You are on page 1of 34

Diskusi Jumat

PSYCHOSOCIAL-INFLUENCE HEALTH

Oleh:

Adi Nugraha DJ Anwar 1518012190


Jose Adelina Putri 1518012237
Kurnia Fitri Apriliana 1618012006
M. Ridho Ansori 1518012186

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan makalah diskusi jumat dengan judul Psychosocial Influence

Health dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran

Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para

pembimbing dari pihak fakultas maupun luar fakultas yang telah memberikan bantuan,

saran, serta kerjasamanya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi isi,

bahasa, analisis dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis ingin meminta maaf atas

segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan,

wawasan dan keterampilan penulis. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat

diharapkan guna untuk kesempurnaan makalah selanjutnya dan perbaikan untuk kita

semua. Akhir kata penulis juga berharap kiranya makalah dan diskusi jumat ini dapat

berguna dan bermanfaat bagi mahasiswa, dan semua pihak yang membutuhkannya.

Bandar Lampung, 22 Juni 2017

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Di masa lalu sistem kesehatan hanya berorientasi pada penyakit, apabila telah sakit,

barulah dilakukan pengobatan. Proses globalisasi menimbulkan transformasi

komunikasi dan informasi di berbagai kawasan dunia yang memberikan dampak

terhadap perubahan nilai-nilai sosial dan budaya. Keadaan ini membutuhkan

kemampuan adaptasi yang baik serta dukungan lingkungan yang kondusif, sehingga

nilai-nilai sosial dan budaya dapat berkembang secara tanggap sesuai dengan

perubahan. Perubahan-perubahan yang kompleks dan cepat pada kehidupan modern

saat ini dikarenakan manusia hidup di ruang lingkup sosial yang banyak berinteraksi

dengan lingkungan maupun dengan manusia lainnya yang memiliki karakter dan pola

pikir yang berbeda. Secara Holistik manusia adalah makhluk biopsiko-sosio-spiritual

yang unik dan menerapkan sistem terbuka dan saling berinteraksi. Manusia selalu

berusaha mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang

dipertahankan oleh setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Keadaan individu yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan disebut sehat

(Marimis, 2009).

Kesehatan menurut WHO adalah suatu keadaan sejahtera meliputi fisik, mental, dan

sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Secara analogi kesehatan jiwa

pun mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan

keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan dari kepribadian individu.


Ini berarti kebutuhan akan adanya quality of life yang lebih tinggi dari sebelumnya

makin terasa untuk masa sekarang dan akan datang Seorang individu dikatakan sakit

apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Kondisi

ini sangat rentan terhadap stres, anxietas, konflik , ketergantungan terhadap

N A P Z A (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) dan p e r i l a k u

seksual yang menyimpang, yang dapat digolongkan sebagai masalah

psikososial (WHO, 2010).

Faktor-faktor psikososial dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal meliputi genetik, hormon dan kesehatan mental. Sedangkan faktor

eksternal meliputi keluarga dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut memiliki hubungan

yang cukup erat dengan kesehatan fisik. Beberapa penelitian mengatakan bahwa faktor

psikososial menjadi penyebab penting dari ketidaksetaraan kesehatan. Faktor

psikososial juga dapat menjadi penyebab yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik

melalui mekanisme psikologis. Terdapat penelitian observasional yang juga

membuktikan bahwa terdapat hubungan antara faktor psikososial dan kesehatan fisik

(Maclead and Smith, 2013).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat sebagai kondisi sejahtera

fisik, mental, dan sosial, bukan hanya terbebas dari penyakit maupun cacat. Definisi

WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan

konsep sehat yang positif :

1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.

2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.

3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

Sedangkan menurut UU No. 23 Tahun 1992, Kesehatan adalah keadaan sejahtera

dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan

ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan

yang utuh terdiri dari unsur unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya

kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Dalam pengertian yang

paling luas, sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis,

intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, sosial, dan

ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya. Dalam membantu seorang

individu yang sakit kembali sehat, seorang dokter bukan hanya memerhatikan
faktor fisiologi dan anatomi, akan tetapi memahami juga kebutuhan spiritual,

lingkungan, psikologis, dan sosial (British Medical Association, 2011).

Psikososial berasal dari gabungan dua kata, psiko dan sosial. Kata psiko

mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan, dan perilaku),

sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang-

orang di lingkungannya. Berdasarkan asal katanya, psikososial menunjuk pada

hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi

dan memengaruhi satu sama lain (Gerungan WA, 2004). Psikososial adalah setiap

perubahan yang terjadi dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik

maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik (Sarafino, 2006).

Kesehatan psikososial merupakan hasil dari interaksi kompleks antara riwayat

seseorang dan apa yang dipikirkannya serta interpretasinya terhadap masa lalu dan

apa arti masa lalu tersebut baginya (Donatelle, 2011).

2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Psikososial

Kesehatan psikososial mencakup kesehatan emosional (feeling), kesehatan spiritual

(being), kesehatan mental (thinking), dan kesehatan sosial (relating) (Donatelle,

2011).

a. Kesehatan emosional (feeling) adalah bagian kesehatan psikososial tentang

reaksi dan emosi terhadap hidup. Emosi adalah perasaan yang intens dengan

pola yang kompleks, misalnya kebencian, frustasi, ansietas, dan kebahagiaan.


b. Kesehatan spiritual (being) adalah keyakinan yang dapat memberikan tujuan

dan arti hidup, sense of belonging

c. Kesehatan mental (thinking). Individu yang sehat mental cenderung

menganggap tantangan dalam hidup adalah tantangan yang membangun,

sedangkan orang dengan kesehatan mental yang tidak baik biasanya irasional.

d. Kesehatan sosial (relating) mencakup interaksi dengan orang lain,

kemampuan untuk menggunakan social support dan kemampuan untuk

beradaptasi dalam berbagai situasi.

