Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
2. Penelitian
a. Nama : Dra. Hj. Rafi`ah Gazali, M.Ag
b. NIP : 19530423 198603 2 001
c. Pangkat/ Gol : Lektor / III/d
d. Jabatan Sekarang : Tenaga Pengajar
e. Bidang Keahlian : Pendidikan Agama Islam
f. Fakultas/Jurusan : FKIP/PGSD
g. Universitas : Lambung Mangkurat
3. Pembimbing
a. Nama : Dr. H. Sarbaini, M.Pd
b. NIP : 19591227 198603 1 003
c. Pangkat/Gol : Lektor Kepala ( IV/c)
d. Jabatan Sekarang : Ketua UPT MPK-MBB UNLAM
e. Bidang Keahlian : Pendidikan Nilai
f. Fakultas/ Jurusan : FKIP / PKn
g. Universitas : Lambung Mangkurat
Mengetahui,
Kepala Lembaga Penelitian
ii
KATA PENGANTAR
Dengan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan
hidayah-Nya dapatlah peneliti menyelesaikan penelitian dengan berjudul
"Manusia Menurut Seyyed Hossein Nasr".
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW, serta seluruh keluarga, para sahabat dan para pengikut
beliau hingga akhir zaman.
Peneliti menyadari bahwa di dalam penelitian ini banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, baik berupa moril maupun material. Hal ini tentunya
tak lepas dari terbatasnya kemampuan yang peneliti miliki, namun walaupun
demikian masih terbersit satu harapan semoga penelitian yang sederhana dan
penuh ketidaksempurnaan ini membawa manfaat. Oleh sebab itu dalam
kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak, terutama kepada yang terhormat:
1. Bapak Dekan FKIP Banjarmasin Drs.H. Ahmad Sofyan, MA yang berkenan
menyetujui penelitian ini.
2. Bapak Drs. H.Sarbaini,M.Pd. selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam penelitian ini.
3. Pimpinan Perpustakaan UNLAM Banjarmasin beserta staf yang telah
memberikan jasa pelayanan yang baik dalam peminjaman buku-buku yang
diperlukan peneliti.
Akhirnya, peneliti hanya dapat berdo'a, semoga segala bantuan, bimbingan
dan pengarahan yang telah diberikan kepada peneliti mendapat ganjaran yang
berlipat ganda. Semoga penelitian mandiri ini bermanfaat bagi peneliti khususnya
dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan umumnya,
amien.
Banjarmasin, 10 September 2013
Peneliti,
Dra.Hj. Rafi`ah Gazali, M.Ag
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
IDENTIFIKASI PENGESAHAN ................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 6
C. Penegasan Judul ..................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian dan Signifikansi Penelitian ....................... 7
E. Metode Penelitian................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 10
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
dapat terlepas dari sejumlah sistem budaya, tradisi, agama dan filsafat dengan
suatu pengalaman induk, hingga dinyatakan bahwa dengan keluar dari diri,
situasi yang dihadapinya. Situasi itu beraneka ragam. Manusia sebagai makhluk
biologis berbeda situasi dengan manusia sebagai makhluk sosial, dan lain lagi
dengan manusia sebagai makhluk religius. Situasi juga bisa menjadi lain karena
perbedaan zaman dan daerah. Zaman dulu berbeda dengan zaman sekarang.
kebudayaan. Lain halnya dengan hewan yang hanya merupakan bagian dari alam
belaka. Interaksi hewan bersifat deterministis. Jawabannya atas segala aksi dari
luar bersifat pasif belaka. Hewan tidak memiliki tanggung jawab dan tidak
1
Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia, Paradoks dan Seruan, (Yogyakarta:
Kanusius, 2004), h. 58.
2
Ibid.
1
2
Manusia sekaligus bagian dari alam dan bertransendensi terhadapnya. Dunia alam
menjadi dunia budaya berkat manusia dan proses peralihan ini disebut juga
:
Kemudian dalam ayat:
: ...
Kedua ayat ini menjelaskan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah
yang dalam kajian tematik adalah berarti siapa yang diberi kekuasaan mengelola
wilayah, baik luas maupun terbatas. Pada ayat di atas yaitu Nabi Adam yang
secara potensial diberi tugas mengelola bumi keseluruhannya pada awal masa
sejarah kemanusiaan, dan Nabi Daud yang diberi tugas mengelola wilayah
Palestina.4
sebenarnya adalah pertanyaan yang telah ada sejak lama. Sejarah pemikiran Barat
3
Ibid, h. 62.
4
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994), h. 158.
3
aliran yang ada ialah filsafat perennial, yaitu sebuah filsafat yang dipandang bisa
menjelaskan segala kejadian yang bersifat hakiki, yang menjadi hakikat seluruh
Salah satu tokoh dari aliran filsafat ini adalah Seyyed Hossein Nasr.
Salah satu ungkapannya yang terkenal adalah bahwa manusia modern telah
siapakah ia sesungguhnya.6
manusia terhadap alam. Dikatakannya bahwa dunia modern tidak lagi memiliki
horizon spiritual.
Hal itu terjadi bukan karena horizon spiritual itu tak ada, tapi karena
manusia modern dalam istilah filsafat perennial yang sering diintrodisir
oleh Nasr hidup di pinggir lingkaran eksistensi. Manusia modern
melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandang pinggiran eksistensinya
itu, tidak pada pusat spiritualitas dirinya, sehingga mengakibatkan ia
lupa siapa dirinya. Memang dengan apa yang dilakukannya sekarang
memberi perhatian pada dunia dan eksistensi di luar dirinya ia
memperoleh pengetahuan dunia material yang secara kuantitas sangat
mengagumkan, tetapi secara kualitatif dan keseluruhan tujuan hidupnya
menyangkut pengertian-pengertian mengenai dirinya sendiri ternyata
dangkal. Dekadensi atau kejatuhan manusia di zaman modern ini terjadi
karena manusia kehilangan pengetahuan langsung mengenai dirinya itu,
dan menjadi bergantung pada pengetahuan eksternal, yang tak langsung
berhubungan dengan dirinya.7
5
Lihat, Budhy Munawar-Rachman, Pengantar Komarudin Hidayat dan Muhammad
Wahyudi Nafis, Agama Masa Depan, Perspektif Filsafat Perennial, (Jakarta: Gramedia, 2003), h.
7.
6
Ibid, h. 1.
7
Ibid, h. 2.
4
manusia modern dan manusia tradisional, yang terakhir ini disebutnya pula
bahwa manusia dengan segala karakteristiknya tidak dapat terlepas dari dimensi
dari realitas dan dari mana manusia itu sesungguhnya berasal, inilah sebabnya
menghindari tanggung jawab sebagai makhluk yang hidup di bumi yang tidak
8
Seyyed Hossein Nasr, The Knowledge and The Sacred , terj. Suharsono, et. al. dengan
judul Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, (Depok: Inisiasi Press, 2004), h 185.
