You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

1. Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi dari tubuh dan


bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Keseimbangan
tergantung pada input terus-menerus dari tiga sistem yaitu sistem vestibular (labirin), sistem
proprioseptif (somatosensorik), dan sistem visual serta integrasinya dengan batang otak dan
serebelum.1
Sistem vestibular mempunyai fungsi sensorik penting, berperan dalam persepsi
gerakan seseorang, posisi kepala, orientasi ruang secara relatif terhadap gravitasi dan bagi
fungsi motorik berperan dalam membantu stabilisasi gaze, kepala dan penyesuaian postur
tubuh. Bagian perifer dari sistem vestibular termasuk struktur telinga dalam yang berfungsi
sebagai miniatur akselerometer dan alat penuntun internal, secara terus menerus
menyampaikan informasi tentang gerakan dan posisi dari kepala dan tubuh ke pusat
integrasi di batang otak, serebelum, dan korteks sensorimotor. Bagian sentral sistem
vestibular terdiri dari nukleus vestibularis, yang mempunyai koneksi yang luas dengan
struktur-struktur batang otak dan serebelum. Nukleus vestibularis juga langsung
mempersarafi neuron motorik yang mengontrol otot-otot ekstraokular, servikal, postural. 1,2

Gambar 1. Anatomi sistem vestibuler perifer dalam hubungannya dengan telinga


Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang kanalis
semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus dan utrikulus.
Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai
mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis
semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus
semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus semisirkularis
terletak saling tegak lurus.3
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis kedelapan
(yaitu,nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei vestibularis di
bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak di dalam bagian petrosus os
tempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tigan kanalis semisirkularis. Labirin
membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi dengan perilimf; organ
membranosa itu sendiri berisi endolimf. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis
yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan.2,3

Gambar 2. Anatomi Labirin

Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis semisirkularis


lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis lainnya tegak lurus
dengannya dan satu sama lain. Kanalis semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os
petrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak lurus dengannya. Karena aksis os
petrosus terletak pada sudut 450 terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior satu
telinga pararel dengan kanalis semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan kebalikannya.
Kedua kanalis semisirkularis lateralis terletak di bidang yang sama (bidang horizontal).2
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan utrikulus.
Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk ampula,
yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis. Rambut-rambut sensorik krista
tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yang memanjang yang disebut kupula, yang
tidak mengandung otolit. Pergerakan endolimfe di kanalis semisirkularis menstimulasi
rambut-rambut sensorik krista, yang dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor
pergerakan).2

Gambar 3. Krista Ampularis

Utrikulus dan sakulus mengandung organ reseptor lainnya, makula utrikularis dan
makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus paralel dengan dasar tengkorak,
dan makula sakularis terletak secara vertikal di dinding medial sakulus. Sel-sel rambut
makula tertanam di membrana gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut
statolit. Kristal tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang.1,2,3
Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi kepala terhadap
ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus otot. Implus
yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi
untuk mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap
terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan kepala.2

Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah nervus


vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus; mengandung
sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel reseptor di organ vestibular,
dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan
nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang
subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.
Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak di dasar
ventrikel keempat.2

Gambar 4. Organ Vestibular

Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh2 :


Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)
Nukleus vestibularis lateralis (Deiters)
Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)
Nukleus vestibularis inferior (Roller)

Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa cabang sebelum memasuki


masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear vestibularis, tempat mereka membentuk
relay sinaptik dengan neuron kedua. 2