2.3 Faktor Kesehatan Psikososial

Faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan psikososial dibagi menjadi

(Donatelle, 2011; Taylor, 2010):

Tabel 1. Faktor Kesehatan Psikososial (Donatelle, 2011; Taylor, 2010).


FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKTERNAL

a. Genetik a. Keluarga

b. Hormonal b. Lingkungan

c. Lainnya c. Stress

Keyakinan diri untuk


mencapai kesuksesan
(self-efficacy)
Harga diri(self-esteem)
Menyerah karena
pernah gagal (learned
helplessness)
Optimisme
Kepribadian (personality)
Usia dan kedewasaan
(life span and
maturity)
2.3.1 Faktor Internal

a. Genetik

Pengaruh genetik bersifat heredo-konstitusional yang artinya bahwa

bentuk untuk konstitusi seseorang ditentukan oleh faktor keturunan.

Faktor genetik akan berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan,

kematangan tulang, gizi, alat seksual, dan saraf. Genetika perilaku

mempelajari pengaruh hereditas terhadap perilaku.Para peneliti

genetika perilaku telah menemukan bukti-bukti yang meningkat bahwa

hingga taraf tertentu, kemampuan kognitif, sifat kepribadian, orientasi

seksual dan gangguan kejiwaan dipengaruhi oleh faktor genetik. Gen

adalah unit informasi pembawa sifat yang ada dalam kromosom.

Penurunan sifat pada manusia kebanyakan lebih bersifat poligenik,

yaitu satu sifat merupakan produk dari interaksi beberapa gen (Taylor,

2010).

Keberadaan atau ketiadaan gen tertentu tidak secara otomatis

mengakibatkan perilaku tertentu, tetapi gen lebih memberi predisposisi

untuk merespon lingkungan dengan cara tertentu dan bahkan mencari

jenis lingkungan tertentu pula. Namun hingga saat ini belum diketahui

secara pasti sejauh mana gen mengendalikan tingkah laku. Menurut

beberapa penelitian mengenai sifat kepribadian, terdapat hasil

konsisten yang menunjukkan bahwa kepribadian tertentu dan sifat

sosial banyak dipengaruhi oleh komponen genetik, misalnya sifat


intorvert dan ekstrovert-secara umum heritabilitas (besarnya

penurunan sifat) kepribadian lebih rendah daripada inteligensi (Taylor,

2010).

b. Hormonal

Penelitian dalam bidang psikoneuroendokrinologi menunjukkan

bahwa hormon dapat mempengaruhi perilaku manusia dan

pengalaman-pengalaman yang dialami manusia dalam kehidupannya

dapat mempengaruhi kadar hormon dalam tubuhnya. Pengaruh

hormon terhadap aspek psikososial sudah terjadi sejak masa pranatal

yaitu saat janin berumur 4 bulan. Pada saat itu, terjadi pertumbuhan

yang cepat dan kelenjar pituitary dan tiroid mulai bekerja. Hormon

yang berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan somatotropin

yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary (Taylor, 2010).

c. Lainnya

Eskpektasi orang lain terhadap sebuah kesuksesan merupakan bagian

dari faktor internal, yaitu bagaimana diri menerimanya dan

menimbulkan internal peace. Memiliki kontrol personal penting untuk

kesehatan psikososial. Self-efficacy penting agar seseorang yakin bahwa

ia dapat mencapai kesuksesan. Beberapa orang memiliki learned

helplessness, yaitu ketika mereka menyerah untuk mencoba mencapai

kesuksesan. Hal-hal diatas juga dipengaruhi oleh kepribadian masing-

masing yang dapat menentukan seberapa kuat mental seseorang. Orang-


orang dengan psikososial yang sehat memiliki extraversion,

kemampuan beradaptasi dalam situasi sosial, dapat mencapai

kesepakatan, dapat mengikuti aturan, terbuka untuk pengalaman baru,

dan stabil secara emosional (Donatelle, 2011).

2.3.1 Faktor Eksternal

a. Keluarga

Lingkungan yang terdekat yang paling awal dan yang terlama dialami

seseorang adalah lingkungan keluarga. Keluarga adalah salah satu

mata rantai kehidupan yang paling esensial dalam sejarah perjalanan

hidup manusia. Keluarga sebagai pranata sosial pertama dan utama,

mempunyai arti paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-

nilai kehidupan yang dibutuhkan oleh anak yang sedang mencari

makna kehidupannya. Dengan kata lain, pranata keluarga adalah titik

awal keberangkatan, sekaligus sebagai modal awal perjalanan hidup

anak yang kemudian dilengkapi dengan rambu-rambu perjalanan yang

digariskan pranata sosial lainnya di lingkungan pergaulan sehari-hari.

Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh

konflik dapat memicu timbulnya berbagai masalah kesehatan mental

bagi anak (Baihaqi, 2005).

Pengalaman-pengalaman yang dilalui anak ketika kecil, termasuk

perilaku orang tua dan sikap mereka terhadap anak mempunyai


pengaruh yang besar dalam kehidupan anak nantinya. Karena

kepribadian terbentuk dari pengalaman sejak kecil, terutama pada

tahun- tahun pertama kehidupan anak. Pengalaman itu termasuk

pendidikan, perlakuan orang tua, sikap orang tua terhadap anak atau

sikap orang tua satu sama lain (ayah dan ibu).Pengalaman-pengalaman

pada tahun-tahun pertama itulah yang menentukan kesehatan mental

seseorang, bahagia atau tidaknya di kemudian hari (Baihaqi, 2005).

Kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu sikap orang tua) juga dapat

menyebabkan perubahan psikososial individu, misalnya :

1. Hubungan kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan,

atau acuh tak acuh.

2. Kedua orangtua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk

bersama dengan anak-anak.

3. Komunikasi antara orang tua dan anak yang tidak

baik (communication gap).

4. Kedua orang tua berpisah (separate) atau bercerai (divorce).

5. Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa/kepribadian.

6. Orang tua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras dan

otoriter, dan lain sebagainya (Taylor, 2010).

b. Lingkungan

Individu pada umumnya banyak menghabiskan waktunya untuk

melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam hal ini bertujuan
untuk mencapai kepuasannya dalam berinteraksi dengan lingkungan

sekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kontak sosial paling sering

individu tersebut lakukan dengan lingkungan yang paling dekat

dengannya dan yang paling sering ia temui, yaitu lingkungan tempat

dirinya bergaul dengan individu lain terutama yang sebaya dengan

dirinya dengan alasan, memiliki tujuan dan latar belakang yang serupa.

Contohnya, setiap hari seseorang akan melakukan aktivitas-aktivitas

umum seperti sekolah dan bekerja yang membuatnya berada pada

suatu lingkungan tertentu dan berakhir pada aktivitasnya bergaul

dengan individu-individu dalam lingkungan tersebut, dalam hal ini

teman sekolah dan rekan kerja. Kondisi lingkungan yang buruk besar

pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, misalnya soal perumahan,

pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang

rawan (kriminalitas) dan lain sebagainya. Rasa tercekam dan tidak

merasa aman ini amatmengganggu ketenangan dan ketentraman hidup,

sehingga tidak jarang orang jatuh kedalam depresi dan kecemasan

(Feldman, 2003).

c. Stres

Stres dapat digambarkan sebagai keadaan yang mengganggu fungsi

fisiologis atau psikologis normal seseorang (Sadock, 2007). Stress

dapat berasal dari diri individu, keluarga dan lingkungan. Stres

merupakan suatu pengalaman emosional negatif yang disertai dengan


perubahan biokimia, fisiologi, kognitif dan perilaku yang dapat

diramalkan dan diarahkan baik terhadap usaha untuk mengubah

kejadian stres ataupun mengakomodasikan efek dari stres tersebut

(Taylor, 2010). Stres merupakan keadaan psikologis yang timbul jika

ada ketidakseimbangan antara persepsi individu mengenai tuntutan

yang harus dihadapi dibandingkan dengan kemampuan mereka untuk

mengatasi tuntutan tersebut (Sarafino dan Smith, 2011).

Penggolongan jenis stress didasarkan atas persepsi individu terhadap

stres yang dialaminya, yakni:

Eustress (Stres Positif)

Eustress adalah jenis stres yang baik karena dikaitkan dengan

perasaan positif dan kondisi tubuh yang sehat. Eustress bersifat

menyenangkan dan memberikan pengalaman yang memuaskan.

Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan,

kognisi, dan performa individu. Eustress juga dapat meningkatkan

motivasi individu untuk menciptakan sesuatu (Lazarus, 1998).

Distress (Stres Negatif)

Distress merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak

menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana

individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah

sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif,


menyakitkan, dan timbul keinginan untuk menghindarinya (Selye,

1976).

2.4 Pengaruh Psikososial terhadap Kesehatan

Masalah-masalah psikososial memengaruhi kesehatan dalam berbagai bentuk,

salah satunya yakni stres psikososial. Stress psikososial adalah setiap keadaan atau

peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang; sehingga

orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk

menanggulanginya. Namun tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan

mengatasi stressor tersebut sehingga timbullah keluhan-keluhan antara lain berupa

cemas dan depresi. Individu dengan depresi atau ansietas memiliki fungsi sosial

yang lebih rendah, disabilitas yang lebih besar dibandingkan mereka yang sehat.

Distress emosional sering menyebabkan masalah somatik, seperti gangguan tidur,

kelelahan, dan nyeri. Pasien dengan depresi berat juga memiliki kecenderungan

melakukan perilaku tidak sehat (unhealthy behavior) yang lebih besar, misalnya

merokok, sedentary lifestyle, dan overeacting. Terlebih lagi, depresi dan gangguan

psikologis akan mengganggu fungsi kognitif, motivasi, dan coping abilities.

Penelitian menyebutkan adanya stressor psikososial mengganggu kerja

neuroendokrin, imunitas, dan fungsi sistem lain dalam tubuh (Institute of

Medicine, 2008).

