Professional Documents
Culture Documents
NOMOR:
Tentang
PEMBENTUKAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
ME MUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RS. ASTRINI TENTANG KEBIJAKAN
PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI.RS ASTRINI
Kedua : Kebijakan pelayanan dan tim pencegahan dan pengendalian infeksi
RS .ASTRINI sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi RS ASTRINI dilaksanakan oleh Direktur RS
ASTRINI
Keempat : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di Pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Wonogiri
pada tanggal :
Rumah Sakit ASTRINI
Direktur
TIM PPI
Ketua
1. Dr. Iin Fatimah Hanis, Sp. THT
Anggota
2. Dr. Miftah Nurindah
3. Nikma Wahyuni, AMK
4. Nerlyn Paulina, AMK
5. Ismail, AMK
6. Nurlia, Amd. Keb
1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di
lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
2. Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.
3. Melaksanakan surveillance infeksi dan melaporkan kepada Komite PPI.
4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI dirumah sakit dan
faslitas pelayanan kesehatan lainnya.
5. Melakukan Investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI memperbaiki
kesalahan yang terjadi.
6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari petugas
kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
7. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah
sakit.
8. Audit pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk terhadap limbah, laundry, gizi dan
lain-lainnya dengan menggunakan daftar tilik.
9. Memonitor kesehatan lingkungan.
10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.
11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveillance infeksi yang terjadi di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
12. Membuat laporan surveillance dan melaporkan kepada Komite PPI.
13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.
14. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI.
15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI RS.
16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang topik
infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.
17. Sebagai koordinator antara departemen / unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit.
1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diunit rawat inap masing-
masing, kemudian menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang.
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan
pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-masing.
3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial pada
pasien.
4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung diruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila
belum paham.
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan Standar Isolasi.
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS ASTRINI
A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta
kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang
lemah dan kurang mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu
layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien,
keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan
Rumah Sakit ASTRINI.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien
(patient centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas
pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan
pasien, serta memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit
pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui kegiatan
Plan-Do-Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah sakit
dan melibatkan berbagai individu.
7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.
8. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang mampu.
9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan,
mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit
pelayanan maupun visi-misi rumah sakit.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan
mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara
kondisi lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri
(APD).
11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam)
sasaran Keselamatan Pasien.
12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara
teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
14. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi
dan ketentuan yang berlaku.
15. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi,
standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan
rumah sakit yang berlaku.
16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan
kepada masyarakat.
17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan
informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan
kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.
18. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui
rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan
kepada manajemen rumah sakit.
20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh) standar
keselamatan pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
21. RS ASTRINI bukan Sumah Sakit yang ditunjuk untuk melaksanakan PONEK. RS
ASTRINIsaat ini sedang mempersiapkan untuk melengkapi SDM dan fasilitas
PONEK. Terkait PONEK RS ASTRINI mengupayakan pelayanan meliputi : penanganan
awal / emergency ibu dan bayi dan pelayanan rujukan kerumah sakit lain yang mampu
memberikan pelayanan lebih lanjut.
22. RS ASTRINI bukan Rumah Sakit yang ditunjuk untuk melakukan pelayanan pasien
dengan HIV/AIDS, sehingga pelayanan yang diselenggarakan RS ASTRINImeliputi ;
palayanan Voluntary Conceling and Testing (VCT), pelayanan rujukan HIV ke rumah
sakit lain yang di tunjuk melayanai HIV/AIDS, dan penerapan Universal Precaution.
23. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuia dengan pedoman
stategi DOTS
24. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di rumah sakit, maka pasien harus
dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien /
keluarga
25. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
26. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis
pasien yang dilayani.
27. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun
eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi
di Rumah Sakit, maka RS ASTRINI melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI).
b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) serta Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (TPPI). Komite PPI RS ASTRINI bertanggung jawab langsung kepada
Direktur.Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.
c) Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai
dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2011.
d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua
unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
e) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka RumahSakit
RS ASTRINI memiliki 3 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu
yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang
meliputi gugus tugas perawatan,IPSRS ,Farmasi, Gizi, Administrasi, Igd,
Laboratorium,.
f) Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and
Control Link Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention and Control Link Staf ) sebagai
pelaksana harian/penghubung di unit masing-masing.
