You are on page 1of 13

BAB IV

DATA HASIL PERCOBAAN

4.1 Pemeriksaan Makroskopis Cairan Pleura


Identitas pasien
Nama : A1
Kode sampel : A1
Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2017

Parameter Hasil Keterangan


1. Volume 1,3 ml
2. Warna dan Kuning jernih Transudat
kejernihan
3. Bau Berbau (seperti nanah) Eksudat
4. Ph 9 Transudat
5. Berat Jenis 1,067 Eksudat
6. Bekuan Tidak terdapat bekuan Transudat

Identitas pasien
Nama : B1
Kode sampel : B1
Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2017

Parameter Hasil Keterangan


1. Volume 1,7 ml
2. Warna dan Merah - keruh Darah - eksudat
kejernihan
3. Bau Berbau (amis) Eksudat
4. Ph 10 Transudat
5. Berat Jenis 1,068 Eksudat
6. Bekuan Terdapat bekuan Eksudat, kepingan

4.2 Pemeriksaan Kimia


Identitas pasien
Nama : A1
Kode sampel : A1
Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2017

Parameter Hasil Keterangan


Uji rivalta Positif lemah Transudat
Protein (1,008-1,007) x 343 = 0,343 Transudat
gr/protein
Identitas pasien
Nama : B1
Kode sampel : B1
Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2017

Parameter Hasil Keterangan


Uji rivalta Positif kuat Eksudat
Protein (1,008-1,007) x 343 = Transudat
0,686 gr/protein

4.3 Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit


Identitas pasien
Nama : A1 - Nama : B1
Kode sampel : A1 - Kode sampel : B1
Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2017

1 1 1
1
. . 26. .10 . . 711. .10
0,1 0,1
N=
= N= =
4 4
26 10 10 711 10 10
= =
4 4
= 650 = 17775

4.4 Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit


Identitas pasien
Nama :x
Kode sampel :x
Tanggal pemeriksaan : 29 Maret 2017

Jenis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Neutrofil stab - 1 - - 1 - - - - - 2
Neutrofil segmen - - - - - - - - - - -
Eusinofil - - - - - - - - - - -
Basofil - - - - - - - - - - -
Limfosit 9 8 6 5 9 8 9 9 10 9 83
Monosit 1 1 4 5 - 2 - 1 - 1 15
Jumlah 100

Total persentase hitung jenis leukosit :


- Neutrofil : 2% ( Jenis sel leukosit PMN/Segmen )
- Limfosit : 83% ( Jenis sel leukosit Mononukleat )
- Monosit : 15% ( Jenis sel leukosit Mononukleat )
- Sampel X merupakan eksudat
Identitas pasien
Nama :Y
Kode sampel :Y
Tanggal pemeriksaan : 29 Maret 2017

Jenis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Neutrofil stab - - 1 3 - 1 1 - - - 6
Neutrofil segmen - - - - - 2 - 1 1 2 6
Eusinofil - - - - - - - - - - -
Basofil - - - - - - 5 - - - 5
Limfosit 7 10 10 6 10 6 4 9 9 8 80
Monosit - - - 1 1 1 - - - - 3
Jumlah 100

Total persentase hitung jenis leukosit :


- Neutrofil stab : 6% ( Jenis sel leukosit PMN/Segmen )
- Neutrofil segmen : 6% ( Jenis sel leukosit PMN/Segmen )
- Basofil : 5% ( Jenis sel leukosit PMN/Segmen )
- Limfosit : 83% ( Jenis sel leukosit Mononukleat )
- Monosit : 3% ( Jenis sel leukosit Mononukleat )
Sampel Y merupakan eksudat

Pemeriksaan cadangan yang telah dilakukan yaitu pemeriksaan warna dan


kejernihan cairan pleura :
Sampel X : berwarna merah dan agak keruh (eksudat)
Sampel Y : berwarna merah dan agak keruh (eksudat)
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Prinsip Percobaan


5.1.1 Pemeriksaan Makroskopis Cairan Pleura
- Volume : volume eksudat dan transudat diukur dengan gelas ukur
dan hasilnya dibaca setinggi meniskus bawah
Warna dan Kejernihan : menggambarkan warna cairan pleura dengan
latar belakang cahaya
Bau : cairan dibau dengan indra penciuman (hidung)
Berat Jenis : pemeriksaan berat jenis transudat-eksudat harus segera
dilakukan pengukuran sebelum terjadinya bekuan dan
diukur dengan menggunakan refraktometer
Bekuan : bekuan tersusun dari fibrin dan hanya terdapat pada
eksudat
pH : pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan pH
universal
5.1.2 Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura
Uji Rivalta
Metode : Rivalta
Prinsip : seremusin hanya terdapat pada eksudat yang akan bereaksi
dengan asam asetat encer membentuk kekeruhan yang nyata.
Uji Protein
Metode : Esbach
Prinsip : penentuan kadar protein berdasarkan berat jenis cairan pleura.

