You are on page 1of 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi, salah satunya

yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan saluran cerna bagian atas

memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran

cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran

cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selama 50 tahun

terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan

bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan

meningkatnya kondisi komorbid.1

Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan keadaan

yang diakibatkan oleh perdarahan saluran makan bagian atas (upper gastrointestinal

tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang

menimbulkan 8% - 14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam

tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan

klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan.1

Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak

sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptur varises esophagus merupakan penyebab

tersering yaitu sekitar 50%-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25%-30%, tukak

peptik sekitar 10%-15% dan karena sebab lainnya <5%. Kecenderungan saat ini

menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati

urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) yang

datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. 2

1
Menurut Ari F. Syam (2005) dalam penelitiannya di RSCM Jakarta menyebutkan

bahwa kebanyakan penderita perdarahan saluran makan bahagian atas disebabkan oleh

varises esophagus sekitar (33,5%). Tingginya angka penderita varises esophagus

dikarenakan adanya hubungan antara varises esophagus dengan munculnya penyakit

sirosis hati di Indonesia.3

Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian

akibat perdarahan saluran makan bagian atas berkisar 26%. Insiden PSCBA dua kali lebih

sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh tingkatan usia ; tetapi jumlah angka

kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat pada usia yang

lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.2,4

1.2 TUJUAN

A. Tujuan Umum

Untuk melengkapi persyaratan tugas dokter internship di RSUD Pandan Tapanuli

Tengah.

B. Tujuan Khusus

Memberikan penjelasan tentang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCBA)

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Gambar 2.1 Anatomi saluran cerna

A. Mulut

1. Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Fungsi rongga mulut:

Mengerjakan pencernaan pertama dengan jalan mengunyah

Untuk berbicara

Bila perlu, digunakan untuk bernafas.

2. Pipi dan bibir

Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan bicara,

disebelah luar pipi dan bibir diselimuti oleh kulit dan disebelah dalam diselimuti

oleh selaput lendir (mukosa).

3. Gigi

Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu mulai tumbuh

pada umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 tahun jumlahnya 20 buah

dan gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32

buah.

3
Fungsi gigi : gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk

memutuskan makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk

mengunyah makanan yang sudah dipotong-potong.

4. Lidah

Fungsi Lidah :

Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi

Mencampur makanan dengan ludah

Untuk berbicara

Untuk mengecap manis, asin dan pahit

Untuk merasakan dingin dan panas. Bagian lidah yang berperan dalam

mengecap rasa makanan adalah papilla. Papilla ini merupakan bentukan

dari saraf-saraf sensorik (penerima rangsang).6

5. Kelenjar ludah

Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga diantara

otot pengunyah dengan kulit pipi. Cairan ludah hasil sekresinya

dikeluarkan melalui duktus stesen kedalam rongga mulut melalui satu

lubang dihadapannya gigi molar kedua atas. Saliva yang disekresikan

sebanyak 25-35 %.

Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju lantai

rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5%.

Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping dari

kelenjar sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga mulut belakang

gigi seri pertama. Saliva yang disekresikan sebanyak 60-70 % .

6. Ada 2 jenis pencernaan didalam rongga mulut :

Pencernaan mekanik

4
Pencernaan kimiawi

B. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari

bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kelenjar

limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap

infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.7

C. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan atau esofagus adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang

dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering

jugadisebut esofagus (dari bahasa Yunani : i, oeso membawa, dan

phagus memakan). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang

belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian :

- Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

- Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

- Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

D. Gaster (lambung)

Lambung terletak pada epigastrium dan terdiri dari mukosa, submukosa, lapisan

otot yang tebal, dan serosa. Mukosa ventriculus berlipat-lipat atau rugae. Secara

anatomis ventriculus terbagi atas kardiaka, fundus, korpus, dan pilorus. Sphincter

cardia mengalirkan makanan masuk ke dalam ventriculus dan mencegah refluks isi

ventrikulus memasuki oesophagus kembali. Di bagian pilorus ada sphincter piloricum.

Saat sphincter ini berrelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika

5
berkontraksi sphincter ini mencegah terjadinya aliran balik isi duodenum (bagian usus

halus) ke dalam ventriculus.8

Lapisan epitel mukosa lambung terdiri dari sel mukus tanpa sel goblet.

Kelenjar bervariasi strukturnya sesuai dengan bagiannya. Pada bagian cardiac

kelenjar terutama adalah sel mukus. Pada bagian fundus dan korpus kelenjar

mengandung sel parietal yang mensekresi HCl dan faktor intrinsik, dan chief

cell mensekresi pepsinogen. Bagian pilorus mengandung sel G yang

mensekresi gastrin.

