You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Syok
Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif
dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih kontroversial dan akan
terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Pada awalnya syok dikenal
dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai a rude unhanging of machinery of life
selanjutnya paradigma syok terus berkembang dengan pendekatan dari berbagai macam
aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu dan komprehensif, untuk menjadikan manajemen
syok sebagai time saving is life saving.
Banyak definisi syok mencerminkan beragam kompleksitas yang tidak diketahui
secara pasti tentang patofisiologi syok oleh karena mekanisme di tingkat seluler yang
senantiasa berubah dengan bertambah majunya informasi. Fakta terkini tentang pokok
masalah pada syok adalah semua jenis syok sangat erat kaitannya dengan terjadinya hipoksia
sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun sekunder.
Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai bidang ilmu
kedokteran dan multisektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenal
diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus memperhatikan The Golden
Period, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan cummulative oxygen
deficit melebihi 100-125 ml/kg atau kadar aterial laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris
satu jam pertama sejak onset dari syok adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan
sirkulasi yang adekuat kembali. Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah
hipotensi dan asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indikator utama
syok, sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat
menguasai life support measure yang meliputi Airway-Breathing-Circulation dan Brain
Support, langkah penting selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan terapi definitif
yang tepat.

I. DEFINISI DAN KLASIFIKASI SYOK


Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal
atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan
perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu
memenuhi kebutuhan metabolisme sel, dimana kondisi ini mempunyai karakteristik: 1)

1
ketergantungan suplai oksigen, 2) kekurangan oksigen, dan 3) asidosis jaringan, sehingga
terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital (Multiple
Organ System Failure/MOSF) dan kematian. Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan.

1. Syok Hipovolemik
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume
intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan
cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena. Hal ini menyebabkan
turunnya aliran balik darah, volume jantung semenit, dan volume sekuncup (preload),
sehingga terjadi perluasan ruang vaskuler. Kondisi ini menyebabkan penurunan aliran darah
koroner dengan segala akibatnya.

2. Syok Kardiogenik
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer
fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan
dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung.
Penyebab terbanyak adalah infark myokard akut, keracunan obat, infeksi/inflamasi,
gangguan mekanik.

3. Syok Distributif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler
mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah.
Penyebab dari kondisi tersebut terutama komponen vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria
dan toksinnya pada septik syok sebagai mediator dari SIRS; hilangnya tonus vaskuler pada
syok neurogenik.

4. Syok Obstruktif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme
aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal (tension pneumothorax,
abdominal compartment syndrome, positive pressure ventilation) atau terganggunya aliran
keluar arterial jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner,
tamponade perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena obstruksi
mekanis.

2
5. Syok Endokrin
a. Disebabkan oleh hipothyroidisme, hiperthyroidism dengan kollaps cardiac dan
insufisiensi adrenal. Pengobatan adalah tunjangan kardiovaskular sambil mengobati
penyebabnya.
b. Insufisiensi adrenal mungkin kontributor terjadinya syok pada pasien sakit gawat. Pasien
yang tidak respon pada pengobatan harus tes untuk insufisiensi adrenal.

B. DIAGNOSIS SYOK

GEJALA DAN TANDA KLINIS


Gambaran syok secara umum : tekanan darah turun, detak jantung naik, frekuensi
nafas naik, kesadaran turun, produksi urine turun, pH arteri turun.

a. Tanda vital
Detak jantung, tekanan darah, suhu, produksi urine dan oksimetri nadi. Pengukuran
tradisional untuk menetapkan syok masih dipakai di klinik. Pasien dengan tanda vital
normal atau mendekati normal, terdapat 50-85% masih syok.
.
1. Detak jantung
a. Takikardi adalah tanda awal pada bermakna hilangnya cairan pada syok
b. Detak jantung pada pasien muda atau pemakai -bloker mungkin tidak naik
c. Bradikardi setelah hipotensi berkepanjangan mencegah kollap kardiovaskular

2. Tekanan darah
a. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (pulse pressure) adalah tanda hilangnya
cairan yang berat dan syok
b. Tekanan arteri rerata (MAP) merupakan penunjuk terapi lebih baik dibanding tekanan
sistolik

3. Suhu
a. Hiperthermia, normothermia, atau hipothermia dapat terjadi pada syok
b. Hipothermia adalah tanda dari hipovolemia berat dan syok septik

3
4. Produksi urine
a. Merupakan penunjuk awal hipovolemia dan respon ginjal terhadap syok
b. Merupakan tanda vital tertunda karena perlu 1-2 jam untuk mendapat pengukuran
akurat.