5.1.3 Pemeriksaan Mikroskopis cairan pleura


Hitung Jumlah Leukosit
Metode : -
Prinsip : Cairan pleura diencerkan dalam pipet thoma leukosit, dan
dimasukkan didalam kamar hitung dan dihitung dengan faktor
konversi sehingga jumlah/mikroliter dapat diperhitungkan.
Hitung Jenis Leukosit
Metode : Hapusan
Prinsip : setetes cairan pleura dibuat hapusan pada kaca objek kemudian
dicat dan dilihat dibawah mikroskop

5.2 Analisa Prosedur


Pemeriksaan Makroskopis Cairan Pleura
Pemeriksaan makroskopis cairan pleura ini dilakukan dengan beberapa uji,
yakni uji volume, warna dan kejernihan, bau, berat jenis dan bekuan. Uji volume
cairan pleura dilakukan dengan cara menuangkan cairan pleura kedalam gelas
ukur, kemudian dilihat volume yang nampak pada gelas ukur pada meniskus
bagian bawah sebagai nilai ketepatan cairan pleura. Uji volume dilakukan untuk
mengetahui banyaknya cairan pleura menandakan tingkat kerusakan paru-paru.
Selanjutnya, uji warna dan kejernihan cairan pleura dilakukan dengan
menuangkan cairan pleura ke dalam tabung reaksi, lalu diamati warna serta
kejernihan secara visual dengan latar belakang cahaya untuk melihat keruh atau
tidaknya cairan pleura. Uji warna dan kejernihan cairan pleura dilakukan untuk
membedakan jenis efusi pleura, yakni transudat atau eksudat.
Pemeriksaan lanjutan ialah dilakukan uji bau pada cairan pleura dengan
cara sampel cairan pleura dituangan pada wadah terbuka, selanjutnya cairan
didekatkan ke arah hidung dengan cara dikibaskan dengan tangan ke arah
hidung, tujuannya ialah agar bau terkena angin dan bau dapat dirasakan denga
indera penciuman. Uji bau cairan pleura dilakukan untuk membedakan jenis efusi
pleura, yakni transudat atau eksudat (Gandasoebrata, 2010).
Selanjutnya, dilakukan uji berat jenis cairan pleura dengan cara
mengkalibrasi refraktometer dengan aquades terlebih dahulu dengan BJ 1,000,
tujuannya ialah untuk menormalkan atau membersihkan debu serta memastikan
bahwa refraktrometer dapat digunakan dengan baik. Kemudian, dibersihkan
dengan tisu secara (searah), hal ini dilakukan untuk mengeringkan refraktometer
dari aquades dan dilakukan searah sebab agar tidak lecet pada bagian prisma
refraktometer. Selanjutnya, diteteskan satu tetes cairan pleura pada lensa
refraktometer lalu ditutup dan dibaca skala pada cahaya terang, garis berat jenis
terdapat pada bagian kiri lensa. Kemudian diputar mikrometer guna memperjelas
angka yang terlihat setelah selesai dibersihkan dengan tisu. Selanjutnya
dilakukan uji bekuan pada cairan pleura pada pot sampel dan diperhatikan
terjadinya bekuan, adanya bekuan menunjukkan terjadinya eksudat.
Uji makroskopis selanjutnya ialah pemeriksaan Ph cairan pleura dilakukan
dengan cara memasukkan cairan pleura kedalam tabung reaksi dan dimasukkan
pH universal kedalam tabung reaksi serta dibandingkan dengan standar.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengindikasikan adanya kelainan pada cairan
pleura (Kurniawan, 2014).
Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura
Pemeriksaan kimia cairan pleura terdiri dari dua uji, yakni uji rivalta dan uji
protein metode Esbach. Uji Rivalta dilakukan dengan cara memasukkan 10 ml
aquades ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan 1 tetes asam asetat
glasial dan diaduk dengan batang pengaduk agar homogen dan merata.
Selanjutnya ditambahkan 1 tetes cairan pleura diteteskan dengan jarak 1 cm dari
atas permukaan cairan, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui adanya reaksi
antara larutan asam dengan cairan pleura dan diamati dengan background hitam
sebab reaksi positif akan memberikan warna putih seperti kabut didalam larutan
asam asetat glasial (Gandasoeebrata, 2010).
Pemeriksaan lainnya ialah uji protein dengan metode Esbach yang
dilakukan dengan ditetapkan berat jenis cairan pleura yang sebelumnya telah
dilakukan, kemudian mengencerkan cairan pleura bila berat jenisnya 1,000
dengan aquades 5 10 kali dan bila berat jenisnya 1,010 maka diencerkan
dengan aquades sebanyak 20 kali. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk
memudahkan perhitungan dengan penetapan menurut Esbach. Setelah
mengencerkan berat jenis cairan pleura dilakukan pengukuran berat jenis seperti
sebelumnya. Setelah didapatkan berat jenis dari hasil pengukuran dilakukan
