You are on page 1of 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu

konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan

beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat

daya dukungnya.

Secara konsep arti tentang pondasi adalah struktur perantara, yang memiliki

fungsi meneruskan beban bangunan di atasnya (termasuk berat sendiri) kepada

tanah tempat pondasi itu berpijak, tanpa mengakibatkan terjadinya penurunan

bangunan luar di atas toleransinya.

Pondasi juga merupakan bagian dari bangunan konstruksi yang berfungsi

untuk meneruskan beban dari konstruksi ke dalam tanah yang memiliki daya

dukung cukup kuat, baik beban arah vertikal maupun arah lateral, seperti beban

gempa, beban angin dan arus air. Pemilihan pondasi biasanya ada beberapa aspek

yang mendukung seperti tergantung kepada jenis struktur atas dan jenis tanahnya.

Pondasi harus memenuhi dua syarat dasar yaitu:

1. Faktor keamanan terhadap keruntuhan geser (shear failure) dari tanah

pendukung harus memadai;

2. Penurunan pondasi dapat terjadi dalam batas toleransi dan penurunan sebagian

(differential settlement) tidak boleh mempengaruhi fungsi struktur.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Peralihan Gaya pada Pondasi Dangkal dan Pondasi Dalam

2.2 Tanah Sebagai Pendukung Pondasi

Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan

organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas

relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida

yang mengendap di antara partikel-partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat

berisi air, udara, ataupun keduanya. Partikel-partikel dapat berbentuk bulat,

bergerigi maupun bentuk-bentuk diantaranya. Istilah pasir, lempung, lanau, atau

lumpur digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas yang

ditentukan (Hardiyatmo : 1992).

Untuk menstransfer beban dari bangunan atas ke lapisan tanah, dalam

kenyataan di lapangan daya dukung tanah juga dipengaruhi oleh nilai kuat geser

tanah dimana hal ini dipengaruhi oleh nilai kohesi dan sudut geser tanah.

Sehingga dapat disajikan dalam persamaan (Irsyam Masyhur : Catatan Kuliah SI-

3221) sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


c tan 2 .............................................(2.1)

dimana : = Kuat Geser tanah (kg/cm2)


c = Kohesi tanah (kg/cm2)
= Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2)
= Sudut geser tanah (derajat atau0)

Dari persamaan di atas nilai kohesi (c) diperoleh dari besarnya gaya tarik

menarik antara butiran tanah, sedangkan daya tahan terhadap pergeseran antar

partikel tanah disebut sudut geser tanah ( ).

2.2.1 Tanah Kohesif

Tanah kohesif adalah tanah yang memiliki daya tarik menarik antara butiran

tanah sehingga memiliki daya kohesi atau nilai c 0, dimana hal ini umumnya

ditemui pada tanah lempung. Kohesi ini terjadi dari akibat daya tarik menarik

antar butiran lempung atau gaya lekat tanah dengan sifat-sifat dari air yang

diserap pada permukaan partikel, sehingga kekuatan geser tanah dipengaruhi oleh

jenis dan kondisinya, termasuk kadar air tanah.

2.2.2 Tanah Non Kohesif

Tanah non-kohesif adalah tanah yang memiliki daya tarik menarik antara

partikel, sehingga sering diasumsikan nilai c = 0, dan hal ini umumnya dijumpai

pada pasir.

Daya dukung ultimit (ultimate bearing capacity) dan diberi notasi ( qu )

didefenisikan sebagai beban maksimum persatuan luas dimana tanah masih dapat

mendukung beban dengan tanpa mengalami keruntuhan, maka dapat dinyatakan

dengan persamaan (Aratua. L : 2004):

pu
qu .....(2.2)
A

Universitas Sumatera Utara


dimana : qu = Daya dukung ultimit atau daya dukung batas
p u = Beban ultimit atau beban batas
A = Luas area beban

2.3 Macam-Macam Pondasi

Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu (Hardiyatmo : 2002):

1. Pondasi Dangkal

Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung

dengan kedalaman Df/B seperti:

a. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung

kolom.

Gambar 2.2 Pondasi Telapak

b. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung

sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi

telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya.

Gambar 2.3 Pondasi Memanjang

Universitas Sumatera Utara


c. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk

mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan

bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua

arahnya, sehingga bila dipakai pondasi telapak, sisi-sisinya berhimpit

satu sama lainnya.

Gambar 2.4 Pondasi Rakit (Raft Foundation)

2. Pondasi Dalam

Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke

tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan dengan kedalaman

Df/B, seperti:

a. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan

peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah

dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana

pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4

sedangkan pondasi dangkal Df/B 1.

Gambar 2.5 Pondasi Sumuran (Pier Foundation)

Universitas Sumatera Utara


b. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada

kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah

kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam. Pondasi tiang

umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan

pondasi sumuran (Hardiyatmo : 2002).