5
manusia dapat ditemukan secara jelas dalam teks-teks tradisional dan keagamaan.
penelitian lebih jauh dan mendalam berkenaan dengan pendapat Seyyed Hossein
B. Rumusan Masalah
9
Ibid, h. 193-194.
10
Ibid, h. 194.
11
Lihat, Budhy Munawar-Rachman, Op. Cit., h. 5. Lihat juga, Seyyed Hossein Nasr, Op.
Cit., h. 195.
6
Masalah pokok yang akan penulis teliti dalam penelitian ini adalah :
Nasr?
3. Apa saja tanggung jawab dan hak manusia menurut Seyyed Hossein Nasr?
C. Penegasan Judul
dari judul tulisan ini, maka penulis memberikan batasan-batasan sebagai berikut :
makhluk yang berakal budi yang mampu menguasai makhluk lain 12, adapun
memiliki akal dan hati yang diberi tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi
satunya adalah karyanya mengenai manusia modern, yaitu Islam and the Plight of
Modern Man.
Jadi yang dimaksud dengan judul di atas adalah manusia yang berakal
budi yang bertugas sebagai khalifah Allah di bumi dan dinilai lebih mulia dari
yang memiliki banyak hasil karya yang antara lain berkenaan dengan manusia.
12
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1990), h.
558.
7
Hossein Nasr.
E. Metodologi Penelitian
permasalahan yang ada melalui pendekatan penelitian yang memadai. Hal ini
penelitiannya berkaitan dengan sumber data yang digunakan. Dalam penelitian ini
mengkaji sumber-sumber pokok penelitian ini dari karya Seyyed Hossein Nasr
sendiri ataupun dari karya-karya tokoh yang lain tentang Seyyed Hossein Nasr.
a. Data
b. Sumber data
Budhy Munawar-Rachman.
Snijders.
F. Telaah Pustaka
postmodernisme dan Islam kontemporer menurut Seyyed Hossein Nasr dan bukan
yang lain dari pemikiran Seyyed Hossein Nasr, yaitu manusia dan hubungannya
penelitian terhadap tokoh yang sama - Seyyed Hossein Nasr - tetapi dari sudut
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah atau skripsi ini dibagi dalam empat bab
pembahasan yaitu:
Bab II, Latar belakang historis Seyyed Hossein Nasr yang berisi tentang
Seyyed Hossein Nasr yang berisi eksistensi manusia, hubungan manusia dengan
berasal dari keluarga ulama dan fisikawan tradisional. Ayahnya, Seyyed Valiallah,
seorang yang terpelajar dan saleh, adalah dokter kerajaan Iran pada waktu itu
sebagaimana kakeknya. Nama Nasr yang berarti kejayaan diambil dari gelar
nasr al-thibb (kejayaan para dokter) yang dianugerahkan oleh raja Persia
kepada kakeknya. Nasr berasal dari keluarga sufi, salah satu leluhurnya adalah
Mulla Seyyed Muhammad Taqi Poshtmashhad, salah satu sufi terkenal di Kashan,
makamnya yang terletak dekat makam Safavid King Shah Abbis, masih
tentang keislaman dan budaya Persia yang didapatkannya dari ayahnya di rumah.
1
Universitas, George Washington, Seyyed Nasr, http://www.gwu.net/ Lecture Platform
BioBox _ Seyyed Nasr.html.
2
Adnan Aslan, Pluralisme Agama dalam Filsafat Islam dan Kristen: Seyyed Hossein
Nasr dan John Hick, (Bandung: Alfiya, 2004), h. 20.
12
13
Pada usia yang masih sangat muda, ia sudah berdiskusi secara panjang lebar
dengan ayahnya terutama dalam masalah filsafat dan keagamaan, hal yang sangat
cukup berarti dalam pendidikan awal Nasr, ia juga mengirimkan Nasr untuk
belajar pada beberapa ulama Syiah tradisional seperti Thabathabai, Hazbini dan
Muthahhari.4
Tahun 1945, setelah Perang Dunia II, pada usia 12 tahun Nasr dikirim ke
luar negeri untuk melanjutkan pendidikan di Barat. Baginya, Barat berarti wilayah
Nasr mempelajari sastra Inggris, sains, sejarah Amerika, kebudayaan Barat dan
agama Kristen.6
3
The Seyyed Hossein Nasr Foundation, A Biography of Seyyed Hossein Nasr,
http://www.nasrfoundation.org/ Biography _ Dr. Seyyed Hossein Nasr.html
4
Azyumardi Azra, Tradisionalisme Nasr: Eksposisi dan Refleksi Laporan dari Seminar
Seyyed Hossein Nasr, Ulumul Quran, 1993, h. 106.
5
Adnan Aslan, Op. Cit., h. 21.
6
The Seyyed Hossein Nasr Foundation, Op. Cit..
14
pencapaian akan hakikat realitas sama sekali bukan peran sains modern dan ini
Setelah memperoleh gelar B.S. dari M.I.T. pada tahun 1954, Nasr
geologi dan geofisika dan menyelesaikan tingkat M.A., di sini ia melakukan riset
dalam bidang sejarah sains di bawah bimbingan Sir Hamilton Gibb, H.A. Wolfson
dan I.B. Cohen. Secara intelektual Nasr sangat aktif; ia tidak ingin kehilangan
pengetahuannya. Ia bertemu dengan banyak sarjana seperti D.Z. Suzuki dan Sh.
7
Ibid.
8
Adnan aslan, Op. Cit., h. 22.
9
Ibid.
10
Ibid, h. 23.
15
merupakan tokoh filsafat perennial dan banyak menulis tentang esoterisme Islam,
seni suci dan seni Islam. Nasr sering berkorespondensi dengannya dan beberapa
kali bertemu bahkan di tahun 1966, pada perayaan 100 tahun berdirinya
Marco Pallis, Martin Lings, Houston Smith dan Louis Massignon serta Henry
dengan Corbin terjadi waktu ia kembali ke Teheran pada tahun 1958 dan bekerja
sama dengannya selama hampir dua puluh tahun, mengajar dan menulis berbagai
buku.12
and Methods Used for Its Study by the Ikhwan ash-Shafa, al-Biruni and Ibn Sina
pada tahun 1964. pada tahun yang sama ia memperoleh gelar Ph.D. dari Harvard
dan kembali ke Iran dengan apresisasi baru terhadap tradisi Islam yang hidup
11
Ibid, h. 25-26.
12
Ibid, h. 26.
13
Ibid.