perhitungan menurut ketetapan Esbach dengan rumus :
(Berat Jenis 1,007) x 343 = . . . . . gr protein/100ml
(Kurniawan, 2014).
Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Pleura
Pemeriksaan lanjutan ialah uji mikroskopis pada cairan pleura yakni, hitung
jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit. Hitung jumlah leukosit dilakukan untuk
mengetahui banyaknya leukosit pada cairan pleura yang mengindikasikan cairan
tersebut eksudat ataupun transudat. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
mengisi pipet leukosit dengan cairan pleura terlebih dahulu, percobaan ini
dilakukan dengan menghisap cairan pleura dengan pipet thoma leukosit sampai
tanda 0,5 lalu dihapus kelebihan cairan pleura dengan tisu. Selanjutnya
dimasukkan pipet kedalam larutan turk hingga dengan 11, kemudian dikocok
pipet selama 15 30 detik untuk menghomogenkan larutan Turk dengan cairan
pleura. Kemudian mengisi kamar hitung dengan larutan tersebut dengan cara
meletakkan kamar hitung yang bersih dengan kaca penutup yang terpasang
mendatar. Lalu, pipet dikocok selama 3 menit dan dibuang cairan pada pipet
leukosit 3 4 tetes, kemudian ujung pipet disentuhkan pada permukaan kamar
hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dan kamar hitung dibiarkan
selama 2 3 menit agar leukosit mengendap (Kurniawan, 2016).
Pemeriksaan uji mikroskopis selanjutnya ialah pemeriksaan hitung jenis
leukosit. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis sel leukosit
dalam cairan pleura sehingga dapat ditentukan jenis cairan tersebut (eksudat /
transudat). Pemeriksaan ini dilakukan mula mula membuat sediaan apusan
cairan pleura terlebih dahulu dengan menyiapkan kaca objek yang bersih dan
bebas lemak agar hasil apusan tipis dan tidak berlubang lubang serta
memperjelas saat dilakukan pengamatan (Gandasoebrata, 2010). Kemudian,
diteteskan 1 tetes cairan pleura diatas kaca objek dan dengan kaca objek lainnya
dipegeng dengan kanan kanan diletakkan diatas cairan pleura tersebut.
Kemudian, menggeser kaca objek ke arah atas hingga menyebar merata
terbentuk hapusan cairan pleura yang tipis. Selanjutnya dilakukan pewarnaan
pada apusan cairan pleura tersebut, tujuannya adalah untuk memudahkan
pengematan bentuk morfologi jenis leukosit dan dapat dibedakan antara jenis
yang satu dengan yang lain. Pewarnaan dilakukan dengan dua mcam cat yakni
cat Giemsa dan cat Wright. Pewarnaan dengan cat Giemsa dilakukan pada
sampel X dengan cara meletakkan sediaan apusan darah sampel X yang telah
kering diatas bak pewarnaan, lalu diteteskan metanol hingga memenuhi seluruh
apusan dan dibiarkan selama 5 menit. Penambahan metanol bertujuan untuk
memfiksasi apusan cairan pleura dan dilakukan hanya dalam waktu 5 menit
sebab, terlalu lama waktu fiksasi akan menyebabkan rusaknya sel sel didalam
cairan pleura. Selanjutnya dibuang kelebihan metanol pada bek permukaan dan
diteteskan cat Giemsa pada apusan cairan pleura selama 20 menit, tujuannya
untuk memberikan warna pada sel sel cairan pleura sehingga dapat dibedakan
dan dibiarkan selama 20 menit agar larutan cat Giemsa dapat merasuk kedalam
sel. Selanjutnya dibilas sisa sisa cat Giemsa dengan aquades untuk
menghilangkan sisa sisa cat pada apusan cairan pleura dan dibiarkan
mengering diudara sehingga dapat dilakukan pengamatan dibawah mikroskop
(Kurniawan, 2014). Pemeriksaan jenis sel leukosit pada sampel Y dilakukan
dengan pewarnaan cat Wright. Pewarnaan ini dilakukan dengan meneteskan
sebanyak 20 tetes cat Wright pada apusan cairan pleura yang telah dibuat
sebelumnya. Kemudian, dibiarkan selama 15 menit tujuannya agar cat Wright
dalam meresap kedalam sel sel cairan pleura sehingga untuk memudahkan
saat pengamatan. Selanjutnya diteteskan larutan penyangga (buffer phospat) pH
6,4 sejumlah sama dengan tetesan Wright dan dibiarkan selama 5 12 menit.
Penambahan larutan penyangga bertujuan untuk menjaga konsistensi bentuk sel
pada cairan pleura sehingga tidak rusak dan mudah saat pengamatan. Lalu,
dibilas sediaan apusan darah yang telah dicat dengan aquades untuk
menghilangkan sisa sisa cat pada apusan cairan pleura. Selanjutnya dibiarkan
mengering diudara sehingga dapat dilakukan pengamatan dibawah mikroskop
(Gandasoebrata, 2010).