Mukosa lambung dilindungi oleh berbagai mekanisme dari efek erosif asam

lambung. Sel mukosa memiliki permukaan apikal spesifik yang mampu

menahan difusi asam ke dalam sel. Mukus dan HCO3 dapat menetralkan asam

di daerah dekat permukaan sel. Prostaglandin E yang dibentuk dan disekresi

oleh mukosa lambung melindungi lambung dan duodenum dengan merangsang

peningkatan sekresi bikarbonat, mukus lambung, aliran darah mukosa, dan

kecepatan regenarasi sel mukosa. Aliran darah mukosa yang bagus, iskemia

dapat mengurangi ketahanan mukosa.9

Fungsi utama lambung adalah sebagai tempat penampungan makanan,

menyediakan makanan ke duodenum dengan jumlah sedikit secara teratur.

Cairan asam lambung mengandung enzim pepsin yang memecah protein

menjadi pepton dan protease. Asam lambung juga bersifat antibakteri.10

6
Gambar 2.2 Anatomi lambung

E. Usus halus

Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara

lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut

zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang

melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan

yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna

protein, gula dan lemak.

Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar

(M sirkuler), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa (Sebelah

Luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

F. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak

setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua

belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale

dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus duabelas jari merupakan organ

7
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus

dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari

terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum

berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung

melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan

bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter

pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan

megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.11

2.1.1 Suplai darah

Gambar 2.3 Aliran darah

a. Esofagus

Suplai arteri bagian abdominal oeshophagus berasal dari arterial gastrica

sinistra, suatu cabang truncus coeliacus, dan arteria phrenica sinistra. Drainase vena

dari vena submukosa bagian oeshopagus tersebut ke sistem vena porta melalui vena

gastrica sinistra dan ke dalam sistem vena sistemik melalui vena oeshopagealis dan

memasuki vena azygos.

8
b. Lambung

Lambung memiliki banyak suplai arterial yang berasal dari truncus coeliacus

dan percabangannya. Sebagian besar darah disuplai oleh anastomosis yang terbentuk

sepanjang curvatura minor oleh arteria gastrica dextra dan sinistra, dan sepanjang

curvatura major oleh arterial gastro-omentalis dextra dan sinistra. Fundus dan tubuh

atas menerima darah dari arteria gastrica brevis dan posterior.

Vena gastrica sejajar dengan arteri pada posisi dan perjalanannya. Vena

gastrica dextra dan sinistra bermuara kedalam vena porta; vena gatrica brevis dan

vena gastro-omentalis sinistra bermuar ke dalam vena lienalis, yang menyatukan vena

mesenterica superior (SMV) untuk membentuk vena porta. Vena gastro-omentalis

dextra bermuara ke dalam SMV. Vena prepilorik naik pada pilorus ke vena gastrica

dextra. Karena vena tersebut jelas pada orang yang hidup.

Pembuluh darah gastrica menyertai arteri sepanjang curvatura major dan

minor. Pembuluh darah tersebut mendrainase limfa dari permukaan anterior dan

posteriornya ke arah kurvaturanya; di tempat ini terletak nodi lymphatici gastrici dan

gastro-omentales. Pembuluh eferen dari nodus nodus tersebut menyertai arteri besar ke

nodi lymphatici coeliaci.

9
Gambar 2.4 Vena pada gaster, duodenum, dan lien.

c. Duodenum

Arteria duodenum berasal dari truncus coeliacus dan arteria mesenterica

superior. Truncus coeliacus, melalui arteria gastroduodenalis dan cabangnya, arteria

pancreaticoduodenalis, yang memperdarahi duodenum di sebelah proksimal tempat

masuknya ductus biliaris ke dalam bagian desendens duodenum. Arteria mesenterika

superior, melalui cabangnya, arteria pancreaticoduodenalis inferior, memperdarahi

duodenum di sebelah distal tempat masuknya ductus biliaris. Arteria

pancreaticoduodenalis terletak pada lengkeng di antara duodenum dan kaput

pancreatis serta memperdarahi kedua structur tersebut. Anastomosis arteria

pancreaticoduodenalis superior dan inferior, yang terjadi kira-kira setinggi tempat

masuknya ductus biliaris terbentuk di antara arteria coeliacus dan mesenterica

superior. Suatu transisi penting pada suplai darah saluran pencernaan terjadi di sini; di

proksimal, orad (ke arah mulut) yang memanjang ke dan meliputi bagian abdominal

oeshopagus, darah di suplai ke saluran pencernaan oleh truncus coeliacus; di sebelah

distal aborad (menjauh dari mulut) yang memanjang ke flexura coli sinistra, darah di

