You are on page 1of 33

Laporan Kasus Neurologi

INFARK SEREBRI

Pembimbing : dr. Rita Sibarani, M.ked (Neu) Sp,S

Penulis : Rifadiza Alisya


Filzah Chairani
Zakya Radhita Nst
Ayuda Suha
Nahrira Darwis
Anida Mulyana Nst
M. Rizqi Saleh

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI


DOKTER DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT PUTRI HIJAU TK II MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya laporan kasus ini, dengan judul Infark Serebri dapat tersusun dan
terselesaikan tepat pada waktunya.
Terimakasih kami ucapkan kepada dr. Rita Sibarani, M.ked (Neu) Sp,S selaku
pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan
kasus ini.
Pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus Infark Serebri,
mulai dari pengertian hingga penatalaksanaanya pada pasien yang dirawat inap selama
masa kepaniteraan klinik penulis di RS Putri Hijau Tk II Medan, diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam
memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan dalam penulisannya, baik didalam penyusunan kalimat
maupun didalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang
diperoleh penulis serta keterbatasan penulis selaku manusia biasa yang selalu ada
kesalahan. Oleh karena itu, penulisan membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya
tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2017

Penulis
ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan . 1
1.3. Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .. 3


2.1. Defenisi .. 3
2.2. Etiologi dan Faktor Resiko . 3
2.3. Patofisiologi 4
2.4. Manifestasi Klinis ... 6
2.5. Diagnosis 7
2.6. Tatalaksana . 7
2.7. Komplikasi .. 9
2.8. Prognosis ... 10

BAB III LAPORAN KASUS ... 11


3.1. Anamnesis . 11
3.1.1. Identitas Pribadi ... 11
3.1.2. Anamnesa 11
3.1.3. Anamnesis Traktus .. 11
3.1.4. Anamnesis Keluarga ... 12
3.1.5. Anamnesis Sosial 12
3.2. Pemeriksaan Jasmani 12
3.2.1. Pemeriksaan Umum 12
3.2.2. Kepala & Leher .. 12
3.2.3. Rongga Dada & Abdomen . 13
3.2.4. Genitalia . 13
3.3. Status Neurologi .. 13
3.3.1. Sensorium 13
3.3.2. Kranium .. 13
3.3.3. Rangsangan Meningeal ... 13
3.3.4. Peningkatan Tekanan Intrakranial ... 13
3.3.5. Saraf Otak/Nervus Kranialis ... 14
3.3.6. Sistem Motorik 17
3.3.7. Test Sensibilitas 17
3.3.8. Refleks ..... 17
3.3.9. Koordinasi ... 18
3.3.10. Vegetatif 18
3.3.11. Vertebra . 19
3.3.12. Tanda-tanda Perangsangan Radikuler ... 19
3.3.13. Gejala-gejala serebelar ...... 19
iii

3.3.14. Gejala-gejala Ekstrapiramidal ... 19


3.3.15. Fungsi Luhur . 20
3.4. Pemeriksaan Penunjang 20
3.4.1. Laboratorium 20
3.4.2. Radiologi ... 21
3.5. Diagnosis .. 22
3.6. Penatalaksanaan 22
3.7. Follow Up di Ruangan .. 22

BAB IV PEMBAHASAN .. 26

BAB V KESIMPULAN ..... 28

DAFTAR PUSTAKA 29
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infark adalah cedera jaringan lokal atau nekrosis karena kurangnya aliran darah ke
bagian tubuh tertentu, termasuk otak. Infark serebral (infark serebral atau stroke) biasanya
merupakan kejadian iskemik fokal dengan onset akut dan tanda klinis yang asimetris dan
progresif untuk waktu yang singkat.1
Penyebab umum terjadinya infark serebri adalah emboli, aterotrombosis aortokranial,
hipotensi berat dalam waktu yang lama, vasospasme yang disebabkan oleh migren,
ensefalopati hipertensif. Penyebab lain diantaranya arteritis, kompresi otak dengan iskemia
sekunder, oklusi vena atau abnormalitas di dalam darah, namun jarang terjadi. Faktor resiko
terjadinya infark serebri adalah penyakit jantung, hipotensi, dan cardiac arrest.2
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Manifestasi klinis
yang paling umum adalah defisit neurologik yang progresif. Perburukan situasi secara
bertahap terjadi pada sepertiga jumlah penderita, dua pertiga lainnya muncul sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA) yang kemudian berkembang menjadi defisit neurologik
menetap.1
Diagnosis infark serebri ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan pemeriksaan penunjang. Penanganan
penderita infark serebri bergantung pada tahap perkembangannya.3 Komplikasi akut bisa
berupa gangguan neurologis atau nonneurologis.4
Pada laporan kasus ini, akan dibahas sebuah kasus infark serebri yang dialami oleh
seorang pasien di Rumah Sakit Putri Hijau Tingkat II Medan. Berbagai aspek seperti,
definisi, faktor risiko, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa, talaksana dan
prognosis akan dibahas pada laporan kasus ini.

