You are on page 1of 9

A.

EFISIENSI PELAYANAN PUBLIK

governance dengan postur birokrasi yang benar-benar berorientasi pada peningkatan kualitas
pelayanan publik secara efektif dan efisien.

Hal ini menjadi antitesis dari postur birokrasi sebelumnya yang begitu lamban dalam pelayanan
publik, bahkan terkesan bertele-tele, sarat dengan praktek pungutan liar sebagai biaya pelicin
pelayanan birokrasi.

Kini, gambaran birokrasi yang demikian harus berhadapan dengan otoritas politik baru, yakni
pemerintahan Jokowi yang tampil dengan sejumlah gagasan inovatif dan komitmen politik yang
kuat untuk mengakselerasi kerja-kerja pemerintahan dalam memenuhi janji politiknya pada
publik.

Terminologi "kerja" kemudian menjadi jargon baru pemerintahan kabinet Jokowi yang hampir
tidak menyisakan waktu untuk bersantai ria dalam eforia kemenangan pasca Pilpres.

Di bawah komando Jokowi, anggota kabinet "dipaksa" untuk menyesuaikan dengan ritme
kepemimpinan Jokowi yang menekankan efektivitas, kepraktisan dan efisiensi dalam mencapai
tujuan kebijakan-kebijakan pro rakyatnya.

Dalam situasi itulah maka birokrasi pemerintahan di bawah kendali kabinet Jokowi dituntut
untuk segera berbenah diri dan meningkatkan kualitas layanan publik.

Paradigma Baru
Upaya berbenah birokrasi sebenarnya telah dilakukan merujuk pada roadmap reformasi birokrasi
dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Poin penting dari program tersebut meliputi: a). Program percepatan (quick wins), b). Program
manajemen perubahan, c). Program penataan per-UU-an, d). Program penataan dan penguatan
organisasi, e). Program penguatan ketatalaksanaan, f). Program penataan sistem MSDM
aparatur, g). Program penguatan pengawasan, h). Program penguatan akuntabilitas kinerja, i).
Program peningkatan kualitas pelayanan publik, j). Program monitoring, evaluasi dan pelaporan.

Roadmap yang dikeluarkan oleh Kemenpan dan reformasi birokrasi ini kemudian menjadi
rujukan bagi seluruh instansi pelayanan publik dalam kerangka reformasi birokrasi.

Roadmap reformasi birokrasi tersebut tentu harus ditindaklanjuti secara berkesinambungan oleh
pemerintahan yang berkuasa saat ini, tentu dengan evaluasi dan penyempurnaan guna semakin
meningkatkan kualitas pelayanan birokrasi secara ideal sesuai dengan visi pelayanan publik yang
dianut oleh pemerintahan Jokowi.

Baik secara eksplisit maupun implisit, pemerintahan Jokowi telah menyerukan berbagai kata
kunci penting yang harus direspons oleh birokrasi pemerintahan, semisal komitmen Jokowi di
dalam pertemuan APEC 2014 di China yang menyatakan bahwa pemerintah akan memperbaiki
mekanisme layanan perizinan yang lebih cepat dan one stop services guna mendukung investasi.

Jokowi juga menghendaki bahwa birokrasi tidak lagi menunggu di balik meja dan berlindung di
zona nyaman bertameng peraturan-peraturan. Para pimpinan instansi pemerintahan harus tahu
situasi lapangan dan tidak lagi bergaya seperti bos yang menunggu laporan. Mentalitas feodal
para pimpinan birokrasi harus di "revolusi mental" menjadi aparatur yang merupakan abdi
negara pelayan publik.

Perubahan corporate culture dari pada birokrasi menjadi kebutuhan mendesak yang dimulai dari
tingkat teratas hingga terendah. Perubahan dari atas itu ditunjukkan Jokoei melalui seleksi
kabinet dengan melibatkan PPATK dan KPK untuk memastikan para menteri kabinet yang
sekaligus merupakan pemegang kendali birokrasi di kementeriannya bersih dari KKN yang
merupakan salah satu penyakit kronis birokrasi.
Begitu pula dengan aksi langsung Jokowi sebagai kepala pemerintahan dengan pendekatan
lapangan, blusukan dan kerja cepat merespons permasalahan publik. Hal itu dapat dimaknai
sebagai langkah kongkret dan nyata Jokowi untuk menunjukkan perubahan corporate culture
pimpinan tertinggi dari birokrasi pemerintahan telah dimulai langsung dari figur dirinya sendiri.

