You are on page 1of 23

1 Anatomi fisiologi jantung

1.1 Letak Jantung


Jantung terletak di mediastinum rongga dada, di antara kolumna
vetebra dan sternum, jantung dibatasi secara lateral oleh kedua paru.
Dua sepertiga masssa jantung terletak di kiri sternum;dasar puncak
jantung terletak di dalam iga kedua dan apeks yang tajam berada di
sekitar ruang intercosta kelima, titik tengah klavikula (LeMone dkk,
2016).

Struktur Jantung Jantung dilapisi oleh selaput yang disebut


perikardium. Perikardium terdiri atas dua lapisan, yaitu perikardium
parietal dan perikardium viseral. Perikardium parietal, yaitu lapisan
luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru. Perikardium
viseral, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri yang juga
disebut epikardium. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat cairan
perikardium yang berfungsi mengurangi gesekan akibat gerak
jantung saat memompa (Aspiani, 2015).

Jantung memiliki 4 ruang, yaitu atrium kanan,atrium kiri,ventrikel


kiri dan ventrikel kanan. Atrium terletak diatas ventrikel dan saling
berdampingan (Aspiani, 2016). Setiap ventrikel memiliki satu katup
masuk searah dan katup luar searah. Katup trikuspidalis membuka
dari atrium kanan ke dalam ventrikel, dan katup pulmonalis
membuka dari ventrikel kanan ke dalam arteri pulmonalis. Katup
mitral membuka dari atrium kiri kedalam ventrikel kiri, dan katup
aorta membuka dari ventrikel kiri ke dalam aorta (Kasron, 2012).

Jantung terdiri atas tipe-tipe otot jantung yang utama yakni: otot
atrium,otot ventrikel, dan serabut otot eksitatorik dan konduksi
khusus. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang
sama seperti otot rangka, hanya saja durasi kontraksi otot-otot
tersebut lebih lama. Sebaliknya, serabut-serabut khusus eksitatorik
dan konduksi berkontraksi dengan lemah sekali sebab serabut-
serabut ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktif, justru otot-
otot tersebut memperlihatkan pelepasan muatan listrik berirama yang
ototmatis dalam bentuk potensial aksi atau konduksi potensial aksi
yang melalui jantung, yang bekerja sebagai suatu sistem eksitatorik
yang mengatur denyut jantung yang berirama ( Guyton & Hall,
2012).

1.2 Siklus jantung


Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama jantung.
Dalam bentuk yang paling sederhana, siklus jantung adalah kontraksi
bersamaan kedua atrium, yang mengikuti suatu fraksi pada detik
berikutnya karena kontraksi bersamaan kedua ventrikel. Siklus
jantung merupakan periode ketika jantung kontraksi dan relaksasi.
Satu kali siklus jantung sama dengan satu periode sitole (saat
ventrikel berkontraksi) dan satu periode diastole (saat ventrikel
relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai dengan depolarisasi
spontan sel pacemaker dari SA Node dan berakhir dengan keadaan
relaksasi ventrikel (Aspiani, 2015).

Pada siklus jantung, sitole (kontaksi) atrium diikuti sistole ventrikel


sehingga ada perbedaan yang berarti antara pergerakan darah dari
ventrikel ke arteri. Kontraksi ventrikel menekan darah melawan
daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri lalu menutupkan.
Tekanan darah juga membuka katup semilunaris aorta dan
pulmonalis. kedua ventrikel melanjutkan kontraksi, memompa
darah ke arteri. Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan
pengaliran kembali darah ke atrium dan siklus dimulai kembali.
Setiap siklus jantung terdiri atas urutan peristiwa listrik dan
mekanikang saling terkait. Rangsang listrik dihasilkan dari beda
potensial ion antar sel yang selanjutnya akan merangsang otot
untuk berkontraksi dan relaksasi. Kelistrikan jantung merupakan
hasil dari aktivitas ion yang melewati membran sel jantung.
Aktivitas ion tersevut di sebut Potensial Aksi (Aspiani, 2015).

