You are on page 1of 34

LAPORAN KASUS

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A107014 / 27 Juli 2013


** Pembimbing: dr. H. Mustarim, Sp.A

IKTERIK NEONATORUM

Oleh:
Fenny Aliska Larasaty Wijaya , S.Ked
G1A107014

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JAMBI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
2013
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

IKTERIK NEONATORUM

Oleh:

Fenny Aliska Larasaty Wijaya, S.Ked


G1A107014

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Jambi

RSUD Raden Mattaher Jambi

2013

Jambi, 27 Juli 2013

Pembimbing,

dr. H. Mustarim, Sp.A


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul IKTERIK NEONATORUM. Penulisan laporan kasus ini dalam rangka
memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepanitraan klinik senior di bagian
Kesehatan Anak di RSUD Raden Mattaher Jambi. Saya mengucapkan terima
kasih kepada dr. H. Mustarim, Sp.A yang telah membantu dan membimbing
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
laporan kasus ini.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga Laporan Kasus ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Jambi, 27 Juli 2013

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
BAB II STATUS PEDIATRIK .......................................................... 2
2.1 Identifikasi .................................................................................... 1
2.2 Anamnesis...................................................................................... 1
2.3 Pemeriksaan Fisik ......................................................................... 1
2.4 Pemeriksaan Laboratorium ........................................................... 1
2.5 Pemeriksaan Anjuran .................................................................... 1
2.6 Diagnosis Diferensial .................................................................... 1
2.7 Diagnosis Kerja ............................................................................. 1
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................ 1
2.9 Prognosis ....................................................................................... 1
2.10 Follow Up .................................................................................... 1
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 1
3.1 Definisi .......................................................................................... 1
3.2 Epidemiologi ................................................................................. 1
3.3 Etiologi .......................................................................................... 1
3.4 Patofisiologi .................................................................................. 1
3.5 Manifestasi Klinis ......................................................................... 1
3.6 Diagnosis Banding ........................................................................ 1
3.7 Diagnosis ...................................................................................... 1
3.8 Tatalaksana ................................................................................... 1
3.9 Pencegahan ................................................................................... 1
3.10 Prognosis ....................................................................................... 1
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 1
4.1 Penegakan Diagnosis .................................................................... 1
4.1.1 Anamnesis ..................................................................................... 1
4.1.2 Pemeriksaan Fisik ......................................................................... 1
4.1.3 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 1
4.2 Diagnosis Banding ........................................................................ 1
4.3 Penatalaksanaan ............................................................................ 1
4.3.1. Nonmedikamentosa ...................................................................... 1
4.3.2 Medikamentosa ............................................................................. 1
BAB V PENUTUP ................................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Bayi Ny.M
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : 30 Juni 2013
BBL : 2400 gram
MRS : 16 Juli 2013

Ibu Ayah
Nama Ny. M Tn. B
Umur 30 th 34 th
Pendidikan/Berapa tahun SMP SMA
Pekerjaan Buruh Buruh

II. Keluhan Utama :


Kuning pada seluruh badan sejak 10 hari SMRS.

III. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pada tanggal 30 Juni 2013 pukul 12.00 WIB, seorang bayi laki-laki
lahir spontan di rumah bersalin Tanjung Lumut ditolong oleh bidan dari
seorang ibu G2P1A0 usia 30 tahun dengan masa kehamilan 39-40 minggu.
Bayi lahir spontan, lahir segera menangis, pernafasan normal, denyut
jantung normal, bayi kemerahan. Bayi lahir dengan berat badan lahir yaitu
2400 gram dengan panjang badan 42 cm, lingkar kepala 32 cm dan lahir
cukup bulan. Bayi rujukan dari RS St. Theresia dengan Hiperbilirubinemia
atresia bilier disertai dengan hidronefrosis sinistra. Bayi masuk PRT dengan
kuning pada seluruh tubuh, telapak tangan, telapak kaki serta perut yang
semakin kembung sejak 3 hari setelah lahir.
IV. Riwayat Kehamilan Ibu Sekarang:
Ibu pasien mengaku ini adalah kehamilannya yang kedua. Selama
hamil ibu pasien mengaku menjalani ANC di Bidan sebanyak 2 kali, pada
trimester pertama, dan trimester kedua. HPHT lupa. Selama hamil porsi
makan ibu sedikit. Ibu juga mengkonsumsi susu khusus ibu hamil namun
tidak rutin dikonsumsi. Sebelum melahirkan, ibu pasien mengalami riwayat
keluar air dari jalan lahir, banyak, jernih dan tidak berbau, tidak disertai
dengan perut mules seperti ingin melahirkan sejak tanggal 27 juni 2013.
Selama hamil, ibu pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit seperti
panas, batuk, pilek, atau penyakit lainnya. Riwayat trauma selama hamil (-).
Riwayat perdarahan melalui jalan lahir (-). Riwayat mengkonsumsi obat-
obatan dan jamu selama kehamilan (-).