Akselerasi Pelayanan Publik


Perubahan corporate culture birokrasi ala pemerintahan Jokowi bermuara pada postur birokrasi
yang ringkas dan berorientasi melayani, mata rantai birokrasi yang tidak terlalu panjang,
transparan dan anti KKN, aturan main yang jelas, aparatur yang kompeten serta akuntabel
kinerjanya.

Birokrasi inilah yang kemudian dikenal sebagai suatu model birokrasi Weberian (1948) yang
disebut juga sebagai birokrasi rasional. Karena itulah, tidak ada pilihan lagi bagi seluruh aparat
birokrasi di Indonesia untuk mengelak dari gelombang reformasi birokrasi publik yang bergerak
cepat.

Berbagai kebijakan pemerintahan yang pro rakyat telah menanti di depan mata dan
membutuhkan birokrasi yang responsif. Peluncuran program sosial seperti Kartu Indonesia
Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera, dan Kartu Indonesia Pintar memerlukan dukungan dan peran
serta aparatur birokrasi yang mampu bekerja cepat di lapangan.

Begitu pula dengan langkah cepat Jokowi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan
investasi guna pembangunan nasional yang tentu saja tidak akan berhasil tanpa dukungan
birokrasi dalam pelayanan perizinan satu atap yang transparan, efisien dan efektif.

Untuk mengakselerasi pelayanan publik, pemerintahan Jokowi perlu untuk segera menetapkan
standar pelayanan di seluruh sektor instansi pemerintahan dari pusat hingga daerah, memperbaiki
rekrutmen pejabat birokrasi sehingga hanya mereka yang kompeten yang dapat menduduki
posisi penting dalam birokrasi, serta evaluasi atas kinerja pelayanan yang telah ada.
Begitu pula dengan seluruh masyarakat dan stakeholder pemerintah dapat ikut serta memantau
dan mengawasi kinerja birokrasi melalui penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas
birokrasi pemerintahan.

Ke depan, pelayanan publik menjadi lebih transparan sehingga menutup celah bagi pungutan liar,
waktu menjadi semakin efektif karena tidak melalui mata rantai birokrasi yang panjang,
didukung oleh aparatur yang profesional dan kompeten.

Jika seluruh pihak dapat mengikuti guidence politik yang telah ditunjukkan oleh Jokowi dalam
reformasi birokrasi, niscaya pelayanan publik akan meningkat dan pembangunan nasional dapat
berjalan dengan cepat.