Potensial aksi terdiri atas fase depolarisasi dan repolarisasi. Fase


depolarisasi merupakan rangsangan listrik yang menimbulkan
kontraksi oto. Respons mekanik dari fase depolarisasi otot jantung
adalah adanya sistolok. Fase repolarisasi merupakan dase
istirahat/relaksasi otot. Respons mekanik depolarisasi otot jantung
adalah diastolik (Aspiani, 2015).

1.3 Sistem Konduksi Jantung


Siklus jantung dipertahankan oleh sebuah sirkuit listrik kompleks
yang umumnya dikenal sebagai sistem konduksi intrinsik jantung.
Sel otot jantung mempunyai karakteristik eksitasi diri yang diwarisi,
yang memampukan sel otot jantung memulai dan mengirimkan
implus tanpa ada stimulus. Namun,daerah khusus sel miokard
biasanya mengeluarkan gaya pengontrol pada jalur listrik ini
(LeMone dkk, 2016).

Salah satu daerah khsus ini adalah nodus sinoatrial (SA), yang
terletak di taut vena kava superior dan atrium kanan. Nodus SA
bekerja sebagai pacemaker normal jantung, biasanya menghasilkan
implus 60 sampai 100 kali per menit. Implus ini berjalan melintasi
atrium melalui jalur internodus menuju nodus atrioventrikuler (AV),
di dasar septum intratrial. Serat tersebut, sedikit memperlambat
pengirimannya ke ventrikel. Kemudian implus melewati berkas HIS
di taut atrioventrikuler dan terus ke bawah menuju septum
interventrikular melewati cabang berkas kanan dan kiri lalu keluar
menuju ke serabut purkinje pada dinding otot ventrikuler (LeMone
dkk, 2016).

1.4 Frekuensi Jantung


Frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf ototnom
langsung atau tidak langsung. Stimulasi langsung di hasilkan
melalui persyarafan otot jantung oleh saraf simpatik dan
parasimpatik. Sistem saraf simpatik meningkatkan frekuensi
jantung, sementara tonus vagal parasimpatik menurunkan frekuensi
jantung. Pengaturan reflek pada frekuensi jantung sebagai respons
terhadap tekanan darah sistemik juga terjadi melalui aktivasi
baroreseptor (reseptor tekanan) yang terletak di sinus karotis,
lengkung aorta,vena kava, dan vena pulmonalis (LeMone dkk,
2016).

Jika frekuensi jantung meningkat, CO meningkat (hingga tingkat


tertentu) bahkan bila tidak ada perubahan dalam volume sekuncup.
Namun, frekuensi jantung cepat menurunkan jumlah waktu yang
tersedia untuk pengisian ventrikular selama diastol. Curah jantung
kemudian turun karena penurunan waktu pengisian menurunkan
volum sekuncup. Perfusi arteri koroner juga menurun karena arteri
koroner terisi terutama selama diastol. Curah jantung menurun
selama bradikardia bila volume sekuncupntetap sama,karena
jumlah siklus jantung menurun (LeMone dkk, 2016).

1.5 Bunyi jantung


Aktivitas jantung sebagai alat transportasi meurpakan integrasi dari
fungsi otot jantung,katup jantung,volume darah dan pembuluh
darah serta sistem saraf sebagai pengendali. Integrasi dari fungsi
faktor diatas tercermin dalam proses sistole dan diastole.
Berlangsungnya proses tersebut menghasilkan bunyi jantung yang
dapat menjadi gambaran kerja jantung (Aspiani, 2015).

Bunyi jantung terdiri atas bunyi jantung murni dan bunyi jantung
tambahan. Bunyi jantung murni terdiri atas bunyi jantung jantung I
(S1) akibat penutupan katup atrioventrikuler saat sistole ventrikel
dan bunyi jantung II (S2) akibat penututpan katup semilunar saat
diastole ventrikel. Selain dua bunyi tersebut, ada juga bunyi
jantung tambahan seperti bunyi janutng III (S3), bunyi jantung IV
(S4), murmur dan irama gallop. S3 dan S4 terjadi akobat vibrasi
pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat dalam
ventrikel =. Bunyi murmur terjadi akibat turbulensi aliran darah
karena adanya penutupan katup tidak sempurna atau penyumbatan
(Aspiani, 2015).