Gambar 2.6 Pondasi Tiang (Pile foundation)

Fungsi umum pondasi tiang adalah:

a. Untuk memikul beban struktur atas dan menyalurkannya ke tanah

pendukung yang kuat;

b. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman

tertentu, sehingga pondasi bangunan dapat memberikan dukungan yang

cukup untuk menahan beban dengan menggunakan gesekan dinding tanah

sekitar;

c. Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi gaya angkat (up-lift) pada

pondasi di bawah muka air akibat momen guling atau tekanan hidrostatis;

d. Untuk menahan gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring;

e. Untuk memadatkan tanah pasir agar daya dukung tanah bertambah;

f. Untuk mengurangi penurunan (sistem tiang-rakit dan cerucuk);

Universitas Sumatera Utara


g. Untuk memberikan tambahan faktor keamanan, khususnya pada kaki

jembatan yang dapat mengalami erosi;

h. Untuk menahan longsor, misalnya pada tanah yang mudah tergerus air;

Pondasi tiang memperoleh daya dukungnya dari gesekan antara selimut

tiang dengan tanah dan dari tahanan ujung.

a. Tiang dukung ujung (end bearing pile)

Merupakan tiang yang daya dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung

tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada pada zona tanah lunak di atas

lapisan tanah keras.

b. Tiang gesek (friction pile)

Merupakan tiang yang daya dukungnya lebih ditentukan oleh gaya gesek

tiang dengan dinding tanah.

2.4 Pondasi Bored Pile

Bored pile dipasang ke dalam tanah dengan cara mengecor tanah terlebih

dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang ini biasanya, dipakai

pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk

lubang yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi

dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu

pengocoran beton. Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat

dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang (Prisilia Girsang : 2009).

Ada berbagai jenis pondasi bored pile yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Bored pile lurus untuk tanah keras;

2. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel;

3. Bored pile yang ujungnya diperbesar bentuk trapesium;

4. Bored pile lurus untuk menahan tanah berbatuan.

Gambar 2.7 Jenis-Jenis Bored Pile (Braja. M. Das : 1941)

Dalam hal ini yang lebih efektif adalah pondasi tiang bor, walaupun nilai

cost yang ditanggung akan lebih besar, karena daya dukung pondasi tiang bor

lebih kecil dari daya dukung tiang pancang. Hal ini terjadi karena daya dukung

tiang pancang maupun pondasi tiang bor ditentukan oleh daya dukung akibat

perlawanan ujung dengan tahanan selimut yang diakibatkan gesekan tanah dengan

pondasi tiang.

Kapasitas daya dukung akibat perlawanan ujung kemungkinan besar akan

sama, tetapi tahanan selimut yang diakiabatkan gesekan tanah dengan pondasi

tiang akan berbeda. Hal ini disebabkan gaya yang bekerja pada tanah di sekitar

dinding tiang, dimana pondasi tiang pancang yang bekerja adalah tekanan tanah

Universitas Sumatera Utara


pasif (Kp) sementara pada pondasi tiang bor yang bekerja adalah tekanan tanah

aktif (Ka). Fungsi pondasi pada umumnya dipengaruhi oleh besar dan fungsi

bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah sebagai pendukung konstruksi

seperti:

1. Transfer beban dari konstruksi bangunan atas (upper structure) ke dalam tanah

melalui selimut tiang dan perlawanan ujung tiang;

2. Menahan daya desak ke atas (up live) maupun guling yang terjadi akibat

kombinasi beban struktur yang terjadi;

3. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non cohesive);

4. Mengontrol penurunan yang terjadi pada bangunan terutama pada bangunan

yang berada pada tanah yang mempunyai penurunan yang besar.

2.5 Jarak Tiang-Tiang

Umumnya, tiang-tiang jarang dipasang pada kedudukan yang benar-benar

lurus dan tepat pada titik lokasi yang telah ditentukan. Meskipun tiang dipasang

pada titik yang benar-benar tepat, kadang-kadang masih terdapat momen lentur

kolom yang harus ditahan oleh kepala tiang. Karena itu, disarankan agar paling

sedikit menggunakan tiga tiang untuk pondasi kolom utama dan dua tiang untuk

pondasi dinding memanjang (Hardiyatmo : 2003).

Jika sebuah tiang (tiang dukung ujung) dibebani dengan beban Q, tanah di

bawah dasar tiang menjadi tertekan. Kalau jumlah tiang tidak hanya satu dan

disusun pada jarak tertentu, maka zone tanah tertekan dalam tumpang tindih. Pada

kondisi ini, tekanan total pada titik tertentu akan sama dengan jumlah tekan yang

Universitas Sumatera Utara


disebabkan masing-masing tiang, yang besarnya dapat beberapa kali lebih besar

dari tekanan akibat tiang tunggal.

Gambar 2.8 Distribusi Tekanan pada Tanah di Bawah Tiang

Kondisi demikian dapat pula terdapat pada kelompok pada tipe gesek.

Kecuali, jika tiang-tiang dipancang pada jarak besar. Namun jarak tiang yang

terlalu besar menyebabkan biaya pembuatan pelat penutup tiang (pile cap)

menjadi tidak ekonomis. Tabel di bawah memberikan jarak tiang minimum yang

dibutuhkan untuk menekan biaya pembuatan pelat penutup tiang.

Tabel 2.1 Jarak Tiang Minimum (Teng : 1992)

Fungsi Tiang Jarak as-as tiang minimum

Tiang dukung ujung dalam tanah keras 2 2,5d atau 75 cm


Tiang dukung ujung pada batuan keras 2d atau 60 cm
Tiang gesek 3 5d atau 75 cm

Sumber : Hardiyatmo, H. C, 2003, Teknik Pondasi II, Penerbit PT. Beta Offset,
Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 Contoh Susunan Kelompok Tiang

2.6 Pondasi Rakit (Raft Foudation)

Pondasi rakit adalah pelat beton besar yang digunakan untuk mengantarai

permukaan (interface) dari satu atau lebih kolom di dalam beberapa garis atau

jalur dengan tanah dasar (Niken Silmi Surjandari : 2007).