16
B. Aktivitas
kemudian terlibat dalam berbagai lembaga pendidikan tinggi di Iran dan beberapa
(1970), India dan Edinburgh serta Toronto (1983), Inggris (1994), California
Professor Sains dan Filsafat di Universitas Teheran dan ikut serta di hampir setiap
peran penting dalam membangun kampus universitas di kota Isfahan dan pada
direktur pertamanya. Selama di Iran ini pula, selama hampir sepuluh tahun ia aktif
Husain Thabathabai dan Sayyid Abu al-Hasan Rafii. Hal ini kemudian menjadi
landasan Nasr ketika bekerja sama dengan Corbin dalam usaha memperkenalkan
14
Nur Said, Kritik Tradisionalisme Islam Terhadap Krisis Dunia Modern (Studi atas
Pemikiran Seyyed Hossein Nasr), An-Nur, Vol. I, No. 2, Februari 2005, h. 277.
15
Adnan Aslam, Op. Cit., h. 26-27.
17
Pada 1961-1962 Nasr menjadi Dosen Tamu di Centre for the Study of
University di Beirut sebagai pejabat pertama Aga Khan Chair of Islamic Studies.16
organisasi logistik.17
Pada masa itu, Iran berada di bawah pemerintahan Dinasti Reza Pahlevi
dari kalangan ulama yang dipelopori oleh Ayatullah Khomeini dan dari kaum
Namun akhirnya Nasr keluar dari lembaga itu karena Ali Syariati telah
Pada 1979, situasi politik Iran memaksa Nasr meninggalkan negerinya itu
16
Nur Said, Loc. Cit..
17
Ibid, h. 276.
18
John L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi di Negar-Negara Muslim, terj.
Rahmany Astuti, (Bandung: Mizan, 1999), h. 80.
19
Nur Said, Loc. Cit..
18
Universitas Birmingham.20
Yayasan yang bernama Foundation for Traditional Studies ini didirikan pada 1984
ini telah mempublikasikan berbagai buku terutama yang berkenaan dengan ajaran
tradisional dan filsafat perennial seperti Religion of the Heart karangan Frithjof
Schuon yang diedit oleh Nasr dan william Stoddart, dan In Quest of the Sacred:
The Modern World in the Light of Tradition yang merupakan kumpulan esay dari
para penulis tradisional pada suatu konferensi yang diadakan di Peru oleh yayasan
Yaysan ini juga menerbitkan jurnal Shopia yang berisi esay-esay tentang berbagai
pandangan tradisional.21
C. Karya-Karya
aktif menulis. Ia telah menulis lebih dari 50 buku dan 500 artikel dan sebagian
20
Adnan Aslan, Op. Cit., h. 31, 33 dan 34.
21
Universitas, George Washington, Op. Cit..
19
umat Islam, bahasa Eropa dan Asia.22 Meskipun menulis dengan menggunakan
bahasa Inggris, akan tetapi Nasr menyebut dirinya sebagai man of the East dan
and Methods Used for Its Study by the Ikhwan ash-Shafa, asl-Biruni and
8. Islam and The Plight of Modern Man (1975), terjemahan bahasa Indonesia
10. The Encounter Man and Nature (1984), terjemahan bahasa Indonesia
15. The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity (2002), terjemahan
berbagai hal lain yang berhubungan dengan diri manusia merupakan topik yang
sering muncul dalam pembahasan filsafat. Hal ini mendorong munculnya berbagai
caranya masing-masing.
manusia ini adalah filsafat perennial. Aliran ini berusaha menguraikan pengertian
tentang hakikat diri manusia dari perspektif yang disebut tradisional, karena
itu menjadi seperti tersembunyi apalagi sekarang kehidupan spiritual telah banyak
ditinggalkan manusia.1
Seyyed Hossein Nasr, sebagai salah satu tokoh aliran filsafat ini dengan
1
Budhy Munawar-Rachman, Pengantar Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni
Nafis, Agama Masa Depan: Perspektif Filsafat Perennial, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
Maret 2003), h. 5.
2
Lihat, Nur Said, Kritik Tradisionalisme Islam Terhadap Krisis Dunia Modern (Studi
atas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr), An-Nur, Vol. I, No. 2, Februari 2005, h. 280 dan 282.
21
22
sebagaimana dikatakannya:
... Apabila dua dasawarsa yang lampau setiap orang berbicara mengenai
kemungkinan yang tak terbatas bagi manusia untuk berkembang secara
lahiriah dan materialistis, maka pada masa kini setiap orang berbicara
mengenai batas-batas pertumbuhan sebuah ungkapan yang pada saat ini
sedang populer di Barat atau bahkan mengenai bencana yang segera akan
menimpa umat manusia. Tetapi konsep-konsep serta faktor-faktor yang
dipergunakan untuk menganalisa krisis yang dihadapi manusia modern ini,
pemecahan-pemecahan yang dicari, dan bahkan warna-warna untuk
melukiskan bencana yang akan menimpa umat manusia itu biasanya
berdasarkan unsur-unsur yang telah menciptakan krisis itu juga. Kehidupan
di dunia ini tampaknya masih tidak memiliki horizon spiritual. Hal ini
bukan karena horizon spiritual itu tidak ada, tetapi karena yang
menyaksikan panorama kehidupan kontemporer ini seringkali adalah
manusia yang hidup di pinggiran lingkaran eksistensi, sehingga ia hanya
dapat menyaksikan segala sesuatu dari sudut pandangannya sendiri. Ia
senantiasa tidak peduli dengan jari-jari lingkaran eksistensi dan sama sekali
lupa dengan sumbu maupun pusat lingkaran eksistensi yang dapat
dicapainya melalui jari-jari tersebut.3
hakikat dirinya yang sebenarnya. Kemajuan masyarakat yang sudah berhasil dan
begitu percaya pada iptek, akhirnya berkembang lepas dari kontrol agama karena
agama. Segala kebutuhan agama seolah bisa terpenuhi dengan iptek. Namun
3
Seyyed Hossein Nasr, Islam and The Plight of Modern Man, terj. Anas Muhyiddin
dengan judul Islam dan Nestapa Manusia Modern, (Bandung: Pustaka, 1983), h. 4
23
masyarakat Barat mengalami apa yang disebut krisis epistimologis, mereka tidak
lagi mengetahui makna dan tujuan hidup (meaning and purpose of life).
hanyalah ilmu yang bersifat praktis dan dapat diukur dalam kerangka ilmiah yang
Hal ini, menurut Nasr yang juga disepakati oleh tokoh-tokoh lain dalam
dibangun manusia selama ini tidak menyertakan hal yang paling esensial dalam
kehidupan manusia, yaitu dimensi spiritual, sehingga dunia seakan tidak memiliki
4
Nur Said, Op. Cit., h. 270.