1.1 Tujuan
Laporan kasus ini dibuat untuk membahas definisi, epidemiologi, faktor risiko,
etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnose, diagnose banding, penatalaksanaan
pencegahan dan prognosis kasus infark serebri.
2

1.2 Manfaat
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapa tmemberikan pengetahuan dan
memperjelas tentang definisi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, talaksana, dan prognosis dari infark serebri agar kemudian dapat diterapkan dan
dilaksanakan pada praktiknya di lapangan ketika menghadapi pasien sebagai seorang dokter.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Infark serebri adalah kematian neuron, sel glia dan sistem pembuluh darah yang
disebabkan kekurangan oksigen dan makanan. Kondisi ini dapat disebabkan adanya
penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus atau emboli, sehingga menyebabkan
iskemik atau infark jaringan otak.1
Berdasarkan penyebabnya Infark dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Infark anoksik, disebabkan kekurangan oksigen, walaupun aliran darahnya
normal, misalnya asphyxia
2. Infark hipoglikemik, terjadi bila kadar glukosa darah dibawah batas kritis
untuk waktu yang lama, misalnya koma hipoglikemik
3. Infark iskemik, terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen dan nutrisi2
Infark lakunar adalah kejadian yang mengenai pembuluh darah kecil di dalam
jaringan otak dan seringkali disebabkan oleh penutupan arterotrombotik atau lipohialinotik di
salah satu arteri penetrans kecil di dalam otak (diameter 15 mm). Infark nonlakunar adalah
sumbatan yang berukuran lebih besar (diameter >15 mm) yang disebabkan oleh penutupan
pembuluh darah ukuran sedang dan besar.1
Penyebab kerusakan neuron yang cukup sering dijumpai adalah karena hipoksia.
Tahap awal terjadinya iskemik neuron ditandai dengan terbentuknya mikrovakuolisasi. Tahap
selanjutnya terjadi perubahan sel karena iskemik.2 Iskemik yang sangat parah akan
menyebabkan nekrosis. Proses inilah yang disebut core of infarction.3

2.2. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab umum terjadinya infark serebri adalah emboli, aterotrombosis aortokranial,
hipotensi berat dalam waktu yang lama, vasospasme yang disebabkan oleh migren,
ensefalopati hipertensif. Penyebab lain diantaranya arteritis, kompresi otak dengan iskemia
sekunder, oklusi vena atau abnormalitas di dalam darah, namun jarang terjadi.
Faktor resiko terjadinya infark serebri adalah penyakit jantung, hipotensi, dan cardiac
arrest. Infark serebri dan infark jantung memiliki kesamaan yaitu disebabkan oleh
ateroskelosis. Bila tekanan perfusi menurun maka arteriole serebral akan mengalami dilatasi.
4

Apabila vasodilatasi maksimal, autoregulasi akan terganggu atau berhenti maka aliran darah
otak (ADO) berkurang sejalan dengan tekanan perfusi. Wilayah otak diantara arteri-arteri
serebral besar akan terlebih dahulu mengalami oligemia. Wilayah kematian atau kerusakan
sel-sel otak sebagian akibat dari hipotensi berat dan berkepanjangan ditentukan oleh
keseimbangan antara kerentanan selektif wilayah otak yang terkena dan penerimaan aliran
darah otak.4

2.3. Patofisiologi
Sistem saraf pusat memiliki kebutuhan energy yang sangat tinggi yang hanya dapat
dipenuhi oleh suplai subtract metabolic yang terus menerus dan tidak terputus. Pada keadaan
normal, energi tersebut semata-mata berasal dari metabolisme aerob glukosa. Otak tidak
memiliki persediaan energy untuk digunakan saat terjadi potensi gangguan penghantaran
substrat. Jika tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup, fungsi neuron
akan menurun dalam beberapa detik. Sejumlah energy yang berbeda dibutuhkan agar jaringan
otak tetap hidup (intak secara structural) dan untuk membuatnya tetap berfungsi. Kebutuhan
aliran darah minimal untuk memelihara strukturnya adalah sekitar 5-8 ml per 100 g per menit
(pada jam pertama iskemia). Sebaliknya, kebutuhan aliran darah minimal untuk berlanjutnya
fungsi adalah 20 ml per 100 g per menit. Karena itu, dapat terlihat adanya deficit fungsional
tanpa terjadinya kematian jaringan (infark). Jika aliran darah yang terancam kembali pulih
dengan cepat, seperti oleh trombolisis spontan atau secara tarapeutik, jaringan otak tidak
rusak dan berfungsi kembali seperti sebelumnya yaitu deficit neurologis pulih sempurna. Hal
ini merupakan rangkaian kejadian pada transient ischemic attack (TIA), yang secara klinis
didefinisikan sebagai deficit neurologis sementara dengan durasi tidak lebih dari 24 jam.
Delapanpuluh [ersen dari seluruh TIA berlangsung sekitar 30 menit. Manifestasi klinisnya
bergantung pada teritori vascular otak tertentu yang terkena. TIA pada teritori arteri serebri
media sering ditemukan pasien; pasien mengeluhkan parastesia dan deficit sensorik
kontralateral sementara, serta kelemahan kontralateral sementara. Serangan seperti ini
kadang-kadang sulit dibedakan dari kejang epileptic fokal. Iskemia pada teritori
vertebrobasilar, sebaliknya, menyebabkan tanda dan gejala batang otak sementara, termasuk
vertigo. Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurang meskipun telah
berlangsung selama lebih dari 24 jam; pada kasus-kasus tersebut, bukan disebut sebagai TIA,
tetapi PRIND (prolonged reversible ischemic neurological deficit). Jika hipoperfusi menetap
lebih lama daripada yang dapat ditoleransi oleh jaringan otak, terjadi kematian sel. Stroke
iskemik tidak reversible. Kematian sel dengan kolaps sawar darah-otak mengakibatkan
5

