You are on page 1of 13

I.

Anastesi
a. Pengertian
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi
umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap
semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri,
kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa
kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan
spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat
diberikan secara inhalasi dan secara intravena. Obat anastesi umum yang
diberikan secara inhalasi (gas dan cairan yang mudah menguap) yang
terpenting di antaranya adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran, dan
isofluran. Obat anastesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu
tiobarbiturat, narkotik-analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis,
dan beberapa obat khusus seperti ketamin.
b. Tahap-tahap anastesi
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau
eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan
hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan
pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium
eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan
stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak
menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah,
midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III (pembedahan/operasi),
terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang
teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal,
refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan
kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan
bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke
tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau
overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada,
pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti
mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.
c. Klasifikasi
Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja.
Namun, secara umum obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan
menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum.
1. Anastesi Lokal
Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu
menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada
bagian tubuh yang spesifik. Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang
bersamaan dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada
anestesi lokal (sering juga diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran
penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal).
Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak
hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial
seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga merawat
luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan.
Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk
tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang
didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit
seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan
untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri.
2. Anastesi Regional
Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang
pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping
operasi yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan
Caesar, operasi usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya
dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar
register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang
belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di
area itu. Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf
tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak.
Dan sifat anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding
anestesi lokal.
Ada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah.
Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat
atau otak, maka pasien yang sudah di anestesi regional masih bisa sadar
dan mampu berkomunikasi, walaupun tidak merasakan nyeri di daerah
yang sedang dioperasi.
3. Anastesi Umum
Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga
dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan
nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel.
Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang,
misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah
rekonstruksi tulang, dan lain-lain.
Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri,
menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi
seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat
bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ
vital melakukan fungsinya selama operasi dilakukan. Untuk menentukan
prognosis (Dachlan. 1989) ASA (American Society of Anesthesiologists)
membuat klasifikasi berdasarkan status fisik pasien pra anestesi yang
membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut: ASA
1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi. ASA 2,
yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter
dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan
lekositosis dan febris. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit
sistemik berat yang diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya
pasien apendisitis perforasi dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi
dengan iskemia miokardium. ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan
sistemik berat yang secara langsung mengancam kehiduannya. ASA 5,
yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi
atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok
hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai pada
pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E =
emergency), misalnya ASA 1 E atau III E.
d. Obat-obatan anastesi umum
Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,
pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat
anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang
tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak
menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan
atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan
relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak
diinginkan. Obat anestesi umum yang ideal adalah mempunyai sifat-sifat
antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot
yang cukup, cara pemberian mudah, mula kerja obat yang cepat dan tidak
mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut harus tidak
toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak
dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi pasien. Obat-obatan anestesi yang
umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak
mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak
meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak
dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
e. Pemilihan tehnik anastesi
Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks,
memerlukan kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan
faktorfaktor pembedahan. Dalam beberapa kelompok populasi pasien,
pembiusan regional ternyata lebih baik daripada pembiusan total. Blokade
neuraksial bisa mengurangi resiko trombosis vena, emboli paru, transfusi,
pneumonia, tekanan pernapasan, infark miokardial, dan gagal ginjal. Beberapa
faktor yang mempengaruhi pemilihan anestesi antara lain: keterampilan dan
pengalaman ahli anestesi dan ahli bedah, tersedianya obat dan peralatan,
kondisi klinis pasien, waktu yang tersedia, tindakan gawat darurat atau efektif,
keadaan lambung, dan pilihan pasien. Untuk operasi kecil (misalnya menjahit
luka atau manipulasi fraktur lengan), jika lambung penuh, maka pilihan yang
terbaik adalah anestesi regional. Untuk operasi besar gawat darurat, anestesi
regional atau umum sangat kecil perbedaannya dalam hal keamanannya.
General anestesi adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).
Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: (1) hipnotik, (2) analgesia, dan (3)
relaksasi otot.
Metode anestesi general dilihat dari cara pemberian obat:
1. Parenteral
Anestesi general yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun
intramuskuler biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk
induksi anestesi.
2. Perektal
Anestesi general yang diberikan perektal kebanyakan dipakai pada anak,
terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
3. Perinhalasi
Anestesi inhalasi adalah anestesi dengan menggunakan gas atau cairan
anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika
melalui udara pernapasan.
Teknik pemberian anestesi general:
1. Napas spontan dengan face mask
2. Napas spontan dengan pipa endotrakeal
3. Dengan pipa endotrakea dan napas kendali

f. Face Mask
Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas (misalnya kelemahan dari
otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi menyebabkan lidah dan
epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Mengubah posisi
kepala atau jaw thrus tmerupakan teknik yang disukai untuk membebaskan
jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas buatan
(artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk
menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian
posterior (Gambar 5-4). Pasien yang sadar atau dalam anestesi ringan dapat
terjadi batuk atau spasme laring pada saat memasang jalan nafas artifisial bila
refleks laring masih intact. Pemasangan oral airway kadang-kadang
difasilitasi dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan
menekan lidah dengan spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran
kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90 mm/Guedel no 4), dan besar (100
mm/Guedel no 5).

Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang


hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway.
Disebabkan adanya resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada
pasien yang diberi antikoagulan atau anak dengan adenoid. Juga, nasal
airway jangan digunakan pada pasien dengan fraktur basis cranii. Setiap pipa
yang dimasukkan melalui hidung (nasal airway, pipa nasogastrik, pipa
nasotrakheal) harus dilubrikasi. Nasal airway lebih ditoleransi daripada oral
airway pada pasien dengan anestesi ringan.
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas
anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan
rapat (gambar 5-5). Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk
muka pasien. Orifisium face mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin
anestesi melalui konektor. Tersedia berbagai disain face mask. Face mask yang
transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan
muntahan. Facemask yang dibuat dari karet berwarna hitam cukup lunak
untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum. Retaining hook
dipakai untuk mengkaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus
dipegang. Beberapa macam mask untuk pediatrik di disain untuk mengurangi
dead space.
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face
mask yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat
dapat menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini
menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan
sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan dada dan suara pernafasan
yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan
untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing
bag. Face mask dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face
mask dengan ibu jari dan telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik
mandibula untuk ekstensi joint atlantooccipital. Tekanan jari-jari harus pada
mandibula, jangan pada jaringan lunak yang menopang dasar lidah karena
dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Jari kelingking ditempatkan dibawah
sudut jaw dan digunakan untuk jaw thrust manuver yang paling penting untuk
dapat melakukan ventilasi pasien.
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw
thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang
asisten untuk memompa bag (gambar 5-8). Obstruksi selama ekspirasi dapat
disebabkan karena tekanan kuat dari face mask atau efek ball-valve dari jaw
thrust. Kadang-kadang sulit memasang face maks rapat kemuka. Membiarkan
gigi palsu pada tempatnya (tapi tidak dianjurkan) atau memasukkan gulungan
kasa ke rongga mulut mungkin dapat menolong mengatasi kesulitan ini.
Ventilasi tekanan normalnya jangan melebihi 20 cm H2O untuk mencegah
masuknya udara ke lambung.
Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face mask
dan oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam jangka lama
dapat menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang saraf trigeminal atau
fasial. Disebabkan tidak adanya tekanan positif pada jalan nafas selama nafas
spontan, hanya diperlukan tekanan minimal pada face mask supaya tidak
bocor. Bila face mask dan ikatan mask digunakan dalam jangka lama maka
posisi harus sering dirubah untuk menghindari cedera. Hindari tekanan pada
mata, dan mata harus diplester untuk menghindari resiko aberasi kornea.
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis Tumor colli Sinistra didapatkan dari anamnesis, hasil pemeriksaan fisik.
Berdasarkan data medis dan keadaan pasien maka dilakukan penanganan dengan tindakan
ektirpasi (Ekstirpasi adalah tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya.)
Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan kelainan sistemik
ringan sampai dengan sedang). Teknik anestesi yang dilakukan pada kasus ini adalah general
anestesi dengan menggunakan Face Mask. Penggunaan Face Mask dikarenakan operasi yang
dilakukan membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama.
Sebelum anestesi dan operasi dimulai, dilakukan persiapan-persiapan terlebih dahulu,
pada pasien ini dipasang infuse, hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan cairan yang
ada pada tubuh pasien saat tindakan bedah (kistektomi) dilakukan. Cairan infuse yang
diberikan pada pasien ini antara lain Ringer Laktat, Tutofusin.
Setelah persiapan-persiapan anestesi dilakukan, pasien ini diberikan obat premedikasi
secara intravena Granisetron Inj. 1 mg/ml (4ml), Fentanyl Inj. 50 g/ml (2ml), Sedacum
(Midazolam) Inj 5mg/5cc (5ml). Granisetron termasuk dalam kelas obat penghambat 5-HT3
(antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif). Serotonin 5-HT3 merangsang saraf vagus,
menyampaikan rangsangan ke CTZ dan pusat muntah sehingga terjadi mual dan muntah.