Anatomi hubungan aferen dan eferen nuklei vestibularis saat ini belum diketahui secara
pasti. Teori yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut1 :
Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis menghantarkan impuls
langsung ke lobus flokulonodularis serebeli (arkhiserebelum) melalui traktus
juxtarestiformis, yang terletak di dekat pedunkulus serebelaris inferior. Kemudian,
lobus flokulonodularis berproyeksi ke nukleus fastigialis dan melalui fasikulus
unsinatus (Russell), kembali ke nukleus vestibularis; beberapa serabut kembali
melalui nervus vstibularis ke sel-sel rambut labirin, tempat mereka mengeluarkan efek
regulasi inhibitorik utama. Selain itu, arkhi serebelum mengandung serabut-serabut
ordo kedua dari nukleus vestibularis superior, medialis, dan inferior dan mengirimkan
serabut eferen langsung kembali ke kompleks nuklear vestibularis, serta ke neuron
motorik medula spinalis, melalui jaras serebeloretikularis dan retikulospinalis.
Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari nukleus vestibularis
lateralis (Deiters) dan berjalan turun pada sisi ipsilateral di dalam fasikulus anterior ke
motor neuron dan medula spinalis, turun hingga ke level sakral. Impuls yang
dibawa di traktus vestibularis lateralis berfungsi untuk memfasilitasi refleks ekstensor
dan mempertahankan tingkat tonus otot seluruh tubuh yang diperlukan untuk
keseimbangan.
Serabut nukleus vestibularis medialis memasuki fasikulus longitudinalis medialis
bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke sel-sel kornu anterius medula spinalis
servikalis, atau sebagai traktus vestibulospinalis medialis ke medula spinalis torasika
bagian atas. Serabut-serabut ini berjalan turun di bagian anterior medula spinalis
servikalis, di dekat fisura mediana anterior, sebagai fasikulus sulkomarginalis, dan
mendistribusikan dirinya ke sel-sel kornu anterior setinggi servikal dan torakal bagian
atas. Serabut ini mempengaruhi tonus otot leher sebagai respon terhadap posisi kepala
dan kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks yang menjaga ekuilibrium
dengan gerakan lengan untuk keseimbangan.
Semua nukleus vestibularis berproyeksi ke nuklei yang mempersarafi otot-otot
ekstraokular melalui fasikulus longitudinalis medialis.

Suplai Vaskular1
Arteri labirintin mensuplai sistem vestibular perifer, asal arteri ini bervariasi.
Paling banyak sebagai cabang arteri serebelaris anterior inferior (anterior inferior
cerebellar artery/AICA), namun kadang sebagai cabang langsung dari arteri basilaris.
Saat memasuki telinga tengah, arteri labirintin terbagi atas arteri vestibularis anterior
dan arteri koklearis komunis. Arteri vestibularis anterior mensuplai nervus
vestibularis, sebagian besar utrikel, dan ampula dari SCC lateral dan anterior. Arteri
koklearis komunis dibagi atas cabang utama, arteri koklearis utama dan arteri
vestibulokoklearis.
Arteri koklearis utama mensuplai koklea, arteri vestibulokoklearis mensuplai
sebagian koklea, ampula SCC posterior dan bagian inferior sakulus. Labirin tidak
mempunyai jaringan anastomosis kolateral dan sangat rentan terhadap iskemia. Hanya
perlu penghentian sejumlah aliran darah selama 15 detik untuk meniadakan eksitasi
saraf auditorik.

Neurofisiologi Alat Keseimbangan Tubuh


Alur perjalanan informasi berkaitan dengan fungsi alat keseimbangan tubuh1,2,3
Tahap Transduksi.
Rangsangan gerakan diubah reseptor (R) vestibuler (hair cell), R visus (rod dan cone
cells) dan R proprioseptik, menjadi impuls saraf. Mekanisme transduksi hair cells vestibulum
berlangsung ketika rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada endolimf yang
mengandung ion K (kalium). Gelombang endolimf akan menekuk rambut sel (stereocilia)
yang kemudian membuka/menutup kanal ion K. Bila tekukan stereocilia mengarah ke
kinocilia (rambut sel terbesar) maka timbul influks ion K dari endolimf ke dalam hari cells
yang selanjutnya akan mengembangkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion Ca (kalsium)
akan terbuka dan timbul ion masuk ke dalam hair cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi
merangsang pelepasan neurotransmitter (NT) ke celah sinaps untuk menghantarkan
(transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya
menuju ke pusat alat keseimbangan tubuh.

Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis menuju
ke otak dengan neurotransmitternya glutamate
A. Normal synoptic transmition
B. Induction of longtem potentiation

Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat alat
keseimbangan tubuh, antara lain
- Nukleus vestibularis
- Jaras Vestibulo-serebelum
- Nukleus okulomotorius
- Hiptotalamus
- Formasio retikularis
- Korteks prefrontal dan korteks limbik
Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi respons yang sesuai.
Apabila rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan disensitisasi. Sebaliknya, bila
bersifat biasa saja maka responsnya adalah habituasi.