influks cairan kedalam jaringan otak yang infark (edema serebri yang menyertai). Dengan
demikian infarks dapat mulai membengkak dalam beberapa jam setelah kejadian iskemik,
membengkak maksimal dalam beberapa hari kemudian, dan kemudian perlahan-lahan
kembali mengecil. Pada pasien dengan infark yang luas dengan edema luas yang
menyertainya, tanda klinis hipertensi intracranial yang mengancam jiwa seperti sakit kepala,
muntah, dan gangguan kesadaran harus diamati dan diterapi. Volume infark kritis yang
dibutuhkan untuk menimbulkan keadaan ini bervariasi sesuai dengan usia pasien dan volume
otak. Pasien yang lebih muda dengan otak berukuran normal berisiko setelah mengalami
infark luas di teritori dapat tidak terancam kecuali infark melibatkan teritori dua atau lebih
pembuluh darah serebri. Pada keadaan ini, umumnya nyawa pasien dapat diselamatkan hanya
dengan terapi medis pada saat yang tepat untuk menurunkan tekanan intracranial, atau
dengan pengangkatan fragmen besar tulang tengkorak secara operatif (hemikraniektomi)
untuk dekompresi otak yang membengkak. Sebagai kelanjutan infark, jaringan otak yang
mati mengalami likuefaksi dan diresorpsi. Yang tersis adalah ruang kistik yang berisi cairan
serebrospinalis, kemungkinan mengandung beberapa pembuluh darah dan jalinan jaringan
ikat, disertai perubahan glial reaktif (astrogliosis) di parenkim sekitarnya. Tidak ada jaringan
parut yang terbentuk pad keadaan ini(proliferasi jaringan kolagen).
Makna sirkulasi kolateral. Perjalanan dan luasnya edema parenkim otak pada suatu
saat tidak hanya bergantung pada patensi pembuluh darah yang normalnya menyuplai regio
otak yang beresiko, tetapi juga ketersediaan sirkulasi kolateral melalui jalur lain. Secara
umum, arteri-arteri adalah end artery fungsional: jalur kolateral normalnya tidak dapat
menyediakan darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan jaringan otak di distal
arteri yang tiba-tiba teroklusi. Namun, jika suatu arteri menyempit dengan sangat lambat dan
progresif, kapasitas sirkulasi kolateral dapat meningkat. Kolateral sering dapat dibuat oleh
hipoksia jaringan ringan yang kronik hingga dapat mencukupi kecukupan energy yang
dibutuhkan jaringan bahkan jika suplai arteri utama terhambat untuk periode yang relatif
lama. Akibatnya infark dapat terlihat lebih kecil, dan lebih sedikit neuron yang hilanh,
daripada yang terlihat jika arteri yang sama tiba-tiba teroklusi dari keadaan patensi normal.
Suplai darah kolateral dapat berasal dari pembuluh darah lingkaran anastomosis
(sirkulus williso) atau dari anastomosis leptomeningeal superfisial arteri serebri. Pada
umumnya, sirkulasi kolateral lebih baik di bagian perifer infark daripada dibagian tengahnya.
Jaringan otak yang iskemik di perifer yang berisiko mengalami kematian sel (infark) tetapi,
Karena adanya sirkulasi kolateral, belum mengalami kerusakan yang irreversible disebut
6

sebagai penumbra (half-shadow) infark. Tujuan semua bentuk terapi stroke akut, termasuk
terapi trombolik adalah menyelamatkan area ini.5

2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang paling umum adalah deficit neurologic yang progresif,
perburukan situasi secara bertahap terjadi pada sepertiga jumlah penderita, dua pertiga
lainnya muncul sebagai Transient Ishcemik Attack (TIA) yang kemudia berkembang menjadi
deficit neurologic menetap.
Deficit neurologic pada infark serebri biasanya mencapai maksimum dalam 24 jam
pertama. Usia lanjut, hipertensi, koma, komplikasi kardiorespirasi, hipoksia, hiperkapnia dan
hiperventilai neurogenic merupakan factor prognosis yang tidak menggembirakan. Infark di
wilayah arteri serebri media dapat menimbulkan edema massif dengan herniasi serebri; hal
demikian ini biasanya terjadi dalam waktu 72 jam pertama pasca-infark.
Manifestasi klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak dapat
dihubungkan dengan tanda serta gejala dibawah ini:
1. Arteri vertebralis, gejalanya berupa hemiplegi alternan atau hemiplegi ataksik.
2. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior; gejala-gejalanya biasanya unilateral). Lokasi
lesi yang paling sering pada bifurkasio arteria karotis komunis menjadi arteri karotis
interna dan ekterna. Gejala-gejalanya yaitu buta mutlak sisi ipsilateral atau
hemiparase kontralateral.
3. Arteri basilaris, gejalanya berupa tetraplegi, gangguan kesadaran, gangguan pupil,
kebutaan, atau vertigo.
4. Arteri serebri anterior (gejala primernya adalah perasaan kacau), gejalanya berupa
kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkau, lengan bagian proksimal mungkin
ikut terserang , gerakan voluntar pada tungkau terganggu, gangguan sensorik
kontraleral, demensia, reflex mencengkram dan reflex patologis.
5. Arteri serebri posterior (dalam lobus mesencephalon atau thalamus), gejalanya berupa
koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual atau buta kata (aleksia), kelumpuhan
saraf kranial ketiga hemianopsia, koreoatetosis.
6. Arteri serebri media, gejalanya berupa monoparesis atau hemiparesis kontralateral
(biasanya mengenai tangan), kadang-kadang hemianopsia kontralateral (kebutaan),
afasia global (kalua hemisfer dominan yang terkena); gangguan semua fungsi yang
ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi, disfalgia.6
7