1.6 Curah Jantung


Curah jantung merupakan volume darah yang dipompakan selama
satu menit. Curah jantung di tentukan oleh jumlah denyut jantung
per menit dan stroke volume. Isi sekuncup di tentukan oleh beban
awal, daya kontraksi dan beban akhir (Aspiani, 2015).

1.7 Sirkulasi Darah


Fungsi sirkulasi adalah unutk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh
untuk mentrasport zat makanan ke jaringan tubuh dan mentasport
produk-produk yang tidak berguna, menghantarkan hormone dari
satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain dan secara umum
mememilhara lingkungan yang sesuai di dalam seluruh cairan
jaringan tubuh agar sel bisa bertahan hidup dan berfungsi secara
optimal (Guyton & Hall, 2012).
Kecepatan aliran darah yang melewati sebagian besar jaringan
dikendalikan oleh respon dari kebutuhan jaringan terhadapa zat
makanan. Jantung dan sirkulasi selanjutnya dikendalikan untuk
memenuhi curah jantung dan tekanan arteri yang sesuai agar aliran
darah yang mengalir di jaringan sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan (Guyton & Hall, 2012).

Nutrisi dan oksige tidak dapat berdifusi dari darah yang berada
dalam ruang jantung ke dinding jantung. Karena itu, dinding
jantung juga mempunyai pembuluh darah tersendiri. Aliran darah
mengalir ke miokardium melalui beberapapembuluh darah yang
secara keseluruhan disebut sirkulasi koronaria (dari bahasa latin
corona = mahkota)atau lebih populer dengan sebutan sirkulasi
koroner. Sebutan ini muncul karena arteri-arteri koronaria
mengitari jantung seperti mahkota melingkari kepala. Sirkulasi
koronaria terdiri atas arteri koronaria dan pembuluh baliknya, vena
koronaria. (B. Herman 2014).

Arteri koronaria kanan dan kiri merupakan cabang aorta asendens,


arteri koronaria kiri berjalan di bawah aurikula kiri dan bercabang
dua, yaitu cabang interventrikular anterior yang dan cabang
sirkumfleksus (dari bahasa latin circumflexus, cicum = mengeliling;
flex = melengkung). Cabang intraventrikuler anterior yang di sebut
juga arteri desendens anterior kiri berjalan di dalam sulkus
interventrikularis anterior dan mendarahi dinding bagian depan
kedua ventrikel. Cabang sirkumfleksus berjalan di dalam sulkus
koronarius dan mendarahi dinding ventrikel kiri dan atrium kiri (B.
Herman 2014).
Arteri koronaria kanan mula-mula memberikan cabang untuk
mendarahi atrium kanan. Selain itu, arteri koronaria kanan ini
berjalan di bawah aurikula kanan dan bercabang dua, yaitu cabang
interventrikular posterior dan cabang marginal. Cabang
interventrikular posterior berjalan di dalam sulkus interventrikularis
posterior dan mendarahi dinding bagian belakang ke dua ventrikel.
Cabang marginal berjalan di dalam sulkus koronarius untuk
mendarahi dinding kanan. Dinding ventrikel mendapat suplai darah
lebih banyak karena, seperti yang telah di uraikan sebelumnya,
kerja ventrikel lebih berat dibandingkan kerja bagian jantung yang
lain. Dengan demikian, ventrikel memiliki lapisan otot yang lebih
tebal sehingga memerlukan lebih banyak darah (B. Herman 2014).

Pada umumnya,jaringan atau organ tubuh menerima darah dari


beberapa cabang pembuluh darah yang berasal lebih dari satu
arteri. Artinya, suatu area di jaringan tubuh disuplai oleh dua atau
lebih arteri. Cabang-cabang arteri ini saling berhubungan,yang di
sebut sebagai anstomosis. Dengan adanya anastomosis ini, area
atau organ tubuh tersebut mendapatkan suplai darah alternatif
apabila salah satu pembuluh darahnya mengalami gangguan.
Demikian pula halnya dengan otot jantung miokardium. Otot
jantung mempunyai beberapa anastomosis pembuluh darah, yaitu
anastomosis cabang-cabang pembuluh darah yang berasal dari satu
arteri koronaria atau ditambah cabang-cabang pembuluh darah
yang berasal dari arteri koronaria lainny. Otot jantung masih dapat
bertahan hidup bila menerima darah sekurang-kurangnya 10-15%
dari keadaan normal (B. Herman 2014).

