Professional Documents
Culture Documents
1
BAB I
PENDAHULUAN
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan
penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal
ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari
sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan
sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.1
Klasifikasi besar leukemia terbagi menjadi leukemia akut dan kronis. Apabila populasi
sel abnormal tidak matang, maka dinamakan bentuk akut. Sedangkan leukemia yang bersel
matang dinamakan leukemia kronis. Leukemia akut dapat dibagi menjadi leukemia myelositik
akut (LMA) dan leukemia limfoblastik akut (LLA).2
Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30%-40% dari keganasan pada anak, yang
dapat terjadi pada semua umur, insidens terbesar terjadi pada usia 2-5 tahun dengan insidens
rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah umur 15 tahun. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa proporsi pasien laki-laki lebih besar dari pada perempuan, terutama
terjadi setelah usia pertama kehidupan. Proporsi tersebut menjadi lebih dominan pada usia
6-15 tahun. Pada keseluruhan kelompok umur, rasio laki-laki dan wanita pada LLA adalah
1,15. Leukemia akut jenis LLA (leukemia limfoblastik akut) terdapat pada 90% kasus,
sisanya 10% merupakan leukemia mieolobastik akut (LMA), dan leukemia mono sitik akut
(AMoL). Sedangkan leukemia limfositik kronik maupun eosinofilik, basofilik, megakariosit,
dan eritroleukemia sangat jarang terjadi pada anak-anak. Dikatakan bahwa angka kejadiannya
di negara berkembang kurang lebih sama yaitu berkisar antara 83% untuk LLA dan sisanya
17% untuk LMA.1
2
Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan
yang paling sering ditemukan berupa petekie, purpura atau ekimosis, yang terjadi pada 40
70% penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi perdarahan yang paling sering
adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung, ginggiva dan saluran cerna. Perdarahan
yang mengancam jiwa biasanya terjadi pada saluran cerna dan sistem saraf pusat.1
Pengobatan dengan kemoterapi bertujuan mengeradikasi sel blas dari darah dan sumsum
tulang untuk mencapai remisi, juga melakukan profilasis terhadap relaps di SSP yang
dilanjutkan kemoterapi rumatan selama 2 tahun. Transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan
bila relaps gagal dengan terapi konvensional. Komplikasi yang timbul dapat akibat dari
penyakitnya atau terapinya. Prognosis dari pasien leukemia Limfoblastik akut tergantung dari
respon terapi awal, jumlah leukosit awal, usia, jenis kelamin dan kelainan jumlah kromosom
juga mempengaruhi prognosis.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. HEMATOLIMFOGENESIS
3
Gambar 1. Hematopoisis
Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel
induk. Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang membuat hipotesa dengan
konsep hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya. Till dan Mc Cullooch (1961)
menyimpulkan bahwa suatu sel induk merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi
multilineage atau pluprotein menjadi eritroid, mieloid serta megakariosi. Dari penelitian-
Definisi sel stem adalah sel yang dapat memperbaharui dirinya sendiri dan mempunyai
yang konstan dengan konsenkuensi untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan
eritrosit. 1
4
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan
berdiferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri, dan memperbaharui populasi sel
membutuhkan perangsang untuk pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut
banyak faktor pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk
jaringan hematopoeitik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam
perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah merah diambil alih oleh sumsum
tulanh sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel darah merah lagi. 1
Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi
kurang tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan dinding
termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan orang dewasa normal di mana
hematopoeisis terbatas pada vertebra, tulang iga, sternum, pelvis, skapula, skull dan jarang
waktu lahir hematopoisis terutama pada skeletal. Secara umum hematopoisis ekstraskeletal
medular terutama pada organ perut, terjadi akibat penyakit yang menyebabkan gangguan
produksi satu atau lebih tipe sel darah, seperti eritroblatosis fetalis, anemia pernisiosa,
5
Perubahan lokasi anatomi hematopoisis disertai perpindahan populasi sel sampai saat
Leukemia
limfoblastik
akut merupakan
progenitor limfoid di
sum sum tulang disertai anemia, febris, perdarahan dan infiltrasi sel ganas ke organ lain.