2.5. Diagnosis
Diagnosis infark serebri ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan adanya gejala defisit neurologi yang
mendadak, tanpa trauma kepala, serta faktor resiko lainnya.
Pemeriksaan penunjang diantaranya adalah: CT Scan untuk menetapkan secara pasti
letak dan penyebab dari stroke. CT Scan menunjukkan gambaran hipodens; EKG untuk
melihat dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau transesofageal); Ultrasound
scan arteri karotis bila diduga adanya ateroma pada arteri karotis; Intraarterial digital
substraction angiografi bila pada ultrasound scan terdapat stenosis berat; Transcranial
Doppler dapat melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah yang tersumbat;
Pemeriksaan darah lengkap perlu untuk mencari kelainan pada cairan darah sendiri.7

2.6. Tatalaksana
Penanganan penderita infark serebri bergantung pada tahap perkembangannya. Dalam
hal ini diperlukan klasifikasi yang tepat, apakah itu suatu TIA, Refersible Ischemic
Neurologic Deficit (RIND) atau stroke komplit. Sampai saat ini belum ada terapi yang
efektif, namun demikian upaya-upaya dibawah ini dapat dipertimbangkan.8
1. Tahap Akut
a. Hemodilusi
Asupan Darah Otak (ADO) berhubungan erat dengan viskositas darah, dan
berhubungan secara terbalik dengan hematokrit: makin tinggi hematokrit
makin rendah ADO-nya. Stagnansi darah di mikrosirkulasi di jaringan iskemik
memberi sumbangan kejadian-kejadian berurutan yang mempercepat proses
infark karena terkumpulnya berbagai macam metabolisme yang toksik.
Meningkatnya sirkulasi untuk membawa atau membuang metabolit tadi
merupakan tujuan utama terapi. Hemodilusi merupakan salah satu upaya untuk
menurunkan viskositas plasma dengan mengeluarkan eritrosit, membebaskan
aliran darah melalui kapilar yang terganggu di daerah iskemik. Salah satu cara
adalah melakukan vena seksi dan dalam waktu yang bersamaan diberikan
bahan plasma/expanding untuk mencegah terjadinya hipovolemia. Bahan yang
sering dipake adalah dekstran dengan berat molekul rendah. Terapi ini bersifat
selektif.
b. Antikoagulan
8

Pemberian antikoagulan masih bersifat kontroversial, baik dalam hal manfaat


maupun resikonya. Dorongan untuk memberi anti koagulan terutama untuk
menghentikan proses patologik pada kasus stroke-in-evolution atau
progressing stroke.
c. Kontrol terhadap edema otak
Edema pada infark otak, terutama jika terjadi oklusi arteri serebri media, sulit
untuk dikontrol. Kortikosteroid bermanfaat untuk edema interstisial, hal ini
terdapat pada neoplasma. Cairan hyperosmolar misalnya gliserol, manitol,
urea, kurang efektif untuk infark iskemik. Hal ini disebabkan oleh dua alasan
yaitu pemberian cairan hiperosmolar ke daerah infark terganggu oleh
tersumbatnya alirah darah di daerah infark, dan edema pada infark iskemik
merupakan kombinasi antara edema vasogenik dan sitotoksik.
d. Antagonis Kalsium
Nimodipin merupakan salah satu jenis antagonis kalsium yang diharapkan
dapat mencegah membanjirnya kalsium dalam sel. Pada awalnya, nimodipin
diberikan secara co-infus dengan bantuan syringe-pump, dengan dosis 2-2,5
ml/jam bergantung pada tekanan darah penderita selama 5 hari. Dosis tinggi
dapat menurunkan tekanan darah yang tentunya akan menyebabkan bertambah
beratnya gejala neurologic. Nimodipine akan memberikan hasi yang baik jika
diberikan secara dini, kurang dari 6 jam pasca awitan. Nimodipine dapat
diteruskan secara peroral dengan dosis 120-180 mg/hari.
e. Pentosifilin
Pentosifilin, suatu obat hemoriologik yang menurunkan viskositas darah,
meningkatnya aliran darah dan meningkatnya oksigenasi jaringan pada
penderita dengan penyakit vascular. Pentosifilin dapat diberikan dalam tahap
akut, 6-12 jam pasca awitan, dalam bentuk infus dan bukan dalam bentuk
bolus intravena. Diberikan dengan dosis 15 mg/kg BB/hari, selama seminggu.