5
Seyyed Hossein Nasr, Op. Cit., h. 3-4.
24
A. Hakikat Manusia
dan hak-hak manusia dirumuskan dari hubungan tersebut. Form atau bentuk
Sifat Tuhan dalam diri manusia ini sebagaimana cermin yang merefleksikan
cahaya matahari.7
dijelaskan bahwa pada mulanya manusia diciptakan dari tanah liat, dan kemudian
28-29:
6
Ibid, h. 19.
7
Seyyed Hossein Nasr, The Heart Of Islam: Enduring Values for Humanity, terj.
Nurasiah Fakih Sutan Harahap dengan judul The Heart Of Islam: Pesan-Pesan Universal Islam
Untuk Kemanusiaan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 336.
25
- :
Pengaruh sufisme Ibnu Arabi tampak jelas dalam pemikiran Nasr, ia
Universal (al-insan al-kamil), yaitu cermin yang memantulkan semua Nama dan
Sifat Allah. Bagi Tuhan, maksud dan tujuan penciptaan manusia adalah untuk
Manusia Universal.8
dan agama-agama lain terutama Kristen dan Yahudi. Nasr menyimpulkan adanya
kesamaan konsep dalam setiap agama dan tradisi tentang kejadian manusia
terutama dalam hal adanya aspek Ketuhanan dalam diri manusia, sesuatu yang
8
Seyyed Hossein Nasr, The Encounter Man and Nature, terj. Ali Noer Zaman dengan
judul Antara Tuhan, Manusia dan Alam, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), h. 115-116.
26
tersebut. Dia kemudian turun ke level taman terestrial9 dan dikenakan tubuh
lain dari alam yang sangat halus dan tidak dapat disuapi. Akhirnya dia
dilahirkan ke dunia fisik dengan tubuh yang binasa tetapi mempunyai
landasan dalam tubuh-tubuh yang halus dan berkilau, termasuk tahap-tahap
awal elaborasi manusia dan kejadiannya sebelum kemunculannya di
bumi.10
diturunkan dari ruh yang merupakan milik Allah11, dengan demikian terdapat
Alquran di atas. Di sini Nasr berusaha menegaskan bahwa ruh manusia bukanlah
ciptaan Allah, karena dalam berbagai ayat tentang kejadian manusia, selalu
menurut Nasr, jasad manusia diciptakan dan kemudian Allah meniupkan ruh-Nya
Akan tetapi, Nasr menegaskan bahwa konsep ini tidak mengubah Tuhan
menjadi manusia atau sebaliknya, juga tidak ada kemungkinan inkarnasi dimensi
manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung dalam
memantulkan Nama dan Sifat-Nya, tegasnya ada sesuatu yang suci dalam diri
9
Terestrial adalah kata sifat yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang hidup dari
atau di bumi (of or living on the land), lihat Martin H. Manser, Oxford Learners Pocket
Dictionary, (New York: Oxford University Press, 1995), h. 428. Nasr menggunakan istilah ini
untuk menunjukkan manusia yang hidup di bumi dengan segala tanggung jawabnya atas
tindakannya sebagai penjaga dan pelindung bumi, lihat Seyyed Hossein Nasr, The Knowledge and
The Sacred , terj. Suharsono, et. al. dengan judul Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama,
(Depok: Inisiasi Press, 2004), h. 167.
10
Ibid, h. 177.
11
Seyyed Hossein Nasr, A Young Muslims Guide to the Modern World, terj. Hasli
Tarekat dengan judul Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan Untuk Kaum Muda Muslim,
(Bandung: Mizan, 1994), h. 41.
27
logos yang menjadi prototipe semua manusia dan segala ciptaan, dalam Islam
logos, tegas Nasr, adalah Nabi Muhammad.14 Nabi Muhammad, sebagai pembawa
Islam, merupakan Nabi terakhir yang diutus Allah ke dunia, meskipun seluruh
nabi dalam Islam memiliki aspek logos tersebut, akan tetapi menurut Nasr,
Hakikat Muhammad yang menjadi ciptaan Allah yang pertama konsep yang
sama dengan konsep Nur Muhammad dalam tasawuf sehingga secara batin
beliau datang sebelum nabi yang lain pada awal siklus kenabian dan sebagai
12
Lihat, Seyyed Hossein Nasr, Ideals and Realities of Islam, terj. Abdurrahman Wahid
dan Hashim Wahid dengan judul Islam dalam Cita dan Fakta, (Jakarta: LEPPENAS, 1981), h. 4
dan 177.
13
Seyyed Hossein Nasr, Living Sufism, terj. Abdul Hadi WM dengan judul Tasauf Dulu
dan Sekarang, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 37-38.
14
Dalam setiap agama, penyebar atau pendirinya selalu diidentifikasikan sebagai logos,
dalam Kristen, logos diidentifikasi sebagai Kristus seperti dijelaskan dalam Injil Yohannes. Lihat,
Ibid, h. 57, juga Seyyed Hossein Nasr, The Knowledge..., Loc. Cit..
28
anbiya memulai sebuah siklus kesucian yang diistilahkan Nasr dengan kesucian
Muhammad yang selalu ada dan menjadi kekuatan spiritual dalam Islam,
sehingga tidak lagi diperlukan adanya agama baru sesudah Islam, sebab wahyu
yang dibawa Nabi Muhammad dengan sendirinya mengandung segala hal yang
Fase ketiga dalam kejadian manusia adalah manusia dalam level kosmik,
yaitu Nabi Adam sebagai penghuni surga sebelum kejatuhan yang dialaminya
mana manusia tidak lagi berada dalam level kosmik, tetapi telah berpindah ke
dunia fisik. Pada fase ini manusia melengkapi penciptaan alam sebagai wakil
15
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit., h. 57.
16
Ibid.
17
Ibid, h. 56.
18
Seyyed Hossein Nasr, The Encounter..., Op. Cit., h. 115.
29
menjadi manusia terestrial yang menghuni bumi. Penurunan derajat manusia yang
pra eternal (azali) antara manusia dengan Allah sebagaimana dijelaskan dalam
Alquran:
: ...
Perjanjian yang terjadi sebelum kelahiran manusia ini menimbulkan
amanah bagi manusia sebagai makhluk yang berakal dan bebas, dengan segala
19
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam..., Op. Cit., h. 18.
20
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit.. h. 21.