Lebih dari 80% kasus, sel sel ganas berasal dari limfosit B, sisanya merupakan bentuk
III. EPIDEMIOLOGI
Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukeia pada anak, dan terdiri dari 2
tipe yaitu LLA 82% dan LMA 18%. Leukemia kronik mencapai 3% dari seluruh
leukemia pada anak. Di RSU Dr.Sardjito LLA 97% , LMA 9% dan sisanya leukemia
kronik, sementara di RSU dr. Soetomo pada tahun 2002 LLA 88%, LMA 8% dan 4%
leukemia kronik.
Rasio lai-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLS dan mendekati 1 untuk LMA.
Puncak kejadian pada umur 2-5 tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan ALL, hal
ini disebabkan banyaknya kasus pre B-LLA pada rentang usia ini. Kejadian ini tidak
tampak pada kulit hitam. Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh faktor-
6
Gambar 2. Sel darah normal dan Leukemia
genetik (trisomi 21, sindrom Blooms, anemia Fanconis dan ataksia telangiektasi)
melakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan paternal/maternal
terhadap petisida dan produk minyak bumi. Terdapat peningkatan resiko leukemia pada
keturunannya. 1
Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di Hiroshima dan
Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Mesikpun demikian paparan radiasi dosis tinggi in
utero secara signifikan tidak mengarah pada peningkatan insiden leukemia, demikian
juga halnya dengan radiasi dosis rendah. Namun hal ini masih merupakan perdebatan.
kasus LLA sebanyak 5 kali. Selama 40 tahun metode ini digunakan secara rutin, tetapi
saat ini pemeriksaan tersebut amat jarang dan hanya sedikit kasus yang bisa dijelaskan
diantara anak-anak yang tinggal di jalur listrik tegangan tinggi, namum tidak signifikan
peranan infeksi virus dan atau bakteri seperti disebutkan Greaves (Greaves, Alexander
1993). Ia mempercayai ada dua langkah mutasi pada sistem imun. Pertama selama
kehamilan atau awal masa bayi dan kedua selama tahun pertama kehidupan sebagai
7
Beberapa kondisi perinatal merupakan faktor resiko terjadinya leukemia pada anak
seperti, yang dilaporkan oleh Cnattingius dkk (1995). Faktor-faktor tersebut adalah gagal
ginjal pada ibu, penggunaan suplemen oksigen, asfiksia, BBL > 4500 gram, dan
hipertensi saat hamil. Sedangkan Shu dkk (1996) melaporkan bahwa ibu hamil yang
V. PATOFISIOLOGI
Gam
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam
sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ hematopoetik dan
berlanjut ke organ yang lebih besar (splenomegali, hepatomegali). Proliferasi dari satu jenis
sel sering mengganggu produksi normal sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke
8
pengembangan/pembelahan sel yang cepat dan ke sitoenias (penurunan jumlah). Pembelahan
Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan mudah masuk ke dalam
tubuh manusia, jika struktur antigen virus sesuai dengan struktur antigen manusia. Begitu
juga sebaliknya, bila tidak sesuai maka akan ditolak oleh tubuh. Stuktur antigen manusia
terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang
terletak dipermukaan tubuh. Istilah HLA (Human Leucocyte Lotus-A) antigen terhadap
jaringan telah ditetapkan (WHO). Sistem HLA individu ini diturunkan menurut hukum
genetika, sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak
dapat diabaikan. 5
Timbul disfungsi sumsum tulang, menyebabkan turunnya jumlah eritrosit, neutrofil dan
trombosit. Sel-sel leukemia menyusupi limfonodus, limfa, hati, tulang, dan SPP. Di semua
tipe leukimia, sel yang beproliferasi dapat menekan produksi dan elemen di darah yang
menyusup sumsum tulang dengan berlomba-lomba untuk menghilangkan sel normal yang
berfungsi sebagai nutrisi untuk metabolisme. Tanda dan gejala dari leukemia merupakan hasil
dari infiltrasi sumsum tulang, dengan 3 manifestasi yaitu anemia dan penurunan RBCs,
infeksi dari neutropenia, dan pendarahan karena produksi platelet yang menurun. Invasi sel