2. Tahap Pasca Akut


a. Fisioterapi dimulai sedini mungkin, bahkan segera setelah terjadi sengganan.
Pada tahap ini fisioterapi sudah dapat dikerjakan lebih intensif, tetap dengan
mempertimbangkan penyakit sistemik yang sekiranya dapat memberat dengan
latihan-latihan selama fisioterapi.
9

b. Obat-obat untuk tahap ini cukup beragam dengan titik tangkap yang berbeda:
pentoksifilin (2x400mg), codergocrini mesylate (3-4,5 mg/hari), nicergolin
dipiradamol (75-150 mg/hari), aspirin (100-200 mg/hari). Untuk memberikan
obat tadi diperlukan perhatian khusus tentang kondisi fisik, laboratorik, dan
juga kontra-indikasinya.
Pemberian anti konvulsan perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus infark kortikal.
Disamping itu, neuron-neuron yang rusak akibat infark dapat merubah sifatnya, menjadi lebih
mudah terangsang dan akibatnya adalah terjadi konvulsi fokal atau umum.9

2.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infark serebri diantaranya ialah:10
1. Pembengkakan Otak
Kematian pasien dalam waktu 48 jam setelah keadan hipoksia iskemik akan
memperlihatkan gambaran pembengkakan otak yang ditandai dengan mendatarnya
fissura dan sulkus korteks serebri, pembengkakan akan mencapai puncaknya setelah
2-3 hari, dapat mengakibatkan pergeseran otak dan herniasi tentorial. Pembengkakan
otak terjadi karena peningkatan volume darah intravaskuler dalam otak.

2. Edema Serebri
Edema serebri adalah bertambahnya cairan didalam jaringan otak. Macam-macam
edema yaitu vasogenik, sitotoksik, hidrostatik, interstitial, hipoosmotik.

3. Infark Hemoragik
Segera setelah terjadi obstruksi dari arteri, aliran darah melalui arteriol dan kapiler
terhenti, jaringan sekitar kapiler tidak mendapatkan oksigen, terkumpul hasil
katabolisme dan terjadi kerusakan sel saraf, oligodendroglia, astrosit, mikroglia dan
dinding kapiler, terjadi pembukaan pembuluh darah anastomosis disekitar daerah
iskemik, apabila tekanan darah arteri sekitar daerah iskemik tidak rendah, darah akan
mengalir melalui pembuluh darah anastomosis, sehingga terdapat aliran darah
kembali ke jaringan pembuluh darah kapiler. Pembuluh kapiler ini tidak selalu normal
(pada beberapa pembuluh kapiler dindingnya dapat dilalui plasma dan benda-benda
darah), akibatnya terjadi bendungan, pembengkakan jaringan karena keluarnya
plasma dan juga terjadi perdarahan kecil karena diapedesis sel darah merah, keadaan
ini disebut Infark merah atau Infark berdarah (hemoragik). Sepuluh hari kemudian
10

darah Infark di massa kelabu (pada daerah yang diperdarahi arteri tersumbat) tampak
pucat, menandakan darah tak menembus sirkulasi anastomosis. Infark berdarah pada
massa kelabu dapat terjadi secara langsung karena sejumlah darah masuk ke
seluruh/sebagian daerah yang mengalami Infark, hal ini terjadi karena disintegrasi
embolus. Vaskularisasi daerah massa putih memiliki anastomosis yang lebih sedikit
dibandingkan pada daerah massa kelabu dan pembuluh darahnya merupakan arteri
akhir (end artery). Sehingga hanya sedikit darah yang mengalir kembali ketika
sirkulasi anastomosis terjadi, pada massa kelabu banyak terdapat sirkulasi
anastomosis.2

2.8. Prognosis
Pilihnya fungsi neural dapat terjadi 2 minggu pasca-infark dan pada akhir minggu ke
8 akan dicapai pemulihan maksimum. Kematian meliputi 20% dalam satu bulan pertama.
Kemungkinan untuk hidup jelas lebih baik pada kasus infark serebri daripada perdarahan.
Tetapi kecacatan akan lebih berat pada infark serebri karena perdarahan akan mengalami
resolusi dan meninggalkan jaringan otak dalam keadaan utuh. Sementara itu infark merusak
neuron-neuron yang terkena.11
11

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Anamnesis
3.1.1. Identitas Pribadi
Nama : Drs. Bazatulo Zebua
Jenis Kelamin : laki-laki
Usia : 60 thn
Suku bangsa : Nias
Agama : Protestan
Alamat : Jl. Sei Padang No.5 Medan
Status : kawin
Pekerjaan : wiraswasta
Tgl masuk : 15 april 2017
Tgl keluar :-

3.1.2. Anamnesa
Keluhan umum : kelemahan anggota gerak sebelah kanan.
Telaah : os datang dengan keluhan kelemahan anggota
gerak sebelah kanan, dialami 3 minggu
disertai dengan sulit menelan, bicara pelo, mual
(+), muntah (+), demam (+) 3 minggu, nyeri
kepala (-), kejang (-).
Riwayat penyakit terdahulu : DM
Riwayat penggunaan obat :-

3.1.3. Anamnesis Traktus


Traktus sirkulatorius : Pulsasi reguler
Traktus respiratorius : Sesak (-)
Traktus digestivus : Mual (+), Muntah (+), BAB (+) normal
Traktus urogenitalis : BAK (+) normal
Penyakit terdahulu dan kecelakaan : DM
Intoksikasi dan obat-obatan : Disangkal
12

3.1.4. Anamnesis Keluarga


Faktor herediter : Tidak ada
Faktor familier : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

