You are on page 1of 47

I.

Anatomi dan Fisiologi Anak

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai

anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima

makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke

dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau

merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut,

tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan

anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran

pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

A. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air

pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan

bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.

1
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam

dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa

yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari

manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di

hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah

oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih

mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian

dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai

mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim),

yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses

menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

B. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal

dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring, dan

laring Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe

yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan

terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan

makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas

tulang belakang.

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan

perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan

rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

2
Tekak terdiri dari:

1. Bagian superior

Bagian yang sangat tinggi dengan hidung. Bagian superior disebut

nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak

dengan ruang gendang telinga.

2. Bagian media

Bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian media disebut

orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah.

3. Bagian inferior

Bagian yang sama tinggi dengan laring. bagian inferior disebut laring

gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

C. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.

Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: i, oeso membawa,

dan , phagus memakan).

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

1. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

2. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

3. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

3
D. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti

kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu :

1. Kardia.

2. Fundus.

3. Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui

otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam

keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke

dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan,

yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan

enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting

1. Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam

lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan

kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

2. Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang

diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung

yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan

cara membunuh berbagai bakteri.

4
3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

E. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan

yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan

air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna

protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah

dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M

Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari

tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),

dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus

yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong

(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari

usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum

Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari

yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari

terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

5
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang

berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam

jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan

megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan

makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)

adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari

(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,

panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian

usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam

tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan

terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.

Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni

berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan

dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.

Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan

secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang

berarti lapar dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari

bahasa Laton, jejunus, yang berarti kosong.

6
3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus

halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar

2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh

usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)

dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

F. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu

dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

1. Kolon asendens (kanan)

2. Kolon transversum

3. Kolon desendens (kiri)

4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

G. Usus Buntu (Sekum)

7
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah

anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta

bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada

mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora

memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki

sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai

cacing.

H. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus

buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai

cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan

membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi

rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,

vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung

yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum

pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran

sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun

lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda

bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di

peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ

vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks

8
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai

cacing dikenal sebagai appendektomi.

I. Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah

sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon

sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja

disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika

kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul

keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding

rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu

sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.

Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke

usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika

defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan

pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan

ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan

dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus

merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah

keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh

(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus

diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses

defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

9
J. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki

dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa

hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior

perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

1. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

2. Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum

dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan

oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim

proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan

oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya

akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga

melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi

melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

K. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan

manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya

berhubungan dengan pencernaan. Organ ini memainkan peran

penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam

tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan

penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam

10
pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya

dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang

kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini

mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena

yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai

vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di

dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan

proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya

dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

L. Kandung Empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ

berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu

yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia,

panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau

gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna

cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan

hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh,

terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel

darah merah dan kelebihan kolesterol.

11
II. Konsep Dasar Penyakit
1.1 Definisi

Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa

Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan

abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).

Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran),

serta pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering

mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan

dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat

menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat

(Yayasan Spiritia, 2011)

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih

lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24

jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai

pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja

normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali

dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang

yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan

dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik

dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (USAID,

2009)

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan

12
konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir

(Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang

abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak

yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada

anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta

dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus

(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus

(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis

(Wong, 2009).

Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut

Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari

frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare

atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari

normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit

dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang

frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam

sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).

Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi)

dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan

air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah

suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja

yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar

yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin

13
dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling

sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan,

dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang,

2004).

Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang

air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi

lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang

air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1

bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200

mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi

BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau

tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi menjadi diare Akut dan

Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis

lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan

mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria

frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air

besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Guerrant, 2001;

Ciesla, 2003)

Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit

yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare.

14
Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa,

volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan

merupakan indikator untuk volume tinja.

1.2 Etiologi
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002;

Pitisuttithum, 2002)

a. Virus :

Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%).

Beberapa jenis virus penyebab diare akut :

Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4

didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7

didapati hanya pada hewan.


Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat

food borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi

penularan person to person.


Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus

b. Bakteri :

Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor

virulensi yang penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan

bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin

(heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi

cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC

15
tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi

mukosa.

Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya

diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel

usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan

mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.

Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat

pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi

yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum

jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.

Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia

mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi

dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.

Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi

verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin

yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada

anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.

Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam

sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya

ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi

termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang

mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan

toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik

dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea

16
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia

terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing,

kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui

makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air.

Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung

person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui

invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang

dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan

histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.

Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan

yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera.

Penularan melalui person to person jarang terjadi.

V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus

halus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare.

Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari

ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang

mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera

enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua

toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.

Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel

epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila

terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi

bloody diarrhea.

c. Protozoa :

17
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus.

Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai

mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi

melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh

umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan

endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis,

kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah

dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari

setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual,

nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai

malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.

Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini

bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya

mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki

dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh

E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik

dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang

fulminant.

Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang,

cryptosporidiosis 5 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi

biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang

lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe

watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita

dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita

AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan

18
diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis

antibiotik, Microsporidium spp, Isospora belli, Cyclospora

cayatanensis.

d. Helminths :

Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat

cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare.

Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada

berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi,

termasuk diare dan perdarahan usus.

Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,

terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan

gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.

Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan

appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan

nyeri abdomen.

2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6

besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah

diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal

penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal, 1989;

Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002).

a. Infeksi :

19
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio,

Bacillus Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ

Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)

2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)

3) Parasit

a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia,

Balantidium Coli, Crypto Sparidium)

b) Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides,

Blastissistis Huminis)

c) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens

b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.

c. Alergi: alergi makanan

d. Keracunan :

1) Keracunan bahan-bahan kimia

2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :

a) Jazad renik, Algae

b) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran

e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll

f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi:

rasa takut dan cemas.

1.3 Manifestasi Klinis

20
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu :

a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer

b. Kram perut

c. Demam

d. Mual

e. Muntah

f. Kembung

g. Anoreksia

h. Lemah

i. Pucat

j. Urin output menurun (oliguria, anuria)

k. Turgor kulit menurun sampai jelek

l. Ubun-ubun / fontanela cekung

m. Kelopak mata cekung

n. Membran mukosa kering

2. Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah

dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis

yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di

21
badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan

biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan

cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi

cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara

menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang,

yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang

pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam

(kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam

karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis

metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2

normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa

renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah

menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-

ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium

pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun

dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul

penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut

kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi

lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan

yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena

22
dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi

cairan intravena tanpa alkali.

3. Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:

Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi

gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair

dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-

kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan

empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan

tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang

berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat

disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).

Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa

berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare

dapat dibagi menjadi :

a. Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena

frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda

dehidrasi.

b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

23
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,

kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang,

nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi

masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik

dalam batas normal.

c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing

yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan

ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir

bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa

pengisian kapiler memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang dingin yang

dingin dan pucat.

d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari

tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi

dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang

menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar

menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu

minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga

masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit

yang dingin dan pucat.

24
4. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi:

(FKUI, 2001 cit Sinthamurniwaty 2006)

a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan

keseimbangan asam basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi)

serta gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh:

1) Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan,

sebagai defisiensi cairan.

2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.

3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu

pengelolaan.

4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan

karena anoreksia atau muntah.

Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:

1) Pengeluaran usus yang berlebihan

a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus

(Secretoric diarrhea) karena, gangguan fungsi selaput

lendir usus, (Cholera E. coli).

b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang

disebabkan oleh berkurangnya kontak makanan dengan

dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus

maupun kerusakan mukosa usus.

25
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena

penyerapan oleh tekanan cairan dalam lumen usus yang

hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya

substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak

tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)

2) Masukan cairan yang kurang karena :

a) Anoreksia

b) Muntah

c) Pembatasan makan (minuman)

d) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)

b. Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan

keluaran berlebihan)

Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:

1) Masukan makanan berkurang karena adanya

anoreksia (sebagai gejala penyakit) atau

dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang

tua, karena ketidaktahuan. Muntah juga merupakan

salah satu penyebab dari berkurangnya masukan

makanan.

2) Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi

malabsorpsi dari nutrien mikro maupun makro.

Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan

fruktosa) dan lemak yang kemudian dapat

26
berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan

protein. Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi

vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut

dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A)

dan mineral trace (Mg dan Zn).

Gangguan absorpsi ini terjadi karena:

a) Kerusakan permukaan epitel (brush border)

sehingga timbul deplisit enzim laktase.

b) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:

(1) Fermentasi karbohidrat

(2) Dekonjugasi empedu.

Kerusakan mukosa usus, dimana akan

terjadi perubahan struktur mukosa usus dan

kemudian terjadi pemendekan villi dan

pendangkalan kripta yang menyebabkan

berkurangnya permukaan mukosa usus.

Selama diare akut karena kolera dan E. coli

terjadi penurunan absorpsi karbohidrat, lemak

dan nitrogen. Pemberian masukan makan

makanan diperbanyak akan dapat memperbaiki

aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas

kecukupan walaupun diarenya sendiri

bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi

27
nitrogen hanya akan mencapai 76% dan

absorpsi lemak hanya 50%.

3) Katabolisme

Pada umumnya infeksi sistemik akan

mempengaruhi metabolisme dan fungsi endokrin,

pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan

panas badan. Akan memberikan dampak

peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan

sekresi glukagon, serta aldosteron, hormon anti

diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah

akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol,

trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat

memberi peningkatan kebutuhan energy dari

penderita dan akan selalu disertai kehilangan

nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi

urine, peluh dan tinja.

4) Kehilangan langsung

Kehilangan protein selama diare melalui

saluran cerna sebagai Protein loosing enteropathy

dapat terjadi pada penderita campak dengan diare,

penderita kolera dan diare karena E. coli. Melihat

berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan

bahwa diare mempunyai dampak negative terhadap

status gizi penderita.

28
c. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan

mekanisme ketahananisi usus

Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan

mukosa usus keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan

karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis

nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan

hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya.

Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat

menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah

ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi

kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi

peningkatan asam empedu yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa

usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai dengan gangguan

mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh

kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.

29
1.4 Patofisiologi

30
1.5 Komplikasi

31
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi

utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera

kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang

cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia

dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga

syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat

timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi

organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan

tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001;

Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang

disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal,

anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS

akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare,

tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.

Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah

merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya

setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya

menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien

menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk

mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan

Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui.

32
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit

diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp

Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak

RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:

Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic


Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
1.6 Pemeriksaan penunjang

1. Biopsi Usus Halus

Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat

dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan

yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan

(c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap

absorbs kalsium.

2. Enteroskopi Usus Halus

Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi

pada usus halus.

3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa

33
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk

colitus mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis

anthraguinone laksatif.

4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus

Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui

segala sesuatu ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan

flouroskopi dalam memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau

enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan

interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum

treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu

1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.

5. Imaging

Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan

imaging jika diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal

dapat mengkonfirmasi pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas

atau enterokolosis dapat membantu dalam mengevaluasi Chrons disease,

Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat membantu

mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam

mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi

dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien

AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT

Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau

endokrin pancreas.

6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)

34
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa

1) The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap

dimetabolisme di usus halus bagian proksimal, Abnormalitas ini

ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang dari 4 gram urine

setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal

insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.

2) Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri

dari karbohidrat, dimana akan meningkat pada pertumbuhan

bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen Breath Test akan

mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6

jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau insufisiensi

pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan insufisiensi

pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan Breath

hydrogen.

b. Test Menilai Fungsi pancreas

1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan

untuk pembelahan B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic

dimana pada insufisiensi pancreas berat kan menurunkan absorbsi

B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop

yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada

insufisiensi pancreas CO tidak diabsorbsi.