Setelah melepaskan oksigen dan nutrisi serta mengambil bahan


buangan, darah dari sitem kapiler selanjutnya mengalir ke dalam
sistem ven. Kapiler-kapiler yang berada di dinding jantung
menyatu menjadi vena-vena kecil. Selanjutnya,vena kecil berlanjut
menjadi vena yang lebih besar yang disebut vena koronaria (B.
Herman 2014).

Darah dalam vena koronaria yang menumpulkan darah dari kapiler-


kapiler pada dinding ventrikel kiri masuk ke atrium kanan melalui
sinus koronarius. Darah vena yang kembali melalui sinus
koronarius ini merupakan bagian terbesar aliran darah balik dari
dinding jantung. Darah yang mengalir melalui sinus koronarius
kira-kira 75% aliran darah koroner total. Sedangkan,darah dalam
vena koronaria yang merupakan kumpulan darah dari kapiler-
kapiler pada ventrikel kanan kembali ke atrium kanan melalui vena
kardiak anterior (B. Herman 2014).

Sejumlah kecil darah vena pada dinding jantung juga dialirkan


kembali ke dalam jantung, yaitu ke atrium kanan, melalui vena
yang berukuran sangat kecil yang dinamakan vena tebesi/vv.
Cardiacae minimae ( Thebesian ) yang bermuara langsung ke
dalam jantung (B. Herman 2014).

2 Pengertian
Acute coronary sindrome merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh
darah koroner. Sindrome ini juga merupakan suatu fase akut dari angina
pektoris tidak stabil (APTS) yang disertai infark miokardium akut (IMA)
gelombang Q dengan peningkatan non ST atau tanpa gelombang Q dengan
peningkatan ST yang terjadi karena adanya trombosis akibat ruptur plak
aterosklerosis yang tidak stabil (Aspiani, 2015).

Lebih dari 90% Acute Coronary Sindrome (ACS) merupakan gangguan dari
plak aterosklerosis dilanjutkan dengan agregasi platelet yang meningkat dan
pembentukan trombus intrakoroner. Trombus bisa mengakibatkan daerah
pada plak menyempit sebagian atau oklusi lengkap. Sehingga aliran darah
menjadi terganggu yang menyebabkan supalai oksigen ke miokard tidak
seimbang (Leonard LS, 2011)

3 Etiologi
Menurut Aspiani (2015), Sumber masalah sesungguhnya hanya terletak
pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini
diakibatkan oleh empat hal, meliputi :
a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat
konsumsi kolesterol tinggi
b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah trombus).
c. Vasokontriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang
terus menerus.
d. Infeksi pada pembuluh darah.

Terjadinya ACS dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yaitu aktivitas/latihan


fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan), stres emosi, terkejut, udara
dingin. Keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darahmeningkat, frekuensi debar jantung
meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

4 Patofisiologi
ACS adah keadaan dinamis saat aliran darah koroner menurun secara akut,
tetapi tidak tersumbat seluruhnya. Sel miokardium dicederai oleh iskemia
akut yang terjadi. Sebagian besar orang yang terserang ACS mengalami
stenosis siginifikan pada satu ayau lebih arteri koroner (LeMone dkk,
2016).

Pada saat pembulu darah normal mengalami kerusakan pada lapisan


endotel. Faktor yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan endotel yaitu
faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokontriktor, sitokin sel
darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi LDL. Lapisan
endotel yang rusak menjadi terganggu dan jaringan ikat pada pembuluh
darah mengalami trombogenik sehingga terjadi primary hemostasis.
Primary hemostasis merupakan tahap awal pertahanan terhadap
pendarahan. Proses ini bermula hanya dalam beberapa saat setelah
pembuluh rusak dan dicegah oleh adanya sirkulasi platelet. Platelet akan
menempel pada kolagen subendotel pembuluh darah dan beragregasi untuk
membentuk platelet plug (Trisnohadi, 2010).