10
suplai oleh vena mesenterica anterior. Vena vena di abdomen mengikuti arteri dan

bermuara ke dalam vena porta, beberapa secara langsung dan yang lain tidak

langsung, melalui vena lienalis dan mesenterica superior.11

2.2 DEFENISI

Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah perdarahan saluran cerna

proksimal dari ligamentum Treitz. Yang termasuk organ-organ saluran cerna di proximal

Ligamentum Treitz adalah esofagus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal

dari jejunum. Sedangkan perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan

berasal dari sebelah distal dari ligamentum treitz.12

2.3 ETIOLOGI

Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah pecahnya varises

esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss dan

keganasan.12

A. Pecahnya varises esophagus

Esofagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul akibat

sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena

azigos dan hemiazigos dan dibawah diafragma vena esophagus masuk kedalam vena

gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas

dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esophagus

menyebabkan terbentuk varises esofagus (vena varikosa esophagus). Vena yang

melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan bersifat fatal.

11
B. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)

Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,

sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus

disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan tersering

adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi

arteri pankreatikoduodenalis atau arteri gastroduodenalis.

C. Medication-Induced Ulcer

Berbagai macam pengobatan berperan penting dalam perkembangan daripada

penyakit peptic ulcer dan perdarahan saluran cerna bahagian atas akut. Paling sering,

aspirin dan NSAIDs dapat menyebabkan erosi gastroduodenal atau ulcers, khususnya

pada pasien lanjut usia.13

D. Esofagitis

Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis.

Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan

secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfingter esophagus bagian bawah yang

bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam

esophagus yang berlangsung dalam waku yang lama. Sekuele yang terjadi akibat

refluks adalah peradangan, perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur.

E. Sindroma Mallory-Weiss

Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah muntah berat

yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi

mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit dibawah

esofagogastrikum junction.

12
F. Keganasan

Keganasan, misalnya kanker lambung

G. Angiodisplasia

Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada traktus

intestinalis.11

2.4 FAKTOR RESIKO

Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis

PSCBA, diantaranya adalah :

1. Usia

Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada usia

>60 tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan studi retrospektif di Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo terhadap 837 pasien yang memenuhi kriteria perdarahan SCBA

menunjukkan rata-rata usia pasien laki-laki adalah 52,7 15,82 tahun dan rata-rata

usia pasien wanita adalah 54,46 17,6.26 Usia 70 tahun dianggap sebagai faktor

risiko karena terjadi peningkatan frekuensi pemakaian OAINS dan interaksi penyakit

komorbid yang menyebabkan terjadinya berbagai macam komplikasi.

2. Jenis Kelamin

Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di Amerika

Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami perdarahan SCBA

berjenis kelamin laki-laki.Dari penelitian yang sudah dilakukan mayoritas

menggunakan pendekatan epidemiologi dan belum ada penelitian yang secara spesifik

menjelaskan hubungan perdarahan SCBA dengan jenis kelamin.

13
3. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)

Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi pada orang

tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional terhadap individu yang

mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka waktu lama 35% hasil

endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya erosi atau petechiae, dan 5%-

30% menunjukkan adanya ulkus.Jenis-jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah

ibuprofen, naproxen, indomethacin, piroxicam, asam mefenamat, diklofenak.

4. Penggunaan Antiplatelet

Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat menyebabkan faktor

perdarahan naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis subterapi 10 mg per hari masih

dapat menghambat siklooksigenase. Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus

duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada perut dan lambung. Obat

antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan

komplikasi saluran cerna.

5. Merokok

Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko terjadinya ulkus

duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok menghambat proses

penyembuhan ulkus, memicu kekambuhan, dan meningkatkan risiko komplikasi.

6. Alkohol

14
Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan mukosa lambung

terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan

perdarahan pada mukosa.

7. Riwayat Gastritis

Riwayat Gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada kelompok

ini diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanya gangguan

dalam mekanisme pertahanan mukosa dan proses penyembuhan.

8. Diabetes mellitus (DM)

Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan penyakit komorbid yang

sering ditemui dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum

ada penelitian yang menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA

yang disebabkan oleh diabetes mellitus.

9. Infeksi bakteri Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang hidup

dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Beberapa penelitian

di Amerika Serikat menunjukkan tingkat infeksi H.pylori <75% pada pasien ulkus

duodenum. Dari hasil penelitian di New York 61% dari ulkus duodenum dan 63% dari

ulkus gaster disebabkan oleh infeksi H.pylori.

10. Chronic Kidney Disease

Patogenesis perdarahan saluran cerna pada chronic kidney disease masih belum jelas,

diduga faktor yang berperan antara lain efek uremia terhadap mukosa saluran cerna,

15
disfungsi trombosit akibat uremia, hipergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan

antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialysis.

11. Hipertensi

Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah terkena jejas. Selain itu

hipertensi memperparah artherosklerosis karena plak mudah melekat sehingga pada

penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obat antiplatelet.

