You are on page 1of 10

KELOMPOK 2

NAMA KELOMPOK : 1. JOKO BANDI .S


2. PARLIANSYAH

TEMA : HUBUNGAN ANTAR BUDAYA


HUBUNGAN ANTAR BUDAYA
A. Pengertian Hubungan Antar Budaya
Secara singkat budaya diartikan adalah suatu pandangan hidup sekelompok orang yang
berbentuk kolektif berupa kelompok peradaban, bangsa, ras, etnik dll.1[1] Menurut Knelle kata
budaya sendiri bermakna semua cara-cara hidup yang dilakukan orang dalam suatu masyarakat.
Dalam budaya adalah keseluruhan cara hidup bersama dari sekelompok orang, yang meliputi
bentuk mereka berpikir, berbuat dan merasakan yang diekspresikan, misalnya dalam
kepercayaan, hukum, bahasa, seni, adat istiadat, juga dalam bentuk produk-produk benda seperti
rumah, pakaian, dan alat-alat.2[2] Jadi dapat dilihat bahwa budaya itu adalah suatu cara pandang
yang dipakai oleh suatu kelompok dalam kehidupannya.
Sedangkan hubungan antar budaya adalah suatu proses asimilasi dan alkulturasi
kebudayaan sehingga saling mempengaruhi satu sama lain diantara dua kebudayaan tersebut.
Menurut Herskovitz dalam Ngurah Adhi Putra mendefenisikan bahwa akulturasi adalah
suatu fenomena yang terjadi takkala kelompok individu yang memiliki budaya yang berbeda
terlibat dalam kontak langsung disertai perubahan terus-menerus, sejalan pola-pola budaya asal
kelompok itu atau dari kedua kelompok yang melakukan proses akulturasi tersebut.
Proses akulturasi terjadi karena disebabkan :
1. Kebutuhan kontak atau interaksi terus-menerus dan berhadapan secara langsung antar budaya-
budaya tersebut.
2. Akibat dari kontak tersebut membawa perubahan-perubahan dalam fenomena budaya dan
psikologis diantara orang-orang yang melakukan kontak dan berlanjut pada generasi-generasi
berikutnya.
3. Adanya aktifitas dinamis selama dan sesudah kontak berlangsung sehingga menghasilkan suatu
proses yang stabil dan menghasilkan fenomena baru akibat adanya proses akulturasi tersebut.3[3]
Akulturasi dilain pihak sebagai bentuk pembelajaran bagi salah satu bagian dari satu suku
bangsa pendatang atau imigran dalam mengadopsi nilai-nilai dan norma-norma dari budaya asli
sehingga mereka dapat membaur nantinya.
B. Hakekat Hubungan Antar Budaya
Hakikat adalah berupa apa yang membuat sesuatu terwujud. Dengan kata lain dapat
dirumuskan, hakikat adalah unsur utama yang mewujudkan sesuatu. Hakikat mengacu kepada
faktor utama yang lebih fundamental. Faktor utama tersebut wajib ada dan merupakan suatu
kemestian. Hakekat selalu ada dalam keadaan sifatnya tidak berubah-rubah. Tanpa faktor utama
tersebut sesuatu tidak akan bermakna sebagai wujud yang kita maksudkan. Karena hakekat
merupakan faktor utama yang wajib ada, maka esensi-nya itu tidak dapat dipungkiri atau
dinafikan. Keberadaannya (eksistensi-nya) itu di setiap tempat dan waktu tidak berubah.
Hakekat hubungan antar budaya adalah mengenai adanya penerimaan dan penghargaan
terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap
orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di
masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa
membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Lebih lanjut, hal utama yang sangat penting adanya dalam hubungan antar budaya adalah
komunikasi. Dalam berkomunikasi dengan konteks keberagaman kebudayaan kerap kali
menemui masalah atau hambatan-hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya. Misalnya saja
dalam penggunaan bahasa, lambang-lambang, nilai atau norma-norma masyarakat dan lain
sebagainya. Pada hal syarat untuk terjalinya hubungan itu tentu saja harus ada saling pengertian
dan pertukaran informasi atau makna antara satu dengan lainnya. Dari itu mempelajari
komunikasi dalam sebuah hubungan antar budaya merupakan satu hal yang tidak dapat
dipisahkan.
Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi matauang.
Budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut
menentukan memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya seperti yang dikatakan