2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK

intravena atau sekretin atau makanan yang mengandung

lemak,protein dan karbohidrat. Cairan pancreas diaspirasi melalui

35
kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas

spesifik. Tidak adanya peningkatan bikarbonat atau enzim

pancreas setelah distimulasi menunjukkan insufisiensi pancreas.

c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri

Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum

atau jejunum proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam

lumen dan kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml

menunjukkan pertumbuhan bakteri.

1.7 Collaborative care management

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita

adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung

oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi

bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi

usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah

anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.

Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:

1. Berikan Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari

rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila

tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur,

air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru

dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan

muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk

mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus

36
segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan

melalui infus.

Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :

a. Diare tanpa dehidrasi

Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau

lebih :

Keadaan Umum : baik


Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret

b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang

Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah

ini atau lebih:

Keadaan Umum : Gelisah, rewel


Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan

selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa

dehidrasi.

c. Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar

37
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke

Puskesmas untuk di infus.

III. Rencana Asuhan Keperawatan


2.1 pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan

a. Pengkajian

1. Biodata umum

Tempat tinggal : di daerah sanitasi buruk.

2. Riwayat kesehatan

Riwayat gastroenteritis, glardiasis, penyakit seliakus,

sindrom iritabilitas kolon, otitis media akut, tondilitas,

ensefalitis dan lainnya.

3. Riwayat kesehatan dahulu

Pernah mengalami diare, pernah menderita penyakit

pencernaan.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Pernah menderita penyakit saluran pencernaan.

5. Keluhan utama

Anak sering menangis, tidam mau makan dan minum, badan

lemas.

38
6. Pola kesehatan fungsional

a. Pemeliharaan kesehatan

Personal hygiene anak kurang : kebiasaan ibu

memelihara kuku anak, cuci tangan sebelum makan,

makanan yang dihidangkan tidak tertutup, makanan

basi.

b. Nutrisi dan metabolik

Hipertermi, penuturan berat badan total sampai

50%, dnoteksia, muntah.

c. Eliminasi BAB

Feces encer, frekuensi bervariasi dari 2 sampai 20

per hari.

d. Aktifitas

Kelemahan tidak toleran terhadap aktifitas.

e. Sensori

Nyeri ditandai dengan menangis dan kaki diangkat ke

abdomen

2.1.2 Pemeriksaan Fisik : (Data Fokus)

a. Keadaan umum

Tampak lemah dan kesakitan.

b. Tanda vital

39
1. Berat badan menurun 2% dehidrasi ringan
2. Berat badan menurun 5% dehidrasi sedang
3. Berat badan menurun 8% dehidrasi berat
4. TD menurun karena dehidrasi
5. RR meningkat karena hipermetabolisme, cepat dan dalam

(kusmoul)
6. Suhu meningkat bila terjadi reaksi inflmasi
7. Nadi meningkat (nadi perifer melemah)

c. Mata: cekung

d. Mulut: mukosa kering

e. Abdomen: turgor jelek

f. Kulit: kering, kapilari refil > 2

2.1.3 Analisa Data

2.2 Diagnosa Keperawatan (maksimal 3)

1. diagnosa I (Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan

seringnya buang air besar dan encer)

2.2.1 Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/ atau intra

seluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja

tanpa perubahan pada natrium.

2.2.2 Batasan Karakteristik

Penurunan status Penurunan tekanan

mental nadi
Penurunaan tekanan Penurunan turgol kulit
Kulit kering
darah Haus
Kelemahan

40
2.2.3 Faktor yang berhubungan

Kehilangan cairaan aktif


Kegagalan mekanisme regulasi

2. diagnosa II (Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan menurunnya intake absorbsi makanan)

2.2.4 Definisi (Asupan nutrisi tidak cukup untuk nmemenuhi kebutuhan

metabolik)

2.2.5 Batasan Karakteristik

Kram abdomen Diare


Nyeri abdomen Bising usus
Kehilangan rambut berlebih
menghindari makanan Kesalahan konstipasi

2.2.6 Faktor yang berhubungan

Faktor biologis Ketidakmampuan untuk


Faktor ekonomi
mengabsorpsi nutrisi
Dll

3. diagnosa III (Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan

kerusakan pada mukosa usus)