5. Oksimetri denyutan
Diukur kontinyu dan indikator awal hipoksemia, tetapi tak berlaku pada pasien
hipothermia.

b. Pemantauan hemodinamik invasif


1. Pemasangan kateter arteri untuk pengukuran tekanan darah kontinyu.
2. Pemasangan kateter vena sentral untuk CVP kontinyu.
3. Pemasangan PAC kateter arteri pulmonal dapat mengukur CVP, RAP, PAP,PAOP
(PCWP), dan volume semenit jantung.

c. Prabeban jantung
LVEDV proporsional pada LVEDP. Kenaikan LVEDV (prabeban) akan
menaikkan panjangnya serabut miokard dan karenanya meningkatkan volume semenit
jantung pada tingkat optimal spesifik.

d. Variabel aliran jantung


1. Volume semenit jantung atau indeks jantung (CI) menggambarkan fungsi jantung dan
dapat langsung diukur dengan PAC. Optimalisasi CI adalah tujuan resusitasi. CI dapat
dinaikkan dengan meningkatkan prabeban, menaikkan kontraktilitas atau menurunkan
pasca- beban.
2. Indeks tahanan vaskular sistemik (SVRI) dapat berasal dari pengukuran PAC untuk CO
(CI) dan MAP. SVRI, pasca-beban jantung akan membantu penunjuk terapi. Pasien
syok hipovolemia, obstruktif, kardiogenik dan stadium akhir sepsis mempunyai SVRI
tinggi dan CI rendah. Pasien awal syok septik mempunyai SVRI rendah dan CI tinggi.
3. Left ventricular stroke work index (LVSWI) dapat berasal dari perubahan tekanan x
perubahan volume dan juga akan menggambarkan respon terhadap terapi.
LVSWI = (MAP - PAOP) x stroke volume index
(SVI = CI/HR) (0.0136)

4
4. Pengukuran PAC khusus right ventricular ejection fraction (RVEF) yang dapat
menghitung right ejection end-diastolic volume (RVEDVI).
RVEDVI =SVI/RVEF, ini pengukuran lebih akurat untuk status volume sebenarnya.

e. Penilaian transpor oksigen


1. Oxygen delivery index (DO2) = kandungan oksigen arteri x indeks jantung [DO2 = CaO2
x CI x 10 dl/L]
2. Kandungan oksigen arteri CaO2 = (1.34 x Hb x SaO2) + (PaO2 x 0.003)
3. Kandungan oksigen vena CvO2 = (1.34 x Hb x SvO2) + (PvO2 x 0.003)
4. Indeks konsumsi oksigen (VO2) = (CaO2 CvO2)
VO2 = (1.34 xHb x SaO2 - SvO2) xCI x 10 dl/L
5. Ratio ekstraksi oksigen (OER) = VO2/DO2 normal 25%
6. Pengukuran SvO2 kontinyu (tersedia pada PAC khusus) akan mendeteksi awal kenaikan
VO2 (pada SvO2 rendah) dan mungkin perlu meningkatkan kemampuan pemuatan
oksigen dengan transfusi atau meningkatkan CI. SvO2 tinggi adalah menunjukkan awal
sepsis, SIRS dan/atau cirrhosis dan tidak menggambarkan kerusakan pemakaian
oksigen pada tingkat sel (mitochondria).

f. Titik akhir resusitasi


1. Produksi asam laktat
Bila sel kekurangan oksigen akan terjadi metabolisme anaerob yang menghasilkan
laktat. Peningkatan laktat serum ini menunjukkan beratnya syok dan terjadi pada
hipoperfusi global dan tidak terjadi pada hipoperfusi regional.
Laktat dapat meningkat pada penyakit hepar atau ginjal dan sedikit nilainya pada 2
atau 3 hari sesudah terjadi syok
The rate of clearance of lactate adalah penanda lebih baik pada resusitasi yang
adekuat dibanding nilai absolut.