B. PENGADILAN YANG INDEPENDEN

Sebagai Presiden, Jokowi memiliki otoritas penuh terhadap institusi Polri. Ia bisa
memberhentikan Kapolri yang sedang menjabat, sebelum habis masa jabatannya. Itu sudah ia
lakukan terhadap Sutarman. Ia juga bisa mengangkat pengganti Kapolri. Itu sudah ia lakukan
dengan mengangkat Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas, wewenang, dan tanggung jawab
(Plt) Kapolri. Meski menurut pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, keputusan
Jokowi memberhentikan Sutarman lebih cepat dan mengangkat Badrodin Haiti sebagai Plt
Kapolri, merupakan keputusan yang keliru, dilihat dari sudut Undang-undang, toh Jokowi tetap
melaksanakannya. Ini setidaknya menunjukkan bahwa Presiden memang memiliki otoritas penuh
terhadap institusi Polri. Pada saat yang sama, Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan, yang
ia ajukan sebagai calon tunggal Kapolri dan telah disetujui secara aklamasi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Dapat dipastikan, penundaan tersebut bukan atas dasar pertimbangan
hukum tapi karena pertimbangan politik. Karena, mekanisme hukum serta mekanisme politik di
DPR, sama sekali tak menghalangi pelantikan Budi Gunawan. Tapi, Jokowi memilih untuk
menunda pelantikan, entah sampai kapan. Tim 9 Tak Mengikat Tim 9 yang kemudian disebut
sebagai Tim Independen pencari fakta untuk kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dan Kepolisian RI, kemudian dibentuk oleh Jokowi. Tim ini diisi oleh sejumlah ahli dan
mantan petinggi berbagai institusi. Sampai kemarin malam, belum ada penetapan resmi Tim 9
ini, juga belum ada kepastian, kapan Keputusan Presiden (Keppres) untuk Tim 9 itu
ditandatangani Jokowi. Pada hakekatnya, Tim 9 tersebut tidak patut disebut Tim Independen.
Karena, tim itu dibentuk oleh Jokowi yang jelas-jelas merupakan Petugas Partai dari PDI
Perjuangan yang ditempatkan di Istana. Di sana juga ada Petugas Partai PDI Perjuangan yang
lain yakni Andi Widjajanto, yang sehari-hari sebagai Menteri Sekretaris Kabinet. Sebut sajalah
ini Tim 9 Jokowi atau Tim 9 Petugas Partai. Hanya buang waktu saja bila berdebat tentang
independensi Tim 9 ini. Mari susuri, di mana letak independennya? Coba simak ini. "Bisa saja
usul tim itu tak dilaksanakan, tapi dengan pertimbangan lain. Tapi tentu kegunaan tim ini dengan
secara sengaja dibentuk dengan Keppres, maksudnya tak lain adalah agar rekomendasinya
dijalankan presiden," kata Jimly Asshiddiqie, salah seorang anggota Tim 9, sebagaimana dilansir
kompas.com, Tim Independen Diberikan Kewenangan Periksa Jajaran KPK dan Polri pada
Selasa, 27 Januari 2015 | 19:22 WIB. Sekali lagi, Bisa saja usul tim itu tak dilaksanakan, tapi
dengan pertimbangan lain. Dengan demikian, usul dan rekomendasi Tim 9 sama sekali tidak
mengikat terhadap Jokowi. Semua terserah Jokowi, apa ia akan melaksanakan rekomendasi atau
tidak. Otoritas tersebut ada pada Jokowi karena Tim 9 adalah bentukan Jokowi. Jadi, jelas kan,
tidak ada independensi pada Tim 9. Yang ada adalah subyektivitas dari Jokowi sebagai
pembentuk Tim 9.

C. KRANGKA HUKUM UNTUK MENEGAKKAN KONTRAK

apat dilihat bahwa yang dijadikan poros utama dalam pemerintahan adalah pembangunan
ekonomi, bahwa telah banyak dilahirkan paket kebijakan ekonomi. Hal ini dapat dimengerti bahwa
ekonomi memang menjadi penggerak dalam kehidupan, bahwa ekonomi menjadi suatu hal yang
penting, namun patut dilupakan oleh pemerintah berkenaan dengan penegakan hukum (law
enforcement) yang mengatur tentang tata perilaku manusia (masyarakat).

Hukum dan ekonomi tidak bisa dipisahkan dan harus beriringan. Hal inilah yang belum
terakomodasi oleh pemerintah. Sebagai contoh kebijakan pemerintah yang memfokuskan pada
bidang ekonomi berdampak berlawanan dengan bidang hukum, contoh untuk menunjang kegiatan
ekonomi anggaran penegakan hukum mengalami pemangkasan, padahal patut dimengerti bahwa
Indonesia sedang dalam proses transisi dalam membangun peradaban hukum yang bebas korupsi.
Hal ini berdampak pada penghambatan proses penegakan hukum karena tiadanya anggaran bagi
pelaksana hukum.

Di samping itu pemerintah dengan memprioritaskan pembangunan ekonomi melupakan bahwa


Indonesia sedang pada kondisi epidemic korupsi, hal ini dapat dilihat dari kebijakan presiden dalam
bidang hukum yang mengultim-kan penggunaan sarana hukum (khusus hukum pidana) dalam
kegiatan perekonomian. Sebagai contoh Instruksi Presiden No. 1 tahun 2016 mengamanatkan
penegakan hukum haruslah bersifat ultim dalam arti bersifat menunggu hingga adanya temuan
kerugian nyata dan pasti terhadap suatu kerugian negara baru bisa menindak adanya suatu tindak
pidana korupsi, terhadap kebijakan tersebut.