30
bebas (free will) dan kemampuan berbicara. Akal memungkinkan manusia untuk
Kemudian kehendak membuat manusia mampu memilih antara yang benar dan
yang salah, manusia dalam Islam, tegas Nasr, bukan makhluk berkehendak serba
buruk yang memiliki akal, tetapi sebaliknya adalah makhluk berakal yang mampu
membentuk sifat yang fundamental dalam diri manusia. Sebagai hamba, manusia
harus berada dalam ketundukan total kepada Tuhan dan dalam kondisi siap
menerima apa pun yang diinginkan-Nya dari diri manusia itu, menerima semua
khalifah, manusia harus bersifat aktif terutama menjadi jembatan antara langit dan
21
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam..., Op. Cit., h. 338.
22
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit., h. 4.
23
Seyyed Hossein Nasr, The Encounter..., Op. Cit., h. 116.
31
dunia.24
Dari sinilah kemudian timbul konsep Nasr tentang Manusia Suci (pontifex)
hidup di dalam dunia yang mempunyai Asal maupun Pusat. Dia hidup dalam
dan keutuhannya. Dia juga hidup dalam lingkaran pusat yang senantiasa sadar dan
pengertian lain, Manusia Suci adalah Khalifah Allah di bumi yang bertanggung
jawab kepada-Nya atas segala tindakan, penjaga dan pelindung bumi yang
senantiasa percaya diri sebagai figur terestrial pusat yang diciptakan dalam
bentuk Tuhan.25
24
Seyyed Hossein Nasr, A Young Muslims..., Op. Cit., h. 40.
25
Seyyed Hossein Nasr, The Knowledge..., Op. Cit., h. 167.
32
mana dia bebas menjelajah dan memiliki berbagai objek sesukanya. Ia kehilangan
makna sakral sehingga menjadi budak dari alam rendahnya dan menyerah kepada
apa yang dianggap sebagai kebebasan. Secara pasif, manusia tipe ini mengikuti
aliran yang menuju ke bawah siklus sejarah manusia dengan mengklaim bahwa
Hal ini menurut Nasr, disebabkan oleh ideologi modern yang cenderung
lupa siapa dirinya sebenarnya karena ideologi modern yang dianutnya ini.
terutama dalam aspek materi pada dasarnya hanyalah pengetahuan duniawi yang
26
Ibid, h. 168.
33
Keadaan ini dimulai pada sekitar abad ke-17 di Barat, yang merupakan
dogmatis Agama. Kenyataan ini dapat dipahami karena abad modern Barat
ditandai dengan adanya upaya pemisahan antara ilmu pengetahuan dan filsafat
dan positifisme dalam satu paket epistimologi melahirkan apa yang disebut T.H
kebenaran ilmu pengetahuan hanya diukur dari sudut koherensi dan korespodensi.
yang berada diluar jangkauan indra dan rasio serta pengujian ilmiah akan ditolak,
bebas dan independen dari alam dan Tuhan. Manusia di Barat sengaja
27
Seyyed Hossein Nasr, Islam and The Plight..., Op. Cit., h. 5.
34
untuk kepentingan pengetahuan. Alam tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang
berbagai teks-teks keagamaan, maka dapat dipastikan bahwa tidak ada satu pun
28
M. Ali Adriansyah, Seyyed Hossein Nasr: Tradisionalisme Islam Sebagai Pencarian
Menuju Shopia Perennis, http://www.pendidikan.net/artikel.us/ali_adrinsyah.html
29
Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman,
(Jakarta: Srigunting, 2004), h. 106.
35
Kitab Suci yang tidak memerintahkan manusia untuk menjaga alam semesta dari
kehancuran.
Perspektif Nasr bahwa Manusia Suci adalah figur terestrial pusat yang
dimensi Ketuhanan dalam diri manusia yang menurut Nasr tidak dapat diingkari.
Seperti dijelaskan di atas, manusia diberi hak untuk menguasai alam karena ia
alam, akal dan kebebasan yang diberikan kepadanya tidak akan digunakannya
30
Seyyed Hossein Nasr, The Encounter..., Loc. Cit...
36
manusia secara implisit mengandung dua entitas, yaitu kata human yang mengacu
pada tubuh manusia (body and mind), dan kata being yang pada jiwa (soul).
lama hidupnya, sebagai contoh, manusia yang berumur 80 tahun, telah mengalami
dirinya pada masa kanak-kanak secara baik, dengan demikian ada bagian dari
dirinya yang tidak berubah, yaitu jiwa (soul)nya. Sehingga dapat dikatakan
manusia terdiri dari dua entitas, tubuh dan jiwa. Sebagai tubuh, manusia bersifat
fisikal, tetapi sebagai jiwa manusia bersifat non-fisikal dan sama sekali tidak
Dengan demikian, ada bagian manusia yang dalam istilah Eickhart adalah
sesuatu yang uncreated and uncreatable (tidak dan tidak mungkin diciptakan)32
suatu bagian yang murni bersifat spiritual, suatu pandangan yang bertolak
31
Budhy Munawar-Rachman, Pengantar..., Op. Cit., h. 6.
32
Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis..., Op. Cit., h. 93.
37
manusia itu sendiri adalah bukti bahwa manusia dikembangkan dari asal surgawi
Dari perspektif scintie sascra34 tubuh manusia itu sendiri adalah bukti
bahwa manusia dikembangkan dari asal surgawi, dia dilahirkan untuk
tujuan yang melampaui batas-batas kebinatangannya. Definisi manusia
sebagai wujud sentral yang direfleksikan bukan hanya dalam pikiran,
pembicaraan, dan kemampuan internalnya yang lain, tetapi juga dalam
tubuhnya yang berdiri pada pusat lingkaran eksistensi terestrial, memiliki
keindahan dan signifikansi yang berasal dari alam spiritual murni. Tubuh
setiap laki-laki dan perempuan melahirkan takdir kemanusiaan, sebagai
suatu ciptaan yang dilahirkan untuk immortalitas, ciptaan yang
kesempurnaannya menempa peningkatan dimensi eksistensi vertikal,
mencapai pusat dimensi horizontal. Mereka yang mencapai titik silang,
adalah manusia yang mendaki sumbu vertikalnya, yang merupakan jalan
untuk mentransendensikan dirinya sendiri menuju manusia seutuhnya,
menjadi manusia adalah melampaui dirinya sendiri. Sebagaimana Saint
Agustinus menyatakan, untuk tetap menjadi manusia, manusia harus enjadi
superhuman. Manusia juga memiliki berbagai kemampuan internal, suatu
memori yang jauh lebih prestisius daripada yang dapat digambarkan produk
pendidikan modern. Suatu yang memainkan peranan paling positif dalam
aktivitas intelektual dan artistik dari manusia tradisional.35
yang paling mulia atau menjadi makhluk yang menolak adanya Tuhan.36
33
Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia, Paradoks dan Seruan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2004), h. 24.
34
Scientia Sacra atau Pengetahuan Suci adalah pengetahuan yang menurut Nasr
merupakan inti dari setiap wahyu yang bersifat langsung, dapat dirasakan an dialami, ruhaniyah.