12. Chronic Heart Failure

Penelitian yang ada mengatakan bahwa chronic heart failure dapat meningkatkan

faktor risiko perdarahan SCBA sebanyak 2 kali lipat.2

2.5 PATOGENESIS

Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam proses

pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa mekanisme telah

terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica

membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel makanan yang besar menempel

secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa juga mendasari pembentukan

lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang melindungi mukosa dari paparan

langsung asam lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai sekresi ion bikarbonat sel-

sel epitel permukaan. Suplai vaskular ke mukosa gaster selain menghantarkan oksigen,

bikarbonat, dan nutrisi juga berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina

propia. Gastritis akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya destruksi mekanisme-

mekanisme protektif tersebut.

Pada orang yang lanjut usia pembentukan musin berkurang sehingga rentan

terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS dan obat antiplatelet dapat

16
mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh prostaglanding

dan mengurangi sel bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa

gaster. Infeksi Helicobacter pylori yang predominan diantrum akan meningkatkan sekresi

asam lambung dengan konseksuensi terjadi tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan

menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan sekresi

lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi alkohol yang

berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam dan isi minuman beralkohol selain alkohol

juga merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan perlukaan mukosa saluran saluran

cerna. Penggunaan zat-zat penghambat mitosis pada terapi radiasi dan kemoterapi

menyebabkan kerusakan mukosa menyeluruh karena hilangnya kemampuan regenerasi

sel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan salah satu

penyakit komorbid pada perdarahan SCBA dan menjadi faktor resiko perdarahan SCBA.

Pada pasien DM terjadi perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan

prostasiklin yang berfungsi mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah terjadi

perdarahan.

Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum. Merokok merupakan

salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum. Merokok memicu kekambuhan,

menghambat proses penyembuhan dan respon terapi sehingga memperparah komplikasi

ulkus kearah perforasi.

2.6 GAMBARAN KLINIK

Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah adanya hematemesis (muntah darah

segar dan atau disertai hematin/hitam) yang kemudian dilanjutkan dengan timbulnya

melena. Hal ini terutama pada kasus dengan sumber perdarahan di esofagus dan gaster.

17
Sumber perdarahan di duodenum relatif lebih sering bermanifestasi dalam bentuk melena

atau tidak jarang dalam bentuk hematochezia.

Hal ini banyak dipengaruhi oleh jumlah darah yang keluar persatuan waktu dan

fungsi pilorus. Terkumpulnya darah dalam volume banyak dalam waktu singkat akan

menimbulkan refleks muntah sebelum komponen darah tersebut bercampur dengan asam

lambung (sehingga muntah darah segar). Hal ini berbeda dengan perdarahan yang

memberi kesempatan darah yang keluar terpapar lengklap dengan asam lambung sehingga

membentuk hematin hitam. Perdarahan yang masif, terutama yang berasal dari duodenum,

kadang tidak terpapar asam lambung dan keluar peranum dalam bentuk darah segar

(hematochezia) atau merah hati (maroon stool).2

Klinis Kemungkinan PSCA Kemungkinan PSCB


Hematemesis Hampir pasti Jarang
Melena Sangat Mungkin Mungkin
Hematoschizia Mungkin Sangat mungkin
Blood streak stool Jarang Hampir pasti
Darah samar feses Mungkin Mungkin
Aspirasi nasogastrik Berdarah Normal
Rasio BUN:creatinin >35 <35
Peristaltik Meningkat Normal

Tabel 1. Perbedaan PSCA dan PSCB

Beberapa hal perlu diingat :

Bila didahului riwayat muntah-muntah / hiperemesis, hematemesis yang terjadi

mungkin disebabkan oleh robekan Mallory-Weiss

Preparat yang mengandung bismuth dan besi, charcoal bisa menyebabkan feses

berwarna hitam seperti melena. Namun pada melena berbau khas. Melena terjadi bila

perdarahan lebih dari 50-100 cc. Dan lama kontak darah dengan asam lambung

moderat. Untuk memastikan lakukan colok dubur

Warna feses bercampur darah tergantung waktu transit; waktu transit yang cepat dari

saluran cerna bagian atas menyebabkan hematoschizia, bila perdarahannya cepat

18
dengan jumlah >1000 cc disertai gangguan hemodinamik. Sebaliknya PSCB dengan

waktu transit lambat menyebabkan feses berwarna hitam

Nilai normal BUN : Creatinin adalah 20 pada pasien dengan ginjal normal ; bila rasio

>35 kemungkinan PSCA, bila <35 kemungkinan PSCB. Nilai puncak rasio diukur

dalam 24-48 jam setelah perdarahan.

