Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Pada era dewasa ini, menjadi wirausaha merupakan pilihan alternatif bagi para
pencari kerja dalam memenuhi tuntutan hidup. Usaha tersebut bisa diciptakan dalam
bentuk industri rumah tangga (home industry), industri kecil menengah (mikro),
maupun perusahaan dalam skala makro. Namun, minat menjadi wirausaha kerap kali
terbentur dengan masalah modal pengadaan alat, sarana prasarana usaha yang
terbilang tidak kecil ongkosnya.
`Demikian pula sifat konsumtif yang merebak di kalangan masyarakat dalam
memenuhi hajat hidupnya, membuat mereka menempuh beberapa jalan yang
sebenarnya tidak diperkenankan oleh syara, bahkan merugikan mereka di kemudian
hari. Salah satu jalan tersebut adalah financial lease atau yang sering disebut leasing
untuk mendapatkan modal usaha atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan kerja
(seperti membeli mobil, sepeda motor, dsb). Ketika mereka terjebak dalam situasi
yang sulit, sehingga tidak bisa membayar uang cicilan, akhirnya barang/modal yang
semula diharapkan memberi keuntungan malah raib diambil kembali oleh pihak bank/
perusahaan leasing.1
1. Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. IIIT Indonesia, Jakarta,
2003, h. 111
Bank Syariah yang memiliki misi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
ekonomi social, memiliki peran strategis dalam menanggapi permasalahan tersebut.
Dengan berpedoman pada nilai-nilai Islam, Bank Syariah memberikan alternative
terhadap praktik-praktik ekonomi yang dilarang oleh syariat, namun sudah menjadi
budaya dan kebutuhan masyarakat. Salah satunya adalah alternative bank syariah
terhadap transaksi leasing
2
NM. Wahyu Kuncoro, 97 Risiko Transaksi Jual Beli(cet. 1;Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), h.
8
telah disepakati. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1458 KUHPerdata3
yang menyatakan jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera
setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta
harganya, meskipun barang tersebut belum diserahkan dan harganya belum di
bayar. Ini berarti bahwasanya dalam suatu transsaksi jual beli, dengan adanya
kesepakatan antara penjual dan pembeli maka kedua belah pihak terikat satu sama
lain untuk melaksanakan apa yang telah disepakati(asas konsensuil/konsensual).
Berdasarkan ketentuan pasal 1458 KUHPerdara ini pula, penjual atau pembeli tidak
dapat mengingkari pelaksaan yang telah disepakati bersama. Apabila salah satu pihak
berupaya untuk mengingkari kesepakatan, pihak yang lain dapat menuntut pihak yang
mengingkari tersebut untuk melaksanakan kesepakatan tersebut.
Sedangkan pengertian jual beli menurut Islam secra bahasa berarti al-Bai, al-Tijarah
dan mubadalah, sebagaimana Allah. Swt. Berfirman:
)29: (
Mereka mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi (fathir: 29)4
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai
berikut.
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan5
2.
.
3
NM. Wahyu Kuncoro, 97 Risiko Transaksi Jual Beli(cet. 1;Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), h.
9. Dst.
lihat juga penjelasannya dalam KUHPERdata, BAB 5 tentang jual beli(cet. 1;Jakarta:
Visimedia, 2015), h. 374. Dst.
4
Lihat Al quran surat fathir ayat 29
5
Lihat Idris Ahmad, fiqh al-syafiiyah, hlm. 5.
pemilik harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan aturan
syara.6
3. . .
"saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola dengan ijab qabul, dengan
cara yang sesuai dengan syara.7
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli ialah satu perjanjian
tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara
kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya
sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan syara dan disepakati.
Benda dapat mencakup pengertian barang dan uang, sedangkan sifat benda tersebut
harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan
penggunaannya menurut syara. Benda itu ada kalanya bergerak (dipindahkan) dan
adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), ada yang dapat dibagi-bagi, adakalanya
tidak dapat dibagi-bagi, ada harta yang ada perumpamaannya (mitsli) dan tak ada
yang menyerupai (qimi) dan yang lain-lainnya. Penggunaan harta tersebut dibolehkan
sepanjang tidak dilarang syara.
Benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya haram diperjual
belikan sehingga jual beli tersebut dipandang batal dan jika dijadikan harga penukar,
maka jual beli tersebut dianggap fasid.8 Jual beli menurut Malikiyah ada dua macam:
1. Jual beli yang bersifat umum: suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan kenikmatan.
2. Jual beli dalam arti khusus : ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang menpunyai daya tarik,
penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bedanya dapat direalisir dan
6
Lihat Nawawi, 1956: 130.
7
Taqiyudin, kifayat al-akhyat, t.t. hlm. 329.
8
Lihat, Masduki, fiqh Muamalah madiyah,1986:5.
ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada
dihadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-
sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.9
B. pengertian leasing
Berbicara tentang sifat, tanda atau cirri leasing, justeru disinilah letak
kesulitan dalam penguraiannya disebabkan terdapat keruwetan atau complexnya
masalah. Secara umum apabila kita teliti agak mendalam, leasing itu ada kaitannya
dengan bentuk pengaturan keuangan, dengan perjanjian sewa-menyewa, dengan
pemberian kredit, dengan sewa beli, dengan pemberian jasa, juga dilatar belakangi
oleh hukum dan perpajakan, di samping sangkut pautnya masalah ekonomi. Karena
alasan itulah maka saya anjurkan pula, agar memahami pula pengertian tentang: jual-
9
Lihat al-jazari, fiqh Ala Madzahib al-Arbaah, hlm 151.
10
Komar andasasmita, serba-serbi LEASING teori dan praktek, cet.3 (Bandung: ikatan notaris
Indonesia komisariat daerah jawa barat, 1989), h 34 dst.
beli dengan angsuran, jual beli dengan hak beli kembali, sewa-beli dan sewa-
menyewa.
Dari keterangan singkat diatas, pantaslah kiranya, bahwa ditinjau dari segi
hukum kita belum begitu mempunyai pegangan yang mantap, yang cocok dengan
selera kita tentang leasing ini. Yang merupakan pokok persoalan dalam hal ini adalah
hubungan kontrak paling sedikit antara dua pihak yaitu pihak leasor dan pihak
lease, yang menghendaki pemanfaatan obyek lease tanpa menjadi pemilik menurut
hukum (juridisch eigenaar), dengan bentuk dan isi selain daripada berkenaan dengan
ekonomi, juga akibat perpajakan.
Memang memperoleh pemakaian (hak manfaat) atas suatu barang itu leasing
bukan satu-satunya cara. Cara lain itu misalnya sewa-menyewa dan sewa-beli
tersebut. Di sekian banyak keuntungan, hak opsi pembelian merupakan salah satu
segi keuntungan yang menarik bagi kedua belah pihak, di samping urusan perpajakan
dan keuangan(ekonomi). Kiranya dapat di nilai, bahwa dari ketiga aspek tersebut
leasing terdapat di tengah-tengah antara sewa-menyewa dan sewa-beli. dengan
menyesuaikan pada tujuan dan kehendak kedua belah pihak (leasor dan lessee) terang
kiranya, bahwa peraturan hukum yang berlaku bagi perjanjian sewa-menyewa dan
sewa-beli akan berlaku pula untuk kontrak lease. Baik hakim maupun pembentuk
11
Komar andasasmita, serba-serbi., h. 36
undang-undang tentunya akan memperhatikan segi-segi hukum dan fiscal dalam
masalah usaha leasing ini.
Marilah kita perhatikan sifat-sifat atau tanda-tanda lain dari leasing ini.
Mengingat beraneka ragamnya bentuk leasing ini, maka selain dari sifat umum
tersebut, perlu pula kita meneliti sifat-sifat yang berkenaan dengan setiap bentuk
leasing itu.
Di antara tanda-tanda atau cirri lainnya itu dapat dikemukakan sebagai berikut
E. Leasing Syariah
Sewa guna usaha (leasing) pada awalnya di kenal di Amerika Serikat, yaitu
berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Sedangkan dalam ekonomi Islam
istilah yang berkaitan dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah) yang berasal dari
kata al ajru yang berarti al iwadhu (ganti). Untuk memahami lebih lanjut, berikut ini
akan dikemukakan definisi dari penjelasan di atas.
1. Berdasar SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November
1991, sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal baik secara sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
2. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas
barang itu sendiri.15 Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah
merupakan lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan
peralatan (equipment) kepada salah satu nasabahnya berdasar pembebanan biaya yang
sudah ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge). Mekanisme yang dilakukan
di sektor Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:
12
Komar Andasasmita, Serba-serbi., h. 38.