Tahap Persepsi
Tahap ini belum diketahui lokasinya

Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor
vestibuler, visual dan propioseptik. Dari ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler
yang punya kontribusi paling besar yaitu lebih dari 50%, disusul kemudian reseptor visual
dan yang paling kecil kontribusinya adalah propioseptik.2
Arus informasi berlangung intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan dari
kepala atau tubuh, akibat dari gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di
labirin dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut ( hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos masuk
kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga
merangsang pelepasan neurotransmitter eksitatorik (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya
akan meneruskan impuls sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat
keseimbangan tubuh di otak.1,2,3
Pusat integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis menerima
impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan pusat
integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung
dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah
dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum, informasi tentang
gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.2
BAB II
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang
berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizzinessyang secara definitif merupakan
ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar
terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar yang dirasakan berputar. Vertigo
juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini lebih
jarang dirasakan. Kondisi ini merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan
sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin. Namun, tidak jarang vertigo
merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya, obat, hipotensi, penyakit endokrin,
dan sebagainya).4,5
Vertigo dapat berasal dari kelainan di vestibular maupun non vestibular. Kelainan di
vestibular dibagi lagi menjadi kelainan vestibular sentral atau vestibular perifer. Gangguan di
pons, medulla atau di serebelum biasanya merupakan penyebab vertigo vestibular sentral
sedangkan gangguan di telinga luar, tengah, dan dalam, maupun saraf kranialis VIII
merupakan penyebab vertigo vestibular perifer.2,5

2.1. Definisi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibuler yang
paling sering ditemui,dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan keringat
dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya
keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.6
BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala
vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal.
Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional. Benign
pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak
menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki
prognosis yang baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan
benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional, benign
paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal positional nystagmus.7,8

2.2. Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab tersering dari
vertigo. Studi di Amerika Serikat memperkirakan terdapat sedikitnya 20% pasien yang
menderita vertigo termasuk dalam BPPV. BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya
terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis perifer. BPPV pertama kali
dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo yang
berhubungan dengan perubahan posisi dihubungkan dengan organ otolit.9

Prevalensi BPPV di Amerika Serikat adalah 64 orang tiap 100.000 populasi, dengan
presentase 64% pada wanita. BPPV sering terdapat pada usia yang lebih tua dengan rata-
rata usia 51 57.2 tahun dan jarang ditemukan pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat
trauma kepala.8, 9

2.3. Etiologi

Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus BPPV
dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau
operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam, Meniere disease,
ototoksisitas, mastoiditis kronik, insufisiensi vertebrobasilaris. BPPV meningkat dengan
semakin bertambahnya usia. Pada usia lanjut, penyebab paling umum adalah degenerasi
sistem vestibular dalam telinga.9

Tabel 1. Penyebab BPPV 10


Primer atau Idiopatik 50 70%
Sekunder 30 50 %
Trauma Kepala 7 17 %
Labirinitis Virus 15%
Meniere Disease
Migrain 5%
Operasi telinga dalam <5%
<1%

2.4. Patofisiologi
Aparatus vestibularis merupakan komponen khusus dalam telinga dalam yang
memberikan informasi tentang sensasi keseimbangan serta koordinasi gerakan-gerakan
kepala, gerakan mata, dan postur tubuh. Bagian vestibular dari membrane labirin terdiri dari 3
kanalis semisirkularis yaitu : Anterior, posterior, dan horizontal. Labirin juga terdiri dari dua
struktur otolit yaitu utrikulus dan sakulus yang mendeteksi akselerasi linier termasuk
pengaruh gravitasi. Kupula adalah sensor gerakan dari kanalis semisirkularis dan diaktivasi
oleh aliran endolimfe. 2,11
Makula dalam utrikulus diduga merupakan sumber partikel-partikel kalsium yang
menyebabkan BPPV. Partikel ini terdiri dari kristal kalsium karbonat (otokonia) suatu
bentukan dalam matrik gelatinosa. Kristal kalsium karbonat memiliki densitas 2x lipat dari
endolimfe sehingga berespon terhadap perubahan gravitasi dan gerakan akselerasi lain. 2,11
Terdapat hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV yaitu :
1. Hipotesis kupulolitiasis
2. Hipotesis kanalitiasis

Hipotesis Kupulolitiasis2,12
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang
terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula kanalis
semisirkularis posterior yang letaknya paling bawah. Penyebab terlepasnya debris dari
makula diduga terjadi karena pasca trauma atau infeksi. Penderita BPPV usia tua diduga
berkaitan dengan timbulnya osteopenia dan osteoporosis sehingga debris mudah terlepas dan
menimbulkan serangan BPPV berulang.
Apabila pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung,
kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara sentrifugal
dan menimbulkan nistagmus serta keluhan vertigo.
Pergeseran masa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.
Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas dan masuk
ke dalam endolimfe, hal ini yang menyebabkan timbulnya fatigue yaitu berkurangnya atau
menghilangnya nistagmus disamping adanya mekanisme kompensasi sentral. Nistagmus
tersebut timbul secara paroksismal pada bidang kanalis posterior telinga yang berada pada
posisi bawah, dengan arah komponen cepat ke atas.