Faktor psikososial lain yang dapat mempengaruhi kesehatan individu adalah faktor

dukungan keluarga. Dukungan keluarga merupakan bentuk pemberian dukungan


terhadap anggota keluarga lain yang mengalami permasalahan. Sedangkan

menurut Sarafino (2006), dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses

hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dari uraian tersebut diatas

maka dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga adalah suatu keadaan atau

proses hubungan antara keluarga yang memberi manfaat kepada orang lain. Jenis

dukungan keluarga ada enam, yaitu:

a. Dukungan Instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis

dan konkrit.

b. Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

diseminator (penyebar informasi).

c. Dukungan penilaian (apprasial), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah

umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai

sumber dan validator identitas keluarga.

d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan

damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap

emosi.

e. Dukungan finansial, stress finansial biasanya mempengaruhi sistem keluarga

dan mengakibatkan hancumya keluarga. Tagihan - tagihan medis

mengharuskan ibu bekerja Jana ayah melakukan pekerjaan sambilan, sehingga

liburan dan aktivitas-aktivitas waktu Luang hilang, ketegangan perkawinan

memuncak sehingga mengancam hubungan keluarga. Perceraian, pisah, anak-

anak yang berandal, masalah-masalah psikosomatis, penyalahgunaan


obatobatan merupakan gejala dari efek-efek kacau balau jangka panjang yang

ditimbulkan oleh stres finansial.

f. Dukungan spiritual, sesungguhnya kepercayan terhadap Tuhan dan berdoa

diidentifikasikan oleh keluarga sebagai paling penting bagi keluarga untuk

mengatasi suatu 4 stressor yang berkaitan dengan kesehatan atau sebagai suatu

metode dan sangat penting dan sangat sering digunakan, karena agama sebagai

cara paling penting untuk menanagani kanker (Sarafino, 2006).

Sedangkan untuk mekanisme dukungan terbagi dalam tiga bentuk dukungan, yaitu:

a. Dukungan nyata, mekispun sebenamya setiap orang dengan sumber-sumber

yang tercukupi dalam bentuk uang atau perhatian, dukungan nyata merupakan

paling etktif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pemberian dukungan

nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan berhutang akan

benar-benar menambah stress individu.

b. Dukungan pengharapan, kelompok. dukungan dapat mempengaruhi persepsi

individu akan ancaman dukungan sosial menyangga orang-orang untuk

melawan stress dengan membantu mereka mendefinisikan kembali situasi

tersebut sebagai ancaman kecil, bagaimanapun dukungan sosial hanya

membantu jika stressor tersebut dapat diterima, pasien kanker umumnya tidak

ingin mendiskusikan penyakitnya karena cacat yang didapat pada kondisi

tersebut dan tidak mencari bantuan dari pasien kanker lain agar terhindar dari

ucapan umum bahwa mereka mengalami kanker.


c. Dukungan emosional, jika stress mengurangi perasaan seseorang akan hal yang

dimiliki dan dicintai, dukungan emosional dapat menggantikanya atau.

menguatkan perasaan-perasaan ini. Stress yang tidak terkontrol dapat berakibat

pada hilangnya harga diri. Jika hat ini terjadi, jaringan pendukung memainkan

peran yang berarti dalam meningkatkan pendapat yang rendah terhadap diri

sendiri. Kejadian-kejadian yang berakibat seseorang merasakan hilang

perasaan memilki dapat diperbaiki dengan bentuk dukungan yang

mengembangkan hubungan personal yang relatif.

Namun, terdapat pula dukungan keluarga yang tergolong kurang baik, contohnya

individu menganggap bahwa keluarga tidak memberikan saran atau anjuran

pengobatan dari pelayanan kesehatan, keluarga tidak meminta pendapat individu

terdahulu dalam rencana pengobatan, keluarga menegur individu saat ada

keperluan saja, dan keluarga tidak menanyakan keluhan yang individu rasakan.

Sehingga, untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan individu yang sakit

sangatlah membutuhkan peran keluarga dalam kesembuhan yang berupa

memberikan sarana prasanan, menyediakan dana pengobatan, meluangkan waktu

untuk mendampingi berobat dan saat dirumah maupun bergaul dilingkungan

sekitarnya. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga diantaranya

menerapkan fungsi keluarga yaitu sejauh mana keluarga mempengaruhi anggota

keluarga lain saat mengalami masalah kesehatan serta membantu dalam memenuhi

kebutuhan (Maclead and Smith, 2013).


Faktor psikososial eksternal lain yang juga dapat mempengaruhi adalah dukungan

sosial. Definisi dukungan sosial yaitu mengacu pada kenyamanan, perhatian,

penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain, atau kelompok terhada

individu. Sementara dukungan sosial didefinisikan sebagai peran yang dimainkan

oleh teman-teman dan relasi dalam memberikan nasihat, bantuan, dan beberapa

antaranya untuk menceritakan perasaan pribadi (Lahey, 2007). Pengaruh

lingkungan sosial dalam kesehatan dapat dilihat dari tempat individu tersebut hidup

dan bekerja, seperti merokok, penggunaan alkohol, diet yang tidak sehat (Masic,

2013).

Lingkungan pekerjaan merupakan salah satu faktor psikososial yang berpengaruh

terhadap kesehatan individu. Penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan

antara tekanan pada pekerjaan dengan penyakit jantung iskemik. Beberapa bukti

menunjukkan bahwa tekanan kerja, ketidakseimbangan antara usaha dan

penghargaan, kurangnya dukungan, kurangnya keadilan, pekerjaan yang tidak

aman, shift malam, pekerjaan yang terus-menerus dan kebisingan memiliki

hubungan dengan kejadian penyakit jantung iskemik (Theorell et al, 2016).