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis perdarahan SCBA dibuat berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik, inspeksi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT), pemeriksaan laboratorium

dan pemeriksaan endoskopi.

a. Anamnesa

Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah:

- waktu terjadinya perdarahan

- perkiraan darah yang keluar

- riwayat perdarahan sebelumnya

- riwayat perdarahan dalam keluarga

- ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain

- penggunaan obat-obatan terutama anti inflamasi non steroid, penggunaan obat

antiplatelet

- kebiasaan minum alkohol

- kemungkinan adanya penyakit hati kronik, diabetes mellitus, demam tifoid,

gagal ginjal, hipertensi dan riwayat transfusi sebelumnya

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan tekanan darah sederhana dapat memperkirakan seberapa banyak

pasien kehilangan darah yang akan mangakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil,

dengan tanda-tanda sebagai berikut :

19
Hipotensi (<90/60 mmHg atau Mean arterial presure (MAP) <70 mmHg

dengan frekuensi nadi >100/menit.

Tekanan diastolik ortostatik turun >10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg.

Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15x/menit.

Akral dingin

Kesadaran menurun

Anuria atau oliguria (produksi urin <30 ml/jam)

c. Inspeksi dengan nasogastric tube (NGT)

Pemasangan NGT dan inspeksi aspirat dapat digunakan pada penilaian awal

kasus. Aspirat warna merah terang, pasien memerlukan pemeriksaan endoskopi segera

baik untuk evaluasi maupun perawatan intensif. Jika cairan aspirat berwarna seperti

kopi, maka diperlukan rawat inap dan pemeriksaan dalam 24 jam pertama. Meskipun

demikian aspirat normal tidak dapat menyingkirkan perdarahan SCBA. Studi

melaporkan 15% kasus perdarahan SCBA pemeriksaan NGT normal tetapi terdapat

lesi dengan resiko tinggi perdarahan pada endoskopi.

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai kadar

hemoglobin, fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan dengan

status haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan hematokrit dilakukan

secara serial (setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi secara lebih

tepat serta untuk memantau lajunya proses perdarahan.

e. Endoskopi diagnostik

Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis. Waktu yang

paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi tergantung pada derajat berat dan dugaan

20
sumber perdarahan. Pasien dengan perdarahan yang terus berlangsung, gagal

dihentikan dengan terapi suportif membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini (urgent

endoscopy) untuk diagnosis dan terapi melalui teknik endoskopi.Tujuan pemeriksaan

endoskopi selain menemukan penyebab serta asal perdarahan, juga untuk menentukan

aktivitas perdarahan.12

Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Tukak Peptik Menurut Forest12

Aktivitas perdarahan Kriteria Endoskopis


Forest Ia Perdarahan aktif Perdarahan arteri

menyembur
Forest Ib Perdarahan aktif Perdarahan merembes
Forest II Perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada

masih terdapat sisa sisa dasar tukak atau terlihat

perdarahan pembuluh darah


Forest III Perdarahan berhenti Lesi tanpa tanda sisa

tanpa sisa perdarahan perdarahan

2.8 TERAPI

1. Stabilisasi Hemodinamik

21
a. Jaga patensi jalan napas

b. Suplementasi oksigen

c. Akses intravena 2 line dengan jarum besar, pemberian cairan Normal Saline

atau Ringer Lactat

d. Evaluasi laboratorium : waktu koagulasi, Hb, Ht, serum elektrolit, fungsi hati,

ratio blood urea nitrogen : serum kreatin

e. Pertimbangkan transfusi Packed Red Cell (PRC) apabila kehilangan darah

sirkulasi > 30% atau Ht <18 (atau menurun 6%) sampai target Ht 20-25% pada

dewasa muda atau 30% pada dewasa tua.

f. Pertimbangkan transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) atau trombosit apabila

INR>1,5 atau trombositopenia.

g. Pertimbangkan Intensive Care Unit apabila :

Pasien dalam keadaan syok

Perdarahan aktif yang berlanjut

Pasien dengan penyakit komorbid serius, yang membutuhkan transfusi

darah multipel, atau dengan akut abdomen.

2. Non-Endoskopi

- Kumbah lambung

Kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini

diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik,

namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.

Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi

dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan.

- Pemberian vitamin-K

22
Pemberian vit-K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami PSCBA

diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan

relatif murah.

- Vasopressin

Vasopressin dapat menghentikan PSCBA lewat efek vasokonstriksi pembuluh

darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun.

Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung vasopressin murni

dan preparat pituitary gland yang mengandung vasopressin dan oxcytocin.

Pemberian vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50

unit dalam 100 ml dekstrose 5 %, diberikan 0,5 1 mg/menit/iv selama 20-60

menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan

per infus 0,1-0,5 U/menit.