Hipotesis Kanalitiasis2,12
Kristal kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis)
menyebabkan endolimfe bergerak dan akan menstimulasi ampula dalam kanal sehingga
timbul vertigo. Nistagmus dibangkitkan oleh saraf ampularis yang tereksitasi di dalam kanal
yang berhubungan langsung dengan muskulus ekstra okuler. Setiap kanal yang dipengaruhi
oleh kanalitiasis mempunyai karakteristik nistagmus.
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia
yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian
memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis
semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah
yang mendasari BPPV pasca trauma kepala.

Gambar 5.

2.5. Jenis
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu:
A. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering terjadi,
sekitar 81 sampai 90 persen dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu
kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung
jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berasda pada
posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring.

B. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Lateral


Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali diperkenalkan
oleh McClure tahun 1980-an dengan karakteristik vertigo posisional yang diikuti
nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat
berupa geotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi bawah) atau
apogeotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga posisi atas) selama kepala
dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi terlentang. Nistagmus geotropik terjadi
karena adanya otokonia yang terlepas dari urtikulus dan masuk ke dalam lumen
posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi
karena otokonia yang terlepas dari urtikulus menempel pada kupula kanalis horizontal
(kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis
horizontal (kanalolitiasis apogeotropik).
2.6. Gejala Klinis

Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing berputar, ketidakseimbangan, sulit untuk
berkonsentrasi, mual dan muntah. Kegiatan yang dapat menyebabkan timbulnya gejala dapat
berbeda-beda pada tiap individu, gejala dapat timbul dikarenakan perubahan posisi kepala
seperti saat melihat keatas, berguling, ataupun saat bangkit dari tempat tidur. Durasi serangan
vertigo dengan BPPV harus kurang dari 1 menit dan bahkan umumnya kurang dari 30 detik.
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari. Umumnya
BPPV hilang selama seminggu atau berbulan-bulan sebelum terjadi lagi. Bersamaan dengan
perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan muntah dan merasa lemas
setelah serangan vertigo. Reaksi natural untuk pusing yang mendadak dengan perubahan
posisi kepala ialah mengembalikan posisi kepala ke posisi netral. Selain itu, BPPV dapat
timbul segera ataupun muncul setelah beberapa minggu atau bulan pada pasien post trauma.
BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan kehidupan penderita, namun
dapat mengganggu aktivitas atau kehidupan sehari-hari penderita.

2.7. Diagnosis

Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :

1) Anamnesis
Riwayat kesehatan merupakan data awal yang paling penting untuk menilai keluhan
pusing ataupun vertigo. Adanya aura dan gejala-gejala neurologis perlu diperhatikan,
misalnya apakah ada gangguan (hilangnya) pendengaran, perasaan penuh, perasaan tertekan,
ataupun berdenging di dalam telinga. Jika terdapat keluhan tinitus, apakah hal tersebut terjadi
terus-menerus, intermiten, atau pulsatif. Apakah ada gejala-gejala gangguan batang otak atau
kortikal (misalnya, nyeri kepala, gangguan visual, kejang, hilang kesadaran). Pasien dengan
BPPV sering mengeluh vertigo dengan onset kurang dari 1 menit akibat perubahan posisi
kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik ditempat tidur dengan posisi lateral, bangun dari
tempat tidur, melihat keatas maupun ke belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti
dengan mual dan kadang-kadang muntah.2,5
Penggunaan obat-obatan seperti alkohol, aminoglikosida (streptomisin, kanamisin),
antikonvulsan (fenitoin, contoh: Dilantin), antidepresan, antihipertensi, barbiturat, kokain,
diuretik (Furosemide, contoh: Lasix), nitroglyserin, sedatif/hipnotik, salisilat, antimalaria dan
lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik juga perlu ditanyakan.15