2.2.7 Definisi ( npeningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal)

2.2.8 Batasan Karateristik

Konvulsi Kejang
Kulit kemerahan Takikardi
Peningkatan suhu Takipnea
Kulit terasa hangat
tubuh

41
2.2.9 Faktor yangt berhubungan

Anastesia Pemaajanan lingkungan yang


Penurunaan
panas
perspirasi Penyakit
Dehidrasi Trauma

42
2.3 Perencanaan (berdasaarkan diagnosa)

1. Diagnosa I

2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)

Tujuan : Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas

normal.

Hasil yang diharapkan :

a. Pengisien kembali kapiler < dari 2 detik

b. Turgor elastik

c. Membran mukosa lembab

d. Berat badan tidak menunjukkan penurunan

2.3.2 Intervensi dan rasional (NIC)

Intervensi Rasional
1. Kaji intake dan output, otot 1. Rasional : menentukan kehilangan

dan observasi frekuensi dan kebutuhan cairan.


2. Rasional : membantu mengkaji
defekasi, karakteristik,
kesadaran pasien
jumlah dan faktor pencetus. 3. Rasional : menentukan kehilangan
2. Kaji TTV
3. Kaji status hidrasi, ubun- dan kebutuan cairan.
4. Rasional : mengevaluasi
ubun, mata, turgor kulit, dan
keefektifan atau kebutuhan
membran mukosa.
4. Ukur BB setiap hari mengubah pemberian nutrisi.
5. Anak diistirahatkan 5. Rasional : meningkatkan sirkulasi.
6. Kolaborasi dengan 6. Rasional : menin Rasional :

pemberian cairan parenteral menurunkan pergerakan usus dan

yang lebih. muntah


7. Pemberian obat antidiare, 7. Rasional : menurunkan pergerakan
antibiotik, anti emeti dan anti usus dan muntah.

piretik sesuai program.

2. Diagnosa II

2.3.3 Tujuan Dan Krirteria Hasil (NOC)

Tujuan : Anak-anak toleran diet yang sesuai.

Hasil yang diharapkan :

- BB dalam batas normal

- Tidak terjadi kekambuhan diare.

2.3.4 Intervensi dan Rasional (NIC)

Intervensi Rasional
1. Timbang BB tiap hari 1. Rasional : mengevaluasi
2. Pembatasan aktifitas selama
keefektifan dalam pemberian
fase sakit akut
3. Jaga kebersihan mulut pasien nutrisi./
4. Monitor intake dan output 2. Rasional : mengurangi reyurtasi.
3. Rasional : mulut yang bersih

meningkatkan nafsu makan.


4. Rasional : observasi kebutuhan

nutrisi

3. Diagnosa III

2.3.5 Tujuan Dan Kriteria Hasil (NOC)

Tujuan : Mengembalikan suhu tubuh menjadi normal.


Hasil yang diharapkan :

- Suhu tubuh kembali normal 36-37oC

2.3.6 Intervensi dan Rasional (NIC)

Intervensi Rasional
1. Hindarkan dan cegah 1. Rasional : mengurangi resiko

penggunaan sumber dari luar vasodilatasi perifer dan kolaps


2. Pantau suhu tubuh pasien dan
paskuler.
melaporkan peningkatan dari

nilai dasar suhu normal pasien.


3. Anjurkan pada anak agar tidak 2. Rasional : mendeteksi peningkatan

memakai pakaian / selimut suhu tubuh dan mulainya

tebal. hipertermi.
4. Kolaborasi pemberian obat 3. Rasional : mengurangi

anti infeksi anti gronik. peningkatan suhu tubuh.

IV. Daftar Pustaka

AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org

Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in

tribal preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric

and Perinatal Epidemiology, No. 22, 4046.

Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of Enterotoxigenic

Escherichia coli in an Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1


and O139 in Ahmedabad, India. JOURNAL OF CLINICAL

MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 32413246.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008.

Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.

Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada

www.healthinfotranslations.com

You might also like