2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi,
tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam,pengendalian lingkungan,
praktik menyuntik yang aman,kebersihan pernafasan/etika batuk,praktek lumbal
punksi,perawatan peralatan pasien,penatalaksanaan linen,program kesehatan
karyawan,penempatan pasien.Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua
area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas pelayanan
sesuai Panduan PPI RS.
3. KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
Seluruh lingkungan RS ASTRINI.
b. Indikasi kebersihan tangan secara umum :
Segera : setelah tiba di tempat kerja
Sebelum :
Kontak langsung dengan pasien
Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan
invasif
Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
Mempersiapkan makanan
Memberi makan pasien
Meninggalkan rumah sakit
Setelah :
Kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan,
urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik
menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.
Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan (batuk
/ bersin).
Menyentuh lingkungan di sekitar pasien
j. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.
k. Setiap petugas di RS ASTRINI wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang diadakan
oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan melalui
orientasi dan pendidikan berkelanjutan.
l. Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas
(dokter,perawat,fisioterapi,gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada setiap minggu
ke 2 .
m. Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris tangan.
a) Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang melindungi pasien,
pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial
( imuno supressed )
b) Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk selanjutnya dirujuk
kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c) Rumah Sakit berencana untuk saat ini menyiapkan ruang tekanan negatif , namun saat ini kita
menyiapkan ruang kohort untuk perawatan pasien airbone disease, dengan sistem HEPA fillter dan
pertukaran udara 12 kali per jam, yang terpisah dari pasien non infeksi dan khususnya terpisah dari
pasien dengan kondisi imunocompromise.
d) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya.
e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
f) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan
menggunakan bahan desinfektan.
g) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien yang
tidak menular.
h) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan APD,
kebersihan tangan, etika batuk.
a) Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh petugas
RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah,
jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk 2 minggu atau batuk darah )
b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan
memakai masker bedah
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis
segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga
mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien lain (ruang
isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem kohorting dengan lama perawatan
maksimal 2 minggu.
e) Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran (menggunakan ekshaust) di
ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang isolasi rawat inap serta UGD) untuk mengurangi
penyebaran dan menurunkan kadar penularan percik renik sehingga tidak menularkan orang
lain.
f) Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan ventilasi tekanan
negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95 dalam melakukan pelayanan kesehatan
terhadap pasien tersebut.
g) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan konsep AII (Airbone
Infection Isolation) atau box khusus dengan pengaturan sistem ventilasi (Well Ventilated
Sputum Induction Booth).
h) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum
dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
i) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara
(airbone) dan transmisi melalui kontak.
j) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan pemeriksaan kesehatan
rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub Sumber Daya Manusia danK3 RS.
k) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
l) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi petugas
kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan.
10. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single use yang
dire-use).
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis Sekali Pakai
dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.
a) AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan
efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien.
b) AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal
harganya
c) Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses
pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD
d) AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan
fungsi dari alat / bahan.
e) Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS.
f) Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
g) Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire-use.
Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuk limbah
infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk limbah non medis /
domestika.
Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang terlindungi
binatang atau serangga.
b) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan
( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
c) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam Safety box
d) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.Pengangkutan dilakukan 2 kali.
Apabila harus menggunakan lift harus dengan lift tersendiri/RAM.
e) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat pengelolaan
sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak ketiga
f) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan khusus,
masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm
g) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan desinfektan
, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk
mencapai efektivitas yang tinggi.
a) Jenis linen di RS ASTRINI dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius,
linen kotor non infeksius
b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen yang
berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor infeksius
dengan kantong linen kuning
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan desinfeksi
kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja
13 PENGELOLAAN MAKANAN
a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi
pada peralatan injeksi dan terapi.
b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yang dapat
menjaga syarat aseptik.
c) Multi dose vial digunakan
Hanya digunakan untuk satu orang pasien
Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yang steril
Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vial
tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.
Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kali
vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
d) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama sama untuk
beberapa pasien.
e) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat
digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
f) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan jarum
baru.
a) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian
terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
b) Pasien ,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS.
c) Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RS ASTRINI
dikoordinasi oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan rawat inap.
d) Masing masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi ,Farmasi dll )
maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas kebersihan , dll ) pasien ,keluarga dan
pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS ASTRINI harus mentaati
peraturan yang ada di RS ASTRINI sesuai dengan peraturan tata tertib pasien.
f) Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas lainya
tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan penggunaan Alat Pelindung Diri ( APD ) di
fasilitas kesehatan
g) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat, Fisioterapi, Pekarya,
Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh
pasien dan lingkungan pasien.
h) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab pasien,
keluarga dan pengunjung.
i) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
j) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus menyediakan fasilitas wastafel,tempat
sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga
dan pengunjung.
20. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
a) Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Rumah Sakit
ASTRINIperlu mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB.
b) Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di rumah
sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untuk
mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
c) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat
dari surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis, rekomendasi dan tindak
lanjut, dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur rumah sakit, dan
bahan komunikasi dengan bagian yang terkait.
d) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
pertimbangan Komite PPIRS ASTRINI pada hasil evaluasi epidemiologik
kecenderungan peningkatan angka IRS secara signifikan selama 3 bulan berturut-
turut. Peningkatan signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB.
e) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh
seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadi
KLB, Petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus
berkoordinasi secara intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untuk
menangani KLB tersebut.
f) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama
IPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:
Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans
InfeksiRumah Sakit
Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans
Infeksi Rumah Sakit.
Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang
bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi
diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis IRS dan
mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi
terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan
kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk
penanggulangan atau memutuskan rantai penularan.
Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi
untuk dibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan
laboratorium pasien penyakit menular. Label bertuliskan Awas
Bahan Menular
Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk
memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB,
misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap secara benar.
g) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS
menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS.
h) Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan Direktorat
Pelayanan Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD, Gizi,
Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan.
i) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang
telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan
melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang
benar dan tepat.
Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain
sesuai indikasi.
Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien
yang sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan
memberikan penanganan (dipisahkan dengan staf lainnya)
Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk
mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap
tercemar oleh infeksi.
Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
k) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah
diambil terhadap data atau informasi KLB.
l) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil
diatasi.
m) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak
ditemukan kasus baru.
a) Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi dan sangat tinggi)
b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c) Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit.
d) Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi ili ,ilo.
e) Kultur dilakukan jika ada curiga kasus ILI dan ILO.
23. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED
a. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi keadaan umum,
bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang lain.
b. RS ASTRINItidak melakukan perawatan pasien imuncompromised. Apabila terdapat
pasien imunocompromised, maka dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lainnya.
Bayi
Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir sedangkan bayi dengan
riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif.
Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus tali pusat.
Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan tidak ditutup
dengan kassa.
Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saat diberi
susu.
Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan ditempat yang
sudah disediakan.
a) Pencegahan standar
Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua prosedur yang bersentuhan
dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk juga kebersihan peralatan dan lingkungan,
pemeriksaan plasenta.
Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung dibuang kedalam sharp
container yang telah tersedia.
Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong berwarna kuning.
Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan mereka harus menutup luka
tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan sarung tangan saat menangani
persalinan.
Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program vaccinasi Hepatitis B.
Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang ke dalam kantong
plastik kuning.
Bayi
Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus menggunakan APD lengkap.
Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi alkohol 70% /
povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.
Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air hangat.
c) Lingkungan
Ruang Bersalin
Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai tindakan.
Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak ada
tindakan/persalinan.
Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan
menggunakan desinfektan chlorine.
Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakan
deterjen netral setiap selesai digunakan.
Alat dan linen
Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk
menghilangkan noda darah (proses dekontaminasi) dan langsung dikirim ke
CSSD.
Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan lihat
tanggal kadaluarsa.
Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya sesuai
dengan keperluaan saat itu.
Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila terkena
darah.
Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.
Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke dalam
kantong plastik warna kuning.
d) Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah Hepatitis
B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena ibunya positif terkena
virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah yang harus dilakukan :
Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi janin
maupun ibu yang tidak perlu.
Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu
dibersihkan.
Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk
imnunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari sehingga semua darah
menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuang diplastik
warna kuning atau dibersihkan sehingga semua yang mengandung protein
terangkat. Segera setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisa ditangani
dengan normal, tidak perlu diambil tindakan pengisolasian.
Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.
b) Prosedur Invasive
Jika prosedur invasive digunakan sebagai pilihan untuk menyelamatkan jiwa pasien dan
sangat bermanfaat dalam penanganan pasien, maka prosedur pengendalian infeksi
sebagaimana dijelaskan di atas dapat diabaikan.