Pondasi rakit merupakan salah satu jenis dari pondasi dangkal, berupa

pondasi telapak sebar (spread foating) atau pondasi rakit (raft foundation) yang

berfungsi untuk menyebarkan beban dari struktur ke tanah di bawahnya yang

terdiri dari pelat tunggal yang meluas, yang mendukung beban struktur di atasnya

(Aratua. L : 2004).

Sebuah pondasi rakit boleh digunakan di mana tanah dasar mempunyai daya

dukung yang rendah atau beban yang begitu besar, sehingga lebih dari 50 persen

dari luas, ditutupi oleh pondasi telapak secara konvensional. Pondasi rakit boleh

Universitas Sumatera Utara


ditopang oleh tiang-pancang, di dalam situasi ini (keadaan) seperti air tanah yang

tinggi (untuk mengontrol gaya apung) atau di mana tanah dasar mudah

terpengaruh oleh penurunan yang besar.

Pondasi rakit terbagi dalam beberapa jenis yang lazim atau sering

digunakan (Bowles : 1988).

a. Pelat rata;

b. Pelat yang ditebalkan di bawah kolom;

c. Balok dan pelat;

d. Pelat dengan kaki tiang;

e. Dinding ruangan bawah tanah sebagai bagian pondasi telapak.

Perancangan rakit yang paling lazim terdiri dari sebuah pelat beton rata

dengan tebal 0,75 - 2 m, dan dengan alas serta dengan penulangan dua arah atas

dan bawah yang menerus.

Gambar 2.10 Jenis Pondasi Rakit

Universitas Sumatera Utara


2.7 Hubungan Karetaristik Pondasi Pile-Raft

Dasarnya pondasi pile-raft merupakan sebuah bentuk pengembangan dari

pondasi rakit (raft). Pondasi rakit sendiri sangat umum digunakan dalam

perancangan bangunan seperti (Bianca Natasya : 2011) :

1. Pergerakan dan distribusi beban (vertikal, horizontal, dan uplift);

2. Dasar struktur berada di bawah muka air sehingga sangat diperlukan sebagai

penghalang bersifat tahan air (efek hidrostatik dari air tanah).

Terkadang dalam kondisi dimana lapisan tanah keras di lapangan terdapat

pada kedalaman yang sangat jauh, maka desain pondasi rakit akan membutuhkan

ketebalan yang sangat besar. Oleh karena itu terbentuklah sebuah pengembangan

desain pondasi tiang-rakit dimana tiang yang ada seolah melayang karena tidak

perlu menyentuh lapisan keras. Komponen rakit dalam pondasi tiang rakit hanya

menyediakan tingkat keamanan yang cukup, sementara komponen tiang akan

berperan dalam mereduksi nilai penurunan yang terjadi.

Gambar 2.11 Penurunan Pondasi Rakit Dan Tiang-Rakit

Universitas Sumatera Utara


Menurut Poulus (2000), kondisi tanah yang sesuai untuk pemakaian sistem

pondasi tiang-rakit adalah sebagai berikut:

1. Lapisan tanah yang terdiri dari lempung keras (kaku);

2. Lapisan tanah yang terdiri dari pasir padat;

3. Tanah berlapis di mana di bawah tanah pendukung pondasi tiang tidak ada

lapisan tanah lunak.

2.7.1 Interaksi Pondasi Pile-Raft

Menurut Moormann (2000) pondasi pile-raft merupakan sebagai jenis

pondasi yang bekerja sebagai struktur komposit dengan memanfaatkan tiga

element penahan beban, yaitu tiang, pondasi rakit, dan tanah dibawah struktur.

Oleh karena itu, sebenarnya terdapat empat jenis interaksi yang terjadi dalam

struktur pondasi pile-raft. Keempat interaksi adalah interaksi antara tiang

dengan tanah, interaksi antara tiang dengan tiang di sebelahnya, interaksi

antara pondasi rakit dengan tanah, dan interaksi antara tiang dengan pondasi

rakit.

Gamab 2.12 Interaksi pada pondasi pile-raft

Universitas Sumatera Utara


2.8 Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor

Pengeboran tanah pada pemasangan tiang menyebabkan perubahan kuat

geser tanah lempung yang serius. Selain itu, pengecoran beton juga menambah

ladar air lempung sehingga mengurangi kuat geser lempung. Tahanan ujung tiang

bor (Qb) dapat dinyatakan oleh persamaan (Hardiyatmo : 2003):

Qb . Ab . N c . cb .................(2.3)

dimana : Qb = Tahanan ujung ultimit (KN)


= Faktor koreksi, dengan = 0,8 untuk d < 1 m, = 0,75 untuk
d> 1 m.
Ab = Luas penampang ujung bawah tiang (m2)
cb = Kohesi tanah di bawah ujung tiang pada kondisi tak
terdrainase (undrained) (KN/m2)
N c = Faktor kapasitas dukung ( N c = 9)

Untuk menghitung tahanan ujung, faktor kapasitas dukung N c = 9 dapat

digunakan (Skempton : 1966). Kedalaman tiang pada lapisan pendukung

disarankan paling sedikit 5 kali diameter tiang dan faktor adhesi 0,45. Dengan

demikian, persamaan tahanan gesek dinding tiang bor menjadi:

Qs 0, 45 . cu . As ......(2.4)

dimana : cu = Kohesi rata-rata tanah pada kondisi tak terdrainase di sepanjang


tiang (kN/m2)
As = Luas selimut tiang (m2)

Untuk tiang bor yang bentuknya membesar pada bagian bawah, disarankan

agar tahanan geseknya ( Q s ) diabaikan pada lokasi sejarak 2 kali diameter tiang.