2. Defisit basa : adalah jumlah basa diperlukan untuk titrasi total volume darah menjadi
pH normal. Terjadinya kenaikan defisit basa berhubungan dengan beratnya syok.

5
3. Pemantauan pH intramural : organ mesentrik akan mengalami hipoperfusi lebih awal
dan lebih berat pada syok.

SYOK HIPOVOLEMIK

Penyebab syok hipovolemik terdiri dari kausa hemoragik eksternal atau internal
(fraktur tl.panjang, retroperitoneal bleeding dan hematothorax), maupun nonhemoragik, yaitu
kehilangan cairan dari saluran GIT, saluran urinaria, kulit atau kebocoran kapiler pada
inflamasi dan sepsis. Tingkat keparahan syok hipovolemik berdasarkan fungsi defisit volume
cairan, laju kehilangan cairan dan status premorbid pasien akibat kehilangan cairan. Menurut
Beecher, syok hipovolemik dibagi atas 4 derajat berdasarkan perkiraan hilangnya darah
estimated blood loss (EBL) yang digambarkan pada laki-laki dewasa 70 kg BB.

6
SYOK KARDIOGENIK

Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala klinis syok
hipovolemik, disertai adanya disritmia, bising jantung, gallop. Terdapat gejala penyerta faktor
predisposisi resiko syok karena infark myokard antara lain: umur, diabetes mellitus, riwayat
angina, gagal jantung kongestif, infark anterior. Tanda awal iskemi jantung akut yaitu nyeri
dada, sesak nafas, diaforesis, gelisah dan ketakutan, nausea dan vomiting dan gangguan

7
sirkulasi lanjut menimbulkan berbagai disfungsi end organ. Edema paru diketahui dengan
keluhan sesak nafas, sianosis sentral, terdapat ronkhi paru, krepitasi perikardial ataupun
wheezing. Beberapa tipe penyebab kardiogenik syok selain iskemia miokard antara lain:
kardiomiopati, aorta stenosis, aorta regurgitasi, stenosis mitral, regurgitasi mitral dengan
pemeriksaan klinis masing-masing sesuai tabel.

SYOK DISTRIBUTIF

SYOK SEPTIK
Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan sepsis sendiri berupa
sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS) dimana terdapat dua gejala atau lebih:
1. Temperatur >38 C atau < 36 C,
2. Heart rate >90x/mnt,
3. Frekuensi nafas >20x/mn atau PaCO2 < 4,3 kPa,
4. Leukosit >12.000 sel/mm atau < 4000 sel/mm atau >10% bentuk imatur.

Syok septik adalah sindroma sepsis disertai hipotensi dan gangguan perfusi. Tekanan
sistolik < 90 mmHg atau turun > 40 mmHg dari tekanan basal tanpa sebab jelas. Terdapat dua
fase sindroma klinis yaitu warm shock and cold shock.
Sepsis lanjut diakhiri dengan kerusakan target organ berupa Multiple Organ System
Failure (MOSF), antara lain ARDS dengan gejala dispneu, hipoksemia, infiltrat pulmo difus,
kompliance pulmo, permeabilitas vaskuler paru, shunting (pintasan paru). Dengan adanya
MOSF ataupun kombinasi beberapa syok yang terjadi bersamaan, terutama antara syok septik
dan hipovolemik maka gejala septik syok akan sangat bervariasi.