- Somatostatin dan analognya (octreotide)

Diketahui dapat menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif

dibanding vasopressin. Dosis pemberian somastatin,diawali dengan bolus 250

mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai

perdarahan berhenti. Oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25

mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.

- Obat-obatan golongan anti sekresi asam

Yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang karena tukak

peptik ialah inhibitor pompa proton dosis tinggi.

Diawali bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8

mg/kgBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20%

sedangkan yang diberi omeprazole hanya 4,2 %.

23
Antasida, sukralfat dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk tujuan

penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

- Penggunaan balon tamponade

Untuk menghentikan perdarahan varises esofagus. Yang paling populer adalah

Sengstaken-Blakemore tube (SB-tube) yang mempunyai tiga pipa serta dua balon

masing-masing untuk esofagus dan lambung.12

3. Endoskopis

Ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah

yang tampak. Metode terapinya meliputi :

- Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe).

- Noncontact thermal (laser).

- Nonthermal (misalnya : suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol, cyanoacrylate,

atau pemakaian klip).

Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perdarahan bisa mencapai di atas

95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-

20%.12

4. Terapi Radiologi

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan

belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan

pembedahan sangat beresiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan

penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi

dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS

(Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt).12

5. Pembedahan

24
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi dan

radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim

multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan PSBA untuk menentukan waktu

yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.12

2.9 KOMPLIKASI

Syok hipovolemik, pneumonia aspirasi, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal,

koma hepatikum, anemia karena perdarahan. Kehilangan darah dari saluran cerna secara

samar dapat ditolerir dengan baik oleh pasien muda namun pada usia lanjut atau pasien

dengan masalah kardiovaskular keadaan ini dapat memperburuk penyakit dasarnya karena

turunnya kemampuan distribusi oksigen ke organ vital.

2.10 RUJUKAN

Kompetensi dokter umum dalam masalah PSCA adalah pengkajian awal dan

juga resusitasi awal dalam mengontrol tanda-tanda vital tetap stabil. Selanjutnya

dokter umum dapat merujuk pasien PSCA untuk mendapatkan terapi lanjutan berupa

transfusi dan juga tindakan-tindakan operatif lainnya. Selanjutnya dokter umum

bertugas untuk follow up perdarahan dan etiologi penyebab. Sebagian besar pasien

umumnya pulang pada hari 1-4 perawatan. Adanya perdarahan ulang atau komorbid

sering memperpanjang masa perawatan. Apabila tidak ada komplikasi, perdarahan

telah berhenti dan hemodinamik stabil serta resiko perdarahan ulang rendah, pasien

dapat dipulangkan. Pasien biasanya pulang dalam keadaan anemis, karena itu selain

obat untuk mencegah perdarahan ulang perlu ditambahkan preparat Fe.

2.11 PROGNOSIS

25
Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis pemberita seperti faktor umur,

kadar hemoglobin (Hb), tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Banyak

penelitian menunjukkan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran

makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar hemoglobin (Hb) waktu dirawat, terjadi

atau tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus dan encepalopathy.14

Prognosis cukup baik apabila dilakukan penangan yang tepat. Mengingat

tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran makan

bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif.

BAB III

26
KESIMPULAN

Tujuan utama pengelolahan perdarahan sa;uran cerna bagian atas adalah stabilisasi

hemodinamik, menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan berulang dan menurunkan

mortalitas. Langkah-langkah Praktis pengelolahan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

(PSCBA ) :

1. Pemeriksaan Awal, Penekanan pada evaluasi hemodinamik.

2. Resusitasi untuk stabilisasi hemodinamik.

3. Melanjutkan pemeriksaan fisik atau pemeriksaan yang lain.

4. Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah.

5. Menegakkan diagnosa pasti.

6. Terapi untuk menghentikan perdarahan.

Pemeriksaan endoskopi merupakan cara terpilih untuk menegakkan diagnosis

penyebab perdarahan dan sekaligus untuk melakukan hemostasis. Manfaat terapi medis

tergantung jenis kelainan yang menjadi penyebab perdarahan.

BAB IV

27
LAPORAN KASUS

3.1. Anamnesis

Identitas Pribadi

Nama : Ny. DM

Jenis Kelamin : Wanita

Usia : 56 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Alamat : Tukka

Tanggal Masuk : 18/01/17

Tanggal Keluar : 23/01/17

3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan Utama : BAB Hitam


Telaah : OS datang ke RSUD Pandan dengan keluhan BAB hitam sejak 4

hari SMRS dan memberat 1 hari ini. BAB seperti Ter, frekuensi 2-3

x/hari, konsistensi lembek. Os juga mengalami mual (+) disertai

muntah (+), frekuensi 2-3 x/hari. Os muntah setiap kali makan dan

minum. Riwayat muntah darah disangkal. Os juga mengeluhkan

nyeri ulu hati 3 bulan ini, nyeri bersifat hilang timbul. Penurunan

nafsu makan (+), penurunan BB (+). Os juga mengaku sudah lama

mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit karena keluhan nyeri lutut

dan nyeri pinggangnya. OS juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi

28
rokok 1 bungkus perhari 30 tahun ini. Riwayat hipertensi (+),

riwayat stroke (+).