Kapasitas ultimit tiang bor dinyatakan oleh persamaan:

Qu Qb Q s ......(2.5)

Dengan subsitudi Qb dan Q s akan diperoleh:

Universitas Sumatera Utara


Qb . Ab . N c . cb + 0, 45 . cu . As ..............(2.6)

2.8.1 Kapasitas Daya Dukung Bored Pile Dari Data Sondir

Diantara perbedaan tes lapangan, sondir atau cone penetration test (CPT)

sering kali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir tes

ini yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya

dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah dasar. CPT

atau sondir ini dapat juga mengklasifikasikan lapisan tanah dan dapat

memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah.

Di dalam perencanaan pondasi tiang, data tanah sangat diperlukan dalam

merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari bored pile sebelum

pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari

pondasi tiang.

Untuk menghitung daya dukung bored pile berdasarkan data hasil pengujian

sondir dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar. Sehingga

dapat dinyatakan dengan persamaan:

Q ult q b . A p ....(2.7)

dimana : Qult = Kapasitas daya dukung bored pile


qb = Tahanan ujung sondir
Ap = Luas penampang tiang

Aoki dan Alencar dalam memperkirakan kapasitas daya dukung ultimit

dari data sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas qb diperoleh sebagai

berikut:

q ca base
qb ...(2.8)
Fb

Universitas Sumatera Utara


dimana : qca base = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang,
1,5D dibawah ujung tiang
Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah

Tabel 2.2 Faktor Empirik Fb

Tipe Tiang Pancang Fb

Bored pile 3,5

Baja 1,75

Beton pratekan 1,75


(Titi & Farsakh : 1999)

Pada perhitungan kapasitas pondasi bored pile dengan sondir tidak

diperhitungkan daya dukung selimut bored pile. Hal ini dikarenakan perlawanan

geser tanah yang terjadi pada pondasi bored pile dianggap sangat kecil sehingga

dianggap tidak ada.

Untuk menghitung daya dukung tiang berdasarkan data hasil pengujian

sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhof.

Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus:

Qult q c x A p JHL x K 11 .......(2.9)

dimana : Qult = Kapasitas daya dukung tiang


qc = Tahanan ujung sondir
Ap = Luas penampang tiang
JHL = Jumlah hambatan lekat
K = Keliling tiang

Daya Dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus:

q c x Ac JHL x K 11
Q ijin ...(2.10)
3 5

Universitas Sumatera Utara


dimana : Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi
qc = Tahanan ujung sondir
Ap = Luas penampang tiang
JHL = Jumlah hambatan lekat
K = Keliling

2.8.2 Kapasitas Daya Dukung Bored Pile Dari Data SPT

Harga N yang diperoleh dari SPT diperlukan untuk memperhitungkan daya

dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. SPT

bertujuan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung, daya dukung

ultimit pada ujung tiang bor dinyatakan sebagai berikut:

Qp = qp . Ap dan qp = 9 x cu .............................................................. (2.11)

cu = (N-SPT x 2/3 x 10) ................................................................. (2.12)

dimana : Qp = Daya dukung ultimit pada ujung tiang (ton)


qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton/m2)
Ap = Luas penampang tiang bor (m2)
cu = kohesi tanah (ton/m2)

qp = 2/3 N untuk N 60 dan qp = 40 untuk N > 60.

Pada tanah kohesif besarnya tahanan ujung per satuan luas, qp dapat

diambil sebesar 9 kali kuat geser tanah, sedangkan untuk tanah non-kohesif, Reese

mengusulkan kolerasi antara qp dengan NSPT .

2.8.2.1 Daya dukung selimut

Perhitungan daya dukung selimut tiang pada tanah homogen dapat

dituliskan dalam bentuk:

Qs = qs . L . p atau Qs = 0,1 x N-SPT x L x p .................................(2.13)

dimana : Qs = Daya dukung ultimit selimut tiang (ton)


qs = Gesekan selimut tiang per satuan luas (ton/m2)
L = Panjang tiang (m)
P = Keliling penampang tiang (m)

Universitas Sumatera Utara


Menurut metode Reese dan Wright (1997) gesekan selimut tiang per satuan

luas dipengeruhi oleh jenis tanah dan parameter kuat geser tanah dimana pada

tanah kohesif:

fs = . cu ..........................................................................................(2.14)

dimana : = faktor adhesi


cu = kohesi tanah (ton/m2)

Sementara pada tanah non-kohesif, nilai fs dapat diperoleh dari kolerasi

langsung dengan NSPT. Berdasarkan penelitian Reese, faktor adhesi ( ) dapat

bernilai 0,55.

Tabel 2.3 Faktor Adhesi (Reese and Oneil : 1983)


Undrained Shear Value of
Strength Su (tsf)
<2 0,55
23 0,49
34 0,42
45 0,38
56 0,35
67 0,33
78 0,32
89 0,31
>9 Treat as Rock

2.8.3 Kapasitas Kelompok Tiang

Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang

tunggal yang berada dalam kelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang

dipancang dalam lapisan pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada

lapisan yang tidak mudah mampat, namun di bawahnya terdapat lapisan lunak.

Stabilitas kelompok tiang-tiang tergantung dari dua hal, yaitu (Hardiyatmo :

2003):

Universitas Sumatera Utara


1. Kemampuan tanah di sekitar dan di bawah kelompok tiang untuk mendukung

beban total;

2. Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang.

