Professional Documents
Culture Documents
IKTERIK NEONATORUM
Oleh:
Fenny Aliska Larasaty Wijaya , S.Ked
G1A107014
LAPORAN KASUS
IKTERIK NEONATORUM
Oleh:
2013
Pembimbing,
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul IKTERIK NEONATORUM. Penulisan laporan kasus ini dalam rangka
memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepanitraan klinik senior di bagian
Kesehatan Anak di RSUD Raden Mattaher Jambi. Saya mengucapkan terima
kasih kepada dr. H. Mustarim, Sp.A yang telah membantu dan membimbing
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
laporan kasus ini.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga Laporan Kasus ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
Penulis
DAFTAR ISI
I. Identitas Pasien
Nama : Bayi Ny.M
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : 30 Juni 2013
BBL : 2400 gram
MRS : 16 Juli 2013
Ibu Ayah
Nama Ny. M Tn. B
Umur 30 th 34 th
Pendidikan/Berapa tahun SMP SMA
Pekerjaan Buruh Buruh
2. Status Internus :
Anemia : (-)
Sianotik : (-)
Ikterik : (+)
Turgor : < 2
Tonus : baik
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Kulit : kemerahan
Edema : (-)
Dispneu : (-)
Lingkar Kepala : 32 cm
Ubun-Ubun besar : datar
Mata : anemis (-), ikterik (+)
Telinga : tulang rawan belum sempurna
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Bibir : sianosis (-)
Mukos : kering (-)
Mulut : sianosis (-)
Lidah : dbn
Gigi-geligi : belum tumbuh
Tenggorokan : sulit dinilai
Leher : pembesaran KGB (-)
3. Thoraks
Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : gerakan dinding dada simetris
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : S1S2 regular, murmur (-), gallop (-).
4. Abdomen
Inspeksi : distensi (+), organomegali (-), kelainan congenital (-)
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : massa (-), supel (+), pemeriksaan hepar-lien tidak dilakukan.
Perkusi : timpani (+) diseluruh lapang abdomen
5. Umbilicus
Tidak ada kelainan
6. Genitalia
Laki-Laki
8. Ekstremitas
Akral hangat, edema (+), gerakan sedikit/ lemah, kelainan bentuk (-).
Anggota Gerak : Superior Inferior
Tonus eutoni eutoni
Refeks Primitif N N
Sianosis - -
Cappilary Refill Time <2 < 2
Index
MCV 120,3 m3
MCH 39,84 pg
MCHC 33,12 %
MPV 9,86 m3
Kimia klinik
Glukosa darah sewaktu 154 mg/dl
Bilirubin Direk/Indirek
Bilirubin total 20,56 mg/dl
Bilirubin Direk 2,75 mg/dl
Biirubin Indirek 17,81 mg/dl
Imunoserologi
CRP Titer (+) 6 mg/dl
Index
MCV 114,4 m3
MCH 37,8 pg
MCHC 33,03 %
MPV 8,32 m3
Index
MCV 108,9 m3
MCH 37,11 pg
MCHC 34,07 %
MPV 8,45 m3
Kimia klinik
Bilirubin direk/indirek
Bilirubin total 25,74 mg/dl
Bilirubin direk 19,08 mg/dl
Bilirubin indirek 6,66 mg/dl
CRP (+)
Kimia darah
Bilirubin direk/indirek
Bilirubin total 27,0
Bilirubin direk 4,6
Bilirubin indirek 22,4
XIV. Diagnosa Kerja
Neonatus Kurang Bulan + Kecil Masa Kehamilan + Neonatal
Infection + Ikterik Neonatorum + Respiratory Distress
XV. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir:
- Cegah kehilangan panas pada bayi dengan mengeringkan dan selimuti
bayi
- Posisikan bayi
- Isap lendir
- Injeksi Neo-K 0,5 mg IM
- Gentamicin ED ODS
Penatalaksanaan infeksi :
- IVFD D5- NS 5 gtt/1
- Injeksi Meropenem 3x100 mg
- Injeksi Neo-K 1x0,5 mg (selang 1 hari)
- Headbox 6 L
- Light Therapy
PO :
- Urdafalk 3x25 mg
- Avialis
Diet :
- PG1
XVI. Follow Up
Tanggal S O A P
21 Juli 2013 Lemah TV: Nadi: NKB, KMK,
145 x/i Infeksi
RR : 44 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
97%
22 Juli 2013 Lemah TV: Nadi: NKB, KMK,
139 x/i Infeksi
RR : 40 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
97%
23 Juli 2013 Lemah, Bayi TV: Nadi: NKB, KMK,
tampak 140 x/i Infeksi
kuning RR : 44 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
98%
24 Juli 2013 Lemah, Bayi TV: Nadi: NKB, KMK,
tampak 144 x/i Infeksi
kuning RR : 45 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
98%
25 Juli 2013 Lemah, TV: Nadi: NKB, KMK,
kuning pada 140 x/i Infeksi
bayi tampak RR : 44 Neonatorum,
berkurang x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
98%
26 Juli 2013 Lemah TV: Nadi: NKB, KMK,
140 x/i Infeksi
RR : 44 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
98%
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 IKTERIK NEONATORUM
2.1.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
lebih 5 mg/dL.1,2
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis,
kecuali2:
- Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
- Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi
kurang bulan >10 mg/dL
- Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam
- Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL
- Ikterus menetap pada usia >2 minggu
- Terdapat faktor risiko
a. Etiologi Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru
lahir, karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak
dan berumur lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim
glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum
adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim
glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis)
dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,
defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi
intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik
Faktor Neonatus
o Prematuritas
o Faktor genetik
o Polisitemia
Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
2.1.3 Patofisiologi
a. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada
bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi,
kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada
bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut :
Minum ASI dini dan sering
Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan
sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada
minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia
karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
b. Hiperbilirubinemia
Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau
golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD
pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus
hemolitik, apapun penyebabnya.
Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya
terapi sinar, lakukan terapi sinar.
Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan :
Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar
(tabel 4), kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes
Coombs positif, segera rujuk bayi.
Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan
untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah
terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).
Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar :
o Persiapkan transfer
o Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas
transfusi tukar
o Kirim contoh darah ibu dan bayi
o Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning,
mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.
Nasihati ibu :
o Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu
mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena
berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
o Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu
untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya
hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan
golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).
Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi
darah.
Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup
bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg
atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus
berkepanjangan (prolonged jaundice).
Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap
minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit <
24%), berikan transfusi darah.
2.2 KOLESTASIS
2.2.1 Definisi
2.2.3 Klasifikasi
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.
Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan
akhirnya pembuntuan 2 saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan
saluran empedu intrahepatik.
Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,
iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir
dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat
setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan
kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan
kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat
penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. 12 Pada pemeriksaan
ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya
proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik.
Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin
dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang
edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya
trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif
dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran
bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan
(b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran
empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu
ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai
hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja.
Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik
fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik.13 Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease
mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer
tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan
fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih
dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat.
Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar
dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda
hipertensi portal. Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering
ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi
sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5
saluran empedu per portal tract. Contoh dari sindromik adalah sindrom
Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi
pada gene JAGGED 1.
Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi 3
organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly
vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan
dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa
disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya
adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma
imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan
pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan
asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan
kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi
kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan
parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon
hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari
neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh
kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai
gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated
giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai
timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis
neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai
apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat
ditemukan.
2.2.4 Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu
mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi,
elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu
merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan
bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari
asam empedu.
Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya
berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai
filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme
dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam
empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin
tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut
dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral,
dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran
bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam
empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan
dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga
terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di
hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan
gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.
2.2.6 Diagnosis
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini
obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis
intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan
Medikamentosa.
Anamnesis
Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang
persisten harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier
Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur
atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada
anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala
ikterus dan tinja akolis lebih awal
Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi
Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi
1-antitripsin)
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar
bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna
kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin.
Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah
arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi
yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati
yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel
(pemanjangan lobus kanan yang normal).
Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson
karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti
hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali
yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang
minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit
ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan
fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan
bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan
gangguan organ lain.
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan
untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan
kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis
ekstrahepatik 82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi
gambaran histopatologi hati.
Tabel 1. Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstraheptik