You are on page 1of 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN STOMATITIS

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT atas rahmat dan bimbingannya sehingga
kami dapat menyusun makalah ini dengan baik.makalah ini merupakan panduan bagi para
mahasiswa dan guru yang kami sajikan secara praktis dan sistematik.serta di rancang sedemikian
rupa sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang baik.

Makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan untuk itu,kami mohon kritik dan saran dari
pembaca.Atas saran dan bantuan dari semua pihak kami mengucapkan terima kasih.

Surabaya,20 Mei 2014

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sariawan merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi / benjolan yang timbul di
rongga mulut. Namun biasanya jenis sariawan yang sering timbul sehari-hari pada rongga
mulut kita disebut (dalam istilah kedokteran gigi) adalah Stomatitis Aftosa Rekuren.
Sariawan atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa
bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok.
Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi,
serta langit-langit dalam rongga mulut.
Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu. Ada pula yang
mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep pada stomatitis


2. bagaimana asuhan keperawatan pada stomatitis

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan definisi stomatitis


2. Menjelaskan etiologi stomatitis
3. Menjelaskan patofisiologi stomatitis
4. Menjelaskan manifestasi klinis stomatitis
5. Menjelaskan komplikasi stomatitis
6. Menjelskan penatalaksanaan medis stomatitis
7. Menjelaskan pemeriksaan stomatitis
8. Menjelaskan asuhan keperawatan stomatitis
9. Menjelskan WOC stomatitis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stomatitis

Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti
tembakau;defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus atau jamur;atau penggunaan obat
kemoterapi (Potter & Perry,2005).

Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan
labial (bibir), lidah, gusi,l angit-langit dan dasar mulut. (Donna L.Wong dkk).

Stomatitis merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir dan palatum
(William dan wilkins, 2008).

Stomatitis ialah istilah umum yang mengacu pada reaksi inflamasi dan lesi ulseratif
dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring 7 sampai 14 hari setelah
pemberian agens kemoterapi tertentu dan setelah terapi radiasi pada kepala dan leher (Otto, 2003).

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut,
biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari
satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral
dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.

SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit
lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu
makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan
tidak menular. Tetapi bagi orang -orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi
akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit
yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala
klinis yang sama. SAR dapat membuat frustasi pasien dan perawat dalam merawatnya, karena
kadang-kadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul dalam jumlah yang lebih
banyak.
Epidemiologi Stomatitis yaitu sebagai berikut:

Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Angka prevalensi
SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia. Penelitian telah menemukan
terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia (1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di
Malaysia (2000). SAR tampaknya jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan
ditemukan 0,1% pada masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika
Utara. Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi dari data klinik
penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai
kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien
terdapat kasus SAR 17,3%.

SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40 tahun, orang
kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith dan Wray (1999), SAR dapat
terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda. SAR
paling sering dimulai selama dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar
keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan tidak
pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.

Epidemiologi stomatitis aftosa rekuren terjadi hampir pada 2%-6% pada populasi orang
dewasa yang terinfeksi HIV dan lebih sering terjadi pada anak-anak yang terinfeksi HIV,
khususnya disebabkan obat-obatan seperti didanosine (ddI) yang dapat menginduksi terjadinya
lesi. (Sufiawati: 2009).

2.2 Klasifikasi Stomatitis

Ada beberapa klasifikasi stomatitis, yaitu:


a. Mycotic stomatitis

Mycotic stomatitis adalah stomatitis yang disebabkan oleh adanya infeksi mulut atau
rongga mulut oleh jamur Candida. Mycotic stomatitis, disebabkan oleh pertumbuhan Candida
albicans , yang merupakan penyebab stomatitis yang luar biasa pada anjing dan kucing. Hal ini
ditandai dengan adanya bercak putih kekuningan pada lidah atau membran mukosa. Mycotic
stomatitis biasanya dihubungkan dengan penyakit mulut yang lain, penggunaan terapi antibiotik
yang lama, atau pemberian immunosuppression. Pada mycotic stomatitis sering kali pada jaringan
terjadi kemerahan dan timbul ulsor di bagian rongga mulut.

