You are on page 1of 16

LAPORAN KASUS

Dermatitis Kontak Alergi

Pembimbing :
dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK

Disusun Oleh:
Dessy Aditya Damayanti
2012730027

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
judul Dermatitis Kontak Alergi sesuai pada waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini kami buat sebagai dasar kewajiban dari suatu proses kegiatan
yang kami lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik kehidupan
sehari-hari.
Terimakasih kami ucapkan kepada seluruh pembimbing yang telah
membantu kami dalam kelancaran pembuatan laporan ini, Dr. Sri Katon
Sulistyaningrum, Sp.KK. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya.
Kami harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah
kesempurnaan laporan kami.

Jakarta, Juli 2017

Penyusun

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 24 tahun
Alamat : Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat
Pekerjaan : Fotografer
Rekam Medis : 00 02 81 xx
Tanggal MRS : 26 Juli 2017

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal 26 Juli 2017 pukul 11.00 WIB)
Keluhan Utama
Pada perut timbul bentol-bentol kemerahan dan gatal 2 bulan terakhir.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS Islam Jakarta Cempaka
Putih dengan keluhan pada perut timbul bentol-bentol kemerahan dan terasa
gatal sejak kurang lebih 2 bulan terakhir. Awalnya pasien merasakan kulit
kemerahan dan terasa gatal sehingga pasien sering menggaruk, lama kelamaan
muncul bentol-bentol kecil yang keras. Gatal semakin parah saat keadaan
lembab, 2 minggu terakhir pasien mengatakan setelah digaruk lama kelamaan
daerah tersebut terasa perih. Sekitar 1 tahun yang lalu pasien mengalami
masalah yang sama yaitu kulit kemerahan pada perut disertai dengan rasa gatal,
pasien sering menggunakan ikat pinggang logam. Pasien sudah berobat,
diberikan salap dan obat minum, untuk nama salap pasien lupa, namun untuk
obat minum pasien mengatakan diberikan cetirizine. Setelah mengkonsumsi
obat, keluhan yang dirasakan pasien menghilang. Setelah keluhan hilang pasien
mengatakan bahwa pasien masih sering menggunakan ikat pinggang yang sama
sampai timbul keluhan sekarang.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya riwayat atopi seperti asma, dermatitis atopik,
rhinitis

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada mengalami keluhan yang serupa.

Riwayat Pengobatan
Untuk keluhan sekarang pasien belum berobat ke dokter.

Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi obat, makanan, debu dan cuaca.

Riwayat Psikososial
Kehidupan sehari-hari pasien adalah seorang fotografer. Pasien mengaku
sering duduk lama dimobil sehingga ikat pinggang pasien menempel pada perut
pasien. Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan sabun, dan mengganti pakaian
dengan pakaian bersih setelahnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : Tidak dilakukan
Nadi : 82 x / menit
Suhu : 36.5 C
Pernafasan : 18 x / menit

Status Generalis
1. Kepala
Rambut : Berwarna hitam, tidak rontok, distribusi

4
merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-)
Telinga : Normotia, sekret (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), faring hiperemis
(-), Tonsil T1/T1,
Kulit Kepala : Tidak terdapat lesi
Kulit Wajah : Tidak terdapat lesi
2. Leher
Pembesaran KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
Pembesaran Tiroid : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid
Kulit Leher : Tidak terdapat lesi
3. Thoraks
Inspeksi : Bentuk & gerakan dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-),
bunyi jantung I dan II reguler murni, murmur
(-), gallop (-)
Kulit dada : Tidak terdapat lesi
4. Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen
Palpasi : Supel, turgor baik, nyeri tekan (-),
hepatosplenomegali (-)
Kulit : (lihat status dermatologikus)
5. Ekstremitas
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2/<2
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2/<2
Kulit : Tidak terdapat lesi

5
Status Dermatologikus

Gambar 1.1. Regio 2 jari dibawah umbilikalis dekstra tampak papul multiple,
ukuran miliar sampai lentikular, sirkumskrip, disertai sedikit erosif dan eritematosa,
dasar lesi hiperpigmentasi.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. RESUME

Laki-laki berusia 24 tahun, datang dengan keluhan pada perut timbul


bentol-bentol kemerahan dan terasa gatal sejak kurang lebih 2 bulan terakhir.
pasien sering menggaruk, 2 minggu terakhir pasien mengatakan setelah digaruk
lama kelamaan daerah tersebut terasa perih. Pasien pernah mengalami keluhan
serupa 1 tahun yang lalu. Sudah pernah berobat, keluhan dirasakan hilang.
Pemeriksaan Fisik, keadaan umum dan status generalisata dalam batas
normal.
Status dermatologikus ditemukan : Regio 2 jari dibawah umbilikalis
dekstra tampak papul multiple, ukuran miliar sampai lentikular, sirkumskrip,
disertai sedikit erosif dan eritematosa, dasar lesi hiperpigmentasi.
VI. DIAGNOSIS