5.3 Analisa Hasil

5.3.1 Pemeriksaan Makroskopis Cairan Pleura


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan yakni pemeriksaan volume
cairan pleura pada sampel A1 didapatkan sebanyak 1,3 ml dan sampel B1
sebanyak 1,7 ml. Menurut literatur dari Denny (2012) cairan efusi pleura
normalnya setidaknya berisi 10 20 cc, lebih dari itu merupakan gangguan pada
patofisiologis pada paru. Menurut literatur tersebut dinyatakan bahwa cairan
pleura pada kedua sampel dinyatakan masih normal, namun ketidaksesuaian
tersebut diakibatkan karena sampel yang diterima bukan langsung diambil
melalui paru dan langsung diperiksan, namun hasil sebagian dari sampel cairan
pleura yang yang telah diambil. Sehingga praktikan tidak dapat memastikan
cairan pleura tersebut bermasalah atau tidak, sehingga dilakukan uji lanjutan
yang lainnya. Menurut Kurniawan (2014) bahwa semakin banyak cairan pleura
yang terdapat pada paru menandakan tingkat kerusakan pada paru paru.
Berdasarkan literatur dari Denny (2012) Efusi pleura adalah adanya penumpukan
cairan dalam rongga (kavum) pleura yang melebihi batas normal. Dalam
keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan. Efusi pleura adalah penimbunan
cairan pada rongga pleura atau Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura,
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
cairan pleura. Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh
gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri,
sementara di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim
diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah
satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama
disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan
manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan
pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan
pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker
payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura (Price dan Lorraine, 2005).
Pemeriksaan makroskopis selanjutnya ialah uji warna dan kejernihan
cairan pleura, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengamati adanya kelainan pada
warna dan kejernihan cairan pleura. Berdasarkan hasil percobaan yang telah
dilakukan pada sampel A1 berwarna kuning pekat jernih dan pada sampel B1
berwarna merah keruh. Menurut literatur dari Kurniawan (2014) bahwa
normalnya cairan pleura adalah bening dan jernih. Cairan efusi pleura dinyatakan
sebagai transudat apabila ditandai dengan warna kuning muda jernih.
Sedangkan apabila cairan efusi pleura tersebut adalah eksudat maka cairan
agak keruh dan memiliki warna warna yang berbeda beda tergantung pada
penyebabnya, biasanya warna cairan eksudat dikarenakan oleh adanya proses
inflamasi dan beratnya peradangan yang terjadi. Apabila cairan eksudat
berwarna kuning menandakan adanya bilirubin, apabila cairan eksudat berwarna
merah maka terdapat darah didalamnya, jika cairan eksudat berwarna putih
kekuningan dan keruh maka terdapat pus (nanah), bila cairan eksudat berwarna
biru kehijauan disebabkan adanya B. pyocianeus dan apabila cairan eksudat
berwarna putih susu maka menandakan adanya kilus. Kekeruhan pada cairan
eksudat disebabkan oleh adanya kuantitas jumlah sel leukosit dapat
mengakibatkan kekeruhan mulai tingkat ringan sampai berat seperti bubur.
Sedangkan eritrosit menyebabkan kekeruhan berwarna kemerahan