Kerusakan lapisan endotel pembuluh darah ini juga akan mengaktifkan


cell molecule adhesion seperti sitokin, TNF-, growth factor, dan
kemokin. Limfosit T dan monosit akan teraktivasi dan masuk ke
permukaan endotel lalu berpindah ke subendotel sebagai respon inflamasi.
Monosit berproliferasi menjadi makrofaag dan mengikat LDL teroksidasi
sehingga makrofag membentuk sel busa. Akibat kerusakan endotel
menyebabkan respon protektif dan terbentuk lesi fibrous, plak
ateroskerotik yang di picu oleh inflamasi. Respon tersebut mengaktifkan
faktor Va dan VIIIa yang akan membentuk klot pada pembeluh darah.
Teraktivasinya kedua faktor tersebut dapat dipicu karena tidak
terbentuknya protein C oleh liver sehingga trombin mengkonversi
fibrinogen menjadi fibrin sehingga terbentuk klot (Trisnohadi, 2010).

Aterosklerosis berkontribusi dalam pembentukan trombus. Hal ini


dikarenakan teraktivasinya faktor VII dan X mengakibatkan terpaparnya
sirkulasi darah oleh zat-zat trombogenik yang akan menyebabkan
rupturnya plak dan hilangnya respon protektif seperti antitrombin dan
vasodilator pada pembuluh darah. Penyebab gangguan plak ini disebabkan
faktor kimiawi yang tidak stabil pada lesi aterosklerosis dan faktor stress
fisik penderita. Disebabkan adanya perkembangan klot pada pembuluh
darah dan tidak terstimulusnya produksi NO dan prostasiklin pada lapisan
endotel sebagao vasodilator sehingga terjadi disfungsi endotel. Dengan
adanya ruptur plak dan disfungsi endotel, teraktivasinya kaskade koagulasi
oleh pajanan tissue, faktor dan terjadi agregasi platelet yang menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah sehingga terjadi trombosis koroner
(Trisnohadi, 2010).

Infark miokard akut dengan segmen ST elevasi (STEMI) umumnya


terjadinya jika aliran darah koroner meurun secara mendadakn setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
(Sjaharuddin & Alwi, 2010). Akibat trombus tersebut, kebutuhan ATP
pembuluh darah berkontraksi berkurang, hal ini disebabkan kurangnya
suplai oksigen sehingga pembentukan ATP berkurang. Keadaan ini
berdampak pada metabolisme mitokondria sehingga terjadi perubahan
proses pembentukan ATP menjadi anaerob glikolisis. Berkurangnya ATP
mengahambat proses,Na+ K+-ATPase, penigkatan Na+ dan Cl- intraselular,
menyebakan sel menjadi bengkak dan mati (Fuster dkk, 2011).

5 Klasifikasi Acute Coronary Syndrome (ACS)


5.1 Unstable Angina Pectoris (UAP)
Angina tak stabil atau UAP merupakan rasa nyeri dada proksimal
yang dipicu oleh sejumlah besar latihan atau emosi yang tidak
dapat diprediksi, yang dapat terjadi pada malam hari. Cirinya,
serangan angina tak stabil meningkatkan jumlah, durasi dan
keparahannya. Jika terjadi angina tak stabil maka harus ditangani
sebagai kegawat daruratan medis dan klien harus mendapat
perhatian medis dengan segera.(Black & Hawk, 2014).

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina


pectoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau
total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai
penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan
angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%.
Keluhan pasien biasanya nyeri dada yang dapat disertai keluhan
sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.
(Hanafi, 2010).

5.2 Angina Pektoris Stabil


Merupakan rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium.
Biasanya mempunyai karakteristik dengan lokasi biasanya di dada,
substernal atau sedikit dikirinya dengan penjalaran ke leher,
rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian luar,
punggung/ pundak kiri. (Rahman,dkk 2010).

Secara khas, nyeri digambarkan sebagai suatu tekanan substernal,


terkadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Stres atau
berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan
frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan
meningkatnya tekanan darah, sehingga dengan demikian beban
kerja jantung juga meningkat. (Muttaqin, 2012).

5.3 Infark Miokardium dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)


Merupakan bagian dari spektrum acute coronary syndrome (ACS)
yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST
dan IMA dengan elevasi ST. Umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada
plak aterosklorosis yang sudah ada sebelumnya. Komplikasi yang
terjadi pada pasien STEMI biasanya adalah aritmia. (Idrus Alwi,
dkk 2010).