2) Pemeriksaan Fisik
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan
memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari
kanalis semisirkularis yang terlibat. Dikenal dua jenis pemeriksaan untuk memprovokasi
timbulnya nistagmus yaitu:

Pemeriksaan Dix Hallpike,


Pemeriksaan side lying.

a. Tes Dix Hallpike


Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya
nistagmus. Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher
dan punggung. Pemeriksaan Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan yaitu
sebagai berikut :

a) Pemeriksaan Dix-Hallpike kanan pada bidang kanalis semisirkularis anterior kiri


horizontal posterior kanan dan
b) Pemeriksaan Dix-Hallpike kiri pada bidang posterior kiri dan anterior kanan.

Cara melakukan pemeriksaannya adalah :


1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
mengenai kemungkinan vertigo akan timbul .
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 300-400, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan atau kiri kira-kira 45 0 ( Hal Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak)
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan
7. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi lain. Untuk
melihat fatigue manuver diulang 2 3 kali

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien
BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian
nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada
kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo
berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

b. Pemeriksaan Side Lying

Pemeriksaan side lying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu sebagai berikut.
a) Pemeriksaan side lying kanan yang menempatkan kepala pada posisi di mana
kanalis anterior kiri atau kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus garis
horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah dan
b) Pemeriksaan side lying kiri yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis
anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis orizontal
dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja,
kemudian dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala ditolehkan 45 ke kiri (menempatkan
kepala pada posisi kanalis anterior kiri atau kanalis posterior kanan), tunggu 40 detik sampai
timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk diakukan pemeriksaan
sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45 ke
kanan (menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kanan/kanalis posterior kiri).
Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase
cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan.

a. Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kanan.
b. Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kiri.
c. Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kanan.
d. Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kiri.

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike atau side lying pada bidang yang
sesuai dengan kanal yang terlibat.
Perlu diperhatikan, bila respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus se-
kunder dengan arah fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder
terjadi oleh karena proses adaptasi sistem vertibuler sentral. Bila pasien kembali ke posisi
duduk setelah mengikuti pemeriksaan dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien
mendapat serangan nistagmus dan vertigo kembali. Respon tersebut menyerupai respon yang
pertama namun lebih lemah dan nistagmus fase cepat timbul dengan arah yang berlawanan.
Hal tersebut disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula

c. Tes kalori.
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin
dan panas. Suhu air dingin adalah 300C, sedangkan suhu air panas adalah 440C. volume air
yang dialirkan kedalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah
air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air
dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air
panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air
dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk menghilangkan
pusingnya)

3) Pemeriksaan Penunjang
Karena manuver Dix-Hallpike adalah pathognomonic, tes laboratorium tidak
diperlukan untuk membuat diagnosis vertigo posisional paroksismal jinak (BPPV).
Namun, karena hubungan yang tinggi dengan penyakit telinga bagian dalam ada, hasil
pemeriksaan laboratorium mungkin diperlukan untuk menggambarkan ini patologi
lainnya. medscape

a. Studi Imaging

Imaging studi tidak diperlukan pada pasien yang diduga BPPV. Neuroimaging
dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis,
faktor risiko penyakit kardiovaskular, atau kehilangan pendengaran unilateral yang
progresif.

b. Electronystagmography
a. Gerakan mata torsional tidak dapat ditunjukkan secara langsung, tapi kadang-
kadang electronystagmography (INA) sangat membantu dalam mendeteksi
kehadiran dan waktu nistagmus.
b. Hasil tes kalori bisa normal atau hypofunctional.
c. Menurut Mohammed Hamid, MD, respons vestibular berkurang dapat terjadi
sekunder yaitu kelemahan dari endolymph partikel-sarat.
d. BPPV dapat berasal dalam telinga dengan absent caloric response karena
suplai saraf dan pembuluh darah ke saluran horizontal yang terpisah dari PSC.
c. Infrared nystagmography: pergerakan mata torsional dapat ditunjukkan secara
langsung.
d. Audiogram: Hasil audiogram mungkin dapat normal.

Posturography: Posturography hasilnya sering abnormal tetapi tidak mengikuti pola


diprediksi atau diagnosis.