BAB III
TELAAH JURNAL

A. Informasi Jurnal

a) Judul
Penilaian Standar dari Faktor Psikososial dan Pengaruhnya Terhadap Hasil

Kesehatan Yang Dikonfirmasi Secara Medis Pada Pekerja: Sebuah Sistematik

Review.

b) Latar Belakang
Saat ini, risiko psikososial diakui sebagai salah satu tantangan terbesar untuk

kesehatan dan keselamatan kerja, karena hal tersebut dapat menyebabkan

kerusakan serius pada kesehatan fisik dan mental pekerja, yang menyebabkan

konsekuensi signifikan bagi organisasi dan masyarakat. Risiko ini Dianggap

sebagai ancaman bagi kesehatan orang-orang yang bekerja, terutama yang

berkaitan dengan faktor-faktor seperti globalisasi, ekonomi pasar bebas,

teknologi informasi baru, krisis ekonomi dan resesi berikutnya, yang

menghadirkan tantangan Untuk lebih mengidentifikasi kecocokan antara

kondisi tempat kerja dan karakteristik angkatan kerja yang mungkin berdampak

pada kesehatan.

c) Bahan dan metode


Penelusuran elektronik dilakukan pada sumber basis data berikut: PuBmed, B-

ON (Elsevier, Springer, Taylor & Francis, Wiley, CINAHL, Emerald), Science


Direct, Psycarticles, Psychology and Behavioral Sciences Collection dan

GOOGLE (http://scholar.google.com) untuk periode 2004 hingga Juni 2014.

Hal ini dilakukan karena peran faktor psikososial telah berubah seiring

berjalannya waktu dan tinjauan ini bertujuan untuk mencerminkan kondisi

terbaru saat ini. Publikasi harus tersedia di jurnal peer-review. Studi asli dalam

bahasa Inggris, Perancis, Portugis dan Spanyol memenuhi syarat untuk ditinjau.

Kami mengikuti protokol standar untuk tinjauan ini sesuai dengan pedoman dan

rekomendasi PRISMA yang telah divalidasi untuk tinjauan sistematis.

Penyaringan artikel dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, artikel

dipilih berdasarkan judul dan abstrak. Abstrak dari semua judul yang dipilih

disortir untuk informasi lebih rinci.

Dua reviewer independen (S.R dan J.T.C) membaca abstrak dan

mengelompokkannya menjadi kelompok artikel relevan, tidak relevan dan

mungkin relevan. Pada tahap kedua, artikel teks lengkap dinilai untuk

kelayakannya. Dua reviewer (S.R dan J.T.C) memasukkan kriteria inklusi dan

pengecualian secara terpisah ke artikel yang berpotensi memenuhi syarat dan

kedua pengulas kemudian mengekstrak data dari artikel asli secara terpisah.

Setiap ketidaksepakatan diperiksa secara independen oleh reviewer kedua

(J.A.F) dan konsensus tercapai. Data diekstraksi untuk karakteristik penelitian

berikut: Desain studi; negara; Setting / tempat kerja; Aktivitas profesional yang

dipelajari; ukuran sampel; Rentang usia peserta; Tingkat partisipasi pada awal

(semua desain), tingkat partisipasi pada saat tindak lanjut (rancangan


kelompok); mengukur confounders; Faktor kerja psikososial; Instrumen

penilaian faktor psikososial yang divalidasi untuk populasi penelitian, dan

evaluasi medis spesifik dari hasil kerja terkait kesehatan atau bukti data yang

terdaftar mengenai ketidakhadiran penyakit (divalidasi dan dikonfirmasi

dengan ketiadaan penyakit yang dideritanya).

Hubungan faktor psikososial terkait pekerja terhadap kesehatan pekerja

(berdasarkan metode penilaian yang divalidasi untuk populasi penelitian dan

evaluasi klinis hasil kerja terkait kesehatan) diperiksa untuk mengukur dampak

(perbedaan mean, koefisien korelasi, koefisien beta , Rasio rasio (RR), rasio

odds (OR), rasio hazard (HR), rasio risiko (Pvalue atau 95% confidence interval

(95% CI) dan disajikan untuk setiap studi jika tersedia. Hasil disintesis menurut

rancangan bentuk studi (Cross-sectional, prospective cohort), instrumen

penilaian faktor psikososial yang divalidasi untuk populasi penelitian

(kuesioner, skala) dan hasil (penyakit, ketiadaan penyakit).

d) Hasil
Dalam penelitian prospektif, Rugulies dkk. Menilai apakah pegawai yang

bekerja dalam bidang pelayanan yang terkena 16 karakteristik resiko

psikososial pekerjaan yang berbeda (kontak dengan klien lebih dari separuh

waktu, kekerasan dan ancaman dari klien selama 12 bulan terakhir, pekerjaan

melibatkan pengendalian klien, tuntutan emosional, tuntutan untuk

menyembunyikan emosi, tuntutan kuantitatif, Kecepatan kerja yang tinggi,

pengaruh di tempat kerja, makna pekerjaan, kemungkinan pengembangan,


kualitas manajemen, prediktabilitas, kejelasan peran, konflik peran, dukungan

tinggi dari rekan kerja, dukungan tinggi dari atasan) mengalami peningkatan

jumlah hari ketidakhadiran akibat sakit. Hasil kerja karyawan adalah 16

karakteristik pekerjaan psikososial yang dinilai pada awal dan menganalisis

hubungan mereka dengan jumlah hari ketidakhadiran akibat sakit pada saat

follow-up selama 3 tahun. Berbagai karakteristik psikososial pekerjaan

(keterpaparan terhadap kekerasan dan ancaman, tuntutan emosional yang

tinggi, persyaratan tinggi untuk menyembunyikan emosi, pengaruh rendah di

tempat kerja, rendahnya makna kerja, rendahnya kualitas manajemen dan

konflik peran) ditemukan terkait secara signifikan dengan Peningkatan jumlah

hari akibat sakit pada saat dilakukan follow-up, setelah disesuaikan dengan

confounder. Karyawan yang dinilai dalam kuartil paling buruk dari indeks

lingkungan psikososial kerja dilaporkan mengalami peningkatan sebesar 71%

[Rate Ratio (RR 1,71, 95% CI: 1,32-2,21)] dalam hari ketidakhadiran akibat

sakit. Selain itu, ada kecenderungan yang jelas bahwa memburuknya indeks

lingkungan kerja psikososial memperkirakan kenaikan ketidakhadiran akibat

sakit. Dibandingkan dengan karyawan dengan lingkungan kerja psikososial

yang paling baik (kuartil indeks atas), karyawan di tiga kuartil berikutnya

memiliki 19% (p = .21), 39% (p = .01) dan 71% (p = 0,001, Kuartil terendah)