3.1.5. Anamnesis Sosial


Kelahiran dan pertumbuhan : Nias
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Perkawinan dan anak : Sudah menikah, memiliki 3 anak

3.2. Pemeriksaan Jasmani


3.2.1. Pemeriksaan Umum
Tekanan darah : 110/80mmHg
Nadi : 80/menit
Frekuensi nafas : 20/menit
Temperatur : 37,8C
Kulit dan selaput lendir : Kulit hangat, CRT < 2
Kelenjar dan Getah Bening : Tidak dijumpai pembesaran KGB
Persendian : Normal

3.2.2. Kepala & Leher


Bentuk dan posisi : Bulat, Medial
Pergerakan : Normal
Kelainan panca indera : Tidak ada
Rongga mulut dan gigi : Dalam batas normal
Kelenjar parotis : Dalam batas normal
Desah : Dalam batas normal
Dan lain-lain :-
13

3.2.3. Rongga Dada & Abdomen


Rongga dada Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris Fusiformis Datar
Palpasi : Stem Fremitus Ka=Ki Soepel
Perkusi : Sonor Timpani
Auskultasi : Vesikuler Normoperistaltik

3.2.4. Genitalia
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.3. Status Neurologi


3.3.1. Sensorium : CM
3.3.2. Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulpasi A. Temporalis dan A. Carotis (+)
Perkusi : Dbn
Auskultasi : Dbn
Transiluminasi: Dbn

3.3.3. Rangsangan Meningeal


Kaku kuduk : (-)
Tanda Kerniq : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

3.3.4. Peningkatan Tekanan Intra Kranial


Muntah : (+)
Sakit kepala : (+)
Kejang : (-)
14

3.3.5. Saraf Otak/Nervus Kranialis


Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia : + +
Anosmia : - -
Parosmia : - -
Hiposmia : - -

Nervus II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan


Lapangan pandang
Normal : + +
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Scotoma : - -
Refleks Ancaman : + +

Nervus III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Gerakan bola mata : dbn dbn


Nistagmus : - -
Pupil
Lebar : 3 mm 3 mm
Bentuk : Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks cahaya
langsung : + +
Refleks cahaya
tidak langsung : + +
Rima palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi konjugate : - -
Fenomena dolls eyes : - -
Strabismus : - -
15

Nervus V Kanan Kiri

Motorik
Membuka dan menutup
mulut : + +
Palpasi otot masseter
dan temporalis : + +
Kekuatan gigitan : + +
Sensorik
Kulit : + +
Selaput lendir : + +
Refleks kornea
Langsung : + +
Tidak langsung: + +
Refleks masetter : Normal
Refleks bersin : Normal

Nervus VII
Motorik
Mimik : Simetris
Kerut kening : Simetris
Menutup mata : dbn
Meniup sekuatnya : dbn
Memperlihatkan gigi : Simetris
Tertawa : Simetris
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan
lidah : dbn
Produksi kelenjar lidah : dbn
Hiperakusis :-
Refleks stapedial :-
16

Nervus VIII Kanan Kiri

Auditorius
Pendengaran : Normal Normal
Test rinne : tdp
Test weber : tdp
Test schwabach: tdp

Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : (-) (-)
Tinnitus : (-) (-)

Nervus IX, X
Pallatum mole : Medial
Uvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Dbn

Nervus XI Kanan Kiri

Mengangkat bahu : dbn dbn


Otot sternocleidomastoideus : dbn dbn

Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : dbn
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : dbn
17

3.3.6. Sistem Motorik


Trofi : Dbn
Tonus otot : Normotonus
Kekuatan otot : ESD : 44444 ESS : 55555
44444 55555

EID :44444 EIS :55555


44444 55555

Sikap (duduk-beridiri-berbaring) : Berbaring


Gerakan spontan abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dll : (-)

3.3.7. Test Sensibilitas


Eksteroseptif : dbn
Proprioseptif : dbn
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : dbn
Pengenalan dua titik : dbn
Grafestesia : dbn

3.3.8. Refleks
Refleks fisiologis Kanan Kiri

Biceps : + ++
Triceps : + ++
Radioperiost : + ++
APR : + ++
18

KPR : + ++
Strumple : + ++

Refleks patologis
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Hoffman- tromner: - -
Klonus lutut : - -
Klunus kaki : - -
Refleks primitif : (-)

3.3.9. Koordinasi
Lenggang : tdp
Bicara : dbn
Menulis : tdp
Percobaan apraksia : tdp
Mimik : Normal
Test telunjuk-telunjuk : dbn
Test telunjuk- hidung : dbn
Diadokhokinesia : dbn
Test tumit- lutut : dbn
Test romberg : dbn

3.3.10. Vegetatif
Vasomotorik : Normal
Sudomotorik : Normal
Pilo- erector : tdp
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Potens dan libido : tdp
19

3.3.11. Vertebra
Bentuk
Normal : tdp
Scoliosis : tdp
Hiperlordosis : tdp

Pergerakan
Leher : Normal
Pinggang : tdp

3.3.12. Tanda Perangsangan Radikuler


Laseque : (-)
Cross laseque : (-)
Test lhermitte : tdp
Test naffziger : tdp

3.3.13. Gejala-Gejala Serebelar


Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dll : (-)