TATALAKSANA VERTIGO

TATALAKSANA KAUSAL

Kausa Terapi

Kausa Perifer
BPPV Manuver reposisi kanalit (Epley)
Trauma Labirin Rehabilitasi vestibular
Diet rendah garam, diuretic, pembedahan,
Penyakit Meniere
gentamicin transtimpani
Antibiotik, pengambilan jaringan yang
Labirinitis
terinfeksi, rehabilitasi vestibular
Fistula Perilimf Bed rest, hindari straining
Neuritis Vestibularis Steroid dosis tinggi, rehabilitasi vestibular
Kausa Sentral
Beta-blockers, calcium channel blockers,
Migrain
tricyclic amines
Mengontrol faktor resiko vaskuler
Penyakit Vaskuler
(antiplatelet)
Tumor CPA Pembedahan
Terapi Rehabilitasi Vestibular

Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan jenis kanal yang terlibat. Tujuan terapi
adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis atau kupula, mengarahkan agar keluar dari
kanalis semisirkularis menuju utrikulus melalui ujung non ampulatory kanal. Terapi
Rehabilitasi Vestibular atau Vestibular Rehabilitation Therapy (VRT) merupakan modalitas
yang sangat efektif untuk memperbaiki defisit fungsional dan keluhan subyektif akibat
hipofungsi vestibular perifer yang unilateral atau bilateral dan gangguan keseimbangan
sentral.

Dasar VRT adalah dengan menggunakan mekanisme neural yang ada pada otak
manusia untuk adaptasi, plastisitas, dan kompensasi. Tingkat kompensasi dan adaptasi
vestibular sangat berhubungan dengan arah, durasi, frekuensi, besar dan sifat stimulus. VRT
dirancang secara khusus untuk menggunakan plastisitas otak sampai peningkatan sensitifitas
dan restore yang simetris. Keadaan ini akan memperbaiki kontrol vestibulo-okuler,
meningkatkan reflek vestibulo-okular, strategi postural lebih baik dan meningkatkan tingkat
kontrol pergerakan motorik.

Tujuan VRT adalah untuk :

Meningkatkan keseimbangan
Meminimalkan jatuh
Menurunkan sensasi subyektif pusing
Meningkatkan stabilitas selama pergerakan
Mengurangi over-dependency pada input visual dan somatosensorik
Mengurangi ansietas dan somatisasi akibat disorientasi vestibular

Terapi Rehabilitasi Vestibular pada BPPV

Manuver reposisi kanalit (Epley)


Tahap pertama Epley canalith repositioning maneuver hampir sama dengan Hallpike
maneuver, perbedaannya ialah pasien diposisikan tanpa membuat kepala tergantung, pertama-
tama dengan satu sisi telinga kepala di putar, kemudian telinga sebelahnya, untuk
membangkitkan gejala. Kemudian, setelah pasien diberikan posisi yang menyebabkan gejala,
kepala diputar sebanyak 3 langkah yang masing-masing dilakukan selama 20 detik. Pertama,
kepala diputar 45 sampai 60 derajat ke arah telinga yang tidak sakit, kemudian badan pasien
berputar ke posisi yang sama dengan kepala lalu kepala diputar 45 derajat lagi, sampai kepala
sejajar dengan dasar, lalu kepala diputar sekali lagi sampai mendekati lantai. Setelah 20 detik,
pasien kembali ke posisi awal. Pasien harus diberitahukan untuk menghindari posisi kepala
ke bawah untuk 24 jam. Maneuver ini memobilisasi Kristal-kristal tersebut dan memberi
jalan keluar dari kanal. Kanal lateral lebih sulit diatasi menggunakan Epley maneuver
dibandingkan dengan kanal kupulolitiasis posterior yang sering terjadi.

Gambar 5 Manuver Epley5

Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika


kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45 0 ke sisi yang
sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada
nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi
yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.
Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling
3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat,
diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah
dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90 0dan tubuh
kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon
terhadap gravitasi.

Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh
pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley
atau Semont. Latihan ini biasanya digunakan bila sisi BPPV tidak jelas dan dilakukan 3 set
per hari selama 2 minggu. Pada umumnya perbaikan diperoleh setelah 30 set atau sekitar 10
hari.