lebih banyak ketidakhadiran hari setelah penyesuaian untuk semua pembaur

potensial dan untuk paparan kekerasan dan ancaman. Analisis fraksi etiologi,

menemukan bahwa jika semua peserta studi telah terpapar pada kuartil indeks
lingkungan kerja psikososial yang paling baik, tidak adanya hari ketidakhadiran

akibat sakit akan berkurang sebesar 24%.

Selain itu, penghapusan paparan terhadap kekerasan dan ancaman akan

mengurangi ketidakhadiran hari akibat sakit sebesar 10%. Menariknya, dalam

analisis fraksi etiologi, bahwa memperbaiki indeks lingkungan kerja

psikososial dan menghilangkan keterpaparan terhadap kekerasan dan ancaman

akan mencegah 32% dari semua ketidakhadiran akibat sakit dalam populasi

penelitian.

Temuan tambahan adalah efek mediasi kelelahan terkait pekerjaan yang diakui

sebagai prediktor kuat untuk ketidakhadiran akibat sakit bila disesuaikan untuk

semua pembaur potensial dan untuk 16 karakteristik psikososial yang

memprediksi 28% (RR 1,18 CI 95%: 1,06-1,13, p = 0,03) peningkatan akibat

sakit pada saat dilakukan follow-up.

Tinjauan sistematis ini memungkinkan untuk memperhatikan bahwa penelitian

saat ini perlu mentafsirkan kesehatan dan keselamatan kerja, baik dalam bidang

kedokteran dan area pengetahuan psikososial untuk mencapai informasi yang

lebih akurat. Penting untuk dicatat, ada tantangan dalam mengukur dampak

kerja terhadap kesehatan karena faktor-faktor seperti:

1. Keterbatasan dalam sistem pencatatan dan pemberitahuan nasional

terhadap penyakit akibat kerja membuat sulit untuk menentukan hubungan

kausal antara kondisi tempat kerja dan gangguan kesehatan pekerja,


terutama dalam kasus penyakit dengan periode laten yang panjang dan

dengan penyebab multifaktorial;

2. Penggunaan desain penelitian cross-sectional daripada desain studi

longitudinal;

3. Penggunaan penilaian yang dilaporkan sendiri;

4. Kurangnya penggunaan hasil kesehatan yang dikonfirmasi secara medis

pada pekerja, dan

5. urangnya penggunaan metode penilaian validasi psikososial untuk populasi

penelitian, seperti yang kita amati dalam tinjauan sistematis ini.

e) Kesimpulan
Hasil tinjauan sistematis ini menunjukkan bahwa lingkungan sosial (tempat

kerja, masyarakat, keluarga, dan lain-lain) dapat mempengaruhi hasil

kesehatan. Sebagian besar penelitian (7/10) mengamati efek buruk dari faktor

kerja psikososial yang buruk terhadap kesehatan pekerja: 3 pada ketidakhadiran

penyakit, 4 pada penyakit kardiovaskular. Tiga penelitian lainnya melaporkan

efek merugikan pada tidur dan pada biomarker yang terkait dengan penyakit.

Namun, berat hasilnya terbatas karena hanya sedikit penelitian yang memiliki

kualitas metodologis tinggi. Faktanya, efek yang lebih konsisten ditemukan

dalam penelitian tentang kualitas metodologis yang tinggi dengan

menggunakan rancangan prospektif dengan instrumen yang divalidasi untuk

menilai faktor kerja psikososial dan ukuran objektif hasil kesehatan terkait

pekerjaan. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut perlu mengkonfirmasi efek
merugikan dari faktor kerja psikososial negatif terhadap hasil kesehatan dan

studi di masa depan harus mempertimbangkan a) menggunakan desain

prospektif, b) menggunakan kuesioner risiko psikososial yang divalidasi dan

ukuran objektif hasil kesehatan, dan c) mempelajari Keterkaitan yang kompleks

antara pekerjaan dan kesehatan fisik dan mental pekerja.

B. Critical Appraisal

Analisis VIA

a) Validity

Desain:

Metode penelitian menggunakan Sistematik review. Tujuan dari tinjauan

sistematis ini adalah untuk merangkum bukti yang menilai hubungan antara

lingkungan kerja psikososial dan kesehatan pekerja berdasarkan pada studi

yang menggunakan instrumen standar dan divalidasi untuk menilai lingkungan

kerja psikososial dan yang berfokus pada hasil kesehatan yang dikonfirmasi

secara medis. Tinjauan sistematis terhadap literatur dilakukan dengan mencari

basis data PubMed, B-ON, Science Direct, Psycarticles, Koleksi Psychology

and Behavioral Sciences dan mesin pencari (Google Scholar) dengan

menggunakan kata-kata yang tepat untuk studi yang diterbitkan dari tahun 2004

sampai 2014. Tinjauan ini Mengikuti rekomendasi Pernyataan Pelaporan

Tinjauan Sistematik (PRISMA). Studi dimasukkan dalam kajian jika data

tentang penilaian psikosial yang tervalidasi untuk populasi penelitian dan

evaluasi medis spesifik untuk hasil kerja terkait kesehatan yang disajikan.
Populasi dan sampel:

Secara keseluruhan, strategi pencarian menghasilkan 10.623 referensi, dimana

10 penelitian (tujuh kohort prospektif dan tiga penampang) memenuhi kriteria

inklusi. Sebagian besar penelitian (7/10) mengamati efek buruk dari faktor kerja

psikososial yang buruk terhadap kesehatan pekerja: 3 pada ketidakhadiran

penyakit, 4 pada penyakit kardiovaskular. 3 studi lainnya melaporkan efek

merugikan pada tidur dan pada biomarker yang terkait dengan penyakit.