Sehingga Granisetron mempunyai efek mengatasi mual dan muntah hebat dan obat ini relatif
aman. Fentalyn termasuk obat golongan analgesik narkotika (opioid), obat ini digunakan
untuk mengurangi / menghilangkan nyeri, mengurangi nyeri saat pembedahan, biasanya
diberikan jika anastesi dilakukan dengan anastetik dengan sifat analgesik rendah misalnya
halotan, tiopental, propofol.mempunyai potensi analgesik 75-125 kali morfin. Midazolame
(Sedacum) adalah obat hipnotik-sedatif. Obat ini merupakan turunan benzodiazepine.
Midazolam (Sedacum) menjadi obat hipnotik sedatif pilihan karena kerjanya cepat, waktu
paruhnya pendek,memiliki amnesia aterograde yang menguntungkan,tidak mengiritasi Obat
golongan Sedatif adalah obat-obatan yang menghilangkan kecemasan, mengurangi
ketegangan dan menimbulkan ketenangan Sedangkan efek obat golongan Hipnotika adalah
obat-obat sedatif yang ditingkatkan dosisnya yang mendepresi susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan tidur.
Penggunaan induksi pertama adalah penggunaan propofol (recofol). Propofol
(recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1%. Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya sebaiknya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg secara intravena. Dosis bolus
untuk induksi 2-2,5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anastesi intravena total adalah 4-12
mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kgBB. Pengenceran propofol
hanya boleh dengan dekstrosa 5%.Sediaan 1 ampul 200 mg/20 ml. pada pasien ini
menggunakan 100mg/10 ml.
Sedangkan untuk anestesi inhalasi menggunakan O2, N2O dan isofluran. O2 pertama
kali diberikan pada pasien ini dengan dosis 5L/menit. Setelah nafas pasien teratur, kemudian
dosis O2 diturunkan dan kemudian N2O dimasukkan. Dosis keduanya seimbang yaitu 50:50
(3L/menit : 3 L/menit). Kemudian anestesi inhalasi mulai juga dimasukkan. Anestesi inhalasi
yang digunakan adalah Isoflurane. Isoflurane suatu obat anestesi volatile yang induksinya
cepat dan pemulihannya cepat, tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi. Seperti halnya
halotan dan enfluran, Isoflurane berefek bronkhodilator, tidak menimbulkan mual-muntah,
dan bersifat kompatibel dengan epineprin. Efek penurunan tekanan darah sama besarnya
dengan halotan, hanya berbeda dalam mekanisme kerjanya. Halotan menurunkan tekanan
darah, terutama dengan mendepresi miokardium dan sedikit vasodilatasi. Isoflurane
menurunkan tekanan darah terutama dengan vasodilatasi perifer dan hampir tidak mendepresi
miokardium. Baru setelah operasi selesai O2 dinaikan 5L/menit dan N2O di matikan.
Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring fungsi organ vital (tekanan darah,
nadi, saturasi oksigen). Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi mengadakan
observasi pasien lebih efisien secara terus menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap
diberikan cairan intravena untuk menjaga keseimbangan cairan. Setelah operasi selesai, kanul
nasal oksigen dilepaskan, manset dan oxymeter juga dilepaskan serta monitor dimtikan,
pasien dibawa ke recovery room
Pasien dipindah ke recovery room dan dilakukan observasi sesuai skor Aldrete. Bila
pasien tenang dan Aldrete Score 8 dan tanpa nilai 0, pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
Pada kasus ini Aldrete Score pasien yaitu aktivitas motorik 2 (empat ekstremitas dapat
digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan), kesadaran 2 (sadar penuh), sirkulasi 2
(tekanan darah dalam kisaran <20% sebelum operasi), dan warna kulit 2 (merah muda). Jadi
Aldrete Score pada pasien ini adalah 10 sehingga pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang laki-laki 68 tahun dengan Tumor Colli Sinistra. Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pasien ini dilakukan penanganan dengan
tindakan bedah ekstirpasi (tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya.)
Berdasarkan klasifikasi status fisik pasien pra-anestesi menurut American Society of
Anesthesiologist, pasien digolongkan dalam ASA II (pasien dengan kelainan sistemik ringan
sampai dengan sedang). Teknik anestesi yang dilakukan pada pasien ini adalah general
anestesi dengan menggunakan face mask
Obat premedikasi dimasukan melalui intravena Fentanyl Inj. 50 g/ml (2ml),
Granisetron Inj. 1 mg/ml (4ml), Sedacum (Midazolam) Inj 5mg/ml (5ml). Sedangkan untuk
induksi diberikan Recofol (Propofol) 100 mg. Pada pasien ini juga diberikan infuse RL dan
tutofusin, hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan cairan pada tubuh pasien saat
tindakan bedah dilakukan.
Di ruang pemulihan (Recovery Room) keadaan umum dan vital sign pasien dalam
batas normal dan Lockharte/Aldrete Score pasien ini adalah 10 sehingga pasien bisa
dipindahkan ke bangsal.

You might also like