Professional Documents
Culture Documents
Topik: - Susp. Perdarahan Sub-Arachnoid (SAH) e.c Traumatic DD: Perdarahan Spontan +
Obyektif presentasi:
Deskripsi: Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan penurunan kesadaran setelah
terjatuh dari kamar mandi sejak 3 jam yang lalu. Pasien sebelumnya masih bisa
berkomunikasi dan mengeluhkan kepala terasa nyeri dan pusing setelah terjatuh. Namun sejak
1 jam yang lalu pasien hanya tidur dan sulit dibangunkan. Oleh karena hal tersebut keluarga
memeriksakan pasien ke IGD RSUD Teluk Kuantan untuk mendapatkan penanganan.
1. Diagnosis/gambaran klinis:
Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan penurunan kesadaran setelah terjatuh
dari kamar mandi sejak 3 jam yang lalu. Pasien sebelumnya masih bisa
berkomunikasi dan mengeluhkan kepala terasa nyeri dan pusing setelah terjatuh.
Namun sejak 1 jam yang lalu pasien hanya tidur dan sulit dibangunkan. Tidak ada
mual dan muntah serta kelemahan pada anggota gerak. Oleh karena hal tersebut
keluarga memeriksakan pasien ke IGD RSUD Teluk Kuantan untuk mendapatkan
penanganan.
2. Riwayat pengobatan:
Pasien belum mendapatkan pengobatan untuk keluhan-keluhan dari penyakitnya.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Riwayat hipertensi (+) tidak pernah control rutin.
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa
disangkal.
Daftar pustaka:
1. Ghofir, Abdul. Manajemen Stroke, Evidence Based Medicine. Pustaka Cendekia Pres, 2009.
2. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, 2009.
3. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia,
Gadjah Mada University Press.
Hasil pembelajaran:
1. Mengetahui gejala gejala dan manifestasi klinis pada perdarahan sub-arachnoid.
2. Dapat membedakan gejala stroke perdarahan PIS dengan SAH
3. Mengetahui faktor-faktor resiko terjadinya perdarahan sub-arachnoid.
4. Dapat melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang mendukung penegakan
diagnosis perdarahan sub-arachnoid.
5. Dapat melakukan penanganan dan penatalaksanaan perdarahan sub-arachnoid.
1. Subyektif :
Perdarahan subarachnoid paling sering disebabkan oleh rupturnya aneurisma arterial
yang terletak di dasar otak. Penyebab yang lain dapat berupa trauma. Pecahnya arteri
ini akan menyebabkan perdarahan yang akan berhubungan dengan LCS, sehingga
secara cepat dapat menyebabkan peningkatan TIK. Jika perdarahan berlanjut akan
menyebabkan koma dan kematian. Perdarahan subarachnoid yang bukan karena
aneurisma sering berkembang dalam waktu yang lama.
Tanda klasik PSA sehubungan dengan pecahnya aneurisma meliputi nyeri kepala yang
hebat dan mendadak, hilangnya kesadaran, fotofobia, meningismus, mual dan muntah.
Dapat muncul tanda peringatan berupa nyeri kepala mendadak yang kemudian hilang
dengan sendirinya (30-60%). Nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk, dan fotofobia
(40-50%).
2. Obyektif:
Tanda klinis dari PSA dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri
kepala, sampai difisit neurologis berat dan koma. Sementara itu reflek babinski
biasanya positif bilateral.
Pada kasus traumatic adanya fraktur basis crania yang menyertai PSA perlu
dicurigai terutama bila ditemukan adanya tanda-tanda perdarahan periorbita
(raccoon eyes), serta adanya liquore (otore dan rihinore), sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis seperti rongen dan CT Scan
kepala.
3. Assestment:
Berdasarkan presentasi klinis, status klinis pasien PSA dapat dibagi menjadi 5
derajat yang berimplikasi pada prognosis pasien:
Derajat I : Asimtomatik
Derajat II: Nyeri kepala hebat tanpa deficit neurologis kecuali paralisis
n.cranialis.
Derajat III : Somnolen dan deficit ringan
Derajat IV : Stupor, hemiparesis/hemiplegia
Derajat V : Koma, rigiditas deserebrasi, dan kemudian meninggal dunia.
4. Plan:
Tatalaksana awal pada pasien PSA yaitu perawatan intensif yang terpantau dengan
baik, pemberian oksigen, ventilasi, dan keseimbangan elektrolit. Pengendalian
nyeri akan memperbaiki stabilitas hemodinamik dan dapat mengurangi kebutuhan
akan obat anti hipertensi. Nyeri kepala dan nyeri tengkuk dapat dikurangi dengan
pemberian kortikosteroid intravena dengan dosis rendah. Pengendalian hipertensi
sangat penting untuk mengurangi resiko perdarahan. Hal ini harus dilakukan secara
hati-hati agar perfusi serebral tidak turun.
Untuk manajemen kenaikan TIK yaitu pemberian diuretic, yang paling sering
digunakan adalah manitol yaitu suatu zat osmotic intravaskuler yang dapat menarik
cairan dari jaringan otak yang mengalami edema. Steroid hanya memiliki peran
dalam mengurangi edema vasogenik di sekitar massa sepert tumor, abese, dan
hematoma subdural.
Anti edema sebaiknya disertai oabt-obat notropika yang mengoptimalisasi
kebutuhan oksigen dan glukosa sel otak yang sedang cedera atau edematik. Dapat
dipakai beberapa obat seperti pirasetam, pititinol, codergocrine medilate,
citicholine dan sebagainya.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini yaitu:
a. IVFD Asering 30 tpm makro
b. O2 nasal 2 liter/menit
c. Infus Manitol 200-150-150 cc
d. Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr
e. Inj. Citicolin 2 x 1gr
f. Inj. Piracetam 3 x 3 gr
g. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
h. Inj. Dexamethason 3 x 1 amp
i. Amlodipin tab 1 x 10mg
j. Posisi kepala head up