Dalam istilah lain Nasr menyebutnya dengan al-ilm al-hudhuri. Isi pokok pengetahuan ini adalah
tentang Ketuhanan. Dalam pengertian tradisional, marifah atau metafisika dapat diidentikkan
dengan Scientia Sacra. Lihat, Seyyed Hossein Nasr, The Knowledge..., Op. Cit., h. 135-137.
35
Ibid, h. 182-183.
36
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit., h. 10.
38
menjadi dalam istilah Nasr dewa kecil yang mengingkari Tuhan, satu sikap
penjelasan Nasr:
Simbol dari beban berat yang diletakkan Tuhan pada bahu manusia,
adalah hajar al-aswad yang terdapat di Kabah: Di dalam Islam, Hajar al-
Aswad ini yang sebenarnya sebuah meteor adalah simbol dari perjanjian
(al-mitsaq) antara Tuhan dengan manusia. Tuhan mengajarkan kepada
manusia nama semua makhluk dan benda seperti diterangkan dalam
Alquran maupun Perjanjian Lama. Ini berarti bahwa Tuhan memberikan
kepada manusia kemungkinan untuk menguasai semua benda dan makhluk,
sebab mengenal nama suatu benda berarti menguasai benda tersebut. Lebih
dari itu, manusia juga diberi kehidupan dan kebebasan untuk menerima
ataupun menolak adanya Tuhan. Adalah aneh bahwa kita, bagian dari
wujud yang mutlak, menolak adanya wujud itu. Kita ada dan terdapat di
antara kita yang menolak wujud, yang menjadi sumber eksistensi kita.
Hanya manusia yang dapat menjadi eksistensialis. Binatang juga
mempunyai eksistensi, tetapi mereka bukan eksistensialis.38
eksistensi manusia didasarkan kepada dua hal, pertama ketika Tuhan menciptakan
menjadikan manusia sebagai khalifah atau wakil Tuhan di dunia; dan kedua
37
Ibid.
38
Ibid.
39
Tanggung jawab yang demikian besar sehingga langit, bumi dan gunung tidak
:
Dengan akal dan kebebasannya, manusia diberi pilihan untuk menjaga
pancaran realitas Manusia Universal yang hanya dapat direalisasikan oleh para
manusia kepada Tuhan, sebagaimana salah satu arti dari akar kata tersebut yaitu
dengan baik (la yaqilun). Alquran sangat menekankan bahwa keruntuhan iman
penyalahgunaan akal.41
- :
Manusia Promethean dengan segala pengkhianatan yang dilakukannya
spiritualitas dalam dirinya, tegas Nasr, adalah produk ideologi modern yang telah
melupakan aspek Ketuhanan dalam kehidupan. Ideologi yang tidak lagi mengakui
bahwa manusia berasal dari Yang Mutlak dan pada akhirnya akan kembali
:
Akhirnya Nasr menegaskan bahwa kejatuhan manusia dari Manusia
41
Seyyed Hossein Nasr, Islam dalam Cita..., Op. Cit., h. 6.
42
Seyyed Hossein Nasr, A Young Muslims..., Op. Cit., h. 41.
41
tidak serta merta menurunkan derajat manusia secara penuh karena keberadaan
sebagai makhluk sentral di alam semesta yang dapat diketahuinya secara lengkap,
bantuan kosmos, ia dapat menggapai keadaan yang lebih mulia dibandingkan apa
:
Dan pada Surah Thaha ayat 14:
:
Perintah penyembahan dalam kedua ayat tersebut, menurut Nasr
menegaskan bahwa manusia secara mutlak merupakan hamba Tuhan. Ini juga
menunjukkan bahwa salah satu tujuan penciptaan manusia dalam Islam adalah
beragama. Hubungan manusia dengan Tuhan berada pada titik pusat setiap agama,
yang merupakan jalan bagi manusia untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan.
43
Seyyed Hossein Nasr, The Encounter..., Op. Cit., h. 115.
44
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam..., Op. Cit., h. 339.
42
pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu, yang mana dalam melakukan
tindakan, seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan
mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya dan menjadi
kepercayaannya.45
Hubungan antara manusia dan Tuhan ini, atau antara yang nisbi dan
yang mutlak, menduduki titik pusat dalam setiap agama. Perbedaannya
terletak pada penekanan sesuatu agama atas aspek-aspek dari hubungan ini.
di dalam setiap agama terkandung kebenaran meskipun kebenaran ini
terbatasi oleh bentuk dari agama itu. Karenanya, menjalani suatu agama
secara penuh adalah sama dengan menjalani semua agama dan tidak ada hal
yang lebih sia-sia daripada usaha-usaha untuk menciptakan sinkretisme
dengan tujuan menciptakan universalitas, padahal dalam kenyataannya
usaha itu hanya akan menghancurkan bentuk agama, yang secara sendiri-
sendiri telah memungkinkan pendekatan antara manusia dan Tuhan. Tanpa
petunjuk langit dalam artian umum, agama tidak mungkin ada dan
manusia tidak akan mampu mendekatkan diri pada Tuhan, tanpa Tuhan
membuat diri-Nya melalui kemurahan-Nya menyediakan cara bagi manusia
untuk membuat demikian. Setiap agama yang menetap adalah anugerah
Tuhan dan selama masih utuh tetap mengandung doktrin dan metode untuk
menyelamatkan manusia dari kondisi duniawinya yang serba tak
menentu, serta membukakan pintu sorga baginya.46
setiap agama dalam level substansi adalah sama, tetapi masing-masing memiliki
Tuhan.
45
H. Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, PT. Hadikarya Agung,
Jakarta, 1983, cet. XI, h. 6.
46
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit., h. 2.
43
Pencipta dan manusia adalah ciptaan-Nya yang berada dalam tingkatan hamba.
Kemuliaan manusia bukan berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari posisinya
sebagai hamba yang mampu melaksanakan apa Kehendak Majikan Tertinggi alam
Ajaran Islam, menurur Nasr, adalah ajaran yang didasarkan pada ajaran
menyeluruh tentang watak Ilahiah, yakni Yang Maha Esa tanpa sekutu apa pun.
berdasarkan Keesaan-Nya. Allah adalah Esa, Absolut, Maha Tak Terbatas dan
Sumber seluruh realitas. Manusia hidup dalam sebuah dunia yang sangat
menuju Transendensi yang tak lain adalah Allah. Islam sangat menekankan
Transendensi Allah, yang berada di atas segalanya adalah Dia. Allah sangat dekat
47
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam..., Op. Cit., h. 337.
48
Seyyed Hossein Nasr, A Young Muslims..., Op. Cit., h. 42.