Oleh karena itu, cara pemasangan tiang tunggal, seperti pemasangan tiang

dengan cara dipancang, dibor, atau ditekan, akan berpengaruh kecil kedua hal

tersebut di atas. Pada beban struktur tertentu, penurunan kelompok tiang yang

sama dengan penurunan tiang tunggal hanya terjadi jika dasar kelompok tiang

terletak pada lapisan keras.

Jika tiang-tiang dipancang pada lapisan yang mampat (misalnya lempung

kaku), atau kondisi yang lain, dipancang pada lapisan yang tidak mudah mampat

(misalnya pasir padat) tetapi lapisan tersebut berada di atas lapisan tanah lunak,

maka kapasitas kelompok tiang mungkin lebih rendah dari jumlah kapasitas

masing-masing tiang.

Demikian pula, penurunan kelompok tiang yang terjadi sangat mungkin

lebih besar dari penurunan tiang tunggalnya, pada beban yang sama. Pada tiang

tunggal luas zone tertekan pada bagian bawah tiang sangat lebih kecil dari pada

luas zone tertekan untuk kelompok tiang.

Gambar 2.13 Perbandingan Zona Tertekan pada Tiang Tunggal dan Kelompok
Tiang. (a)Tiang Tunggal, (b) Kelompok Tiang

Universitas Sumatera Utara


2.8.3.1 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang dalam Tanah Kohesif

Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak

padat, atau timbunan, dengan tiang dasar yang bertumpu pada lapisan lempung

kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami

keruntuhan geser umum (general shear failure).

Kapasits kelompok tiang apung dipengaruhi oleh:

1. Jumlah kapasitas tiang tunggal dalam kelompok tiang bila jarak tiang jauh;

2. Tahanan gesek tiang yang dikembangkan oleh gesekan antara bagian luar

kelompok tiang dengan tanah disekelilingnya, jika jarak terlalu dekat.

Untuk menghitung kapasitas tiang yang berkaitan dengan keruntuhan blok

Terzaghi dan Peck (1948) mengambil asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Pelat penutup tiang (pile cap) sangat kaku;

2. Tanah yang berada di dalam kelompok tiang-tiang berkelakuan seperti blok

padat.

Dengan asumsi-asumsi tersebut, keseluruhan blok dapat dianggap sebgai

pondasi-dalam, dengan kapasitas ultimit dinyatakan persamaan (Terzaghi dan

Peck, 1948):

Qs 2 D B L c 1,3. cb . N c . B . L ...(2.15)

dimana : Qs = Kapasitas ultimit kelompo, nilainya harus tidak melampaui nQ s


(dengan n jumlah tiang dalam kelompoknya) (kN)
c = Kohesi tanah di sekeliling kelompok tiang (kN/m3)
cb = Kohesi tanah di bawah dasar kelompok tiang (kN/m3)
B = Lebar kelompok tiang, dihitung dari pinggir tiang-tiang (m)
L = Panjang tiang kelompok
D = Kedalaman tiang di bawah permukaan tanah (m)
N c = Faktor kapasitas dukung

Universitas Sumatera Utara


Dalam hitungan kapasitas kelompok tiang maka dipilih dari hal-hal berikut:

1. Jika kapasitas kelompok tiang Qg lebih kecil daripada kapasitas tiang

tunggal kali jumlah tiang nQu , maka kapasitas dukung pondasi tiang

yang dipakai adalah kapasitas kelompoknya;

2. Sebaliknya, bila dari hitungan kapasitas kelompok tiang Qg lebih besar,

maka dipakai kapasitas tiang tunggal kali jumlahnya nQu .

Gambar 2.14 Kelompok Tiang dalam Tanah Lempung yang


Bekerja sebagai Balok

Teori dan pengamatan telah menunjukkan, bahwa kapasitas total dari

kelompok tiang gesek (friction pile), khususnya tiang dalam tanah lempung,

sering lebih kecil daripada hasil kali kapasitas tiang tunggal dikalikan jumlah

tiang dalam kelompoknya. Jadi, disini besarnya kapasitas total menjadi

tereduksi yang tergantung dari ukuran, bentuk, kelompok, jarak, dan panjang

tiangnya.

Menurut Coduto (1983), efisiensi tiang bergantung pada beberapa faktor,

antara lain:

1. Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang;

Universitas Sumatera Utara


2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung);

3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang;

4. Urutan pemasangan tiang;

5. Macam tanah;

6. Waktu setelah pemasangan tiang;

7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cup) dengan tanah;

8. Arah dari beban yang bekerja.

Efesiensi kelompok tiang didefenisikan sebagai berikut:

Qg
Eg ....(2.16)
nQu

dimana : E g = Efesiensi kelompok tiang


Qs = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan
keruntuhan
Qu = Beban maksimum tiang tunggal yang mengakibatkan keruntuhan
n = Jumlah tiang dalam kelompok

Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung

kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.

Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang dengan

mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang, variasi sifat tanah dengan

kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah metode-metode untuk

perhitungan efisiensi:

1. Converse-Labarre Formula, sebagai berikut:

Eg 1
n '

1 m m 1 n '
.(2.17)
90 mn '

dimana : E g = Efesiensi kelompok tiang


m = Jumlah baris tiang

Universitas Sumatera Utara


n ' = Jumlah tiang dalam satu baris
= arc tg d/s, dalam derajat
s = Jarak pusat ke pusat tiang
d = Diameter tiang

2. Metode Los Angeles Group

D
Eg 1
s.m.n

m n ' 1 n ' m 1 2 m 1 n ' 1 ....(2.18)

dimana : E g = Efesiensi kelompok tiang


m = Jumlah baris tiang
n' = Jumlah tiang dalam satu baris
s = Jarak pusat ke pusat tiang
D = Diameter tiang

Gambar 2.15 Defenisi Jarak s dalam Hitungan Efisiensi Tiang

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperhatikan faktor efesiensi

tiang dinyatakan oleh persamaan (untuk jarak tiang-tiang kira-kira 2,25d atau

lebih).