Edward T. Hall bahwa komunikasi adalah Budaya dan Budaya adalah komunikasi. Pada satu
sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya
masyarakat, baik secara horizontal dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun
secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain, budaya merupakan
norma-norma atau nilai-nilai yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu. Tidak banyak orang
menyadari bahwa bentuk-bentuk interaksi antarbudaya sesungguhnya secara langsung atau tidak
melibatkan sebuah komunikasi.
Dalam kenyataan sosial, manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak
berkomunikasi. Dapat dikatakan pula bahwa interaksi antar-budaya yang efektif sangat
tergantung dari komunikasi antarbudaya. Maka dari itu kita perlu tahu apa-apa yang menjadi
unsur-unsur dalam terbentuknya proses komunikasi antarbudaya, yang antara lain adalah adanya
komunikator yang berperan sebagai pemrakarsa komunikasi; komunikan sebagai pihak yang
menerima pesan; pesan/simbol sebagai ungkapan pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang
dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk simbol. Komunikasi itu muncul, karena
adanya kontak, interaksi dan hubungan antar warga masyarakat yang berbeda kebudayaannya.
Jadi yang dimaksud dengan komunikasi antarbudaya ialah komunikasi antarpribadi yang
dilakukan mereka yang berbeda latarbelakang kebudayaan. Jadi, suatu proses kumunikasi
simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang (karena
memiliki keragaman) memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang
disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan.
Secara alamiah, proses komunikasi antarbudaya berakar dari relasi antarbudaya yang
menghendaki adanya interaksi sosial. Karena itu, dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa
manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi. Demikian pula,
dapat dikatakan bahwa interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi
antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan
tercapai (komunikasi yang sukses) bila bentuk-bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan
upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk memperbarui relasi antara komunikator dengan
komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manejemen komunikasi yang efektif,
lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada berhasilnya pembagian
teknologi, mengurangi konflik yang seluruhnya merupakan bentuk dari komunikasi
antarbudaya.4[4]
C. Keharmonisan Hubungan Antar Budaya
Menurut Amirulloh Syarbini dkk (2011: 73, 111), rukun berarti berada dalam keadaan
selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk
saling membantu. Berperilaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam
masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubungan-hubungan sosial tetap terlihat selaras
dan baik. Kata rukun dan kerukunan mempunyai pengertian damai dan perdamaian dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Hunt dan Walker menyatakan (dalam Hartoyo, 1996), bahwa
basis dari aspek interaksi dari integrasi ialah mengendurnya diskriminasi yang berakar pada
perbedaan-perbedaan etnik, budaya dan agama tersebut. Selain itu juga, menurut Ioanes
Rakhmat (2011), untuk dapat membuat kemajemukan sebagai sebuah unsur pemersatu dan
penginspirasi bangsa, setiap orang di Indonesia, apapun etnis dan aliran keagamaannya (atau
aliran kepercayaannya), perlu memandang etnisnya sebagai komplemen atau unsur pelengkap
bagi etnis lainnya. Sebab, unsur yang potensial dapat saling memperkaya, baik dalam doktrin
antar etnis maupun dalam praktek kehidupan bermasyarakat.
Menurut Nasikun (dalam Hartoyo, 1996), masyarakat Indonesia adalah masyarakat
majemuk yang terdiri lebih dari 300 kelompok etnik yang terbagi menjadi beberapa agama,
masing-masing hidup dengan ciri bahasa dan identitas kulturnya. Setiap etnis memiliki doktrin