8
SYOK ANAFILAKTIK
Syok anafilaktik adalah hipotensi yang merupakan bagian dan sindroma klinis reaksi
imunologis antibody-mediated bersifat sistemik. Gejala klinis timbul setelah kontak dengan
antigen dari beberapa detik sampai beberapa jam dengan manifestasi klinis yang berbeda-
beda dalam berat ringannya, lama serangan maupun perjalanan penyakitnya (dapat mengenai
satu sistem atau lebih). Tingkat keparahan klinis tergantung pada rute masuknya dan dosis
antigen.
Efek klinis anafilaktik mengenai sistem pernafasan dan sistem sirkulasi. Terjadi
edem hipofaring dan laring, konstriksi bronkus dan bronkiolus, disertai hipersekresi mukus,
dimana semua keadaan ini menyebabkan spasme dan obstruksi jalan nafas akut dengan
gejala: dispneu, wheezing, gagal nafas akut.
Mediator terpenting syok anafilaksis adalah histamin, menyebabkan vasodilatasi
arteriol, dan peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi hipotensi. Hal ini diperberat
dengan adanya angioedem yang terjadi di kulit (flushing, urtika, eritema) dan organ visera.
Turunnya perfusi koroner akibat hipotensi ataupun pacuan reseptor H (histamin) pada arteri
koroner juga akan menimbulkan spasme arteri dan depresi myokard dengan gejala angina dan
takikardi.
Efek substansi mediator primer pada rangkaian konstriksi otot polos menyebabkan
gangguan sistem gastrointestinal berupa nausea, vomiting, kram abdomen dan diare. Pada
sistem renal timbul gejala hematuri yang disebabkan proses hemolisis. Akibat syok lebih
lanjut adalah gangguan perfusi ke SSP menyebabkan turunnya kesadaran. Apabila masuk
pada fase syok maka akan memberikan gejala seperti syok hipovolemik. Kematian
disebabkan oleh keadaan syok ataupun obstruksi jalan nafas.

9
SYOK NEUROGENIK
Sering terjadi pada cervical atau high thoracic spinal cord injury. Gejala klinis
hipotensi disertai bradikardi. Gangguan neurologist : paralisis flasid, refleks extremitas hilang
dan priapismus.

SYOK OBSTRUKTIF
Gejala klinis yang tampak hampir sama dengan syok kardiogenik dan hipovolemik.
Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya, yang sering terjadi adalah tromboemboli
paru, tamponade jantung, obstruksi arterioventrikuler, tension pneumothorax.
Faal jantung pada fase permulaan normal, tetapi terdapat penurunan venous return
karena obstruksi. Pada fase selanjutnya akan tampak kelelahan, cemas, sinkop, pucat,
berkeringat dingin, hipotensi, takikardi, angina, distres respirasi, pulsus paradoksus (turunnya
tekanan sistolik 10 mmHg pada inspirasi spontan), pernafasan Kussmaul. Gejala ini akan
berlanjut sebagai tanda-tanda akut kor pulmonal dan payah jantung kanan: pulsasi vena
jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia.
Karakteristik manifestasi klinis tamponade jantung: suara jantung menjauh, pulsus
altemans, JVP selama inspirasi. Sedangkan Emboli pulmonal: dispneu mendadak nyeri dada
substernal, disritmia jtg, ggal jantung kongesti, EKG terdapat strain ventrikel kanan.

10
C. PEMANTAUAN SYOK
Pemantauan yang dibutuhkan pada syok meliputi monitor rutin ataupun non-rutin
untuk mengevaluasi hemodinamik, respirasi dan metabolik, serebral; tak ada parameter klinis
yang spesifik pada syok Monitor Hemodinamik dapat berupa monitor non invasif maupun
invasif. Invasif terutama diperlukan pada pemberian agen vasoaktif guna resusitasi atau terapi
suportif kardiovaskuler.

1. KARDIOVASKULER
Penilaian Klinis : Tekanan darah kontinyu, Nadi (amplitudo dan ritme), perfusi
perifer
Monitoring noninvasif : Suhu, EKG, Ekokardiografi
Monitoring invasif : Tekanan darah intra arteri, CVP, produksi urin, kateterisasi
arterial

11
2. RESPIRASI
Penilaian Klinis : Laju, pola dan ritme nafas
Monitor : Pulse oksimetri, kapnografi, x-foto thorax, analisa gas darah,
spirometri

3. METABOLIK
Hematologi : Darah rutin, darah serial (3-4 jam pertama), faktor koagulasi dan
gangguan pembekuan
Biokimia : Urin rutin & sedimen, asam-basa, laktat darah, ureum/kreatinin,
elektrolit darah, gula darah, enzim jantung, test fungsi hati
Mikrobiologi : Kultur darah (urin, sputum, LCS), sensitifitas test

4. SEREBRAL : Glasgow Coma Scale, CT-Scan, EEG, Neuroimaging (MRI)

D. MANAJEMEN SYOK
1. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi adalah kunci pencegahan disfungsi
organ-multipel dan kematian. Pada semua bentuk syok, manajemen jalan nafas dan
pernafasan untuk memastikan oksigenasi pasien adalah baik, kemudian restorasi cepat
dengan infus cairan. Pilihan petama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat)
diisusul darah pada syok perdarahan. Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan
penegakan diagnosis etiologi. Diagnosis awal etiologi syok adalah essensial, kemudian
terapi selanjutnya tergantung etiologinya.