44
dengan manusia, bahkan melebihi diri manusia itu sendiri, pada satu sisi, Allah
benar-benar di luar dan di atas manusia, tetapi di sisi lain Dia menjadi pusat
keberadaan manusia.49
manusia sebagai makhluk yang memiliki fitrah yang mulia, bukan makhluk yang
berlumur dosa. Fitrah setiap manusia ketika ia dilahirkan ke dunia adalah suci.
kebaikan adalah sesuatu yang telah ditanamkan Allah dalam tabiat manusia,
sesuatu yang menjadi tabiat dan fitrahnya, akan tetapi karena sebab-sebab lain
dalam dirinya, diberi tugas sebagai khalifah dengan dikaruniai akan, kebebasan
berkehendak dan kemampuan berbicara. Ketiga hal tersebut, pada dasarnya adalah
49
Ibid, h. 39-40.
50
Seyyed Hossein Nasr, Ideals and Realities of Islam, http://www.fonsvitae.com/Seyyed
Hossein Nasr - Ideals and Realities of Islam - SEYYED HOSSEIN NASR Preface by Titus
Burckhardt Foreword by Huston Smith (Islamic Texts Society - Fons Vitae books).html.
51
A. Athaillah, Aliran Akidah Tafsir al-Manar, (Banjarmasin: Balai Penelitian IAIN
Antasari, 1990), h. 158-159.
45
dipercayakan kepada manusia dan melalui ketiga hal tersebut manusia akan
segala sesuatu secara tidak terbatas selain permasalahan esensi Tuhan kecuali
Dengan dasar ini, setiap akal normal dan sehat secara alamiah akan terbawa untuk
kehidupan manusia:
52
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit., h. 4.
53
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam..., Op. Cit., h. 16.
46
pekerjaan melawan alam atau natur manusia, maka tidak akan berhasil.
Contohnya ialah eksperimen komunisme yang kini terbukti gagal.54
turunan. Dalam Islam ditegaskan bahwa manusia lahir ke dunia dalam keadaan
dan kesadaran bahwa hanya Tuhan yang memiliki kebebasan absolut karena
hanya Dia yang Tak Terhingga. Meski demikian, manusia juga memiliki
54
Nurcholish Madjid, Kata Pengantar pada Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis:
Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta: Srigunting, 2004), h. XV-XVI.
55
Seyyed Hossein Nasr, A Young Muslims..., Op. Cit., h. 38.
47
langsung dari diri manusia, ia tidak dapat menyatakan dirinya lebih jelas dengan
cara selain berbicara sehingga dapat dikatakan bahwa berbicara adalah bentuk
lahir dan batin manusia. Ini pula yang menyebabkan kata-kata menjadi pusat
segala ritus dalam Islam, biasanya berkisar pada doa. Berbagai ritual peribadatan
dalam Islam tidak terlepas dari aspek ini. dalam tasauf, terdapat doa yang dibaca
berulang-ulang yang juga disebut dengan zikir yang secara lahiriah adalah
penggunaan kekuatan kata-kata sebagai doa, tetapi secara batin adalah usaha
yang bebas dan kemampuan berbicara tersebut, tetapi dalam pandangan Nasr
manusia tetap membutuhkan petunjuk Tuhan. Hal ini terutama berkenaan dengan
sifat dasar manusia yang pelupa dan acuh tak acuh sehingga harus selalu diberi
peringatan. Nabi Adam sebagai manusia pertama juga sekaligus nabi pertama.
Manusia tidak dapat mengangkat dirinya secara spiritual dengan begitu saja, ia
Alasan yang paling kuat tentang pentingnya petunjuk Tuhan bagi manusia
menurut Nasr adalah adanya berbagai hambatan yang menyebabkan manusia tidak
56
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit., h. 5-6.
57
Ibid, h. 7.
48
Dalam konteks ini penting diingat bahwa Islam tidak mengakui dosa
turunan, tetapi sekalipun demikian Islam menerima kejatuhan manusia (al-
hubuth) dari kesempurnaan primordial dan asalnya tempat ia semula
diciptakan. Menurut Islam, dosa besar manusia adalah kealpaan (al-
ghaflah) dan tujuan pesan kewahyuan adalah untuk memungkinkan
manusia agar senantiasa tidak alpa. Itulah sebabnya mengapa salah satu
nama Alquran sendiri adalah pengingat Allah (dzikr Allah) dan mengapa
akhir serta tujuan tertinggi seluruh ritus dan konjungsi Islam adalah
mengingat Allah SWT. Sifat primordial manusia tersebut tidak dapat tidak
menegaskan Keesaan Tuhan. Ia tak lain menyatakan kesaksian at-tauhid.
Namun karena kejatuhannya, kehendak manusia telah menyimpang dari
kepatuhan terhadap Allah SWT kepada nafsunya. Karena itu, Allah SWT
telah mewahyukan peraturan dan perintah tegas agama seperti yang
tercantum dalam syariah.
dengan Tuhan, yaitu suatu hubungan yang universal di mana manusia berada
Tuhan, bukan dalam bentuk inkarnasi Tuhan dalam diri manusia atau sebaliknya.
58
Seyyed Hossein Nasr, A Young Muslims..., Op. Cit., h. 40-41.
59
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit., h. 20.
49
kedudukan yang menuntut manusia memiliki sifat aktif sebagai khalifah tetapi di
60
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam..., Op. Cit., h. 16.
61
Ibid.
50
Maha Kuasa, dan kemampuannya berbicara sesuai dengan apa yang diinginkan
Tuhan darinya. Sebagai imbalan atas semua anugerah Tuhan atas dirinya, manusia
harus selalu ingat akan asal-usulnya dan harus berusaha mencapai tujuan
perjalanannya di dunia.62
Walaupun setiap orang sekarang ini berbicara setiap hari tentang hal-hal
manusia dan sedikit menyinggung tanggung jawab manusia, dalam
praktiknya, bahkan di Barat modern sendiri, dalam banyak kasus, tanggung
jawab mendahului hak. Sebagai contoh, kita harus menjadi sopir taksi yang
bertanggung jawab sebelum kita diberi hak untuk menyetir di jalan umum,
dan begitu juga kita harus menjalankan tanggung jawab keahlian dalam
hukum pertanahan sebelum kita diberi hak untuk mempraktikkan hukum
tersebut. Dalam Islam, hubungan kewajiban dan hak ini bukan masalah
kelayakan atau berorientasi manfaat, melainkan masalah prinsip dan
penerimaan akan prinsip ini mewarnai pemandangan alam budaya dan
intelektual Islam.63
pertama tanggung jawab manusia kepada Tuhan; kedua tanggung jawab terhadap
62
Seyyed Hossein Nasr, Ideals..., Op. Cit., h. 11.