akan kerukunan dalam berkehidupan sosial, selain itu doktrin untuk selalu menjunjung tunggi
nilai-nilai gotong royong atau saling membantu antar sesama.
Sementara Azhari Akmal Tarigan (2011), memandang setiap etnis sebagai sebuah
pelengkap bagi etnis lainnya yang berbeda, dan untuk dapat saling memperkaya antara etnis yang
satu dan etnis yang lainnya, orang beretnis apapun harus sudah terbebas dari dogma
superiorisme, yakni dogma atau akidah yang memandang etnis sendiri sebagai etnis pemenang
yang mengungguli semua etnis lainnya dalam segala segi. Karena demikianlah nilai yang
dikembangkan adalah nilai plural dan kebersamaan kita sebagai makhluk sosial.
Keharmonisan hubungan antar budaya setidaknya memiliki landasan yang berasal dari
beberapa agama diantaranya:
1) Landasan Keharmonisan Antar Etnis dalam Agama Islam
Dalam Al-Quran surat Al Hujurat (ayat 13) yang artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
2) Landasan Keharmonisan Antar Etnis dalam Agama Kristen
Dalam surat Roma 15:5 yang berbunyi: semoga Allah adalah sumber ketekunan dan
penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu sesuai kehendak Yesus Kristus. Hal ini
sesuai dengan perintah Al-kitab, surat Matius 22:37-39 yang berbunyi: Kasihi Tuhan Allah-mu
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dengan segenap akal budimu. Itulah hukum
yang kedua yang sama dengan itu ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti mengasihi dirimu
sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan Kitab para Nabi.
3) Landasan Keharmonisan Antar Etnis dalam Agama Hindu
Dalam Reg Weda X.191 :2 yang berbunyi: Berkumpul, berbicaralah satu dengan yang lain.
Bersatulah dalam semua pikiranmu, sebagai halnya para Dewa pada zaman dahulu bersatu.
4) Landasan Keharmonisan Antar Etnis dalam Agama Budha
Dikutip dari prasasti batu kalingan No. XIII dari Raja Asoka yang berbunyi: Jika kita
menghormati agama sendiri dan mencela agama lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya
agama yang lainpun dihormati atas dasar-dasar tetentu. Dengan berbuat demikian kita telah
membantu agama kita sendiri untuk berkembang, di samping menguntungkan pula orang lain.
Dengan berbuat sebaliknya kita merugikan agama kita sendiri dan mencela agama orang lain,
semata-mata didorong oleh rasa bakti terhadap agamanya sendiri dengan berfikir : bagaimana
aku dapat memuliakan agama aku sendiri. Dengan berbuat demikian malah amat merugikan
agamanya sendiri. Oleh karena itu kerukunan yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua
orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengarkan ajaran yang dianut orang lain.
Selain agama, pemerintah juga mengatur dasar-dasar Keharmonisan Hubungan Antar
Etnis, diantaranya:
1) Tentang Penanganan Konflik Antar Etnis
Dikeluarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2012 tenang penanganan konflik sosial atas
dasar Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G ayat (1),
dan Pasal 28J.
2) Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Dirumuskanlah Undang-undang Nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras
dan etnis. Sesuai Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 20, Pasal
21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2).
Adapun faktor pendukung Keharmonisan Hubungan Antar Etnis adalah adanya faktor
intern dan ekstern. Faktor Intern berupa adanya kesadaran dari setiap individu itu sendiri untuk
melakukan hal-hal yang dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan ini merupakan
tanggung jawab dari individu itu sendiri seperti saling mengasihi, menyayangi, toleransi, dan
saling bersilaturahmi.
Sementara faktor Ekstern adanya kegiatan-kegiatan sosial yang diadakan oleh masyarakat
itu sendiri seperti gotong royong, pembuatan parit jalan, karang taruna, tolong menolong antar
tetangga, dan ataupun aktivitas yang bersifat spontanitas.5[5]