1. Diagnosis Banding

6
Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis atopik
2. Diagnosis Kerja : Dermatitis Kontak Alergi

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Uji Tempel

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya
b. Mencegah pajanan ulang dengan alergen penyebab
c. Mencegah garukan pada daerah yang gatal
2. Medikamentosa
Topikal
Kortikosteroid topikal : betamethasone dipropionate 0,05% 2x1

Sistemik
Antihistamin : Cetirizine 1 x 10 mg/hari

IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis kontak alergi (DKA) terjadi pada
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan penyebab/alergen.1

EPIDEMIOLOGI
Dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah pasien dermatitis
kontak alergi lebih sedikit (20%), karena hanya mengenai orang dengan keadaan
kulit sangat peka (hipersensitif). Berdasarkan data yang dikumpulkan antara tahun
1966 dan 2007 dan dipublikasikan secara heterogen, rata-rata prevalensi kontak
alergi terhadap setidaknya satu alergen pada populasi umum adalah 21,2%.
Perempuan lebih banyak daripada laki-laki 1,2

ETIOLOGI
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan
berat molekul rendah (<1000 dalton), disebut sebagai hapten bersifat lipofilik, sangat
reaktif, dan dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis
bagian dalam yang hidup. Lebih dari 3.700 bahan kimia termasuk sebagai agen
penyebab DKA pada manusia.1,2
Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DKA adalah potensi sensitisasi
alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu, dan
kelembaban lingkungan, vehikulum, pH, faktor individu, dan status imun.1

PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respon imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons)
atau reaksi imunologik tipe IV atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat.1
Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
Hanya individu yang mengalami sensitisasi dapat mengalami DKA.1

8
a. Fase sensitisasi
Hapten masuk kedalam epidermis melewati stratum korneum akan
ditangkap oleh sel langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara
kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul
HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel langerhans dalam
keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit
kemampuan menstimulasi sel T. Akan tetapi, setelah keratinosit terpajan oleh
hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin
(Interleukin-1) yang akan mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu
menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel langerhans
dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu serta ekspresi molekul permukaan
sel termasuk Major Histocompability Complex(MHC) kelas I dan II,
Intercellular Adhesion Molecule(ICAM) 1, Lymphocyte Function Associated
Antigen 3(LFA-3) dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh
keratinosit yaitu TNF-, yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan
granulosit, menginduksi perubahan molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin
juga meningkatkan MHC kelas I dan II, Tumor Necrosis Factor(TNF )
menekan prouksi E-cadherin yang mengikat sel langerhans pada epidermis,
juga menginduksi aktifitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel
langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening
setempat melalui saluran limfe. Di dalam saluran limfe, sel langerhans
menerjemahkan kode yang diberikan sehingga memproses dan
mempresentasikan kepada sel-T Helper.1
Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk
mensekresi IL-2 dan mengeskspresi reseptor IL-2. Sitokin kemudian akan
menstimulasi proliferasi sel T spesifik, dan kemudian akan membentuk sel-T
memori, fase ini berlangsung selama 2-3 minggu. Sensitasi kontak
bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak,
karena sinyal antigenik hapten cenderung menyebabkan toleransi sedangkan
sinyal iritan memicu sensitasi.1
b. Fase elisitasi

9
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan
ulang alergen (hapten). Seperti pada pada fase sensitisasi, hapten akan
ditangkap oleh sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen,
diikat oleh Human Leucocyte Antigen -DR kemudian diekspresikan di
permukaan sel. Selanjutnya, kompleks HLA-DR antigen akan dipresentasikan
kepada sel-T yang terlah tersensitisasi (sel-T memori) baik di kulit maupun di
kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktifasi. Sel langerhans mensekresi IL-
1 yang menstimulasi sel-T untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-
2R, yang menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel-T di kulit. Sel-T
teraktivasi juga mengeluarkan Interferon- yang mengaktifkan keratinosit
mengekspresikan ICAM-1 dan HLA-DR, adanya ICAM-1 memungkinkan
keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit yang mengekspresi
molekul Lymphocyte function-associated antigen 1, sedangkan HLA-DR
memungkinan keratinosit berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga
memungkinkan presentasi antigen kepada sel tersebut. HLA-DE juga dapat
merupakan target sel T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan
juga sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF- dan Granulocyte
macrophage colony-stimulating factor, semuanya dapat mengaktivasi sel-T,
IL-1 dapat menstimulasi keratinosit dan eikosanoid yang menghasilkan
sitokin dan sel mas, sel mas ini yang akan melepaskan histamin dan berbagai
jenis faktor kemotaktik yang menyebabkan dilatasi vaskular dan
meningkatkan permeabilitas sehingga komplemen dapat berdifusi masuk
kedalam dermis dan epidermis. Kejadian tersebut akan menimbulkan respon
klinik DKA. Fase ini berlansung antara 24-48 jam.1