leukemia yang berangsur-angsur pada sumsum menimbulkan kelemahan pada tulang dan
cenderung terjadi fraktur, sehingga menimbullkan nyeri. Ginjal, hati, dan kelenjar limfe
mengalami pembesaran dan akhirnya fibrosis, leukemia juga berpengaruh pada SSP di mana
terjadi peningkatan tekanan intra kranial sehingga menyebabkan nyeri pada kepala, letargi,
Organ tubuh yang paling sering mengalami leukostasis adalah susunan saraf pusat dan
paru. Leukostasis akan menyebabkan perfusi yang buruk dan terjadi hipoksia, metabolisme
9
anaerob, asidosis laktat, akhirnya akan menimbulkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
perdarahan. Bila leukostasis terjadi pada susunan saraf pusat maka akan terdapat gejala klinis
berupa pusing, penglihatan kabur, tinitus, ataksia, delirium, perdarahan retina dan perdarahan
intra kranial.5
berlangsung secara spontan atau setelah terapi sitostatika. Pada keadaan ini harus dipantau
terjadinya sindrom lisis tumor yang dapat mengakibatkan gangguan metabolik dan gagal
ginjal akut. Sindrom lisis tumor dapat terjadi secara spontan, yaitu sebelum kemoterapi
dimulai atau sampai 5 hari setelah kemoterapi diberikan. Lisis sel tumor menyebabkan
terjadinya pelepasan kalium secara cepat, asam urat yang berasal dari asam nukleat dan fosfat
selama pemberian kemoterapi yang efektif, namun saat ini akut dan kronis dibedakan
berdasarkan jenis selnya dimana sel imatur ganas yang berproliferasi mengarah pada
leukemia akut dan bila terdapat lebih banyak sel matur maka diklasifikasikan leukemia
setelah kelahiran.6
- Leukemia Limfoblastik Akut
L1: sel sel limfoblas kecil dengan sitoplasma sempit, anak inti tidak tampak
kromatin berbercak.
Berdasarkan antibody monoclonal yang dapat mengenali antigen pada limfoid,
dihasilkan klasifikasi imunofenotip dari LLA yaitu sel T, sel B, transisional pre-B, sel
10
pre-B dan sel pre-B muda. Klasifikasi ini berguna untuk menentukan leukemia sesuai
kronik dibagi menjadi Leukemia Limfositik Kronik, yang insidensinya pada orang
terkadang ada yang bersifat asimtomatik dan terdeteksi ketika melakukan pemeriksaan
sebelum terdiagnosa, bersifat intermiten. Selain itu juga disertai keluhan karena
tulang yang hebat, arthralgia, limfadenopati, nyeri abdomen dan sindrom meningeal
dan hepatosplenomegali. Pada inspeksi pasien akan tampak pucat dan lesu, perdarahan
kulit dapat pula berupa purpura ataupun ekimosis, perdarahan pada mukosa. Keluhan
nyeri tulang dan sendi dapat ditemukan adanya pembengkakan sendi dan efusi terutama
terjadi, meskipun ada dapat berupa papil edema, perdarahan retina, kelumpuhan saraf
kranial, paraplegia dan paraparese.Tanda lainnya akibat infiltrasi leukosit ke organ lain
berupa pembesaran kelenjar saliva, pembesaran testis, pada ginjal menyebabkan renal
11
Untuk membantu menegakkan diagnosa leukemia serta menentukan sudah sejauh
pemeriksaan seperti4 :
1. Pemeriksaan hematologis
Pada leukemia hasil pemeriksaan didapatkan anemia, dapat pula terjadi
meningkat meskipun bisa normal atau menurun.Jumlah leukosit adalah hasil yang
paling bermakna pada leukemia dimana terjadi peningkatan massif hingga lebih
dari 200.000/mm3 pada keadaan tertentu seperti LMA yang telah mengalami DIC
pada LLA dan CML, pada AML tanpa DIC biasanya dapat sampai diatas
ditemukan adanya keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti
sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti
terjadi penurunan jumlah ertirosit yang dibentuk tanpa disertai adanya kelainan
ditemukannya sel blas dengan jumlah yang bervariasi. Khusus pada LMK
didapatkan jumlah basophil yang meningkat dan sel blas tidak banyak dijumpai,
12
namun ketika masuk fase krisis blas secara morfologis ditemukan mieloblas
4. Pungsi lumbal
Cairan serebrospinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan
meningkat dan
thymus dan/atau kelenjar getah bening mediastinum yang khas untuk LLA-T.
