You are on page 1of 2

A.

Anamnesis
Berdasarkan hasil anamnesis diketahui bahwa pasien mengeluh terasa nyeri di perut bagian
bawah. Keluhan tersebut disertai adanya sensasi mengganjal. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut yang semakin memberat saat menstruasi, namun menyangkal adanya perdarahan diluar
siklus menstruasi, dan adanya flour albus. Pasien merasa menstruasinya tidak teratur, namun
saat menstruasi berlangsung antara 5 7 hari, dengan jumlah perdarahan normal (2-3 x ganti
pembalut/hari). Perdarahan diliuar siklus menstruasi dan keputihan disangkal oleh pasien.
Satu tahun sebelumnya (Mei 2016) pasien juga pernah menjalani perawatan rawat jalan di
poli kandungan RS Margono Soekarjo dengan keluhan yang sama. Pasien merupakan seorang
nona, belum menikah, bekerja sebagai seorang pelajar dengan kesan ekonomi menengah ke
atas dan kesan terpelajar serta berpendidikan. Pasien mengaku pola hidupnya makan 3 x sehari,
dengan porsi cukup, dengan nasi dan lauk pauk (daging, telur, tempe,tahu) namun pasien
mengaku jarang mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga.
Berdasarkan hasil anamnesis, diketahui terdapat beberapa insidensi, epidemiologi, serta
faktor risiko yang mengarah kepada penyakit endometriosis. Endometriosis sering ditemukan
pada wanita remaja dan usia reproduksi dari seluruh etnis dan kelompok masyarakat. Keluhan
utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang disertai infertilitas juga
merupakan masalah klinis utama pada endometriosis (Linda, 2010).
Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi organ
tersebut. Gejala dan tanda pada endometriosis tidak spesifik. Gejala pada endometriosis
biasanya disebabkan oleh pertumbuhan jaringan endometriosis, yang dipengaruhi hormon
ovarium selama siklus haid, berupa nyeri pada daerah pelvik, akibat dari melimpahnya darah
dari endometrium sehingga merangsang peritoneum (Abdullah, 2009).
Timbulnya kontraksi uterus akibat meningkatnya kadar prostaglandin (PGF2alpha dan
PGE) yang dihasilkan oleh jaringan endometriosis itu sendiri juga merangsang timbulnya
nyeri. Dismenorea pada endometriosis umumnya bersifat sekunder atau peningkatan dari
primer. Dismenorea dan dispareunia makin mengarah ke endometriosis jika gejala muncul
bertahun-tahun dengan haid yang semula tanpa nyeri (Bruce, 2008). Hal tersebut sesuai dengan
anamnesis pada kasus ini, yaitu pasien mengeluh timbulnya dismenorea yang dirasakan
semakin lama semakin berat, disamping fakta bahwa pasien telah merasakan keluhan sejak 1
tahun terakhir. Namun, karena status pasien belum menikah untuk gejala dispareunia tidak
dapat diketahui. Selain itu semakin lama dan berat intensitas nyeri semakin berat stadium
endometriosis pada diagnosis awal.
Penyakit peritoneal yang tergantung pada estrogen untuk pertumbuhannya, berasal dari
menstruasi retrograde sel dan jaringan endometrium yang sensitif dengan hormon steroid, yang
menempel pada permukaan peritoneal dan menimbulkan suatu respon inflamasi. Respon ini
disertai dengan angiogenesis, perlengketan, fibrosis, jaringan parut, infiltrasi saraf, dan distorsi
anatomis, sehingga menimbulkan nyeri dan infertilitas (Linda & Giudice, 2010; ESHRE,
2013). Infertilitas yang dapat terjadi pada penderita endometriosis belum dapat diidentifikasi
dan diketahui karena pasien belum menikah.
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti. Salah satu teori yang
dikemukakan adalah menstruasi retrograde (regurgitasi haid). Darah haid yang berbalik ke
rongga peritoneum diketahui mampu berimplantasi pada permukaan peritoneum dan
merangsang metaplasia peritoneum, kemudian merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan
dengan lesi endometriosis sering dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya
(Gupta, 2006; Parente, 2011).
Meskipun sebagian besar wanita menstruasi retrograde, tidak semua wanita dengan
menstruasi retrograde menderita endometriosis; wanita yang terkena mungkin memiliki
disfungsi kekebalan tubuh yang mengganggu proses pembersihan lesi. Sejak endometrioma
ovarium klonal dan lesi dapat memiliki mutasi genetik, mutasi somatik dengan hasil disregulasi
pertumbuhan mungkin juga sebagai etiologi endometriosis (Sasson & Taylor, 2008; Burney,
2012).

You might also like