D. Permasalahan Hubungan Antar Budaya


Permasalahan yang kerap terjadi dalam hubungan antar budaya disebabkan oleh kesalah
pahaman yang terjadi sehingga menyebabkan konflik yang timbul. Beberapa penyebab yang
menimbulkan permasalahan, antara lain :
1. Keanekaragaman dari tujuan
Keanekaragaman dari tujuan sering terjadi karena alasan dan motivasi untuk
berkomunikasi yang berbeda-beda. Dalam situasi antarbudaya perbedaan ini dapat menimbulkan
masalah.
2. Etnosentrisme
Banyak orang yang menganggap caranya melakukan persepsi terhadap hal-hal
disekelilingnya adalah satu-satunya yang paling tepat dan benar. Padahal harus disadari bahwa
setiap orang memiliki sejarah masa lalunya sendiri sehingga apa yang dianggapnya baik belum
tentu sesuai dengan persepsi orang lain.
3. Tidak ada kepercayaan
karena sifatnya yang khusus permasalahan yang kerap terjadi antar budaya disebabkan
peristiwa pertukaran informasi yang peka terhadap kemungkinan terdapatnya ketidak percayaan
antara pihak-pihak yang terlibat. Orang umumnya segan untuk mengambil resiko berhubungan
dengan orang asing.
4. Penarikan Diri
Komunikasi tidak mungkin terjadi bila salah satu pihak secara psikologis menarik diri
dari pertemuan yang seharusnya terjadi. Ada dugaan bahwa macam-macam perkembangan saat
ini antara lain meningkatnya urbanisasi, perasaan-perasaan orang untuk menarik diri, apatis
semakin banyak pula.
5. Tidak adanya empati
Beberapa hal yang menghambat empati antara lain:
a. Fokus terhadp diri sendiri secara terus menerus, adalah sulit untuk memusatkan perhatian pada
orang lain kalau kita berpikir tentang diri kita secara terus menerus dan bagaimana orang
menyukai kita.
b. Pandangan-pandangan stereotype mengani ras dan kebudayaan.
c. Kurangnya pengetahuan terhadap kelompok, kelas atau orang tertentu.
d. Tingkah laku yang menjauhkan orang untuk mengungkapakan informasi.
e. Tindakan atau ucapan yang seolah-olah menilai orang lain.
f. Sikap tidak tertarik yang dapat mengakibatkan orang tidak mau mengungkapkan diri.
g. Sikap superior.
h. Sikap yang menunjukkan kepastian.
6. Kekuasaan
Kekuasaan digunakan untuk mengontrol atau menentukan tindakan orang lain.

7. Derajat
Hambatan yang timbul pada konteks kebudayaan yaitu tidak memahami, menyadari atau
memanfaatkan derajat kesamaan atau perbedaan kepercayaan, nilai-nilai dan sikap, pendidikan,
dan status sosial.
8. Hambatan Pembentukan dan Pemograman Budaya
Hambatan ini terjadi dalam suatu proses akulturasi yang berlangsung antara imigran
dengan masyarakat pribumi. Dalam akulturasi berkembang proses pembentukan kebudayaan dan
penyesuaian kebudayaan antara imigran dan pribumi yang dapat diatasi dengan membiasakan
berkomunikasi secara terus menerus.
9. Nilai
Nilai (Value) merupakan kecenderungan atau disposisi mengenai preferensi (kelebih-
sukaan) yang didasarkan pada konsepsi tertentu, yaitu hal yang dikehendaki/ diinginkan dan
disukai orang banyak yang berkenaan dengan baik atau buruk, patut atau tidak patut, pantas atau
tidak pantas. Nilai menjadi penghambat hubungan antar budaya bilamana :
a. Memaksakan nilai tersebut kepada orang lain
b. Memaksakan nilai golongan mayoritas kepada minoritas
10. Streotip
Stereotip merupakan opini atau pendapat yang terlalu disederhanakan, dan tidak disertai
penilaian atau kritikan. Stereotip juga merupakan generalisasi mengenai orang- orang dari
kelompok lain, dimana seseorang memberi definisi dulu baru mengamati.
Stereotip menjadi kendala konseling( termasuk hambatan sikap)karena terbentuk secara
lama dan berakar sehingga sulit untuk diubah, dan menjadi pola tingkah laku yang berulang-
ulang. Hal itu merupakan hasil belajar sehingga semakin lama semakin susah di ubah.

(Penulis Makalah: Fitria Osnela,


Frischa Erdila, dan M. Hasby Jamil)
https://flachaniago.blogspot.
co.id/2013/11/hubungan-antar-
budaya.html

You might also like