Apabila dilihat dari sisi ekonomi memang menunjang perkembangan ekonomi namun di sisi lain
kebijakan tersebut menumbuh suburkan penyakit korupsi. Pemerintah mengartikan penanganan
korupsi sebagai obat akhir (panachea) hal ini secara tidak langsung berdampak pada adanya
persepsi bahwa delik korupsi sebagai delik materiil (delik terpenuhi apabila telah menimbulkan
akibat), padahal jelas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jelas menyatakan bahwa delik
korupsi (Pasal 2 dan Pasal 3) merupakan delik formil (delik terjadi apabila unsur perbuatan-
perbuatan telah terpenuhi). Hal ini menandakan potensial kerugian (potential loss) tidak dapat
dijadikan sebagai alasan diprosesnya suatu perbuatan pidana yang dikategorikan korupsi.

Permasalahan lainnya adalah adanya intruksi presiden kepada pimpinan penegak hukum untuk
tidak mengkriminalisasi pengambil kebijakan (tindakan ataupun diskresional) hal ini menurut penulis
merupakan suatu permanjaan bagi pemangku kebijakan, dikarenakan apa ? UU Administrasi
Pemerintah sudah mengartikan jelas bahwa adanya batasan-batasan diskresional yang diberikan
kepada pelaksana kebijakan dalam koridor mengambil suatu (tindakan/kebijakan/diskresi) sehingga
tidak perlu lagi oleh pemerintah ditekankan hal tersebut.

E. PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA SECARA AKUNTABEL

BPK telah menyampaikan melalui surat LHP LKPP Tahun 2015 kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Presiden Jokowi mengatakan untuk menyikapi laporan BPK bukan pada predikat yang diraih, tetapi
hasilnya. Pemeriksaan ini harus kita terima sebagai momentum untuk perbaikan, pembenahan, dan
hasil pemeriksaan BPK menjadi PR kita untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan negara, kata
dia.

Dia mengatakan, seluruh jajaran K/L harus bekerja keras, sebab esensi dari transparansi dan
akuntabilitas adalah bertanggung jawab moral pada konstitusional dan rakyat. Kita tahu semuanya
bahwa penggunaan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) harus sepenuhnya digunakan
untuk kepentingan rakyat, kepentingan masyarakat, dan kita harus bisa memastikan rakyat benar-
benar bisa mendapatkan manfaat dari penggunaan APBN, katanya.

Pada APBN Tahun 2015, pemerintah merealisasikan pendapatan sebesar Rp 1.500,02 triliun atau
turun 2,74 persen dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp 1.550,49 triliun. Secara keseluruhan dari
pemeriksaan atas 86 entitas pelaporan, BPK mengapresiasi pemerintah, khususnya Kementerian
Keuangan yang telah berupaya menjaga kualitas laporan keuangan yang ditunjukkan melalui tidak
signifikannya penurunan kualitas laporan keuangan pada penerapan pertama kali Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) berbasis akrual.

Akrual adalah suatu metode akuntansi di mana penerimaan dan pengeluaran diakui atau dicatat
ketika transaksi terjadi, bukan ketika uang kas untuk transaksi-transaksi tersebut diterima atau
dibayarkan. Dengan demikian, pencatatan dalam metode ini bebas dari pengaruh waktu kapan kas
diterima dan kapan pengeluaran dilakukan.
F.AUDITOR YANG INDEPENDEN

Dalam kasus Setnov, ia diduga melakukan pelanggaran kode etik atas langkahnya mencatut
nama presiden dan wakil presiden untuk meminta saham PT Freeport Indonesia. Kasus ini
sekarang sedang dalam perhatian Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR dan siap
disidangkan.

Yang disamakan oleh Apung, dalam kasus auditor independen ini, belum ada penjelasan dari
Prasetio mengenai perekrutan auditor ini untuk siapa. Apakah untuk DPRD secara instansi atau
untuknya secara pribadi. Hal lainnya yakni apa dasar dan tujuan dari penyisiran ini.

Sementara menurut Ketua Kopel, Syamsuddin Alimsyah, jika Pasetio menrekrut auditor ini
dengan mengatasnamakan DPRD, maka dugaan pelanggaran kode etik semakin besar.
Pasalnya, berdasarkan aturan, DPRD hanya boleh merekrut tim ahli yang melekat pada fraksi
dan pakar yang dipanggil berdasarkan keperluan alat kelengkapan dewan.