Pemilihan sampel:

Pada jurnal ini, sumber artikel diambil dari: PuBmed, B-ON (Elsevier,

Springer, Taylor & Francis, Wiley, CINAHL, Emerald), ScienceDirect,

Psycarticles, Koleksi Psychology and Behavioral Sciences dan GOOGLE

(http://scholar.google.com) untuk artikel periode 2004 hingga Juni 2014.

Strategi pencarian terdiri dari kombinasi tiga kata kunci pencarian: istilah yang

berkaitan dengan faktor kerja psikososial; istilah yang terkait dengan penilaian

risiko dan istilah yang berkaitan dengan fisik pekerja dan hasil kesehatan

mental.

Publikasi harus tersedia di jurnal peer-review. Studi asli dalam bahasa Inggris,

Perancis, Portugis dan Spanyol memenuhi syarat untuk ditinjau.

Kami mengikuti protokol standar untuk tinjauan ini sesuai dengan pedoman dan

rekomendasi PRISMA yang telah divalidasi untuk tinjauan sistematis.


Penyaringan artikel dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, artikel

dipilih berdasarkan judul dan abstrak. Abstrak dari semua judul yang dipilih

disortir untuk informasi lebih rinci.

Dua reviewer independen (S.R dan J.T.C) membaca abstrak dan

mengelompokkannya menjadi kelompok artikel relevan, tidak relevan dan

mungkin relevan. Pada tahap kedua, artikel teks lengkap dinilai untuk

kelayakannya. Dua reviewer (S.R dan J.T.C) memasukkan kriteria inklusi dan

pengecualian secara terpisah ke artikel yang berpotensi memenuhi syarat dan

kedua pengulas kemudian mengekstrak data dari artikel asli secara terpisah.

Setiap ketidaksepakatan diperiksa secara independen oleh reviewer kedua

(J.A.F) dan konsensus tercapai. Data diekstraksi untuk karakteristik penelitian

berikut: Desain studi; negara; Setting / tempat kerja; Aktivitas profesional yang

dipelajari; ukuran sampel; Rentang usia peserta; Tingkat partisipasi pada awal

(semua desain), tingkat partisipasi pada saat tindak lanjut (rancangan

kelompok); mengukur confounders; Faktor kerja psikososial; Instrumen

penilaian faktor psikososial yang divalidasi untuk populasi penelitian, dan

evaluasi medis spesifik dari hasil kerja terkait kesehatan atau bukti data yang

terdaftar mengenai ketidakhadiran penyakit (divalidasi dan dikonfirmasi

dengan ketiadaan penyakit yang dideritanya).


b) Importancy

Hasil tinjauan sistematis ini menunjukkan bahwa lingkungan sosial (tempat

kerja, masyarakat, keluarga, dan lain-lain) dapat mempengaruhi hasil

kesehatan. Sebagian besar penelitian (7/10) mengamati efek buruk dari faktor

kerja psikososial yang buruk terhadap kesehatan pekerja: 3 pada ketidakhadiran

penyakit, 4 pada penyakit kardiovaskular. Tiga penelitian lainnya melaporkan

efek merugikan pada tidur dan pada biomarker yang terkait dengan penyakit.

Hasil dari penelitian jurnal ini memiliki importancy yang cukup baik, karena

dengan dapat dibuktikannya melalui penelitian yang baik bahwa faktor

psikososial dalam pekerjaan memiliki pengaruh terhadap kesehatan baik fisik

maupun mental dari pekerja dapat membuat semua pihak dapat memikirkan

pencegahan yang baik dari berbagai aspek sehingga dapat mengurangi resiko

psikososial untuk mengurangi resiko timbulnya penyakit pada pekerja.

c) Applicability

Hasil penelitian dalam jurnal ini dapat diterapkan di Indonesia. Hal ini sejalan

dengan sistem kebijakan kesehatan di Indonesia yang mulai akan digiatkan

pada orientasi tindakan preventif dan promosi kesehatan. Pemahaman yang

lebih baik dari faktor risiko psikososial dalam kalangan pekerja dan lebih

memperhatikan langkah-langkah pencegahan menghasilkan dampak positif

dalam mengurangi tingkat kejadian kesakitan pada kalangan pekerja.


Tujuan utama dari kesehatan okupasional merupakan tindakan pencegahan baik

dari peningkatan keamanan diri hinggapembentukan kebijakan-kebijakan yang

dapat memeberikan kesempatan bagi pekerja untuk mengurangi resiko-resiko

psikososial akibat tekanan dan kelebihan beban kerja ataupun lingkungan kerja

yang tidak baik.

Di masa depan kita harus memperhatikan, tidak hanya untuk keterlibatan para

professional medis dalam pengelolaan penyakit akibat kerja/okupasional, tetapi

juga politisi, ekonom dan struktur lainnya dalam kehidupan sehari-hari dan

pengambilan keputusan di daerah tertentu dari kondisi kerja dan kehidupan.