13
Komar Andasasmita, serba-serbi., h. 39.
14
Komar Andasasmita, Serba-serbi., h. 41.
15
M Yazid Afandi, M.Ag.,fiqh MUAMALAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH, Cet. 1(Yogyakarta: Logung Praktika, 2009), hal. 178 dst.
a). Transaksi Ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya
prinsip Ijarah sama saja dengan jual beli. Namun, perbedaan terletak pada obyek
transaksinya, pada Ijarah obyeknya adalah jasa.
b). Pada akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah Muntahiya
Bittamlik(Ijarah dengan waad perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat
tertentu).
c). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan
nasabah.
d). Leasing Ijarah adalah pengadaan barang modal oleh lessor diikuti perpindahan
kepemilikan kepada lessee dengan cara pembelian saham kepemilikan secara
angsuran.
F. Rukun dan Syarat Leasing Syariah
Sebagai suatu transaksi umum, leasing baru dianggap sah apabila telah
memenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun dan syarat leasing adalah:
1. Kedua orang yang berakad telah baligh dan berakal.
2. Adanya kerelaan dari kedua belah pihak untuk melakukan akad.
3. Objek ijarah harus diketahui secara sempurna agar tidak ada perselisihan di
kemudian hari, memiliki manfaat, tidak cacat, dan halal menurut syara.
4. Barang yang disewakan tidak terpaut utang.
5. Objek leasing diserahkan dan dipergunakan secara langsung.
6. Mengenai upah sewa harus jelas.
16
Pasal 2 ayat (1) Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: PER- 03/ BL/2007 tentang Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah
17
Ibid. Pasal 2 ayat (2)
melalui akad kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (hibul ml), di mana hibul ml tersebut membiayai 100% (seratus
perseratus) modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang telah ditentukan
oleh Perusahan Pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan
yang dituangkan dalam akad
20 Pendanaan Mudhrabah Musytarakah diperoleh Perusahaan Pembiayaan
melalui akad kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (hibul ml), dimana hibul ml dan Perusahaan Pembiayaan selaku
pengelola (Mudhrib) turut menyertakan modalnya dalam kerja sama investasi
dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad
21
Pasal 6a Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: PER- 03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
biaya pemeliharaan obyek Ijrah; dan (c) menjamin obyek Ijrah yang
disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik.
Sedangkan penyewa (mustajir) mempunyai hak antara lain meliputi: (a)
menerima obyek Ijrah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan; dan (b)
menggunakan obyek Ijrah yang disewakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan
yang diperjanjikan. Dan kewajiban penyewa (mustajir) antara lain meliputi: (a)
membayar sewa dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan; (b)
mengembalikan obyek Ijrah apabila tidak mampu membayar sewa; (c) menjaga
menggunakan obyek Ijrah sesuai yang diperjanjikan; dan (d) tidak menyewakan
kembali dan atau memindahtangankan obyek Ijrah kepada pihak lain.
Saya akan mengulangi tentang pemaknaan leasing kembali agar semakin jelas
nya pemahaman terhadap leasing itu sendiri. Leasing adalah: perjanjian sewa
menyewa, biasanya objeknya adalah tanah, gedung, peralatan modal, mobil dan lain
sebagainya, selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa berkala, yang
harga sewanya di atas harga sewa biasa; dan umumnya pada akhir masa sewa,
penyewa di berikan opsi untuk memperbaharui akad sewa atau membeli barang sewa
tersebut.22
Akad beli sewa ini pertama kali muncul di inggris, dilatar belakangi oleh
kenyataan yang dihadapi para penjual barang secara kredit, dimana sering terjadi
kredit macet sedangkan kepemilikan barang telah berpindah kepada tangan pembeli
yang sering berakhir dengan kerugian pihak penjual. Untuk mengurangi resiko ini
dibuat sebuah transaksi sewa yang bila penyewa melunasi kewajiban sewanya
kepemilikan barang berpindah berpindah pada penyewa. Karena akad sewa ini
bertujuan untuk kepemilikan barang maka besarnya uang sewa diatas harga sewa
biasa.