STEMI adalah infark miokard akut dengan elevasi ST yang


berkisar 70% dari semua serangan jantung. STEMI terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap dari arteri koroner utama yang
sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan
ketebalan menyeluruh dari otot jantung. ST Elevation Miocard
Infark (STEMI) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan
akut arteri koroner yang ditandai dengan adanya segmen ST elevasi
pada EKG. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh rupture
plak, ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya thrombosis, vasokontriksi, rekasi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat
pula disebabkan oleh spasme arteri koroner,emboli atau vaskulitis.
(Philip L. et.al. 2007)

5.4 Infark Miokardium tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI)


NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi
dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau
oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena
aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial
otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan
jantung (Philip L. et.al. 2007)

Angina pectoris tak stabil (UAP) dan infark miokard tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan
dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Gejala yang
paling sering terjadi yaitu nyeri dada dengan lokasi khas substernal
atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti diperas,
perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh,
berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering
ditemukan pada NSTEMI. (Idrus Alwi, dkk 2010)
6 Manifestasi klinis
Menurut Aspiani (2015), gejala sindrome koroner akut berupa keluhan
nyeri di tengah dada, seperti rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar
ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak
napas dan keringat dingin dan, keluhan nyeri ini terdapat merambat ke
dua rahang gigi kanan atau kiri, bahu, serta punggung. Lebih spesifik,
ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau
maag.

Tapan (2002) menambahkan gejala klinis ACS meliputi:


a. Terbentuknya trombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke
otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati
b. kram, rasa berat atau rasa rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat
atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di
sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20
menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu
dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu
istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang
sebelumnya belum perna mengalami hal ini atau pada penderita yang
perah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya
menjadi lebih berat atau lebih sering.
c. Selain gejala yang khas di atas, dapat juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri
yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat di sertai dengan sesak,
muntah atau keringat dingin.

7 Pemeriksaan Diagnostik Acute coronary Syndrome


7..1 Elektrokardiogram
EKG dapat digunakan untuk mendeteksi pola iskemia, cedera dan
infark. Ketika otot jantung menjadi iskemik, cedera atau infark,
depolarisasi dan repolarisasi sel jantung berubah yang
menyebabkan perubahan pada kompleks QRS, segmen ST dan
gelombang T pada EKG sadapan yang terletak di atas area jantung
yang terganggu (morton dkk, 2012)

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus segera dilakukan dalam 10


menit bila di curigai suatu Acute Coronary Sindrome saat pertama
kali datang ke rumah sakit. Kadang-kadang diperlukan serial EKG
dalam 3 jam, 6-9 jam, dan 24 jam dari onset pertama kali, yang
bertuan untuk mengevaluasi dan monitoring keluhan (Steg dkk,
2012).

7..2 Petanda Biokimia / cardiac Marker


Troponin jantung (cTnT) merupakan petanda biokimia yang sudah
dikenal luas untuk mendiagnosis dan menstratifikasi risiko pasien
Acute Coronary Syndrome (terutama untuk membedakan APTS
dengan NSTEMI). Troponin lebih spesifik dan sensitif
dibandingkan dengan CK-MB ( creatine kinase-myocardial band)
dan myoglobin. Peningkatan kadar troponi mencerminkan
kerusakan selular miokard, di mana pada NSTEMI dihasilkan dari
embolisasi distal trombus yang kaya platelet pada plak yang
rupture atau erosi. Pada pasien infark miokard, peningkatan awak
kadar troponin terjadi sekitar 4 jam dari onset nyeri dada dan
kadarnya bertahan sekitar 2 mingguan ( Hamnn dkk, 2011).

7..3 Ekodiograpi
Merupakan modalitas pemeriksaan yang sangat penting terutama
pada fase akut oleh karena non invasif serta cepat. Fungsi sistolik
ventrikel kiri dapat kita ketahui, di mana ini merupakan variabel
prognostik yang penting pada penyakit arteri koroner. Di samping
itu kita bisa menyingkirkan diagnosis banding yang lain seperti
stenosis aorta, kardiomiopati hipertropik, efusi pericardial ataupun
lainnya ( Hamnn dkk, 2011).