Q g E g . n . Qu ...(2.19)

dimana : Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan


Es = Efesiensi kelompok tiang
n = Jumlah tiang dalam kelompok
Qu = Beban maksimum tiang tunggal

Universitas Sumatera Utara


2.9 Daya Dukung Pondasi Rakit

Pondasi rakit harus dirancang untuk membatasi penurunan sampai jumlah

yang dapat ditoleransi. Penurunan itu mungkin (Joseph E. Bowles : 1988):

1. Konsolidasi-termasuk setiap efek sekunder;

2. Langsung atau elastis;

3. Suatu kombinasi dari jumlah konsolidasi dan jumlah langsung.

Persamaan daya dukung untuk menghitung kapasitas tanah menurut bowles

adalah sebagai berikut:

1
q ult cN c . s c . i c . d c . D . N q . s q . i q . d q . . B. N . s . i . d ........(2.20)
2
Atau
q ult 5,14 . s u . (1 s c' . d c' i c' q ) ..............(2.21)

dimana : B = Dimensi Pondasi telapak yang paling kecil


D f = Kedalaman pondasi telapak

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 Faktorfaktor Bentuk, Kedalaman, Kemiringan, Tanah dan Alas untuk
Dipakai Baik pada Persamaan Daya Dukung Hansen (1970) atau Vesic
(1973).

Sumber : Bowles, Joseph E, 1988, Analisis Dan Desain Pondasi, Penerbit


Erlangga, Jakarta.

Tabel 2.5 Faktor-Faktor Daya Dukung untuk Persamaan Daya Dukung


Mayerhof, Hansen, dan Vesic .
Nc N q N (H ) N (M ) N (V ) N q / N c 2 tan (1 sin )2
0 5,14 1,0 0,0 0,0 0,0 0,195 0,000
5 6,49 1,6 0,1 0,1 0,4 0,242 0,146
10 8,34 2,5 0,4 0,4 1,2 0,296 0,241
15 10,97 3,9 1,2 1,1 2,6 0,359 0,294
20 14,83 6,4 2,9 2,9 5,4 0,431 0,315
25 20,71 10,7 6,8 6,8 10,9 0,514 0,311
26 22,25 11,8 7,9 8,0 12,5 0,533 0,308
28 25,79 14,7 10,9 11,2 16,7 0,570 0,299
30 30,13 18,4 15,1 15,7 22,4 0,610 0,289
32 35,47 23,2 20,8 22,0 30,2 0,653 0,276
34 42,14 29,4 28,7 31,1 41,0 0,698 0,262
36 50,55 37,7 40,0 44,4 56,2 0,746 0,247
38 61,31 48,9 56,1 64,0 77,9 0,797 0,231
40 75,25 64,1 79,4 93,6 109,3 0,852 0,214
45 133,73 134,7 200,5 262,3 271,3 1,007 0,172
50 266,50 318,5 567,4 871,7 761,3 1,195 0,131
Sumber : Bowles, Joseph E, 1988, Analisis Dan Desain Pondasi, Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Tekanan tanah yang diizinkan didapatkan dengan menggunakan sebuah

faktor keselamatan sesuai dengan (Tabel 2.6)

Tabel 2.6 Nilai-Nilai Faktor Keamanan.


Ragam kegagalan Jenis pondasi SF

Geser Pekerjaan tanah


Bendung, Urugan 1,2 -1,6
Dan lain Sebagainya

Geser Konstruksi Penahan 1,5-2,0


Dinding
Geser Dinding papan turap, 1,2-1,6
Bendungan elak
Galian yang ditopang (branced)
(sementara) 1,2-1,5
Geser Pondasi telapak
Pondasi setempat 2-3
Rakit 1,7-2,5
Tarikan ke atas 1,7-2,5

Rembesan Tarikan ke atas, naiknya dasar 1,5-2,5


galian erosi bawah tanah 3-5
Sumber : Bowles, Joseph E, 1988, Analisis Dan Desain Pondasi, Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Bila daya dukung menggunakan percobaan penetrasi (SPT) maka dapat di

gunakan persamaan:

N 55
qa . K d ......................(2.22)
F2

dimana : F2 0,08 untuk satuan Fps


K d = 1 + 0,33 D/B 1,33

Universitas Sumatera Utara


2.10 Penurunan (Settlement)

Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik

tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Jika seluruh permukaan

tanah di bawah dan di sekitar bangunan turun secara seragam dan penurunan tidak

terjadi berlebihan, maka turunnya bangunan akan tidak nampak oleh pandangan

mata dan penurunan yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan bangunan

(Hardiyatmo : 2002).

Namun, kondisi demikian tertentu mengganggu baik pandangan mata

maupun kestabilan bangunan, bila penurunan terjadi secara berlebihan.

Umumnya, penurunan tak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada

penurunan total.

Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui mengenai

penurunan, yaitu (Hardiyatmo : 2002):

a. Besarnya penurunan yang akan terjadi;

b. Kecepatan penurunan.

