan waktu menggembungkan
pipi pasien juga terlihat asimetris, pipi kanan lebih menggembung.
Keadaan ini menunjukkan adanya kelemahan dari muskulus orbikularis
oris sinistra yang dipersarafi oleh nervus facialis (N.VII).
Tipe sentral dari parese nervus kranialis didapat karena kelemahan
muskulus orbikularis oris sinistra tidak diikuti dengan kelemahan dari
muskulus orbikularis okuli. Karena fasialis yang mempersarafi muskulus
orbikularis okuli mendapatkan inervasi secara bilateral.
Hemiparese sinistra tipe UMN dengan parese nervus VII sinistra tipe
sentral ini terjadi karena adanya lesi di hemisfer serebri, karena setiap lesi
di hemisfer serebri akan menimbulkan kelumpuhan UMN pada belahan
tubuh kontralateralnya.
Pada waktu menjulurkan lidah, terlihat lidah deviasi ke kiri. Pada keadaan
ini menunjukkan adanya kelemahan pada otot-otot lidah yang dipersarafi
oleh nervus hipoglosus (N.XII)
Tipe UMN dari parese nervus hipoglosus didapat karena lidah tidak dapat
lurus digaris tengah tetapi masih bisa digerakkan kanan dan kiri
Hasil MRI
Kesan :
Infark akut di mesensefalon
Bercak iskemik di kortikal-subkortikalobus frontal kanan
Kaliber sinus transversus kiri lebih kecil dibanding kanan
Hipoperfusi di frontoparietal kanan kiri
Hasil CT Scan.
Kesan :
Infark lakunar basal ganglia kiri
Tidak terdapat perdarahan cerebri dan cerebelli
Pasien mempunyai faktor resiko untuk terjadinya stroke
Hipertensi, mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah terjadi
oklusi atau emboli pada pembuluh darah besar.
Dislipidemia, meningkatkan terjadinya trombus pada pembuluh
darah di jantung dan otak.
Riwayat keluarga hipertensi, gen sangat berperan besar pada
beberapa faktor resiko stroke
Penatalaksanaan stroke harus diawali dengan mempertahankan fungsi
vital dengan 5 B
Breathing : Kelancaran jalan nafas
Blood : Pemantauan tekanan darah,pada tahap awal tidak
boleh segera diturunkan karena dapat memperburuk
keadaan,kecuali pada kondisi hipertensi emergency(sistolik > 220
mmHg dan atau daistolik >120 mmHg).
Brain :Hindari peningkatan TIK dan suhu tubuh meningkat
Bladder :Hindari infeksi saluran kemih dan
perhatikan keseimbangan cairan input dan output.
Bowel :Perhatikan kebutuhan cairan, kalori,dan hindari
obstipasi
Pemberian medikamentosa bertujuan untuk :
IVFD Asering 20 tpm
Untuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit, untuk
memasukkan obat melalui vena.
Anti platelet : Aspirin 1 x 80 mg dan CPG 1 x 75 mg
Untuk menghidari terjadinya trombus lebih lanjut
Proteksi neuronal : Citikolin 2x500 mg
Untuk melindungi sel-sel otak dan mencegah kerusakan sel neuron
lebih lanjut
Anti hipertensi gol Ca Channel Blocker: Amlodipin 1 x 10 mg PO
Untuk menurunkan tekanan darah tinggi
- Anti Kolesterol : Simvastatin 1 x 20 mg PO
Untuk menurunkan kadar kolesterol.
Penatalaksanaan non medikamentosa bertujuan untuk:
Fisioterapi berguna untuk memperbaiki fungsi motorik
dan mencegah kontraktur sendi, dan agar penderita dapat mandiri.
Konsul penyakit dalam untuk mengatasi hipertensi
Prognosis ad vitam : dubia ad bonam
Karena pemeriksaan tanda vital, keadaan umum dan kesadaran pasien
dalam keadaan stabil
Prognosis ad fungsionam : dubia ad malam
Karena gejala sisa dari stroke butuh waktu lama kembali ke fungsi
normal.
Prognosis ad sanatiom : dubia ad bonam
Karena pada pasien ini ditemukan adanya infark yang menyebabkan
adanya sequele