Pemeriksaan ini juga bersifat non invasif akan tetapi tidak


semua rumah sakit memiliki fasilitas ini serta hanya digunakan
untuk menyingkirkan Acute Coronary Syndrome atau penyebab
nyeri dada lainnya. Alat ini tidak di gunakan untuk mendeteksi
iskemia ( Hamnn dkk, 2011).

7..4 MRA (magnetic resonance angiography)


MRA alat ini dapat mendeteksi jaringan scar dan perfusi jantung
tetapi tidak semua rumah sakit memilikinya ( Hamnn dkk, 2011).

7..5 Coronary Angiography


Merupakan standar baku untuk mendiagnosis penyakit arterik
koroner. Prosedur ini bisa di kerjakan pada pasien dengan risiko
tinggi Acute coronary Syndrome dan diagnosis banding tidak jelas
( Hamnn dkk, 2011).

8 Penatalaksanaan
Menurut Aspiani (2015) tahap awal penatalaksaan pasien ACS :
a. Oksigenasi. Dapat membatasi kekurangan oksiegen pada miokard
yang mengalami cedera serta menurunkan veratnya ST-elevasi. Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2-3 liter
dengan nasal kanul.
b. Nitrogliserin (NGT). Digunakan pada klien yang tidak hipotensi.
Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3-0,6), atau spray aerosol. Jika
sakit dada tetap ada setelah 3x NGT setiap 5 menit dilanjutkan dengan
drip intarvena 5-10 g/menit (jangan lebih 200 g/menit)dan tekanan
darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;menurunkan kebutuhan
oksigen di mioakrd;menurunkan beban awal (preload) sehingga
mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral;serta mengahmabt agregasi platelet
(masih menjadi pertanyaan).
c. Morfin. Morfin diberikan untuk mengurangi kecemasan dan
kegelisahan, mengurangi nyeri akibat iskemia, meningkatkan
kapasitas vena (venous capacitance); menurunkan tahanan pembuluh
sistemik, nadi dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan
after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak
kesakitan. Dosis 2-4 mg intravena sambil memperhatikan efek
samping mual, bradikardia, dan depresi pernapasan.
d. Aspirin. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien Acute Coronary
Syndrome jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial).
Efeknya ialah mengahmbat siklooksigenase -1 dalam platelet dan
mencegah pembentukan tromboksan A2. Kedua hal tersebut
menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi aterial.
e. Antitrombolitik lain (Clopidogel, Ticlopidine). Derivat tinopiridin ini
mengahambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan,
dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet sehingga menurunkan
kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46%
kematian vaskuler dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasikan
dengan Aspirin untuk pencegahan trombosis dan iskemia berulang
pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada
m=pemasangan stent koroner dapat memicu terjadi trombosis, tetapi
dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100mg/hari)
bersama Ticlopidine 2x250 mg/hari. Akantetapi, perlu diamati efek
samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang ) sampai
dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga
perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II-III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasikan
dengan Aspirin, namun tidak ada kolerasi dengan netropenia dan lebih
rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibandingkan dengan
Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan.

9 Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan
Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).

b. Sirkulasi
- Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi,
diabetes melitus.
- Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau
terlambatnya capilary refill time, disritmia.
- Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan
terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
- Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus
papilaris yang tidak berfungsi.
- Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi
cardia).
Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal.
- Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul
dengan gagal jantung.
- Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak,
muntah dan perubahan berat badan.

e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.

f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.

g. Kenyamanan
- Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau
dengan nitrogliserin.
- Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke
lengan, rahang dan wajah.
- Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah
di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang
menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata,
perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta
tingkat kesadaran.

h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan
penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan
respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga
vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.

i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.

j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke,
hipertensi, perokok.
10 Diagnosa dan Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu
menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya
penuruna tekanan dan cara berelaksasi.

Intervansi:
A. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
B. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
C. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
D. Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
E. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
F. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat.
G. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan
narkosa.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada
miokard.

Tujuan:

Setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan


kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama
dalam batas normal) tidak adanya angina.

Intervensi:

A. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan
sesudah melakukan aktivitas.

B. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.