Selain itu, jika atas nama dewan, maka anggarannya harus dari APBD dan tercatat di
Sekretaris Dewan.

perekrutan auditor independen tersebut atas inisiatifnya pribadi. Auditor ini disebutnya
disiapkannya untuk mengoreksi program prioritas dan non prioritas dalam KUA-PPAS 2016.

"Tim auditor independent sudah ta' siapkan dan ta' suruh koreksi mana yang prioritas dan yang
tidak prioritas," terang politisi PDIP ini. Secara pribadi ide ketua DPRD," kata Ketua DPRD DKI
Prasetio Edi Marsudi dalam pesan singkat pada detikcom, hari ini.

Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada konfirmasi dari politisi PDIP itu terkait detail
perekrutan auditor tersebut termasuk pada siapa auditor ini bekerja. Untuk Pras pribadi atau
untuk DPRD DKI.

G.PERWAKILAN RAKYAT YANG AKUNTABEL

Presiden Joko Widodo tak lupa untuk mengapresiasi kinerja Dewan Perwakilan Rakyat. Dirinya
menyampaikan, tahun 2016 ini DPR bersama-sama dengan pemerintah telah menyelesaikan 10
Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU).
"Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, kita menyadari yang penting bukan banyaknya Rancangan
Undang-Undang yang disahkan menjadi Undang-Undang, tetapi kualitas dan manfaat dari
Undang-Undang itu bagi rakyat," terang Presiden.

Lebih lanjut, Presiden menerangkan bahwa saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas RUU
mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017. Presiden pun
memastikan bahwa pemerintah akan menyusun anggaran tahun 2017 dengan cermat dan
memprioritaskan peningkatan kesejahteraan rakyat.

"Anggaran itu harus mengikuti program prioritas. Tidak boleh lagi sekedar dibagi rata ke unit-
unit kerja," imbuhnya.

Produktivitas memutus perkara di Mahkamah Agung misalnya, tercatat hingga akhir tahun 2015
merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Mahkamah Agung. Demikian pula dengan sisa
perkara, hingga akhir tahun 2015 juga tercatat sebagai yang terendah dalam sejarah.

"Dari sisi waktu, sekitar 12 ribu perkara atau 82 persen diputus oleh Mahkamah Agung sesuai
dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, yakni kurang dari tiga bulan," lanjut Presiden.

Selain itu, informasi mengenai penanganan perkara pada empat lingkungan peradilan di
Indonesia kini dapat diakses secara online melalui website masing-masing pengadilan. Presiden
juga menyampaikan, sistem peradilan pidana terpadu yang berbasis teknologi informasi sedang
dikembangkan.

Terobosan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan merupakan salah satu di antaranya.
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual disebutnya dapat meningkatkan
transparansi laporan keuangan pemerintah.

"Selama setahun lebih penerapan standar itu, informasi mengenai pertanggungjawaban


pelaksanaan APBN pada laporan keuangan pemerintah tersajikan secara lebih transparan dan
akuntabel," terang Presiden.

H. PENGHORMATAN HUKUM DAN HAM

dalam dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
banyak permasalahan hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang belum bisa diselesaikan.
Pemerintah juga dianggap tidak mampu membangun birokrasi antikorupsi dengan baik

"Misalnya Jokowi tidak tegas bersikap dalam menyelesaikan kasus kriminalisasi terhadap
pemimpin KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan para aktivis antikorupsi serta
pembunuhan aktivis antitambang dan aktivis Muhammadiyah.

Jokowi tidak pernah secara langsung memerintahkan kepolisian dan kejaksaan mengusut
tuntas kasus-kasus tersebut. Padahal Presiden memiliki kewenangan melakukan reformasi
terhadap dua institusi itu jika ditemukan ada penyimpangan di sana.

Catatan lain ada pada pelaksanaan agenda pemberantasan korupsi dan mewujudkan
pemerintahan yang bersih. Misalnya Jokowi justru meminta kepolisian dan kejaksaan tidak
memidanakan kebijakan diskresi yang diambil para kepala daerah. Padahal, melalui
diskresi ini, kepala daerah berpotensi mempermainkan anggaran keuangan negara.

"Sikap Jokowi tersebut memperlihatkan ketidakpahamannya dalam hukum pidana, hukum


tata negara, dan hukum administrasi Negara.

I. TATA KELOLA KELEMBAGAAN NEGARA YANG PLURALISTIK

You might also like