2. Syok hipovolemik
a. Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume intravaskuler melalui kanula vena besar
(dapat lebih satu tempat) atau melalui vena sentral. Pada perdarahan maka dapat
diberikan 3-4 kali dari jumlah perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan
transfusi darah. Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol.
b. Resusitasi tidak komplit sampai base excess dan serum laktat kembali normal. Pasien
syok hipovolemik berat dengan resusitasi cairan akan terjadi penumpukan cairan di
rongga ketiga.
c. Vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok hipovolemik murni.
d. PAC sangat menolong untuk penunjuk resusitasi syok berat.

12
3. Syok obstruktif
Penyebab syok obstruktif harus diidentifikasi dan segera dihilangkan.
a. Pericardiocentesis atau pericardiotomi untuk tamponade jantung
b. Dekompressi jarum atau pipa thoracostomy atau keduanya pada pneumothorax tension
c. Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin thrombolisis, dan mungkin prosedur
radiologi intervensional untuk emboli paru.

4. Syok kardiogenik
a. Optimalkan prabeban dengan infus cairan
b. Optimalkan kontraktilitas jantung dengan inotropes sesuai keperluan, seimbangkan
kebutuhan oksigen jantung. Dapat dipakai dobutamin, amrinone dan obat vasoaktif lain.
c. Sesuaikan pascabeban untuk memaksimalkan CO. Dapat dipakai vasokonstriktor bila
pasien hipotensi dengan SVR rendah. Pasien syok kardiogenik mungkin membutuhkan
vasodilatasi untuk menurunkan SVR, tahanan pada aliran darah dari jantung yang
lemah. Dapat dipakai nitroprusside dan nitroglycerin.
d. Diberikan diuretik bila jantung dekompensasi
e. PAC dianjurkan dipasang untuk penunjuk terapi
f. Penyakit jantung yang mendasari harus diidentifikasi dan diobati.

5. Syok distributif
a. Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin atau mediator penyebab
vasodilatasi. Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi cairan
terkoreksi, dapat diberikan pressor untuk mencapai MAP optimal. Sering terjadi pressor
dimulai sebelum prabeban adekuat tercapai. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak
akan optimal kecuali bila ada perbaikan prabeban.
b. Dapat dipakai dopamin, nor-epinephrine dan vasopressin
c. Dianjurkan pemasangan PAC
d. Pengobatan kausal dari sepsis

13
6. Syok Anafilaksis

a. Tindakan wajib dan segera


Tindakan Umum
Epinephrine (1:1,000), 0.2 0.5 ml i.m; sampai 3 dosis dengan Interval 1- 5 menit.
Torniket proksimal dari suntikan atau sengatan/gigitan
Epinephrine (1: 1,000), 0.1 0.3 ml infiltrasi pada masuknya antigen

Untuk Obstruksi atau Henti Napas


Bebaskan jalan nafas: pipa trakhea, cricothyrodotomi atau
Trakheostomi
Terapi oksigen dan ventilasi mekanik

b. Sesudah penilaian klinik


Tindakan Umum
Diphenhydramin 1.25 mg/kg sampai maksimum 50 mg iv atau im.

14
Hydrocortison 200 mg ; dexamethasone 10 mg ; atau methyl Prednisolone 50mg
iv tiap 6 jam untuk 24-48 jam.
Cimetidine 300 mg, iv antara 3 5 menit

Untuk Hipotensi
Epinephrine (1:1,000), 1 ml dalam 500 ml saline dengan 0.5- 2.0 ml/ menit atau 1-
4 g/menit melalui vena sentral
Normal saline, Ringer laktat atau koloid untuk ekspansi volume.
Levarterenol bitartrate 4 mg dalam 1,000 ml D5W dengan 2-12 g/ menit iv
Glukagon (bila pasien memakai terapi penyekat beta), 1 mg/ml iv bolus atau infus,
atau 1mg/L D5W dengan kecepatan 5-15 ml/menit.