RPT : Hipertensi : (+)

Diabetes Melitus : (-)

Cerebrovaskular Disease : (+), Stroke iskemik

RPO : Aptor, Natrium diklofenak

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Presens

Keadaan Umum : Lemah

Sensorium : Compos mentis

TD : 130/90 mmHg

HR : 84x/i

RR : 22 x/i

Temp : 36,5 C

3.4. Status Lokalisata

29
a. Kepala : Normochepali
Rambut : Hitam, distribusi merata dan tidak mudah di cabut
Mata : Anemis (+/+), ikterik (-/-), cekung (-/-), pupil isokor (-/-), Refleks

cahaya (+/+).
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), sisi kanan dan kiri simetris, secret (-)
Telinga: Serumen (-)
Mulut : Mukosa kering (-), pucat (+)
b. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-)

c. Thorax

PARU

Inspeksi : Bentuk simetris fusiformis, retraksi sela iga (-), pergerakan

dada simetris saat bernafas.

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, tidak ada masa, nyeri tekan (-),

pelebaran sela iga (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikular, st : -

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial garis midclavicularis

sinistra, tidak teraba thrill.

30
Perkusi : batas jantung atas di ICS 2 garis parasternal sinistra, batas

jantung kiri di ICS 5,1 cm medial dari garis midclavicularis

sinistra, batas jantung kanan di ICS 3,4,5 garis sternalis kanan.

Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada splitting, tidak ada

murmur, tidak ada gallop

d. Abdomen

Inspeksi : Simetris, tidak terdapat distensi dan vena kolateral

Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium (+), H/L/R tidak teraba, turgor

kembali cepat

Perkusi : Timpani diseluruh lapangan abdomen

Auskultasi : Bising usus ( + ) normal

e. Ekstremitas

Superior : edema (-), pucat (+)

Inferior : edema (-), pucat (+)

f. Genitalia

Rectal Touche

Perineum : Normal

Sphingter Ani : Ketat

31
Mukosa rekti : Licin

Ampula rekti : Kolaps (-)

Sarung : Feses (+), Hitam seperti ter

3.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah

18 Januari 2017

Darah rutin

HGB : 7,6 gr/dl MCV : 86,0 FL

RBC : 2.570.000 mm3 MCH : 30,4 Pg

WBC : 4.800 mm3 MCHC : 35.3 g/dl

HCT : 22,1 % RDW : 19,3%

PLT : 489.000 mm3 MPV : 8.3 FL

Waktu Pembekuan : 341

Waktu Perdarahan : 134

Glukosa Sewaktu : 95 mg/dl

Glukosa Puasa : 86 mg/dl

Elektrolit

Natrium : 127 mmol/L

32
Kalium : 3.0 mmol/L

Chlorida : 103 mmol

19 Januari 2017

Fungsi Hati

SGOT : 22 U/L

SGPT : 38 U/L

Fungsi Ginjal

Ureum : 22 mg/dl

Creatinin : 0,7 mg/dl

20 Januari 2017

Elektrolit (Setelah pemberian Nacl 3%)

Natrium : 132 mmol/L

Kalium : 3,0 mmol/l

Chlorida : 113 mmol/L

22 Januari 2017 (Post Transfusi 1 bag PRC)

HGB : 8,1 gr/dl MCV : 82,0 FL

RBC : 2.600.000 mm3 MCH : 29,1 Pg

WBC : 3.700 mm3 MCHC : 34,8 g/dl

33
HCT : 23,1 % RDW : 17,6%

PLT : 360.000 mm3 MPV : 8.8 FL

3.6. Diagnosis Banding

1. PSMBA ec dd Gastritis Erosiva + Anemia ec Perdarahan + Hiponatremia +

Hipokalemia
2. PSMBA ec dd Stress Ulcer + Anemia ec Perdarahan + Hiponatremia +

Hipokalemia
3. PSMBA ec dd Ulkus Peptikum + Anemia ec Perdarahan + Hiponatremia +

Hipokalemia

3.7. Diagnosa Kerja

PSMBA ec Gastritis Erosiva + Anemia ec Perdarahan + Hiponatremia +

Hipokalemia

3.8. Penatalaksanaan

Tirah baring
Diet MII
Pasang NGT Pasien Menolak
RL COR 1 flash 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv
Inj. Omeprazol 80 mg bolus 40 mg/12 jam/iv
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam/iv