GEJALA KLINIS
Pasien pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dan lokasi dermatitisnya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema
berbatas tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel
atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas.1

10
Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak1 :
1. Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering
di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan
dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang
oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik,
getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.1

Gambar 2. DKA pada Tangan, Subakut2


2. Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila
umumnya oleh bahan deodorant, pengharum1.

Gambar 3. DKA pada Lengan2

3. Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan


kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila
di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah

11
buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat
rambut, eyeshadows, dan obat mata.1

Gambar 4. DKA pada Wajah2

4. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai
kaca mata, cat rambut, hearing-aids, gagang telepon.1
5. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara, zat warna pakaian1.

Gambar 5. DKA pada Leher2


6. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen1.

12
7. Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan1.
8. Tungkai atas dan bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
pakaian, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, dan
sepatu.1

DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan dari hasil anamnesis yang mendalam serta cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Pemeriksaan fisis sangat penting dengan melihat
lokasi dan pola kelainan kulit sering kalui dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup tenang dan
bercahaya.1

DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kulit pada DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik
yang khas. Gambaran klinis dapat menyerupai DKI, dermatitis atopik, dermatitis
numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Tempel
Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar
buatan pabrik, misalnya Allergan Patch Test Kit dan T.R.U.E Test, keduanya buatan
Amerika Serikat. Adakalanya test dilakukan dengan antigen yang bukan standar,
dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari
rumah, atau lingkungan kerja. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat
toksik terhadap kulit atau walaupun jarang dapat memberikan efek iritan secara
sistemik. Oleh karena itu bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan
bahan industri, harus berhati hati.1
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya kosmetik,
pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung di gunakan (as is). Apabila
pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel
dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut. Perlu diingat bahwa hasil positif

13
dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan
kemungkinan karena iritasi.1
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang atau sembuh, bila masih dalam keadaan akut
atau berat dapat terjadi reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit
yang sedang dideritanya semakin memburuk.1
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif
palsu. Pemberian kortikosteroid topikal dipunggung dihentikan sekurang-
kurangnya 1 minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari
(sunburn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi
hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi
hasil tes kecuali diduga karena urtikaria kontak.1
3. Uji tempel dibuka setelah 48 jam, kemudian dibaca, pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke 3-7.1
4. Pasien dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberi hasil negatif palsu.1

Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar
punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir
selesai.1
Simbol Morfologi
+1 Reaksi lemah (non-vesikular) : eritema,infiltrat,papul (+)
+2 Reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
+3 Reaksi sangat kuat: bula atau ulkus (+++)
Meragukan: hanya makula eritematosa(?)
IR Iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
- Reaksi negatif (-)
NT Tidak dites (NT=not tested)

Reaksi angry back atau excited skin, merupakan reaksi positif palsu.
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72

14
atau 96 jam setelah aplikasi. Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain apabila
konsentrasi terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan
tertutup (oklusi). Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsetrasi terlalu
rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau
longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian
kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama dipakai pada uji tempel
dilakukan.1

PENATALAKSANAAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab.1
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema,
bula atau vesikel, serta eksudatif (madidans). Misalnya pemberian prednioson
30mg/hari. Untuk topikal cukup dikompres dengan larutan garam faal atau larutan
asam salisilat 1:1000, atau pemberian kortikosteroid secara topikal.1

PROGNOSIS
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan
dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau
psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.1

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito SA, Soebaryo RW. Dermatitis Kontak. In: Menaldi SLS, Bramono K,
Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015. p.157-65.
2. Tardan MP, Zug KA. Allergic Contact Dermatitis. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Lefeell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatricks Dermatology
in General Medicine. 8th Edition. New York: The McGaw-Hill
Companies;2012. P.152-64

16

You might also like