Untuk Bronkokonstriksi
Suplemen oksigen
Aminophyllin (hanya pasien tidak syok) 5 mg/kg sampai maksimum 500 mg iv
selama 20 menit kemudian 0.3 0.8 mg/kg/jam iv
Albuterol (0.5%), 0.5 ml dalam 2.5 ml saline , nebulizer. Bila intubasi pakai
albuterol MDI 10-20 semprot, endotrakheal, tiap 20 menit sesuai keperluan.

Tujuan pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik


melalui resusitasi, dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan
oksigen oleh jaringan dan sel. Tata laksana utama pengelolaan adalah berdasarkan
besic life support dan Advenced Life Support, : kemudian tetapkan diagnosis, batasi
kerusakan dan terapi definitif berdasar penyakit yang mendasari syok. Arah utama
pengelolaan dimulai dari kontrol jalan nafas untuk pemberian ventilasi dan oksigenasi,
resusitasi cairan untuk menggantikan volume sirkulasi bagi jenis syok yang
membutuhkan (terutama hipovolemik) dan pengelolaan hipotensi dan asidemia, serta
pemberian obat-obat inotropik, antiaritmia dan diuretik untuk memperbaiki daya
pompa jantung, obat-obat vasoaktif untuk perbaikan tonus vaskuler.

15
1. Pengelolaan Syok Hipovolemik
Tujuan utama adalah restorasi volume intravaskuler dengan target optimalkan
tekanan darah, nadi, dan perfusi organ. Bila hipovolemi telah teratasi baru boleh
diberikan vasoaktif agent (dopamine, dobutamine).

2. Pengelolaan Syok Kardiogenik.


Tujuan utama adalah memperbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi. Bila CO
BP SVR beri dobutamine 5 g/kg/min. Pada keadaan tekanan darah sangat rendah
harus diberikan obat yang berefek inotropik dan vasopresor yaitu norepinephrine.

3. Pengelolaan Khusus Syok Anafilaktik


Tujuan utama adalah: 1. mencegah efek mediator dengan menghambat sintesis
dan pelepasan mediator serta blokade receptor, 2. Mengembalikan fungsi organ dan
perubahan patofisiologi akibat mediator.
Prioritas tindakan utama adalah membebaskan jalan nafas dan memelihara
ventilasi adekuat akibat adanya obstruksi jalan nafas. Tindakan invasif seperti intubasi
endotrakeal dan cricothyroidotomy atau tracheostomy dapat dilakukan. Keadaan
hipovolemi diatasi dengan cairan koloid atau kristaloid sekaligus memperbaiki keadaan
asidosis.

16
4. Pengelolaan Khusus Syok Neurogenik
Setelah mengamankan jalan nafas dan resusitasi cairan, guna meningkatkan
tonus vaskuler dan mencegah bradikardi diberikan Norepinefrin. Epinefrin berguna
meningkatkan tonus vaskuler tetapi akan memperberat bradikardi, sehingga dapat
ditambahkan dopamin dan efedrin. Agen antimuskarinik atropin dan glikopirolat juga
dapat untuk mengatasi bradikardi. Terapi definitif adalah stabilisasi Medulla spinalis
yang terkena.

5. Pengelolaan Khusus Syok Obstruktif


Resusitasi volume akan memperbaiki pengisian ventrikel, dibutuhkan agen
inotropik untuk meningkatkan cardiac output. Selanjutnya terapi definif adalah intervensi
operatif Tension pneumothorax diatasi dengan pungsi dan WSD. Abdominal
compartment syndrome diatasi dengan laparotomy dekompresif. Tamponade cardiac
diatasi dengan pericardiosintesis dan emboli pulmonal diatasi dengan trombolisis atau
thrombectomy.

E. KESIMPULAN
Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter
hemodinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan
penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. Pengelolaan syok sesuai dengan kaidah basic
life support dan dilanjutkan dengan Advanced Life Support dengan titik penekanan terapi
pada karakteristik klinis masing-masing syok.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan.Edward.Clinical Anesthesiology. Third edision.


2. Terapi cairan dan elektrolit hal 12- 21.
3. Ilmu penyakit dalam. Kegawat daruratan medic di bidang ilmu penyakit dalam
hal 190-193.Edisi IV.2006.

18

You might also like