3.9. Prognosa

Quo ad vitam : dubia at bonam

Quo ad functionam : dubia at bonam

34
Quo ad sanactionam : dubia at bonam

STATUS FOLLOW UP PASIEN

Tanggal S O A P
19/01/17 BAB hitam TD : 130/90 PSMBA ec ^IVFD Nacl 3% 18

(+), nyeri ulu mmHg Gastritis Erosiva gtt/i makro

hati (+), HR : 84 x/i + Anemia ec ^Inj. Ceftriaxone 1

nafsu makan RR : 22 x/i Perdarahan + gr/12j/iv

menurun (+), T : 36,50c Hiponatremia + ^Inj. asam

lemas (+) Konj. Anemis Hipokalemia traneksamat 500

(+/+) mg/8j/iv

Nyeri tekan ^Inj. Omeprazole

Epigastrium (+) 40 mg/12j/iv

^KSR 1x1

^Sucralfat syr 3 x

35
C1
20/01/17 BAB hitam TD : 130/100 PSMBA ec ^IVFD RL 20 gtt/i

(+), nyeri ulu mmHg Gastritis Erosiva ^Inj. Ceftriaxone 1

hati (+) HR : 76 x/i + Anemia ec gr/12j/iv

RR : 20 x/i Perdarahan + ^Inj. asam

T : 360c Hiponatremia + traneksamat 500

Konj. Anemis Hipokalemia mg/8j/iv

(+/+) ^Inj. Omeprazole

Nyeri tekan 40 mg/12j/iv

Epigastrium (+) ^KSR 1x1

^Sucralfat syr 3xC1

Rencana transfusi

PRC 1 bag :

premedikasi inj.

Furosemid 1 amp
21/01/17 BAB hitam TD : 140/80 PSMBA ec ^IVFD RL 20 gtt/i

(-), nyeri ulu mmHg Gastritis Erosiva ^Inj. Ceftriaxone 1

hati (+) HR : 82 x/i + Anemia ec gr/12j/iv

RR : 20 x/i Perdarahan + ^Inj. asam

T : 360c Hiponatremia + traneksamat 500

Konj. Anemis Hipokalemia mg/8j/iv

(+/+), Nyeri ^Inj. Omeprazole

tekan 40 mg/12j/iv

Epigastrium (+) ^KSR 1x1

^Sucralfat syr 3 x

C1
22/01/17 BAB hitam TD : 120/80 PSMBA ec ^IVFD RL 20 gtt/i

36
(-), nyeri ulu mmHg gastritis erosiva + ^Inj. Ceftriaxone 1

hati (+) HR : 82 x/i anemia ec gr/12j/iv

RR : 20 x/i penyakit kronis ^Inj. Omeprazole

T : 360c 40 mg/12j/iv

Konj. Anemis ^KSR 1x1

(+/+),Nyeri ^Sucralfat syr 3 x

tekan C1

Epigastrium (+)

23/01/17 BAB hitam TD : 120/80 PSMBA ec PBJ :

(-), nyeri ulu mmHg gastritis erosiva + ^Omeprazol 2x20

hati (+) HR : 84 x/i anemia ec mg

RR : 22 x/i penyakit kronis ^KSR 1x1

T : 36,60C ^Sucralfat syr 3 x

Konj. Anemis C1

(+/+)

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Davey P, 2006. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta:

Erlangga. Hlm 36 7

2. Djumhana A, 2011. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas.

http//pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna

_bagian_atas.pdf. [Diakses pada tanggal 5 agustus 2015]Hastings

3. Ari Syam. F, 2005. Uninvestigated Dyspepsia Versus Investigated Dyspepsia. The

Journal of Internal Medicine, Jakarta

4. GE, 2005. Hematemesis&Melena.http://wichita.kumc.edu/hastings /hematemesis.pdf.

[Diaksespadatanggal 5 agustus 2015]

5. De Franchis R. Evolving Consensus in Portal Hypertension Report of the Baveno IV

Consensus Workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal hypertension

-Special report. J Hepatology 2005;43:167-176

6. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et al. Teks

Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

7. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC

38
8. Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical Aspect.

Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.

9. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: Merck

Research Laboratories

10. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi KedokteranEd: ke-9. Jakarta: EGC

11. Keith L. Moore. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Ed: ke 5. Jakarta : Erlangga

12. Aru W.Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed: ke 5. Jakarta: Interna

publishing.

13. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Friedman,

S.L., et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2 ed. USA: McGraw-

Hill Companies, 53 67.

14. Astera IWM, Wibawa IDN, 1999. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan Bagian

Atas: dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. Hlm 53-62.

39

You might also like