Prosedur invasive harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik. Teknik aseptik
harus diterapkan untuk semua prosedur invasive dan penggantian balutan perlu memakai
sarung tangan steril. Dalam situasi emergency dimana prosedur yang dilakukan tidak
cukup baik dalam teknik aseptik, maka seperti penggantian kateter urine, iv kateter yang
mungkin dapat terkontaminasi maka sebaiknya diganti setelah kondisi pasien stabil.
Kanulasi pembuluh darah
Bagian yang dipasang kanulasi merupakan tempat masuknya mikroorganisme ke dalam
jaringan subkutan dan sirkulasi darah yang sangat potensial. Oleh karena itu staff yang
akan melakukan pemasangan kanulasi harus terlebih dahulu melakukan kebersihan
tangan dan memakai sarung tangan serta tindakan mendisinfeksi kulit sebelum
pemasangan kanulasi.
Kanulasi vena sentral
Pemasangan kanulasi vena sentral harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik
termasuk memakai sarung tangan steril, melakukan persiapan kulit yang akan ditusuk
dengan antiseptik dan memasang doek steril pada area yang telah disiapkan. Cari bagian
yang mempunyai risiko yang rendah sepertisubclavicula, internal jugularis.
Penggantian kanulasi
Kanulasi intravena harus diganti secara reguler ( 72 jam).
Khusus bayi, kanulasi umbilical kateter dipasang dengan teknik steril
menggunakan jas operasi, sarung tangan steril, masker dan doek steril.
Penggantian posisi kanulasi umbilical kateter dilakukan tidak melebihi 5 7 hari.
c) Peralatan
Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan pada semua
perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai peralatan sendiri-sendiri dan
bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang sekali pakai.
f) Obat-obatan
Obat-obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa sentuhan, obat-obat
parenteral harus disiapkan secara aseptik menggunakan spuit dan jarum steril. Cairan
intravena dan cairan irigasi steril harus diberi label tanggal, waktu dibuka dan dibuang
setelah 24 jam (jika setelah dibuka dan tidak digunakan lagi).
Antibiotika
Pemberian antibiotika pada pasien ICU yang tidak memperhatikan pola
sensitivitas kuman akan memberikan andil terjadinya KLB infeksi serius
dengan konsekuensi yang fatal. Adanya kebijakan penggunaan antibiotika di rumah sakit
akan lebih rasional dalam pemberiannya dan merupakan keputusan yang dapat diterima
secara hukum dibandingkan mereka yang tidak mempunyai kebijakan tentang
pemberiaan antibiotika yang benar.
Pemberian multi dose
Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan vial untuk multi dose
dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan diterapkan di RS Panti
Rahayu, oleh karena itu isi vial atau ampul hanya digunakan oleh satu pasien saja
dengan alternatif lainnya yaitu dengan memisahkan isi vial ke dalam beberapa spuit
steril, beri tanggal dan jam buka vial pada spuit dan disimpan dalam lemari pendingin
obat untuk selama 24 jam.
a) Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :
Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi
Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka maupun
utuh atau mukosa
Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
b) Semua pasien yang datang harus dianggap carrier dari mikroorganisme patogen.
Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap
Perlindungan diri :
Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu
merawat pasien, hindari kontak dengan mata, hidung, mulut dan
rambut serta hindari memegang luka atau abrasi.
Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester kedap air.
Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah merawat pasien
dengan chlorhexidine 2 %.
Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan berlengan pendek.
Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan :
Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih digunakan pada saat
memeriksa pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan,
sarung tangan steril digunakan pada saat melakukan tindakan
bedah, sarung tangan rumah tangga digunkan pada saat
membersihkan alat/permukaan kerja atau bila menggunakan
bahan kimia.
Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris
yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang
gigi.
Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi
saluran pernafasan atas maupun bawah.
c) Sterilisasi instrumen :
Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari
debris organik, darah dan saliva
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi
Proses sterilisasi dilakukan di CSSD
Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus
instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila
dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujung alat three way
syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepala dengan plastik, alumunium
foil sekali pakai untuk tiap pasien.
e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, penutup permukaan
yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat sampah infeksius sedangkan
benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan ke dalam tempat sampah benda tajam.
f) Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif mereduksi jumlah oral
mikroorganisme rongga mulut
a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun eksternal (dengan
Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik / bukti ilmiah yang diakui).
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi setiap
bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking eksternal).
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakit lokal /
nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional yang terbukti memiliki praktik
terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi secara tertulis
dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan laporan surveilans tahunan
(benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan dalam rapat
tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.