b. Gingivostomatitis

Gingivostomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian mulut lainnya, yang
menimbulkan nyeri. Gusi tampak berwarna merah terang dan terdapat banyak luka terbuka yang
berwarna putih atau kuning di dalam mulut.

c. Denture stomatitis atau Chronic stomatitis

Denture stomatitis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan perubahan-
perubahan patologik pada mukosa penyangga gigi tiruan di dalam rongga mulut. Perubahan-
perubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema di bawah gigi tiruan lengkap atau sebagian
baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Budtz-Jorgensenl mengemukakan bahwa denture
stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi
tiruan yang terus-menerus, oral hygiene jelek, alergi, dan gangguan faktor sistemik. Oleh karena
itu, gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga bervariasi, sehingga perawatannyapun
perlu dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kemungkinan penyebabnya.

d. Aphthous stomatitis

Apthous stomatitis (sariawan) adalah stomatitis yang paling umum sering terjadi. Sariawan
ini adalah jenis ulkus yang sangat nyeri pada jaringan lunak mulut, bibir, lidah, pipi bagian dalam,
pharing, dan langit-langit mulut halus. Tipe sariawan ini tidak menular. Stomatitis aphtosa ini
mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada
sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa
hari.
2. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa.
Sariawan jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut
kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan
berkurang. Penyebab dari xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress),
perubahan hormonal, gangguan pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu dan
terlalu banyak mengonsumsi antihistamin atau sedatif.

Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya:

1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS)

Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang ditandai oleh
luka (ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5mm, dan dikelilingi oleh
pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin,
seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau merupakan
kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari tanpa
meninggal bekas.

2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS)

Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis
stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara
klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan berlangsung selama 4minggu atau lebih dan
dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.
Stomatitis aphtosa major ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat
dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi.

3. Ulserasi herpetiformis (HU)


Istilah herpetiformis digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri atas 100
ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-
virus herpes initidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa.

2.3 Etiologi Stomatitis

Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :

a. Kebersihan mulut yang kurang

Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi pasien
buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang.

b. Makanan atau minuman yang panas dan pedas

Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap mukosa yang
ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam melawan infrksi. Selain itu, juga
bserpengaruh terhadap bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut
dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun
karena termik. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu
menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.

c. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat
mengakibatkan stomatitis aphtosa.

d. Infeksi jamur

namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno).
Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.

e. Infeksi virus

Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau infeksi
tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe HSV dapat diidentifikasikan
: HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal
terjadinya virus merupakan hasil utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut.

keseragaman ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan
mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka meninggalkan areanya yang
mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area
yang terkena luka 10 sampai 14 hari.

Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat dengan lesi
herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk di
pernafasannya. infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk
kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa.

f. Letak susunan gigi atau kawat gigi

Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap kebersihan
gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran yang tersangkut atau melekat
pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.

Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti :

a. Rokok

Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-
zat yang berbahaya masuk ke dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai
alat perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-zat adiktif tersebut yang berasal dari asap rokok
menyebabkan kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan imun
terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit.

b. Pada penggunaan obat kumur


Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya alkohol, lemon/gliserin)
harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel
mukosa dalam mulut yang bertugas dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh.

c. Reaksi alergi

Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis makanan ini berbeda untuk
tiap-tiap penderita.

d. Alergi

bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan dan
timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan tersebut

e. Faktor psikologis (stress)

Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai reaksi
terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan mempersiapkan tubuh untuk respon
melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan
berlebih sehingga respon tubuh dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja
sehingga akan merusak sel-sel yang sehat).

f. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi).

Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa
penderita wanita.

g. Kekurangan vitamin C

mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi
mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan.

h. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..

i. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan


Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya
stomatitis apthosa.

Faktor Resiko Stomatitis adalah sebagai berikut:

Hingga saat kini, penyebab dari stomatitis atau sariawan belum dapat dipastikan, tetapi ada
faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetus terjadinya stomatitis. Beberapa
diantaranya adalah:

1. Trauma

Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat
ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma
ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk,
atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi.
Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua
penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.