6. Fungsi hati dan ginjal
Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum memulai pengobatan.
7. Pemeriksaan imunophenotipe
Dengan berkembangnya ilmu kedokteran, imunophenotipe sangat membantu
sel B dan 15% adalah sel T dimana klasifikasi imunologik tersebut masih dapat
disebabkan pre-B sel menunjukkan prognosis yang berbeda dari B sel yang lebih
13
matang. Pre B-sel dikaitkan dengan prognostik yang buruk dan kemungkinan
relaps, sedangkan sel B pada umumnya menunjukkan prognosis yang lebih baik
dibanding sel-T.
IX. DIAGNOSIS
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai
yang telah disebutkan sebelumnya. Anemia dan trombositopenia sering tampak pada
sebagian besar pasien. Sel leukemia sering tidak tampak pada darah perifer dalam
dilaporkan sebagai limfosit atipikal.Bila hasil analisis darah perifer mengarah kepada
leukemia, maka pemeriksaan sumsum tulang harus dilakukan dengan tepat untuk
ditemukan peningkatan limfoblas pada LCS maka disebut leukemia meningeal. Ini
menunjukkan derajat yang berat dan memerlukan terapi SSP dan sistemik. Dengan
ditemukannya leukemia SSP, jumlah leukosit > 50.000/mm 3, massa mediastinum serta
jumlah sel blas total >1000/mm3 setelah 1 minggu terapi, maka pasien disebut LLA
antara lain anemia aplastik, gangguan mieloproliferatif, PTI, keganasan lain, penyakit
trombositopenia dengan trombosit yang berukuran besar tanpa ada tanda tanda
seperti juvenile rheumatoid arthritis dan demam rematik, penyakit kolagen vaskuler,
atau osteomyelitis.5
14
Baik pada leukemia atau anemia aplastic keduanya memiliki gambaran
pansitopenia dan komplikasinya sama sama kegagalan sumsum tulang, namun pada
anemia aplastic hepatosplenomegali dan limfadenopati tidak ditemukan, dan tidak ada
lesi osteolitik seperti pada leukemia. Biopsi atau aspirasi sumsum tulang akan
menegakkan diagnosis.5
Infeksi virus pada anak anak seringkali membuat diagnose leukemia sulit
hemolitik. Membedakannya yaitu dengan kehadiran limfosit atipikal dan titer virus
sangat perlu dicurigai, begitu pula dengan pertussis dan parapertusis dimana terjadi
leukemik.5
Penyakit keganasan lain yang bermetastasis menyerang sumsum tulang dan
mencapai diatas 50.000/mm3.Jika leukosit bukan merupakan sel blas yang maligna,
sindrom ini disebut reaksi leukemoid, sering terdapat peningkatan myeloid imatSur
atau prekursor limfoid di dalam darah perifer.Pada pemeriksaan sumsum tulang secara
khas menunjukkan hyperplasia myeloid dengan maturasi normal. Penyebab lain reaksi
15
Penyakit ini sampai sekarang merupakan penyakit yang angka kematiannya
dalam bentuk kombinasi maka prognosis penderia leukimia menjadi lebih baik yaitu
kemungkinan hidup bebas leukimia selama 5 tahun sebesar 50%. Pada leukimia,
tujuan pengobatan ialah untuk mengurangi sel-sel leukimia dengan obat-obat anti
leukimia sehingga diharapkan bahwa sumsum tulang akan membentuk lagi sel-sel
hemopoetik normal. 5
Terapi leukimia terdiri dari terapi spesifik dan terapi suportif, antara lain7:
Hematologi Onkologi Indonesia dan ditetapkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
untuk terapi pasien tersebut LLA. Protokol terbagi menjadi 2 skema berdasarkan
kelompok SR dan 4 fase (ditambah reinduksi) untuk kelompok HR. Fase induksi
diberikan per oral pada minggu ke-0 sampai minggu ke 6. Vincristine diberikan
dalam dosis 1,5 mg/m secara intravena. Diberikan pada minggu pertama
kali dalam dosis 6000 U/m secara intravena pada minggu ke 4 dan 5.