3.3.14. Gejala-gejala Ekstrapiramidal


Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (+)
Dll : (-)
20

3.3.15. Fungsi Luhur


Kesadaran kualitatif : CM
Ingatan baru : dbn
Ingatan lama : dbn
Orientasi
Diri : dbn
Tempat : dbn
Waktu : dbn
Situasi : dbn
Intelegensia : dbn
Daya pertimbangan : dbn
Reaksi emosi : dbn
Afasia
Ekspresif : (-)
Represif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
Agnosia visual : Normal
Agnosia jari-jari : Normal
Akalkulia : tdp
Disorientasi kanan-kiri: (-)

3.4. Pemeriksaan Penunjang


3.4.1. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 12,5 L: 13-16 g/dL
P: 12-14 g/dL
Hematokrit 37,8 L: 40-48%
P: 37-43%
Leukosit 10.300 5-10.103/l
Trombosit 434.000 150-400.103/l
Bilirubin Total 0,54 <1 mg/dL
21

Bilirubin Direct 0,24 <0,3 mg/dL


SGOT 32 L: <35U/L
P: <31 U/L
SGPT 14 L: <45 U/L
P: <34 U/L
Kolesterol Total 121 <200 mg/dL
HDL Kolesterol 24 >40 mg/dL
LDL Kolesterol 70 <100 mg/dL
Trigliserida 137 <150 mg/dL
Ureum 11 <50 mg/dL
Kreatinin 1,6 L: 0.8-1.3 mg/dL
P: 0.6-1.2 mg/dL
Asam Urat 11,1 L: <7 mg/dL
P: < 5.7 mg/dL
Glukosa Puasa 112 70-110 mg/dL
Glukosa Sewaktu 126 (13.00 WIB) <200 mg/dL
HbA1C 8 <6.5 %

3.4.2. Radiologi
Foto Thorax: Cor, sinus kanan tumpul, kiri tajam dan diafragma normal
Pulmo: hilli normal
Corakan bronko vaskuler dalam batas normal
Tidak tampak infiltrat
Tampak pelebaran mediastinum superior
Skeletal dan soft tissue tidak tampak kelainan
Concl: Cor dan pulmo saat ini tidak tampak kelainan.
Suspecious Elongation Aorta ascendens+ minimal effusi pleura kanan.

CT Scan Kepala Tanpa Kontras: Tampak lesi hypodence abnormal di korona


radiata kiri dan basal ganglia kanan
Jaringan lunak ekstracalvaria dan os calvaria masih memberikan bentuk dan densitas
yang normal
Sulci corticalis, fisur silvii, dan fisura interhemisfer melebar.
Ruang subarachnoid tampak normal
22

Sistema ventrikel tampak melebar prominen


Sinus paranasal yang terscanning tidak tampak kelainan
Orbita dan rongga retro orbita tidak tampak kelainan
Mastoid aircell masih cerah.

Concl: multiple iskemik infark serebri di korona radiata kiri dan basal ganglia kanan
denga brain atrofi senilis sesuai gambaran iskemik vaskular dementia

3.5. Diagnosis
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Hemiparese dextra
DIAGNOSA ANATOMI : Intraserebral
DIAGNOSA ETIOLOGI : Infark serebri
DIAGNOSA BANDING : 1. Stroke Iskemik
2. Stroke Hemoragik
DIAGNOSA KERJA : Hemiparese dextra ec Infark serebri

3.6. Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0.9% 20 tetes/menit
Ranitidin 1 amp/12 jam
Citicolin injeksi 200 mg/12 jam
Paracetamol fl I /8jam
Mobilisasi fisik mandiri
3.7. Follow up di Ruangan
15 April 2017
(Pagi)
S Keluarga os mengeluhkan tubuh sebelah kanan terasa lemas
O Sens: Lemas
TD: 110/80 mmHg

A Gangguan mobilitas fisik


P Mobilitas mandiri
Pantau tv bantu os dalam mobilisasi

15 April 2017 (Sore)


23

S Keluarga mengatakan os terlihat gelisah badan panas

O T= 38,5.
Demam (+)

A Peningkatan suhu tubuh


Temperatur normal

p Anjurkan os banyak minum air

15 April 2017 (Malam)

S lemas (+)

O Compos mentis
TD: 140/90 mmHg RR: 21x/i
HR : 81x/i temp: 37C
A Gangguan mobilitas fisik

P Mobilisasi Fisik Mandiri


- Pantau
-Anjurkan Mobilisasi Ringan
-Anjurkan Posisi Senyaman Mungkin

16 April 2017
(Pagi)
S Keluarga os mengeluhkan os tidak selera makan
O Sens: Lemas
nafsu makan menurun

A Gangguan pola nutrisi


P Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Anjurkan os makan sedikit tapi sering
Libatkan keluarga untuk membantu segala keperluan os

16 April 2017
(Sore)
S Os mengatakan badan lemah

O Aktifitas dibantu oleh keluarga


Os tampak lemah
TD: 110/70 mmHg
24

A Gangguan mobilitas fisik

p Mobilisasi Fisik Mandiri


- Pantau
-Anjurkan Mobilisasi Ringan
-Anjurkan Posisi Senyaman Mungkin
16 April 2017
(Malam)
S lemas (+)

O Aktifitas dibantu oleh keluarga


Os tampak lemah
TD: 130/90 mmHg RR: 20x/i
HR : 80x/i temp: 36C
A Gangguan mobilisasi fisik