Gambar 2.16 Contoh Kerusakan Bangunan Akibat Penurunan

Universitas Sumatera Utara


1. Pada gambar (a), dapat diperhatikan jika tepi bangunan turun lebih besar dari

bagian tengahnya, bangunan diperkirakan akan retak-retak pada bagian

tengahnya.

2. Pada gambar (b), jika bagian tengah bangunan turun lebih besar, bagian atas

bangunan dalam kondisi tertekan dan bagian bawah tertarik. Bila deformasi

yang terjadi sangat besar, tegangan tarik yang berkembang di bawah bangunan

dapat mengakibatkan retakan-retakan.

3. Pada gambar (c), penurunan satu tepi/sisi dapat berakibat keretakan pada

bagian c.

4. Pada gambar (d), penurunan terjadi berangsur-angsur dari salah satu tepi

bangunan, yang berakibat miringnya bangunan tanpa terjadi keretakan pada

bagian bangunan.

Selain dari kegagalan kuat dukung (bearing capacity failure) tanah, pada

setiap proses penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan

di dalam tanah. Perubahan tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk,

pada umumnya hal ini yang menyebabkan penurunan pada pondasi.

Tegangan di dalam tanah yang timbul akibat adanya beban di permukaan

dinyatakan dalam istilah tambahan tegangan (stress increment), karena sebelum

tanah dibebani tanah sudah mengalami tekanan akibat beratnya sendiri yang

disebut dengan tekanan overburden. Analisis tegangan di dalam tanah di dasarkan

pada anggapan bahwa tanah bersifat elastis, homogen, isotropis, dan terdapat

hubungan linier antara tegangan dan regangan. (Hardiyatmo : 2002).

Universitas Sumatera Utara


2.10.1 Analisis Penurunan

Penurunan (settlement) pondasi yang terletak pada tanah berbutir halus yang

jenuh dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu:

1. Penurunan segera (immediate settlement);

2. Penurunan konsolidasi primer;

3. Penurunan konsolidasi sekunder.

Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen penurunan tersebut,

atau bila dinyatakan dalam persamaan:

S S i S c S s .........(2.23)

dimana : S = Penurunan total


S i = Penurunan segera
S c = Penurunan konsolidasi primer
S s = Penurunan konsolidasi sekunder

Penurunan segera atau penurunan elastis adalah penurunan yang

dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan, dan terjadi pada volume

konstan. Penurunan pada tanah-tanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir

halus yang tidak jenuh termasuk tipe penurunan segera, karena penurunan terjadi

segera setelah terjadi penerapan beban.

Penurunan konsolidasi terdiri dari 2 tahap, yaitu:

Tahap penurunan konsolidasi primer;

Tahap penurunan konsolidasi sekunder.

Penurunan konsoliasi primer adalah penurunan yang terjadi sebagai hasil

dari pengurangan volume tanah akibat aliran air meninggalkan zona tertekan yang

diikuti oleh pengurangan kelebihan tekanan air pori (excess pore water pressure).

Universitas Sumatera Utara


Penurunan konsolidasi merupakan fungsi dari waktu. Penurunan

konsolidasi sekunder, adalah penurunan yang tergantung dari waktu juga, namun

berlangsung pada waktu setelah konsolidasi primer selesai, dimana tegangan

efektif akibat bebannya telah konstan.

Besarnya penurunan bergantung pada karakteristik tanah dan penyebaran

tekanan pondasi ke tanah di bawahnya. Penurunan pondasi bangunan dapat

diestimasi dari hasil-hasil uji laboratorium pada contoh-contoh tanah tak

terganggu yang diambil dari pengeboran, atau dari persamaan-persamaan empiris

yang dihubungkan dengan hasil pengujian di lapangan secara langsung.

2.10.2 Penurunan Segera

2.10.2.1 Tanah Homogen dengan Tebal Tak Terhingga

Persamaan penurunan segera atau penurunan elastis dari pondasi

yang terletak dipermukaan tanah yang homogen, elastis, isotropis, pada

media semi tak terhingga, dinyatakan oleh:

qB
Si
R

1 2 l p ....................................................................(2.24)

dimana: S i = Penurunan segera


q = Tekanan pada dasar pondasi
B = Lebar pondasi
E = Modulus elastiz
= Angka poisson
l p = Faktor pengaruh

2.10.2.2 Lapisan Tanah Pendukung Pondasi Dibatasi Lapisan Keras

Jika tebal lapisan terbatas dan lapisan yang mendasari lapisan

tersebut berupa lapisan keras tak terhingga, maka penurunan segera pada

Universitas Sumatera Utara


sudut luasan beban terbagi rata empat persegi panjang fleksibel yang terletak

dipermukaan, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang

diusulkan Steinbrenner (1934):

qB
Si l p ................................................................................(2.25)
E

dimana:


i p 1 1 2 2 F2 ...................................................(2.26)

Dengan F1 dan F2 adalah koefisien-koefisien yang diusulkan oleh

Steinbrenner (1934) dalam bentuk grafik.

Gambar 2.17 Faktor Pengaruh I untuk Tegangan Vertikal di Bawah Sudut


Luasan Beban Terbagi Rata Berbentuk Empat Persegi Panjang Fleksibel
(U.S Navy : 1971)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.18 Penurunan Segera pada Sudut Luasan Beban Terbagi Rata
Fleksibel di Permukan (Steinbrenner : 1943)

Penurunan disembarang titik pada pondasi empat persegi panjang

dipermukaan tanah dengan tebal terbatas, dihitung dengan menggunakan

persamaan:

q
Si
E
I PI I P 2 . B2 I P3 . B3 I P 4 . B4 ..........................(2.27)
Dengan B1, B2, B3, B4 adalah masing-masing luasan.