BAB IV
PEMBAHASAN

Puskesmas Satelit terletak di Jl. Jend. Sudirman No. 64 Pahoman, kedamaian, Kota
Bandar Lampung memiliki berbagai program kerja akan tetapi belum ada program
yang secara khusus memperhatikan keadaan psikososial dari masyarakat di wilayah
kerjanya. Faktor-faktor psikososial yang mungkin berhubungan dengan kondisi
kesehatan pasien hanya ditanyakan ketika pasien berobat ke puskesmas meliputi usia,
riwayat pribadi, pekerjaan, dan lingkungan tempat tinggal. Berdasarkan teori-teori dan
hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor psikososial memiliki pengaruh terhadap
kesehatan sehingga dapat memberikan outcome yang lebih baik. Oleh karena itu
sebaiknya puskesmas memiliki suatu program yang dapat dijadikan sarana bagi para
masyarakatnya untuk saling memberikan dukungan, berbagi pengetahuan bahwa
kesehatan tidaklah terlepas dari segala aspek termasuk aspek psikososial seperti
keadaan dan dukungan keluarga, interaksi dengan lingkungan ataupun stres. Sehingga
dengan memperhatikan setiap aspek tersebut kita harapkan dapat tewujudnya
kesehatan, tercapainya segala rencana terapi dan menyingkirkan paradigma bahwa
penyakit hanya dapat disembuhkan dengan menggunakan obat-obatan.
BAB V
KESIMPULAN

1. Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang


bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai hubungan timbal-balik,
masalah kejiwaan dan kemasyarakatan, sebagai akibat terjadinya perubahan
sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat.
2. Faktor-faktor psikososial dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
3. Faktor internal terdiri dari genetik, horrmonal, Keyakinan diri untuk mencapai
kesuksesan (self-efficacy), Menyerah karena pernah gagal (learned
helplessness), Optimisme, Kepribadian (personality), Usia dan kedewasaan
(life span and maturity), sedangkan faktor eksternal terdiri dari keluarga dan
lingkungan.
4. Pengaruh psikososial berperan penting terhadap kesehatan individu.
DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, MIF., Sunardi, Akhlan, R. N. R., Heryati, E. 2005. Psikiatri (Konsep Dasar
dan Gangguan-gangguan). PT. Refika Aditama. Bandung

British Medical Association. 2011. The psychological and social needs of patients.
London: BMA Science & Education

Donatelle RJ. 2011. Health: The Basics, green edition. Oregon: Pearson
Feldman, S., Geisler C., and Silberling, L. 2003. Moving targets: displacement,
improverishment, and development. ISSJ. 55(175): 7-13.

Gerungan, WA. 2000. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama.

Hawari, Dadang. 2006. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : Gaya Baru.

Inhestern L, Haller A-C, Wlodarczyk O, Bergelt C. 2016. Psychosocial Interventions


for Families with Parental Cancer and Barriers and Facilitators to Implementation
and Use A Systematic Review. PLoS ONE 11(6): e0156967.
doi:10.1371/journal.pone.0156967

Institute of Medicine. 2008. Cancer care for the whole patient: meeting psychosocial
health needs. Washington: The National Academies Press

Kemenkes RI. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992


Tentang Kesehatan. Jakarta: Kemenkes.

Lahey, B. B. 2007. Psychology: An Introduction, Ninth Edition. New York: The


McGraw-Hill Companies.

Lazarus, R. S. 1998. From psychological stress to the emotions: A history of changing


outlooks. Fifty Years of the Research and Theory of RS Lazarus: An Analysis of
Historical and Perennial Issues, 349.
Maramis,W.F. 2009. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.

Masic, Izet. 2013. The Significance of the Psychosocial Factors Influence in


Pathogenesis of Cardiovascular Disease.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3883260/#__FFN_SECTITLE

Macleod J, Smith GD, Heslop P, Metcalfe C, Carroll D, et al. 2013. Psychological


stress and cardiovascular disease: empirical demonstration of bias in a
prospective observational study of Scottish men. BMJ 324: 1247.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta

Ojo OS, Malomo SO, Sogunle PT. 2016. Blood pressure (BP) control and perceived
family support in patients with essential hypertension seen at primary case clinic
in Western Nigeria. J Family. Med Prim Care. 5:569-75.

Pinel, J. P. 2011. Biopsychology of Emotion, Stress, and Health. Biopsychology (8th


ed., Pearson new international ed., p. 458). Boston: Pearson.

Sadock, B. J., Kaplan, H. I. dan Sadock, V. A. 2007. Psychological Factors Affecting


Physical Conditions. Kaplan & Sadock's synopsis of psychiatry: behavioral
sciences/clinical psychiatry. (10th ed., p. 814). Philadelphia: Wolter
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.

Sarafino, E. P. dan Smith, T. W. 2011. Health psychology: biopsychosocial


interactions (7th ed.). Hoboken, N.J.: Wiley.

Selye, H. 1976. Forty years of stress research: principal remaining problems and
misconceptions. Canadian Medical Association Journal, 115(1), 53.

Taylor, S. E. 2010. Mechanisms linking early life stress to adult health


outcomes. Proceedings of the National Academy of Sciences, 107(19), 8507-
8512.
Theorell T, et al. A Systematic review of studies in the contributions of the work
environment to ischemic heart disease development. Eur J Public Helath.
2016;26:470-477.

World Health Organization. 1947. Definisi Sehat. www.who.int. Di Akses pada 21 Juni
2016.

You might also like