C. Anjurkan pada pasien agar tidak ngeden pada saat buang air besar.

D. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh


dilakukan oleh pasien.
E. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas
melebihi batas.

3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan


perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload
atau peningkatan SVR, miocardial infark.

Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan


tindakan keperawatan.

Intervensi:

A. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada


posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).

B. Kaji kualitas nadi.

C. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.

D. Auskultasi suara nafas.

E. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.

f. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.

G. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian


obat-obatan anti disritmia.

4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan


penurunan tekanan darah, hipovolemia.

Tujuan:

Selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan


perfusi jaringan.

Intervensi:

A. Kaji adanya perubahan kesadaran.


B. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan
kualitas nadi perifer.

C. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema,


edema.

D. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).

E. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi,


constipasi).

F. Monitor intake dan out put.

G. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan


elektrolit.

5. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan


dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium,
penurunan plasma protein.

Tujuan:

Tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam


perawatan.

Intervensi:

A. Auskultasi suara nafas (kaji adanya crackless).

B. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.

C. Ukur intake dan output (balance cairan).

D. Kaji berat badan setiap hari.

E. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal


2000 cc/24 jam.
F. Sajikan makan dengan diet rendah garam.

G. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.

You might also like

  • Cover CKR IGD
    Cover CKR IGD
    Document1 page
    Cover CKR IGD
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Cover 5 Ska
    Cover 5 Ska
    Document1 page
    Cover 5 Ska
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Intervensi CKR
    Intervensi CKR
    Document5 pages
    Intervensi CKR
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document13 pages
    Bab 1
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Penilaian Askep
    Penilaian Askep
    Document1 page
    Penilaian Askep
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Pernyataan Persetujuan Publikasi
    Pernyataan Persetujuan Publikasi
    Document1 page
    Pernyataan Persetujuan Publikasi
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Bab V
    Bab V
    Document1 page
    Bab V
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • DOPS4NEBU
    DOPS4NEBU
    Document3 pages
    DOPS4NEBU
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Intervensi CKR
    Intervensi CKR
    Document5 pages
    Intervensi CKR
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document14 pages
    Cover
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Bab V
    Bab V
    Document1 page
    Bab V
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Anemia
    Anemia
    Document3 pages
    Anemia
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Cover CKR Igd
    Cover CKR Igd
    Document1 page
    Cover CKR Igd
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Document15 pages
    Bab Iv
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Asqs
    Asqs
    Document24 pages
    Asqs
    Indah Ratna Pratiwi
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document8 pages
    Bab I
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Daftar Rujukan
    Daftar Rujukan
    Document2 pages
    Daftar Rujukan
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Jurnal Jantung Koroner
    Jurnal Jantung Koroner
    Document4 pages
    Jurnal Jantung Koroner
    Istania Puspita Rini Suyono
    No ratings yet
  • Cover Askep
    Cover Askep
    Document1 page
    Cover Askep
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document14 pages
    Cover
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Teori Jurnal Seminar
    Teori Jurnal Seminar
    Document16 pages
    Teori Jurnal Seminar
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Anemia
    Anemia
    Document3 pages
    Anemia
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Teori Hipertensi
    Teori Hipertensi
    Document4 pages
    Teori Hipertensi
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Daftar Rujukan
    Daftar Rujukan
    Document2 pages
    Daftar Rujukan
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Laporan Pendahuluan Gizi
    Laporan Pendahuluan Gizi
    Document22 pages
    Laporan Pendahuluan Gizi
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Laporan Pendahuluan Menoragia
    Laporan Pendahuluan Menoragia
    Document19 pages
    Laporan Pendahuluan Menoragia
    Indah Pratiwi Dixthara
    0% (1)
  • Askep Kelompok
    Askep Kelompok
    Document14 pages
    Askep Kelompok
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Ringkasan Kegiatan Bimbingan Stase Maternitas
    Ringkasan Kegiatan Bimbingan Stase Maternitas
    Document6 pages
    Ringkasan Kegiatan Bimbingan Stase Maternitas
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • ANALISA JURNAL Pulang
    ANALISA JURNAL Pulang
    Document20 pages
    ANALISA JURNAL Pulang
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet
  • Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Format
    Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Format
    Document29 pages
    Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Format
    Indah Pratiwi Dixthara
    No ratings yet