V. Riwayat Persalinan Sekarang :


Bayi lahir spontan ditolong oleh bidan. Bayi lahir dengan spontan,
segera menangis dan ketuban jernih. BBL 2400 gram. Apgar skor 8/9/9,
tangis (+), kecepatan nafas teratur, serta suhu tubuh normal. Suntikan Vit. K
dan salep mata (+). Bayi lahir dengan kondisi cukup bulan.

VI. Riwayat Kehamilan dan Persalinan sebelumnya :


Ibu pasien mengaku ini adalah kehamilannya yang kedua. Anak
pertama lahir spontan ditolong oleh bidan. Berat badan lahir 3000 gram. Pada
saat ini usia anak pertama 5 tahun. Ibu pasien mengaku memberikan ASI
sampai anak berusia 2 tahun.

VII. Riwayat Keluarga:


Riwayat penyakit jantung bawaan dalam keluarga (-), penyakit asma
(-), penyakit DM (-), hipertensi (-).

VIII. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah bekerja sebagai buruh dengan penghasilan rata-rata Rp.
2.500.000, dan ibu bekerja sebagai buruh dengan penghasilan rata-rata <
1.000.000. Biaya kesehatan ditanggung Jampersal.
Kesan : Sosial Ekonomi Cukup

IX. Riwayat Imunisasi Dasar dan Ulangan


BCG :-
Hepatitis B0 : (+)
Polio : (+)
DPT :-
Campak :-
Kesan : Imunisasi dasar sudah diberikan

X. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan : BBL 2400 gram usia kehamilan 39-40 minggu
Perkembangan : belum bisa dinilai
Kesan : NCB, KMK

XI. Riwayat Keluarga Berencana Orang Tua


Ibu pasien menggunakan IUD

XII. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : composmentis
SpO2 : 97%
GDS stik : saat datang tidak dievaluasi

1. Tanda Tanda Vital :


Suhu : 36,5 oC
DJ : 142 x/menit
Respirasi : 38 x/menit

2. Status Internus :
Anemia : (-)
Sianotik : (-)
Ikterik : (+)
Turgor : < 2
Tonus : baik
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Kulit : kemerahan
Edema : (-)
Dispneu : (-)
Lingkar Kepala : 32 cm
Ubun-Ubun besar : datar
Mata : anemis (-), ikterik (+)
Telinga : tulang rawan belum sempurna
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Bibir : sianosis (-)
Mukos : kering (-)
Mulut : sianosis (-)
Lidah : dbn
Gigi-geligi : belum tumbuh
Tenggorokan : sulit dinilai
Leher : pembesaran KGB (-)

3. Thoraks
Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : gerakan dinding dada simetris
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : S1S2 regular, murmur (-), gallop (-).
4. Abdomen
Inspeksi : distensi (+), organomegali (-), kelainan congenital (-)
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : massa (-), supel (+), pemeriksaan hepar-lien tidak dilakukan.
Perkusi : timpani (+) diseluruh lapang abdomen

5. Umbilicus
Tidak ada kelainan

6. Genitalia
Laki-Laki

7. Anus dan rektum


Anus (+), mekoninum (+) 24 jam pertama.

8. Ekstremitas
Akral hangat, edema (+), gerakan sedikit/ lemah, kelainan bentuk (-).
Anggota Gerak : Superior Inferior
Tonus eutoni eutoni
Refeks Primitif N N
Sianosis - -
Cappilary Refill Time <2 < 2

XIII. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin di RS St.Theresia (03 juni 2013)


Darah lengkap
Hemoglobin 17,5 g/dL
Hematokrit 52,9 %
Leukosit 2,70 103/mm3
Trombosit 186 103/mm3
Eritrosit 4,40 106/mm3

Index
MCV 120,3 m3
MCH 39,84 pg
MCHC 33,12 %
MPV 9,86 m3

Kimia klinik
Glukosa darah sewaktu 154 mg/dl

Bilirubin Direk/Indirek
Bilirubin total 20,56 mg/dl
Bilirubin Direk 2,75 mg/dl
Biirubin Indirek 17,81 mg/dl

Imunoserologi
CRP Titer (+) 6 mg/dl

Pemeriksaan darah rutin (06 juli 2013)


Darah lengkap
Hemoglobin 17,2 g/dL
Hematokrit 52,0 %
Leukosit 9,10 103/mm3
Trombosit 33 103/mm3
Eritrosit 4,54 106/mm3

Index
MCV 114,4 m3
MCH 37,8 pg
MCHC 33,03 %
MPV 8,32 m3

Pemeriksaan darah rutin (07 juli 2013)