2. Defesiensi Nutrisi

Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi
nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin
B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi
ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi
subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.

Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6.
Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin
tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi
ketiganya.Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup
baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.

Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50
mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR yang persisten sembuh dan
tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya
kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR
menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya
normal.

3. Alergi dan Sensifitas

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap
alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan
alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat
membentuk antibodinya sendiri.

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang
ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan
tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif,
mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-
gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk
daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.

4. Obat-obatan

Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi


dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih
besar untuk terjadinya SAR.

5. Penyakit Sistemik

Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien
yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya
penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter.Beberapa
kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcets,
penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.

6. Merokok

Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang
menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih
rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien
melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok. Kekurangan nutrisi, terutama vitamin
B12, asam folat dan zat besi. Sariawan juga identik dengan kekurangan vitamin C. Kekurangan
vitamin itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan penghubung
antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya menyebabkan sariawan. Namun, kondisi tersebut
dapat diatasi jika kita sering mengonsumsi buah dan sayuran.

7. Stress

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan
merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren
ini.11 Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci pada subbab selanjutnya.

8. Gangguan Hormonal

Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon
yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.

Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara
mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai
darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga
mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap
jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap
berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut

9. Gangguan Imunologi

Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya
disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian mungungkapkan
bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi
lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa
mulut dimana pemicunya tidak diketahui.16 Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-
1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya
hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkan menurut
Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.

10. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi
jaringan lunak.

11. Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita
SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan
jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut.

HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel
mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua
menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat
keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa
riwayat keluarga SAR.

2.4 Patofisiologi

Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem laktoperoksidase (LP-
system) yang mampu mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi mikroorganisme. Sistem
laktoperoksidase (LP-system) terdapat pada saliva atau ludah manusia. LP system
mempertahankan tubuh dengan cara berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan
bakteriosid terhadap bakteri (Rensburg:1995).

Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena sistem
laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini
dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia (perasa, pewarna,
pengawet) bahkan yang memakai zat pembasmi hama/antiseptik dan makanan panas atau pedas.
Pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system, sebab
antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang berada di dalam
rongga mulut, yang dapat mengakibatkan sekitar mukosa mulut menjadi rusak kemudian
menghasilkan ulserasi local.
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan
yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya berbagai
jenis kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan
perusak yang masuk dalam mulut akan ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik.
Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Reaksi tubuh terhadap
rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut.
Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga
reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justru
berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri terutama pada mukosa mulut.

Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi ketidak seimbangan


immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek
kerusakan-kerusakan yang menyangkut komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan.
Dalam hal ini sistem imun (pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel
plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang telah dibangkitkan untuk
melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-
jaringan sendiri disekitarnya.

Stomatitis dapat terjadi akibat kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin C dapat


mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah
robek yang akhirnya mengakibatkan stomatitis.

2.5 Tanda dan Gejala Stomatitis

Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di daerah yang
akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga mulut. Sariawan
dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau
oval. Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih
ditengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa
yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air
liur) menjadi meningkat.

Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:

a. Masa prodromal atau penyakit 1 24 jam


Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar
b. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta
terjadi peninggian 1- 3 hari
c. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah
dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap
individu berbeda yaitu 1 5 minggu.

Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser mayor,
dan ulser hepetiform.

1. Ulser minor
adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan
sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya
dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
2. Ulser mayor
biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah
sembuh.

3. Ulser herpetiform
adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari
ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.

Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan
tanda dangejalanya, yaitu:
1. Stomatitis hipertik akut
a. Nyeri sperti terbakar di mulut
b. Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
c. Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi
berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
d. Limfadenitis submaksilari
e. Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan

2. Stomatitis aftosis
a. Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
b. Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan
berbatas merah
c. Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu.

2.6 Komplikasi

Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat terjadi infeksi luas di
daerah bibir dan rongga mulut seperti abses dan radang. Dampak gangguan pada kebutuhan dasar
manusia, yaitu:

1. Pola nutrisi
nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
2. Pola aktivitas
kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
3. Pola Hygiene
kurang menjaga kebersihan mulut

4. Terganggunya rasa nyaman


biasanya yang sering dijumpai adalah perih.

Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan medis yaitu:

Komplikasi yang dapat timbula akibat penatalaksanaan medis diantaranya sebagai berikut:
1. Komplikasi akibat kemoterapi
Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapik yang
menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis yang tinggi atau berkombinasi
dengan ionisasai penyinaran radiasi.
2. Komplikasi akibat radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan
histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tetapi
juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung termasuk
glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi
menyebabkan hipoksia, berkurangnya suplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan
dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis.
3. Komplikasi oral
a. Mukositis
Mukositis merupakan suatu respon inflamasi toksik yang mempengaruhi traktus
gastrointestinal dari mulut sampai anus. Tipikal mukositis termanifestasi sebagai suatu
eritomatous, lesi seperti terbakar, dan lesi ulseratif
b. Infeksi Mukolitis
Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistem imun
yang menurun. Tidak hanya mulut yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral
sebagai suatu sistem pertahanan barrier terjadi pada infeksi lokal dapat menghasilkan
jalan bagi mikroorganisme pada sirkulasi sistemik.
c. Xerrostomia
Xerrostomia merupakan keadaan berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala
klinik xerrostomia adalah rasa kering, sensasi terbakar pada rongga oral dan lidah, bibir
prcah-prcah, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, dan
peningkatan akan kebutuhan cairan. Xerostomia dapat disebabkan oleh reaksi inflamasi
dan efek degeneratif radiasi ionisasi.

2.7 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai berikut:

a. Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai


b. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
c. Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama
makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi
d. Hindari stress
e. Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien
topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 3 ulcersi minor. Pada kasus
yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon
topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian
tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak
ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila
gagal juga maka di berikan talidomid.
f. Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus
diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam
(jangan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit
topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama penghilang rasa sakit topikal.
Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus. Terapi
yang dianjurkan yaitu:
1. Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian
1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100
pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien
berasal dari golongan sosioekonomi bawah.
2. Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain yang
diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up.
Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur
sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
2. Pemeriksaan laboratorium :
a. WBC menurun pada stomatitis sekunder
b. Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
c. Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincents stomatitis

2.9 Pencegahan

Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita mengetahui
penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya sariawan ini diantaranya
dengan :

1. Menjaga kebersihan mulut


2. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12, vitamin
C dan zat besi
3. Menghadapi stress dengan efektif
4. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit
makananMenghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin
5. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi
pada rongga mulut.

WOC
Eksternal
Internal
Rokok
Kebersihan mulut berkurang Penggunaan obat kumur
Makan dan minum yang panas Alergi
dan pedas Reaksi alergi
Luka pada bibir akibat gigitan Stress
atau benturan Gangguan hormonal
Infeksi jamur Kekurangan vitamin C dan
Infeksi virus vitamin B
Letak susunan gigi / kawat gigi Kelainan pencernaan
l
Zat
trauma Defisiensi Alergi dan Obat- berbahaya stress Gangguan Gangguan genetik
nutrisi sensitifitas obatan dalam rokok hormonal imunologi

ulser p Respon
Allergen Mukosa Resiko
Penurunan Penggunaan tubuh Pra
mulut terjadi
kadar obat menstru imun
Kerusakan Kerusakan rusak SAR
vitamin nonsteroidal asi
pada mukosa jaringan Imun
mulut kulit Penurun Adanya
Lebih an imun Penurunan ulser pada
beresiko pada Berpenga estrogen mukosa
Mukosa meradang bagian ruh pada dan
dan edematosis mulut fisik dan progestero Peningkatan
emosi n jumlah HLA

Terjadinya stomatitis (SAR )