16
Daunorubicine diberikan secara intravena pada minggu 1-4 dengan dosis 30
mg/m.
b. Fase Konsolidasi
Tahap ini terdiri dari 6-Merkaptopurine dan metotrexate. 6-Merkaptopurine
diberikan per oral dengan dosis 50 mg/m pada minggu ke-8 sampai minggu ke-
12. Metotrexate diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung umur pada
minggu ke 8, 10, dan 12. Metotrexate dosis tinggi diberikan bersama dengan
Metotrexate yang diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung umur dan
diberikan pada minggu ke-15 dan ke- 17. Vincristine diberikan dalam dosis 1,5
mg/m secara intravena, diberikan pada minggu ke-14 sampai minggu ke-17.
Dexametasone diberikan per oral dengan dosis 6 mg/m pada minggu ke-14
diberikan secara intravena empat kali pada minggu ke-15 dan empat kali pada
bersama dengan Vincristine, diberikan dalam dosis 1,5 mg/m secara intravena.
2. Terapi suportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia dan
mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia
17
Pada anak anak dengan leukemia limfoblastik akut yang mendapatkan
kemoterapi, sel yang lisis dalam jumlah besar akan menyebabkan hiperurisemia,
hyperkalemia dan hiperfosfatemia yang dapat menjadi nefropati, atau gagal ginjal
juga bisa karena infiltrasi langsung dari leukemia. Myelosupresif dan imunosupresif
anak rentan terhadap infeksi hingga sepsis. Trombositopenia akibat leukemia atau
terapinya akan bermanifestasi sebagai perdarahan pada kulit dan mukosa. Gangguan
beberapa anak.1
Hiperleukositosis merupakan keadaan dimana jumlah leukosit darah tepi lebih dari
100.000/mm3, Ini ditemukan pada 9 13% dari LLA. Tindakan antisipasi dimulai saat
jumlah leukosit 50.000/mm3 dengan peningkatan dosis kemoterapi yang perlahan dan
lain3 :
1. Sindroma leukostasis
Penggumpalan sel blas pada arteri kecil yang membentuk agregat/trombi terutama
pada otak dan paru paru, lebih sering pada LMA karena ukuran mieloblas lebih
besar dari limfoblas dan sifatnya yang lebih kaku. Leukostasis di otak menunjukkan
18
Akibat lisisnya sel leukemia setelah kemoterapi sehingga terjadi hiperurisemia,
terjadi pada LLA.Gagal ginjal dapat terjadi bila asam urat serum lebih dari 20 mg/dl,
perlu pemberian allopurinol, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat dan hidrasi
yang cukup. Natrium bikarbonat dihentikan bila pH urin > 7,5 karena bila berlebihan
dari sel tumor, dapat diberikan insulin dan glukosa sebagai bahan pengikat fosfat.
Hiperkalemia > 7,5 mEq/L harus diatasi segera dengan kayesalate (1 g/kg dicampur
50% sorbitol, per oral). Ini dapat terjadi dari lisis sel tumor atau oliguria dari
risiko biasa dan risiko tinggi. Para ahli telah melakukan penelitian dan membuktikan
1. Jumlah leukosit awal. Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah leukosit
awal dan perjalanan pasien awal LLA pada anak, yaitu bahwa bahwa pasien
itu. Khusus pasien dibawah umur 1 tahun atau bayi terutama dibawah 6 bulan
19
permukaan blas diketahui mempunyai prognosis buruk. Sel T leukemia juga
prognosis yang lebih baik dari anak laki-laki. Penyebab pastinya belum diketahui,
minggu terapi prednison dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum tulang pada
Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala leukemia,
pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas < 5% dari sel berinti, hemoglobin
>12 gr/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit > 3000/ul dengan hitung leukosit normal, jumlah
bagi anak-anak dengan leukemia sel T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk.1
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
1. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel sel prekursor
limfoid atau sel progenitor limfoid di sum sum tulang di sertai anemia, febris,
20
3. Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan
lain.
4. Prognosis dari pasien leukemia limfoblastik akut tergantung dari respon terapi
awal, jumlah leukosit awal, usia ,jenis kelamin,dan kelainan jumlah kromosom
DAFTAR PUSTAKA
21