Kimia klinik
Bilirubin total 20,26 mg/dl
Bilirubin direk 13,97 mg/dl
Bilirubin indirek 6,29 mg/dl

Hasil USG : Hidronefrosis sinistra

Pemeriksaan darah rutin (11 juli 2013)


Darah lengkap
Hemoglobin 13,3 g/dL
Hematokrit 38,9 %
Leukosit 11,30 103/mm3
Trombosit 20 103/mm3
Eritrosit 3,57 106/mm3

Index
MCV 108,9 m3
MCH 37,11 pg
MCHC 34,07 %
MPV 8,45 m3

Kimia klinik
Bilirubin direk/indirek
Bilirubin total 25,74 mg/dl
Bilirubin direk 19,08 mg/dl
Bilirubin indirek 6,66 mg/dl

Pemeriksaan Darah Rutin (16 Juli 2013)


WBC 3,8 MCV 107
RBC 3,53 MCH 35,1
HGB 12,4 MCHC 33,0
HCT 37,6 RDW 21,1
PLT 45 MPH 6,9
PCT .031 PDW 6,6

% LYM 43,9 # LYM 1,6


% MON 4,6 # MON 0,1
% GRA 51,5 # GRA 2,1

CRP (+)

Pemeriksaan Darah Rutin (23 Juli 2013)


WBC 3,3 MCV 104
RBC 2,6 MCH 34,4
HGB 9,0 MCHC 33,1
HCT 27,0 RDW 22,1
PLT 53 MPH 6,9
PCT .037 PDW 8,1

% LYM 34,6 # LYM 1,1


% MON 6,5 # MON 0,2
% GRA 58,9 # GRA 2,0

Kimia darah
Bilirubin direk/indirek
Bilirubin total 27,0
Bilirubin direk 4,6
Bilirubin indirek 22,4
XIV. Diagnosa Kerja
Neonatus Kurang Bulan + Kecil Masa Kehamilan + Neonatal
Infection + Ikterik Neonatorum + Respiratory Distress

XV. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir:
- Cegah kehilangan panas pada bayi dengan mengeringkan dan selimuti
bayi
- Posisikan bayi
- Isap lendir
- Injeksi Neo-K 0,5 mg IM
- Gentamicin ED ODS
Penatalaksanaan infeksi :
- IVFD D5- NS 5 gtt/1
- Injeksi Meropenem 3x100 mg
- Injeksi Neo-K 1x0,5 mg (selang 1 hari)
- Headbox 6 L
- Light Therapy
PO :
- Urdafalk 3x25 mg
- Avialis
Diet :
- PG1
XVI. Follow Up
Tanggal S O A P
21 Juli 2013 Lemah TV: Nadi: NKB, KMK,
145 x/i Infeksi
RR : 44 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
97%
22 Juli 2013 Lemah TV: Nadi: NKB, KMK,
139 x/i Infeksi
RR : 40 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
97%
23 Juli 2013 Lemah, Bayi TV: Nadi: NKB, KMK,
tampak 140 x/i Infeksi
kuning RR : 44 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
98%
24 Juli 2013 Lemah, Bayi TV: Nadi: NKB, KMK,
tampak 144 x/i Infeksi
kuning RR : 45 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
98%
25 Juli 2013 Lemah, TV: Nadi: NKB, KMK,
kuning pada 140 x/i Infeksi
bayi tampak RR : 44 Neonatorum,
berkurang x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
98%
26 Juli 2013 Lemah TV: Nadi: NKB, KMK,
140 x/i Infeksi
RR : 44 Neonatorum,
x/i Ikterus
T : neonatorum+RD
36,5oC
SpO 2 :
98%

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 IKTERIK NEONATORUM

2.1.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
lebih 5 mg/dL.1,2
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis,
kecuali2:
- Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
- Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi
kurang bulan >10 mg/dL
- Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam
- Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL
- Ikterus menetap pada usia >2 minggu
- Terdapat faktor risiko

2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko2

a. Etiologi Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru
lahir, karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak
dan berumur lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim
glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum
adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim
glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis)
dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,
defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi
intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik

b. Faktor Risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:


Faktor Maternal
o Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native
American,Yunani)
o Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan
Rh)
o Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik
o ASI
Faktor Perinatal
o Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
o Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

Faktor Neonatus
o Prematuritas
o Faktor genetik
o Polisitemia
Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

Rendahnya asupan ASI

Hipoglikemia

Hipoalbuminemia

2.1.3 Patofisiologi

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.


Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari
ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam
beberapa minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan
konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga
hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus
fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum
total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan
kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama
setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin
sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.1 Pola
ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-
faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak
bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan
berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu.
Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin
maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan
pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi
peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa
hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari),
proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan
peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gambar 1. Metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin

2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)


Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi
ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya
faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi
bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu
tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi
ditambah. Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak
ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.