(Gandasoebrata, 2010). Berdasarkan literatur tersebut, maka sampel A1
dinyatakan sebagai cairan transudat dan sedangkan sampel cairan pleura B1
merupakan eksudat sebab cairannya keruh, dan berwarna merah karena adanya
eritrosit didalamnya.
Hasil pemeriksaan makroskopis bau yang telah dilakukan pada sampel
A1 ialah berbau seperti nanah (pus), sedangkan sampel B1 ialah berbau amis
seperti darah. Menurut literatur dari Gandasoebrata (2010) normalnya cairan
pleura ialah tidak berbau, umumnya baik transudat maupun eksudat tidak
memiliki bau yang khas, kecuali saat terjadinya pembusukan protein dan adanya
infeksi kuman E. coli menyebabkan bau busuk pada cairan pleura. Biasanya
cairan transudat tidak berbau dan cairan eksudat ialah berbau. Berdasarkan
literatur tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sampel A1 dan B1 merupakan
eksudat, sebab kedua sampel memiliki bau yang kuat saat dilakukan percobaan
pembauan dengan hidung.
Hasil pemeriksaan makroskopis berat jenis cairan pleura yang telah
dilakukan pada sampel A1 ialah 1,067 dan sampel B1 ialah 1,068. Menurut
literatur dari Kurniawan (2014) ialah umumnya cairan pleura yang dinyatakan
sebagai transudat memiliki berat jenis < 1,018 (1,006 1,015) dan cairan pleura
dinyatakan sebagai eksudat apabila memiliki berat jenis melebihi 1,018 (1,018
1,030). Berdasarkan literatur tersebut, kedua cairan efusi pleura dinyatakan
sebagai eksudat, namun masih meragukan sebab hasil yang didapatkan
melebihi standar yang telah ditetapkan, mengingat kemungkinan karena sampel
yang diperiksa tidak diperoleh langsung saat pengambilan sehingga cairan efusi
pleura kemungkinan sebagian telah menjadi bekuan, sehingga mempengaruhi
tingginya berat jenis. Hal tersebut didukung oleh literatur dari Gandasoebrata
(2010) yakni pemeriksaan berat jenis cairan efusi pleura harus segera dilakukan /
ditentukan, sebelum memungkinkan cairan pleura tersebut terjadi bekuan yang
mempengaruhi hasil berat jenis yang semakin besar menyebabkan kesalahan
saat menetapkan diagnosa.
Hasil pemeriksaan makroskopis bekuan yang telah dilakukan pada
sampel efusi cairan pleura A1 ialah tidak adanya bekuan, sedangkan sampel
efusi cairan pleura B1 ialah terdapat bekuan berbentuk kepingan yang besar
berwarna merah. Berdasarkan literatur dari Gandasoebrata (2010) bahwa
biasanya cairan transudat tidak terdapat bekuan didalamnya, namun pada cairan
eksudat cairan pleura terdapat bekuan yang dinyatakan sebagai renggang,
berkeping, sangat halus dan lainnya. Bekuan terbentuk dan tersusun karena
adanya fibrin didalam cairan efusi pleura yang hanya didapatkan pada cairan
eksudat. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut ialah sesuai, dimana sampel A1
merupakan transudat dan cairan B1 merupakan eksudat, sebab adanya bekuan
yang berbentuk kepingan.
Hasil pemeriksaan makroskopis pengukuran pH yang telah dilakukan
pada sampel A1 adalah 9, sedangkan pH pada sampel B1 ialah 10. Menurut
liteatur dari Kurniawan (2014) menyatakan bahwa pH cairan transudat efusi
pleura ialah > 7,13 sedangkan pH cairan eksudat efusi pleura ialah < 7,13
disebabkan adanya perombakan dan metabolisme beberapa bakteri yang
menyebabkan pH cairan eksudat cenderung bersifat asam. Berdasarkan hasil
dan literatur yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kedua cairan merupakan
transudat.