Penurunan system
System lakto
imun
peroksidase rusak

Kekurangan vitamin
saliva

Terjadinya Jaringan mukosa dan jaringan


infeksi penghubung antara gusi dan gigi robek

Adanya
Di respon Secara
alergen local Timbul rasa
oleh tubuh gatal dan
Secara Mengurangi
terbakar
sistemik peradangan
Mukosa
Secara
mulut rusak
normal Adanya reaksi
jaringan berlebih Melepuh di
jaringan mulut
Ulserasi Melakukan aksi
lokal fagositosis Reaksi
pertahanan
abnormal
Adanya pecah
dan berwarna
putih
MK:
perubahan
Rusak pada
mukosa
jaringan mukosa
oral
mulut
Reaksi ulser
Masa Stadium pre ulcerasi Stadium ulserasi
prodromal
atau penyakit
edema MK: nyeri
1-24 jam Rasa sakit

hipersentifitas
Peninggian 1-3
Terjadi nekrosis
hari pada ulser
di tengah ulser
rasa terbakar

MK: resiko
kekambuhan tidak
adekuat

BAB III

Kasus
Dilaporkan kasus anak perempuan 5 tahun yang datang berobat ke klinik Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga pada 4 Desember 2008 dengan keluhan gusi
belakang bawah kanan sakit dan terdapat sariawan multipel pada lidah. Rasa sakit dan sariawan
timbul sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga menderita demam dan malaise, kemudian berobat ke
dokter umum. Pasien mendapat terapi paracetamol syrup dan multivitamin berbentuk puyer.
Keadaan umum pasien tersebut baik. Pasien dan keluarganya tidak mempunyai riwayat penyakit
yang mengganggu kesehatannya. Kunjungan pertama (4 Desember 2008), dari anamnesis pasien
merasa sakit pada gusi belakang bawah kanan dan pada lidah. Pada pemeriksaan ekstra oral pasien
menderita demam tiga hari yang lalu. Kelenjar submandibular terdapat pembengkakan. Pada
pemeriksaan intraoral di gingiva rahang bawah kanan terdapat oedem dengan ulser berdiameter
lebih kurang 3 mm, tepi irreguler dikelilingi daerah eritematous dan terasa sakit.Pada lidah terdapat
ulser bulat, multipel 3 buah, diameter lebih kurang 1 mm, dikelilingi daerah eritematous.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis diagnosis sementara dari kasus ini yaitu
gingivostomatitis herpetika primer. Diagnosis banding pada kasus ini hand foot and mouth disease
dan stomatitis aftosa. Di klinik lesi diulasi dengan povidone iodine 10% setelah itu diulasi dengan
triamsinolone acetonid 0,1%. Pasien diberi resep Chlorhexidine obat kumur 3X sehari,
multivitamin syrup 1X1 sendok teh dan dianjurkan minum susu yang mengandung tinggi protein
dan tinggi kalori. Pasien disarankan untuk kontrol 5 hari lagi. Kunjungan kedua (9 Desember
2008), lima hari kemudian pasien datang untuk kontrol. Dari hasil anamnesis diketahui pasien
sudah tidak merasa sakit lagi tapi gusi belakang bawah kanan masih terasa mengganjal. Pasien
mematuhi anjuran terapi tetapi untuk susu yang tinggi protein tinggi kalori tidak dibeli, pasien
tetap minum susu yang diminum sehari-hari. Nafsu makan pasien normal. Pada pemeriksaan
ekstraoral tidak terdapat kelainan, demam sudah tidak ada lagi. Pada pemeriksaan intraoral terlihat
pada gingiva bawah kanan regio gigi molar satu permanen terdapat ulser dengan diameter lebih
kurang 3 mm, dikelilingi daerah eritematous dan oedem pada lokasi yang sama dengan kunjungan
pertama. Pada gingiva rahang atas regio gigi molar satu susu terdapat ulser baru diameter lebih
kurang 1 mm, dikelilingi daerah eritematous. Pada lidah sudah tidak terlihat adanya ulser.
Kemudian lesi pada rongga mulut dibersihkan dengan povidone iodine 10% dan diulasi dengan
triamsinolone acetonid 0,1%. Terapi Chlorhexidine obat kumur 3X sehari, multivitamin syrup 1X1
sendok teh tetap dilanjutkan. Pasien disarankan

untuk kontrol seminggu kemudian.


BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS

4.1 Pengkajian
a. Identitas (Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih
cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau
mempunyai riwayat sariawan pada keluarga.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen
mukosaoral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
2. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk,
intoleransi dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis,
misalnya faringitis, panas dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak ,
kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun
sehingga lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita
penyakit yang sama atau penyakit oral lainnya
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya
stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama
dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Dan
berdasarkan hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang
orang tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.

5. Pengkajian Psikososial
Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat
bermain anak di lingkungan kumuh atau tidak. Kaji juga stres, gaya hidup
(alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan penampilan dari rongga mulut terhadap
body image dan sex.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7. Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12,
mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya
mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan
a. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan
kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang
(energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses
penyembuhan).
b. Penurunan berat badan, biasanya pasien yang menderita stomatitis
mengalami penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.
c. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan dan Pola manajemen
orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak kunjung sembuh,
namun keluarga psien tidak mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan
zat besi serta pola makan yang buruk
3. Pola eliminasi
pasien tidak mengalami gangguan eliminasi miksi dan defekasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
dalam melakukan aktivitas, pasien biasanya mengalami gangguan akibat nyeri yang di rasa
sehingga pasien akan rewel.

5. Pola istirahat dan tidur


pasien mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan.
6. Pola persepsi dan kognitif
pasien merasa lebih tengan apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang peduli pada
kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7. Pola konsep diri
pasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapat berbicara dengan jelas
akibat adanya ulserasi lokal.
8. Pola peran dan hubungan
hubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidak kooperatif, pasien lebih banyak
menangis dan rewel.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
pasien tidak mengalami kelainan apapun.
10. Pola keyakinan dan nilai
keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.

d. Pemeriksaan fisik
1. TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, skala nyeri)
2. Bibir
Dimulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan, hidrasi, warna,tekstur,
simetrisitas dan adanya ulserasi atau fisura
3. Gusi
Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, retraksi, dan perubahanwarna.
4. Lidah
Dorsal (punggung) di inspeksi untuk tekstur, warna dan lesi.
5. Rongga Mulut
Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada bagian
mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di langit-langit.

4.2 Diagnosis Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan serabut saraf sekunder dari respons inflamasi local.
b. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan tidak efektif higienis oral sekunder nyeri.
c. Resiko kekambungan berhubungan tidak adekuat cara penangannya ketidaktahuan
predisposisi penyebab
4.3 Rencana Keperawatan

Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan tidak efektifnya higiensi oral
sekunder nyeri.
- Tujuan: Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
- kriteria hasil: Pasien mampu mendemonstrasikan cara atau teknik dalam meningkatkan
kondisi membrane mukosa.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang cara Tingkat pengetahan dipengaruhi oleh kondisi
dan teknik peningkatan kondisi membrane sosial ekonomi pasien. Perwat menggunakan
mukosa. pendekatan yang sesuai dengan kondisi
individu pasien. Dengan mengetahui tingkat
pengetahuan tersebut, peraat dapat lebih
terarah dalam memberikan pendidikan yang
sesuai0 dengan pengetahuan pasien secara
efisien dan efektif.

Anjurkan pemakaian obat kumur. Pemakaian obat kumur antibakteri untuk


mengurangi pertumbuhan bakteri dalam mulut
misalnya obat kumur yang mengandung
chlorhexidine. Lakukan konsultasi terlebih
dahulu dengan dokter gigi anda dalam
penggunaan obat kumur tersebut.

Instruksikan untuk berhenti merokok Para perokok mempunyai resiko yang besar
untuk perkembangan gangguan atau penyakit
pada gigi dan peridental menjadi lebih parah
dibandingkan dengan bukan perokok

Anjurkan untuk melakukan kunjungan secara Kontrol setiap 5 bulan sekali untuk kontrol
teratur ke dokter gigi. rutin dan pembersihan dapat meningkatkan
kebersihan mukosa.
Intervensi kolaboratif Antibiotik biasanya diberikan untuk
Pemberian antibiotic menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan
dibawahnya.

Nyeri berhubungan dengan sensivitas saraf gigi sekunder dari inflmasi local, kerusakan
jaringan saraf gigi.
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan tingkat nyeri atau nyeri teradaptis.
Kriteria evaluasi:
pasien menyatakan nyeri berkurang atau teradaptasi.
Secara umum pasien terlihat rileks dan tanda ketidaknyamanan pada gigi dan gusi tidak
direfleksikan.