.
TERAPI SIMPTOMATIK

Saat merencanakan terapi, harus mempertimbangkan kemampuan obat dalam


kaitannya dengan kompensasi tubuh karena setiap stimulus vestibular akan menimbulkan
potensi untuk memulai proses kompensasi / adaptasi. Dalam memilih obat anti vertigo
sedapat mungkin diusahakan memilih obat yang bersifat:

1. Meningkatkan kompensasi
2. Tidak menghambat kompensasi

Obat sedatif bersifat menghambat kompensasi, sedangkan obat stimulant bersifat


meningkatkan atau mempercepat kompensasi. Apabila diperlukan, obat sedative boleh
diberikan, namun dalam jangka waktu yang singkat. Pada orang sehat dan pada orang dengan
gangguan vestibuler dapat terjadi vertigo, dengan tanda dan gejala yang sama namun dengan
kausa yang berbeda.

Pada orang sehat, antihistamin, antikolinergik, dan sedative bekerja secara sentral
dalam mengurangi respon vestibuler, sehingga dapat mencegah dan mengurangi mabuk
gerakan. Untuk mengurangi kantuk tanpa menggangu efikasi, dapat diberikan obat tambahan
simpatomimetik seperti amfetamin. Pada pasien dengan ganguan vestibuler, tanda dan gejala
vertigo harus disupresi, tanpa menggangu proses kompensasi. Strategi terbaik adalah
memberikan obat yang menggangu kompensasi dalam waktu singkat, bila memang betul-
betul diperlukan.

Obat supresan vestibuler terdiri dari 3 kelompok, yaitu:

1. Antikolinergik

Efek samping:
a. Mulut kering, dilatasi pupil, sedasi, gangguan akomodasi
b. Menghambat kompensasi

Tidak dianjurkan pemakaian kronik

2. Antihismanin
a. Mengurangi vertigo
b. Hampir semua antihistamin yang digunakan untuk terapi vertigo
mempunyai efek antikolinergik

3. Benzodiazepine
a. Potensiasi GABA ( )
b. Supresan vestibuler
c. Dosis kecil dapat mengurangi vertigo

Efek samping: adiksi, gangguan memori, mudah jatuh, menghambat


kompensasi.

Obat anti vertigo yang sering digunakan:

Gejala
Mukosa
Golongan Dosis oral Antiemetik Sedasi ekstra
kering
piramidal
Ca entry blocker
Flunarizine 5-10 mg (1x1) + + - +
Antihistamine
Cinnarizine 25 mg (3x1) + + - +
Prometazine 25-50 mg (3x1) + ++ ++ -
Dimenhydrinate 50 mg (3x1) + + + -
Antikolinergik
Scopolamine 0.6 mg (3x1) + + +++ -
Atropin 0.4 mg (3x1) + - +++ -
Monoaminergik
Amfetamine 5-10 mg (3x1) + - + +
efedrin 25 mg (3x1) + - + -
Fenotiazin
Prochlorperazine 3 mg (3x1) +++ + + ++
Chlorpromazine 25 mg (3x1) ++ +++ + +++
Benzodiazepin
Diazepam 2-5 mg (3x1) + +++ - -
Butirofenon
Haloperidol
0.5-2 mg (3x1) ++ +++ + ++
Domperidone
Histaminik
8 mg (3x1) 24 mg
Betahistine + + - +
(2x1)
Antiepileptik
Carbamazepin 200 mg (3x1) - + - -
Fenitoin 100 mg (3x1) - - - -

Betahistine
Mempunyai struktur analog dengan histamine, aktif peroral, meningkatkan sintesis
dan pengeluaran histamine, dan dapat meningkatkan kompensasi. Betahistin meningkatkan
kompensasi via efek vasodilatasi, efek arousal, dan restorasi fungsi vestibuler. Dikatakan
semakin tinggi dosis betahistine maka semakin tinggi pula efektifitasnya, dengan efek
samping yang sangat minimal. Dosis betahistine bisa dinaikkan menjadi 24 mg 2x1 perhari.
Setelah maneuver reposisi kanalit pada BPPV seringkali masih terjadi disekuilibrum
sehingga diperlukan betahistin, untuk mempercepat kompensasi.

TERAPI REHABILITATIF
Tujuan :
1. Reposisi kanalit
2. Mencapai kompensasi dan adaptasi
a. Meningkatkan keseimbangan dan rasa percaya diri
b. Optimalisasi visual saat gerakan kepala
c. Optimalisasi orientasi spasial

MENCEGAH FAKTOR PENCETUS DAN LIFESTYLE


1. Makanan ddan diet adekuat
2. Mencegah minum alcohol dan rokok berlebihan
3. Mengurangi obat sedatif, ototoksik dan opioid
4. Memperbaiki posisi tidur dan saat bekerja

You might also like