5.1.3 Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura


Pemeriksaan kimia cairan pleura hanya dilakukan pada sampel A1 dan
B1. Hasil pemeriksaan kimia uji Rivalta pada sampel A1 memberikan hasil positif
lemah, sebab tetesan tersebut membentuk kekeruhan berupa kabut halus atau
dinyatakan sebagai transudat. Sedangkan pada sampel B1 memberikan hasil
positif kuat, sebab tetesan tersebut membentuk kekeruhan berupa kabut tebal
atau dinyatakan sebagai eksudat. Menurut literatur dari Gandasoebrata (2010)
yakni interpretasi hasil pemeriksaan uji rivalta dibagi menjadi 3 kemungkinan,
yaitu :
Tetesan cairan pleura yang tercampur dengn larutan asam asetat tanpa
adanya kekeruhan, maka hasilnya ialah negatif.
Tetesan cairan pleura yang tercampur dengn larutan asam asetat
membentuk kekeruhan yang sangat ringan yaitu berupa kabut halus
maka memberikan hasil positif lemah atau dinyatakan sebagai transudat.
Tetesan cairan pleura yang tercampur dengn larutan asam asetat
membentuk kekeruhan yang nyata yaitu berupa kabut tebal atau berupa
presipitat maka memberikan hasil positif kuat atau dinyatakan sebagai
eksudat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan cairan efusi pleura pada sampel A1 dan B1 serta
literatur yang didapatkan ialah sesuai. Maka dapat disimpulkan bahwa cairan
efusi pleura A1 adalah transudat dan cairan efusi pleura B1 adalah eksudat.
Pemeriksaan kimia cairan pleura selanjutnya pada sampel A1 dan B1
ialah uji protein dengan metode Esbach didapatkan sampel A1 sebanyak 0, 343
gr protein / ml. Sedangkan sampel B1 didapatkan sebanyak 0,686 gr protein /
ml. Menurut literatur dari Gandasoebrata (2010) menentukan kadar protein dalam
cairan rongga tubuh dapat membantu dalam membedakan cairan tersebut
merupakan transudat atau eksudat. Protein dalam transudat atau eksudat
umumnya hanya terdapat fibrinogen. Umumnya kadar protein transudat biasanya
rendah yakni kurang dari 2,5 gr protein / 100 ml (gr/dl) sedangkan cairan eksudat
biasanya berisi lebih dari 4 gr/dl. Berdasarkan percobaan pemeriksaan uji protein
metode Esbach sampel A1 dan B1 dinyatakan sebagai transudat, sebab kadar
protein yang didapat saat pengujian dibawah 2,5 gr/dl.
Berdasarkan serangkaian pemeriksaan makroskopis dan kimia yang
dilakukan pada sampel A1 dan B1. Sampel cairan pleura A1 merupakan cairan
transudat sebab berbagai uji yang telah dilakukan menunjukkan perbandingan
antara transudat : eksudat = 5 : 2. Menurut literatur dari Halim (2001) dalam
keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi
pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening).
Sedangkan Sampel cairan pleura B1 merupakan cairan eksudat sebab
berbagai uji yang telah dilakukan menunjukkan perbandingan antara eksudat :
transudat ialah 5 : 2. Menurut literatur dari Price dan Lorraine (2005) yakni
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler
pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat
atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis
dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat
dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan
aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan
menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga
menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