Kaji nyeri dengan pendekatanporst Untuk menentukan intervensi yang sesuai


secara individual.
Kaji kemampuan kontrol nyeri pasien Banyak faktor fisiologi motivasi afektif,
kognitif dan emosional mempengaruhi
persepsi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
Istirahat pasien kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
pada saat nyeri muncul. Meningkatkan intake oksigen sehingga akan
Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri. menunaikannya sekunder dari semua pada area
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab mulut.
nyeri dan mengubungkan berapa lama yang Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
akan berlangsung. menurunkan stimulus internal.
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
mengurangi nyerinya dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik membidi lintasan nyeri sehingga
analgetik. akan berkurang.

Resiko kekambuhan berhubungan dengan adekuat cara penangan, ketidaktahuan


predisposisi penyebab.
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurun resiko kekambuhan.
Kriteria evaluasi.
- Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
- Pasien termotivasi untuk melaksanakan anjuran yang telah diberikan
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang cara Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi
dan teknik peningkatan kondisi gangguan gigi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan
dan gusi. pendekatan yang sesuai dengan kondisi
individua pasien. Dengan mengetahui tingkat
pengetahuan tersebut perawat dapat lebih
tearah dalam memberikan pendidikan yang
sesuai dengan pengetahuan pasien secara
efisien dan efektif.
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan Keluarga terdekat dengan pasien perlu
informasi. dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk
menurunkan resiko misioterapi terhadap
informasi yang diberikan.
Beri informasi tentang perawatan muksa mulut Perawat mengajurkan agar pasien melakukan
dan gigi sikat gigi dua kali sehari pada hari setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur.
Beri informasi tentang diet dan nutrisi yang Informasi tentang jenis dan cara penggunaan
sesuai dengan kondisi individu. diet serta nutrisi untuk menurunkan resiko
gangguan yang berulang.
Beri penjelasan tentang cara, dosis, dan waktu Dengan mempraktikan teknik pemakaian obat
pemakaian obat-obatan yang telah diresepkan. yang benar akan meningkatkan keberhasilan
dalam terapi stomatis.

Anjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang Menurunkan resiko terjadinya stomatitis yang
kondisi stomatis tidak sembuh setelah selesai bersifat rekuren.
menghabiskan obat.

4.4 Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan setelah mendapat intervensi adalah sebagai berikut:

a. Terjadi penurunan respon nyeri.


b. Terjadi peningkatan membrane mukosa oral.
c. Penurunan resiko kekambuhan penyakit.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sariawan atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut,biasanya
berupa bercak putih kekuningan.Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun
berkelompok.Sariawan juga dapat menyerang selaput lender pipi bagian dalam,bibir
bagian dalam,lidah,gusi,serta langit-langit dalam rongga mulut.meskipun tidak tergolong
berbahaya ternyata sariawan sangat mengganggu.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Stomatitis dilakukan dengan ujuan
membantu mengembalikan fungsi mukosa pada mulut dalam keadaan normal.Selain itu
perhatian terhadap kebutuhan nutrisi juga tetap dibutuhkan untuk mencegah
berkembangnya penyakit lain akibat intake nutrisi yang tidak adekuat.

5.2 Saran

Bagi perawat dan keluarga, diharapkan memperhatikan setiap penyakit yang di


derita.oleh karena itu, setiap perubahan baik itu dari perubahan dalam mukosa mulut atau
rasa yang kurang nyaman akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari pasien. Karenanya
dibutuhkan perhatian lebih bagi penderita Stomatitis ini.

DAFTAR PUSTAKA

Inayah, Lin. 2004. Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 1. Salemba Medika : Jakarta
Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
MedikalBedah. Salemba Medika : Jakarta.

Kapita selekta kedokteran,, jilid 1, media Aesculapius FKUI 1999

http://www.fkuii.org

http://www.geocities.com

http://www.kosmojaya.com

http://www.republika.co.id

You might also like