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

VASKULARISASI SARAF PUSAT


A. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum,
mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak,
sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian
lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan
kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui
kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya
bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri,
pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:
arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-
cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus
Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan
kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri
komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri
maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis
ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi
hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak
ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan
dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah
ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak
dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis
dicurahkan menuju ke jantung.1

B. Fisiologi

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem


vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3
faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah
dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah
otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan
koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang
terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh
darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol)
untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan
darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya
otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik
antara 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,
sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi
mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan
terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1

STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK


A. Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.1

B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.2
1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau


vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler
sistemik.3
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan


bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang


meninggalkan gangguan pada katup mitralis;

Fibralisi atrium;

Infark kordis akut;

Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis


endrokardial, jantung miksomatosus sistemik;

b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

Embolia septik, misalnya dari abses paru atau


bronkiektasis.

Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti


penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard,
atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial
miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark
miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.2
2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh


darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya
trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia
fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).2

C. Faktor Resiko

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang


dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa
faktor resiko stroke non hemoragik, yakni: 2,3
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)

2. Hipertensi

3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri,
dan fibrilasi atrium kiri)

5. Hiperkolesterolemia

6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi


peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien
dengan resiko tinggi mengalami stroke non hemoragik.2

D. Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1


1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan


peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih


dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)

Gejala neurologik makin lama makin berat.


4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah


hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada
progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu
Berdasarkan subtipe penyebab :4
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa
jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark
yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-
cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri
vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-
pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak,
dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat,
bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus
jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan
tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan
tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik
dan evaluasi klinis yang ekstensif.

E. Patofisiologis

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah


satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang
menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli.
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau


perdarahan aterom.

3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai


emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+
dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini
menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul
iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik
penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan
terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di
daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini
akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang
terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal
kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang
mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron
disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan
melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida
atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel,
sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke
iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan
kematian sel.
Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan peng

F. Diagnosis

1. Gambaran Klinis

a) Anamnesis

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang


mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau
penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang
dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler,
diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran
tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).

Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk


mencari pertolongan.

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke


seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.2

b) Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab


stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan
leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti
obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak
dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus
pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri
yang tersumbat:6
Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain
Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer
(lengan lebih berat dari dominan), Hemi-neglect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. agnosia, defisit visuospasial,
apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif
(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan (hemisfer dominan), visual dan
sensoris atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer
lengan) hemiestesia non-dominan), perubahan
kontralateral (umumnya perilaku dan personalitas,
ringan) inkontinensia urin dan alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang
berganti dengan pola bagian sentral, prosopagnosia,
gerak chorea pada tangan, aleksia
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran


dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke.3
3. Gambaran Radiologi

a) CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke


hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).3

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan


oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika


dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.3

G. Penatalaksanaan

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang


menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan
obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap
cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1
Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar

Jantung : harus berfungsi baik, bila


perlu pantau EKG

Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal,


dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak

Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak
boleh diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki
diabetes mellitus kronis

Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau


koma balans cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus
dipantau

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme


otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai
untuk mengatasi stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak

1. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang


diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan
lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-
PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika
Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.7
2. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan


stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan
yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

Aspirin

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara


menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma:
4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85%
dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana
alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.8
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi


aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel.
Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu
fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi
tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih
serius, tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak

Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per


infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan
manitol 10%.
c) Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan


ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti
iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat
oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada


tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45


tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.1
Terapi preventif

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan


baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke seperti:
Pengobatan hipertensi

Mengobati diabetes mellitus

Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

Berolahraga teratur 1
BAB IV
KESIMPULAN

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian. Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya
yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang
menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting
untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat
dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan
diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar
tidak terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah
perbaikan perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.

2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview

3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan


Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.

4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.


Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.

5. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8


th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67

6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke


Recovery. A Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year
Book, Inc., 1991:13-24.

7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer


dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit
Salemba Medika. Hal: 53-73.

You might also like