5.1.3 Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Pleura


Pemeriksaan mikroskopis cairan pleura dilakukan pada sampel yang
berbeda yakni sampel X dan sampel Y, sebab sampel yang didapat dan tanggal
pengambilannya berbeda. Pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan pada
sampel ialah hitung jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit. Hasil pemeriksaan
hitung jumlah leukosit pada sampel X didapatkan sebanyak 650 sel/ul.
Sedangkan hitung jumlah leukosit pada pada sampel Y didapatkan sebanyak
17.775 sel/ul, kedua sampel dilakukan perhitungan jumlah leukosit sebab kedua
cairan tidak bersifat purulen. Menurut literatur dari Gandasoebrata (2010) yakni,
apabila cairan berupa purulen, maka tidak ada gunanya untuk menghittung
jumlah leukosit, pemeriksaan ini hanya dilakukan apabila cairan bersifat jernih
atau agak keruh. Cairan transudat biasanya mengandung kurang dari 500 sel/ul
sel leukosit. Semakin tinggi nilai angka yang didapatkan maka semakin besar
kemungkinan cairan tersebut bersifat eksudat. Berdasarkan hasil yang didapat
dan literatur, maka dapat disimpulkan bahwa kedua sampel cairan pleura
tersebut merupakan eksudat, sebab jumlah sel leukosit melebihi 500 sel/ul.
Pemeriksaan mikroskopis pada sampel X dan Y selanjutnya ialah hitung
jenis leukosit. Hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit pada sampel X ialah
didapatkan neutrofil 2% (sel leukosit PMN/segmen), limfosit 83% (sel leukosit
mononukleat), dan monosit 15% (sel leukosit mononukleat). Sedangkan pada
sampel Y ialah didapatkan neutrofil stab 6% (sel leukosit PMN/segmen), neutrofil
segmen 6% (sel leukosit PMN/segmen), basofil 5% (sel leukosit PMN/segmen),
limfosit 80% (sel leukosit mononukleat) dan monosit 3% (sel leukosit
mononukleat). Menurut literatur dari Kurniawan (2014) yakni hitung jenis ini
hanya untuk membedakan limfosit den sel leukosit segmen. Hitung jenis leukosit
dapat memberi keterangan tentang jenis radang. Jenis yang menyertai proses
radang akut hampir semuanya berupa sel leukosit PMN / segmen, sedangkan
radang menahun hanya menghasilkan sel limfosit saja dalam hitung sejenis.
Perbandingan banyak sel dalam golongan limfosit dan sel polimorfonuklear atau
segmen memberikan petunjuk ke arah radang yang menyebabkan atau
menyertai eksudat. Hasil transudat apabila hanya ditemukan sel mononuklear
(limfosit) sedangkan hasil eksudat apabila ditemukan sel mononuklear dan PMN /
segmen. Pernyataan tersebut diperkuat oleh literatur menurut Bahar (2001)
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostic
penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau dominasi sel sel
tertentu :
a. Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
b. Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa
atau limfoma malignum.
c. Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark paru.biasanya juga
ditemukan banyak sel eritrosit.
d. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e. Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
f. Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dan literatur tersebut sesuai sehingga
dapat disimpulkan bahwa, kedua sampel merupakan eksudat dimana kedua
sampel terdapat adanya neutrofil berarti adanya infeksi, adanya sel limfosit yang
menunjukan adanya peradangan dan infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa
atau limfoma malignum (Bahar, 2001). Hasil kedua pemeriksaan mikroskopis
cairan pleura tersebut telah menyatakan hasil eksudat, hal tersebut diperkuat uji
makroskopis warna dan kejernihan cairan pleura, dimana hasil pemeriksaan
makroskopis warna dan kejernihan kedua sampel ialah berwarna merah dan
agak keruh yang menurut literatur dari Gandasoebrata (2010) warna merah pada
cairan efusi pleura dinyatakan sebagai eksudat, kekeruhan pada cairan eksudat
disebabkan oleh adanya kuantitas jumlah sel leukosit dapat mengakibatkan
kekeruhan mulai tingkat ringan sampai berat seperti bubur. Sedangkan eritrosit
menyebabkan kekeruhan berwarna kemerahan.
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan yakni pemeriksaan


makroskopis, pemeriksaan kimia dan pemeriksaan mikroskopis cairan efusi
pleura dapat ditarik kesimpulan :
1. Pemeriksaan makroskopis yang telah dilakukan meliputi volume, bau,
warna dan kejernihan, pH, dan bekuan dapat disimpulkan bahwa sampel
A1 merupakan transudat dan sampel B1 adalah eksudat.
2. Pemeriksaan pemeriksaan kimia yang telah dilakukan, meliputi uji Rivalta
dan uji Esbach dapat disimpulkan bahwa sampel A1 merupakan
transudat dan sampel B1 adalah eksudat.
3. Pemeriksaan mikroskopis yakni hitung jumlah leukosit dan hitung jenis
leukosit yang telah dilakukan pada sampel X dan sampel Y merupakan
eksudat, hasil tersebut diperkuat dengan hasil pemeriksaan makroskopis
warna dan kejernihan.

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI
Denny, Firdaus. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek : Bandar
Lampung.
Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian
Rakyat Agung.
Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam,
Jilid II, edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38
Kurniawan, F. B. 2015. Kimia Klinik : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta :
EGC.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta : EGC.
Smeltzer, C.S . 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarths, Ed8. Vol.1, Jakarta : EGC

You might also like