2.1.4 Tata laksana2

a. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada
bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi,
kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada
bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut :
Minum ASI dini dan sering

Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan
sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada
minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia
karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)


Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat pada
tabel 1.
Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg,
lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin,
tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
o Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi
sinar, hentikan terapi sinar.
o Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai
dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar
o Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan
penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di
keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
Tentukan diagnosis banding

b. Hiperbilirubinemia
Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau
golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD
pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus
hemolitik, apapun penyebabnya.
Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya
terapi sinar, lakukan terapi sinar.
Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan :
Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar
(tabel 4), kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes
Coombs positif, segera rujuk bayi.
Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan
untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah
terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).
Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar :
o Persiapkan transfer
o Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas
transfusi tukar
o Kirim contoh darah ibu dan bayi
o Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning,
mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.
Nasihati ibu :
o Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu
mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena
berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
o Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu
untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya
hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan
golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).
Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi
darah.
Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup
bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg
atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus
berkepanjangan (prolonged jaundice).
Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap
minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit <
24%), berikan transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)


Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada
neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.
Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk
mencari penyebab.
Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan
kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus
untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.
Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital

2.2 KOLESTASIS

2.2.1 Definisi

Ikterus pada kolestasis merupakan refleksi dari keadaan patologis yang


serius.3 Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum.4 Dari segi
klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu
seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh.
Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu
pada sel hati dan sistem bilier.4,5,6
2.2.2 Epidemiologi
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden
hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000,
defisiensi -1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan
anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.3
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier
377 (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189
(17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus
koledokus 34 (3,1%). Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya
antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita
dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%),
kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-
bile 1 (1,04%).3

2.2.3 Klasifikasi
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.
Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan
akhirnya pembuntuan 2 saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan
saluran empedu intrahepatik.
Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,
iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir
dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat
setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan
kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan
kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat
penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. 12 Pada pemeriksaan
ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya
proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik.
Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin
dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang
edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya
trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif
dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran
bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan
(b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran
empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu
ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai
hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja.
Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik
fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik.13 Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease
mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer
tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan
fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih
dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat.
Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar
dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda
hipertensi portal. Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering
ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi
sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5
saluran empedu per portal tract. Contoh dari sindromik adalah sindrom
Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi
pada gene JAGGED 1.
Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi 3
organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly
vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan
dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa
disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya
adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma
imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan
pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan
asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan
kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi
kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan
parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon
hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari
neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh
kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai
gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated
giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai
timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis
neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai
apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat
ditemukan.

2.2.4 Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu
mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi,
elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu
merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan
bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari
asam empedu.
Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya
berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai
filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme
dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam
empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin
tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut
dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral,
dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran
bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam
empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan
dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga
terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di
hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan
gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.

Perubahan fungsi hati pada kolestasis


Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
a. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi
polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin
terkonyugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma
membran permukaan sinusoid terganggu.
b. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi,
sulfasi dan konyugasi akan terganggu.
c. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
d. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam
empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi
menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan
penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio
trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan
detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi
di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
e. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang
menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan
hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak
toksik.
f. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan
proses sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema,
vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin
maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
g. Mekanisme kerusakan hati sekunder
Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang
menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari
sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan
fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan
terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran
seperti Na+, K+ -ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan
fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air
dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu. Sistim
transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang
mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan
cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati
pada kolestasis adalah asam empedu.
Prosesimunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display
secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II
diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan respon
imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier.

2.2.5 Manifestasi klinis


Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi
adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan
muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu
dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat
terjadinya kolestasis.
Gambar 2. Manifestasi klinis kolestasis

2.2.6 Diagnosis
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini
obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis
intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan
Medikamentosa.

Anamnesis
Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang
persisten harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier
Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur
atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada
anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala
ikterus dan tinja akolis lebih awal
Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi
Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi
1-antitripsin)

Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar
bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna
kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin.
Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah
arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi
yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati
yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel
(pemanjangan lobus kanan yang normal).
Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson
karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti
hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali
yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang
minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit
ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan
fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan
bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan
gangguan organ lain.
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan
untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan
kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis
ekstrahepatik 82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi
gambaran histopatologi hati.
Tabel 1. Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstraheptik

Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium pada kolestasis neonatal


Gambar 3. Algoritme diagnosis kolestasis
2.2.7 Penutup
Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan
dokter spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi
yang mengalami ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya
peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari
penyebab harus segera dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam
pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam deteksi dini etiologi
kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi
prognosis.

You might also like