63
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam..., Op. Cit., h. 339.
51
dirinya sendiri; ketiga tanggung jawab kepada masyarakat; dan keempat tanggung
seperti disebutkan di atas terkait dengan posisi manusia sebagai khalifah dan
hamba Tuhan. Wujud dari tanggung jawab ini adalah pelaksanaan ibadah dan
dirinya kecuali karena sebab-sebab tertentu seperti perang atau pembelaan diri.
Islam tidak mengizinkan manusia untuk berbuat sesukanya atas tubuhnya, karena
dalam Islam tubuh manusia bukanlah milik manusia, tubuh manusia adalah
ciptaan Tuhan sehingga manusia wajib menjaga dan merawatnya. Itu sebabnya
bunuh diri adalah salah satu dosa besar dalam Islam. Tanggung jawab terhadap
diri ini juga berkenaan dengan jiwa dan akal. Manusia tidak dapat berbuat baik
kecuali dirinya menjadi baik, karena itu ia harus menjaga kondisi kejiwaannya
agar selalu dalam kebaikan dan memelihara akalnya dengan jalan mencari
64
Ibid, h. 340.
65
Seyyed Hossein Nasr, Islam and The Plight..., Op. Cit., h. 87.
52
kewajiban tidak hanya bersifat ekonomis seperti nafkah, warisan dan sebagainya,
tetapi juga mencakup pemeliharaan keluarga, berbuat baik kepada mereka dan
dipandang sangat penting karena kontak pribadi dengan tetangga merupakan dasar
keseluruhan umat. Dan dalam masyarakat Islam terdapat tanggung jawab manusia
dengan umat manusia secara umum termasuk dengan penganut agama dan
kepercayaan lain.67
air udara dan lain-lain.68 Di sini manusia memiliki tanggung jawab, terutama
alam. Tanggung jawab manusia terhadap alam ini, menurut Nasr dapat disamakan
hak. Hak manusia, menurut Nasr tidak datang dengan sendirinya, tetapi
jawab manusia.
berupa hak keagamaan, hak dalam kehidupan pribadi dan keluarga, hak hukum,
manusia berhak atas keselamatan jiwa mereka. Islam, demikian pula agama-
agama lain memandang bahwa hal ini adalah tugas utama manusia terhadap diri
dan Tuhan, kepada siapa manusia harus menyerahkan jiwanya. Hak ini adalah
kemerdekaan hati nurani dalam hal keyakinan agama. Tuhan tidak berkeinginan
manusia beriman atas dasar kehendaknya sendiri.70 Dalam Alquran sendiri telah
:
Hak selanjutnya adalah hak-hak pribadi yang berkenaan dengan hidup
hak untuk hidup dan memiliki kekayaan kecuali ia melakukan kejahatan yang
69
Ibid, h. 344.
70
Ibid.
54
akibatnya masyarakat dapat menarik sebagian atau malah seluruh hak-hak ini.
manusia juga berhak untuk memilih jalan hidup pribadi mereka, misalnya
pekerjaan yang disukai, siapa yang akan dinikahi, cara mengasuh keluarga, tempat
tinggal dan sebagainya. Meskipun selalu ada penghalang eksternal yang tidak
tetap berlaku.71 Dalam masalah ekonomi, manusia properti atau hak kepemilikan
pribadi adalah suatu kekhususan yang diberikan Tuhan kepada manusia, sehingga
dalam Islam hak ini tidak dapat diganggu gugat oleh pemerintah atau kelompok
Termasuk dalam konteks ini adalah hak proses dan pembelaan yang secara tegas
tanggung jawab dan hak manusia secara umum ada yang bersifat vertikal, yakni
dalam hubungannya dengan Tuhan; kemudian ada yang bersifat horizontal ketika
berhubungan dengan manusia lain dan alam sekitarnya; dan ada pula yang bersifat
aksis, yaitu dalam hubungannya dengan diri manusia itu sendiri. Tanggung jawab
antara manusian dan Tuhan, serta tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri.
71
Ibid, h. 345.
72
Seyyed Hossein Nasr, A Young Muslims..., Op. Cit., h. 67-68.
73
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam..., Op. Cit., h. 347.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua sisi kehidupan
manusia tidak terlepas dari tujuan penciptaan dan perjanjiannya dengan Tuhan.
antara manusia dan Tuhan yang menuntut manusia untuk mengikuti dan
kepada Tuhan.
3. Ada beberapa macam tanggung jawab dan hak manusia. Secara umum ada
56
57
manusia lain dan alam sekitarnya, seperti tanggung jawab terhadap orang
tanggung jawab untuk merawat dan melestarikan alam semesta. Ada pula
dengan diri manusia itu sendiri, seperti kewajibannya untuk menjaga jiwa
dan raganya. Adapun hak manusia adalah hak keagamaan, yaitu hak
dan keluarga, seperti hak untuk memiliki harta dan hak untuk memiih
pasangan hidup; hak hukum, yaitu hak untuk hidup sesuai dengan aturan
hukum; dan hak sosial politik, seperti hak manusia dalam interaksi sosial
dengan lingkungannya.
B. Saran-Saran
Sebagai manusia kita hendaknya selalu berada dalam jalur yang sesuai
dengan apa yang dikehendaki Tuhan dari penciptaan manusia, yaitu sebagai
hamba yang patuh kepada seluruh perintah Allah dan khalifah yang menjalankan
dalam tingkah laku sehari-hari tidak terlepas dari segala ketentuan Allah, karena
hanya dengan cara inilah kita bisa mendapatkan hak-hak sebagai manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, Adnan, Pluralisme Agama dalam Filsafat Islam dan Kristen: Seyyed
Hossein Nasr dan John Hick, Bandung: Alfiya, 2004.
Athaillah, A., Aliran Akidah Tafsir al-Manar, Banjarmasin: Balai Penelitian IAIN
Antasari, 1990.
Manser, Martin H., Oxford Learners Pocket Dictionary, New York: Oxford
University Press, 1995.
Nasr, Seyyed Hossein, A Young Muslims Guide to the Modern World, terj. Hasli
Tarekat dengan judul Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan Untuk Kaum
Muda Muslim, Bandung: Mizan, 1994.
, The Encounter Man and Nature, terj. Ali Noer Zaman dengan
judul Antara Tuhan, Manusia dan Alam, Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.
, The Knowledge and The Sacred , terj. Suharsono, et. al. dengan
judul Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, Depok: Inisiasi Press,
2004.
Said, Nur, Kritik Tradisionalisme Islam Terhadap Krisis Dunia Modern (Studi
atas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr), An-Nur, Vol. I, No. 2, Februari
2005.
DAFTAR TERJEMAH
Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku. (Thaha : 41).