P Mobilisasi Fisik Mandiri


- Pantau
-Anjurkan Mobilisasi Ringan
-Anjurkan Posisi Senyaman Mungkin
17 April 2017
(siang)
S Lemas (+)

O TD : 110/70 mmHg
P : 80x/i
Bedrest (+)
A Gangguan mobilisasi fisik

P Mobilisasi aktif
Pantau
Atur posisi nyaman
17 April 2017
(malam)
S Os mengatakan badan lemas (+)
25

O Aktifitas dibantu oleh keluarga


Os tampak lemah
TD: 130/90 mmHg RR: 20x/i
HR : 80x/i temp: 36C
A Gangguan mobilisasi fisik
P Mobilisasi Fisik Mandiri
- Pantau
-Anjurkan Mobilisasi Ringan
-Anjurkan Posisi Senyaman Mungkin
18 April 2017
(07.55)

S Muntah (+) setiap makan


Lemah lengan dan tungkai
O Sens: CM HR: 82x Temp: 370
TD: 130/90 RR: 20x
A Infark serebri + hiponatremia + hipokalemi

P - IVFD NaCL 0,9%


- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Inj. Citikolin 250g/12 jam
- Inj. Ondarcertron 1 amp/12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam
- PCT 1 fls/8 jam, 6 bila temp >380C
- Aptor 1x100 g
- KJR 2x600 mg
26

BAB IV
PEMBAHASAN

No Kasus Teori
1 Drs. Bazatulo Zebua, usia 60 Infark serebri adalah kematian neuron,
tahun didiagnosa dengan sel glia dan sistem pembuluh darah
Hemiparese dextra ec infark yang disebabkan kekurangan oksigen
serebri dan nutrisi. Kondisi ini dapat
disebabkan adanya penyumbatan
pembuluh darah otak oleh trombus
atau emboli, sehingga menyebabkan
iskemik atau infark jaringan otak.
2 Anamnesis Diagnosis infark serebri ditegakkan
KU: kelemahan anggota gerak berdasarkan temuan klinis yang
sebelah kanan dilakukan dengan anamnesis,
RPT: DM pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
RPO: - pemeriksaan penunjang. Anamnesis
Pemeriksaan Fisik: dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk
TD: 110/80 menemukan adanya gejala defisit
HR: 80x/i neurologi yang mendadak, tanpa
RR: 20x/i trauma kepala, serta faktor resiko
T: 37,8oC lainnya. Pemeriksaan penunjang
Sensorium: Compos Mentis diantaranya adalah: CT Scan untuk
Peningkatan Tekanan Intra menetapkan secara pasti letak dan
Kranial: penyebab dari stroke.
Muntah (+) Sakit Kepala (+)
Refleks Fisiologis:
B/T: +/+ ++/++
APR/KPR: +/+ ++/++
Refleks Patologis: H/T: -/- -/-
Babinski: -/- -/-
27

Kekuatan motorik:
ESD: 44444 ESS: 55555
44444 55555

EID: 44444 EIS: 55555


44444 55555
IVFD NaCl 0.9% 20 Penanganan penderita infark serebri
tetes/menit bergantung pada tahap
Ranitidin 1 amp/12 perkembangannya. Pada fase akut
jam meliputi hemodilusi, antikoagulan,
Citicolin injeksi 200 kontrol terhadap edema otak,
mg/12 jam antagonis kalsium, pentosifilin. Pada

Paracetamol fl I /8jam fase pasca akut meliputi fisioterapi,

Mobilisasi fisik obat-obatan dan anti konvulsan

mandiri
28

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Seorang laki-laki, Tn. B berusia 60 tahun datang dengan keluhan kelemahan anggota
gerak sebelah kanan, dialami 3 minggu disertai dengan sulit menelan, bicara pelo, mual
(+), muntah (+), demam (+) 3 minggu, nyeri kepala (-), kejang (-).
Riwayat penyakit terdahulu : DM

5.2 Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0.9% 20 tetes/menit
Ranitidin 1 amp/12 jam
Citicolin injeksi 200 mg/12 jam
Paracetamol fl I /8jam
Mobilisasi fisik mandiri
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jogjakarta: UGM


2. Mardjono, Mahar. Sidharta, Priguna. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian
Rakyat.
3. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic stroke. BMJ
2000; 320: 692-6
4. Wilkinson I, Graham L. 2005. Essential Neurology. Fourth Edition. Main
Street,Malden, Massachusetts, USA: Blackwell Publishing Ltd, pp 25-6.
5. Warlow CP. 1997. Stroke a Practical Guide management.1 ed. Blackwell science, pp.
190-202.
6. Sidharta Priguna, DR Prof dan Mardjono Mahar, DR Prof. 2008. Neurologi Kinis
Dasar. Penerbit Dian Rakyat: Jakarta
7. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy of acute
ischemic stroke. Stroke 1999;30: 1486-9.
8. Chandra, B. 1994. Stroke dalam neurology klinik Edisi Revisi. Lab/bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 1105-1130
9. Gonzales RG. Imaging-guided acute ischemic stroke therapy: from time is brain to
physiology is brain. AJNR Am J Neuroradiol 2006; 27: 728-35.
10. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian Ilmu Penyakit
Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr.Soetomo, Surabay.Hal 1-48.
11. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular dalam
patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-1130.

You might also like