Dengan akad sewa beli ini pihak penjual diuntungkan, bila terjadi sewa macet
ia langsung menarik barang tanpa harus mengajukan gugatan ke pengadilan karena
kepemilikan barang masih ditangan nya dan sewa yang dibayar juga di atas harga
sewa biasa.
Akad sewa beli ini juga dipraktikan oleh berbagai lembaga jasa perkreditan di
berbagai Negara Islam, mengingat jasa ini sangat menguntungakn lembaga keuangan.
22
Al Syaikh, ijarah Muntahiyah bittamlik, hal 63.
Mengenai hukum akad ini telah dikeluarkan fatwa dari lembaga fatwa
kerajaan arab Saudi yang berbunyi,
Dewan ulama besar kerajaan Arab Saudi yang bersidang di Riyadh pada
tahun 1999, setelah mempelajari dan mengkaji penelitian-penelitian tentang akad
sewa beli (leasing) memutuskan bahwa akad sewa beli hukumnya tidak di bolehkan
dalam Islam. Dengan alasan sebagai berikut:
b. Harga sewa per tahun atau per bulan, bila di hitung dapat menutupi
harga jual barang, padahal penjual menganggapnya sewa, hal ini
bertujuan agar pembeli(penyewa) tidak dapat menjual ke pihak lain.
Contoh:
Bila harga sebuah barang SR.50,000.00 dan sewa barang perbulan
biasanya hanya SR.1,000.00 (maka dalam akad sewa beli) harga sewanya
menjadi SR.2,000.00 harga sewa ini sengaja di naikkan karena
sesungguhnya dimaksudkan untuk menutupi harga jual barang. Jika
penyewa pada bulan terakhir akad sewa tidak dapat melunasi sewa maka
barang di tarik oleh pemilik barang dan dia tidak akan mengembalikan
selisih harga sewa normal dengan harga sewa pada akad leasing, ini
karena dianggap penyewa telah menggunakan barang sewaan.
23
Nabi melarang menggabungakan dua akad apada satu akad dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah Bahwa nabi melarang dua jual-beli dalam satu jual-beli. (HR Nasai.
Derajat hadis ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani.)
Dalam akad sewa beli ini sangat tampak jelas kedzalimannya.
Setelah akad ini diharamkan oleh Dewan Ulama Besar kerajaan Arab Saudi maka
dalam muktamar Majma Al fiqh Al Islami (divisi fiqih OKI) di riyadh mengeluarkan
keputusan no:110 (4/12) tahun 2000, yang menjelaskan bentuk leasing yang
diharamkan dan dibuat kriteria umum untuk leasing yang dibolehkan oleh syariat.
Bunyi keputusan tersebut,
prinsip leasing yang diharamkan: terdapat dua akad yang berbeda dalam
satu akad terhadap sebuah barang dalam satu jangka waktu.
a. Terdapat dua akad yang terpisah satu dengan lainnya dalam bentuk waktu,
dimana akad jual dilakukan setelah akad sewa berakhir, atau diawal akad
sewa akan tetapi hanya disebutkan janji untuk memindahkan kepemilikan
barang sewaan kepada penyewa setelah akad sewa berakhir.
b. Akad sewa diterapakan sesuai dengan sewa yang dibenarkan syariat dan
bukan sekedar kedok (untuk penjualan secara kredit).
d. Jika barang mesti diasuransikan maka harus dilakukan asuransi yang islami
dan biaya asuransi ditanggung oleh pihak pemilik barang sewaan.
Sewa beli Islami berbeda dengan leasing yang di praktikan oleh lembaga
keuangan konvensional; dimana hukum-hukum jual beli dan sewa diterapkan
sekaligus pada satu barang yang disewakan. Kemudian kepemilikan barang
berpindah kepada penyewa dengan pelunasan angsuran terakhir tanpa akad jual
yang terpisah dari akad sewa.
Adapun pada akad beli sewa islami, hanya hukum Ijarah (sewa) yang diterapkan
pada barang sewaan selama masa akad sewa. Setelah berakhir masa sewa maka
pemindahan kepemilikan barang dilangsungkan berdasarkan akad baru (jual-beli,
janji hibah atau hibah yang dikaitkan dengan pelunasan uang sewa terakhir)25
24
Seperti; bensin dan oli, jiak barang sewa beli berbentuk mobil
25
AAOIFI, Al Maayiir As Syariyyah, hal 122.