Perkiraan nilai angka Poisson dapat dilihat pada (Tabel 2.7)

Terzaghi menyarankan:

= 0,3 untuk pasir

= 0,4 sampai 0,43 untuk lempung

Umumnya, banyak digunakan

= 0,3 sampai 0,35 untuk pasir

= 0,4 sampai 0,5 untuk lempung.

Universitas Sumatera Utara


Modulus elastis E dapat ditentukan dari kurva tegangan-regangan

yang diperoleh dari uji triaksial (Mekanika Tanah 2 : Harry Christiady

Hardiyatmo). Bila contoh tanah terganggu atau tanah rusak maka modulus

elastis (E) menjadi berkurang, dengan demikian estimasi penurunan-segera

menjadi berlebihan.

Tabel 2.7 Perkiraan Angka Poisson ( ) (Bowles : 1968)

Macam tanah

Lempung jenuh 0,4 0,5


Lempung tak jenuh 0,1 0,3
Lempung berpasir 0,2 0,3
Lanau 0,3 0,35
Pasir padat 0,2 0,4
Pasir kasar (angka pori, e = 0,4 0,7) 0,25
Pasir halus (angka pori, e = 0,4 0,7) 0,25
Batu (agak tergantung dari macamnya) 0,1 0,4
Loess 0,1 0,3

Tabel 2.8 Perkiraan Modulus Elastis (E) (Bowles : 1977)

Macam Tanah E (kN/m2)

Lempung
Sangat lunak 300 3000
Lunak 2000 4000
Sedang 4500 9000
Keras 7000 20000
Berpasir 30000 42500

Pasir
Berlanau 5000 20000
Tidak padat 10000 25000
Padat 50000 100000

Padat dan kerikil 80000 200000


Padat 50000 140000
Lanau 2000 20000
Loess 15000 60000
Serpih 140000 1400000

Universitas Sumatera Utara


2.10.2.3 Penurunan Segera dari Hasil Pengujian di Lapangan

a. Penurunan segera dari hasil uji beban plat

Terzaghi dan Peck (1967) menyarankan persamaan penurunan

pondasi dengan intensitas beban q dan lebar B yang terletak pada

pasir, sebagai berikut:

2B
S B x S b ......................................................(2.28)
B b

dimana : S B = Penurunan fondasi


S b = Penurunan pada uji beban pelat
b = Lebar pelat uji

b. Penurunan segera dari hasil uji SPT

Penurunan pada tanah pasir dapat diestimasi dengan

menggunakan hasil uji SPT (Standard Penetration Test). Untuk

hal ini, Meyerhof (1965) menyarankan persamaan berikut:

40
Si untuk B 1,2 m ...(2.29)
N
2
60 B
Si untuk B > 1,2 m ..(2.30)
N B 1

dimana : q = Intensitas beban dalam


B = Lebar fondasi dalam
Si = Penurunan dalam inci
N = Jumlah pukulan dalam uji SPT

Universitas Sumatera Utara


2.10.3 Penurunan Konsolidasi

Persamaan penurunan konsolidasi dari pondasi yang terletak di dalam

tanah yang homogen, elastis, isotropis, pada media semi tak terhingga, dengan

menggunakan besaran CC dinyatakan sebagai berikut:

Cc x h P0 P
Sc log .............................................................(2.31)
1 e0 P0

e1 e2
Cc ...............................................................................(2.32)
P'
log 2'
P1

dimana : Cc = Indeks kemampatan


Po = Tekanan overbuden efektif rata-rata atau tegangan efektif
sebelum penerapan beban
p = Tambahan tegangan vertikal ditengah lapisan yang ditinjau
terhadap tekanan pondasi
e0 = Angka pori

2.10.4 Kecepatan Penurunan Konsolidasi

Estimasi kecepatan penurunan konsolidasi biasanya dibutuhkan untuk

mengetahui besarnya kecepatan penurunan pondasi selama proses konsolidasi

berlangsung. Hal ini perlu diperhatikan terutama bila penurunan bangunan besar.

Bila penurunan bangunan sangat kecil, kecepatan penurunan tidak begitu perlu

diperhitungkan, karena penurunan sejalan dengan waktunya tidak menghasilkan

perbedaan yang berarti.

Untuk menghitung penurunan konsolidasi pada waktu tertentu (t)

digunakan persamaan:

Tv . H t2
t (2.33)
Cv

Universitas Sumatera Utara


dimana : Tv = Faktor waktu
H t = Panjang lintasan drainase ( H t = H/2, untuk drainase dobel dan Ht =
H, untuk drainase tunggal)
H = Tebal lapisan lempung yang mampat
Cv = Koefisien konsolidasi pada interval tekanan tertentu

Gambar 2.19 Variasi Kondisi Kelebihan Tekanan Air pada Pori Awal
a) Kondisi Drainasi Dobel
b) Kondisi Drainasi Tunggal

Nilai-nilai faktor wakru (Tv) untuk persen penurunan konsolidasi (U) rata-

rata yang didasarkan pada teori konsolidasi satu dimensi Terzaghi, ditunjukkan

dalam (Table 2.9) Nilai-nilai dalam tabel tersebut dipakai untuk kondisi drainasi

dobel dan drainasi tunggal.

Tabel 2.9 Hubungan Faktor (Tv) dan Derajat Konsolidasi (U)


U% Tv
0 0
10 0,008
20 0,031
30 0,071
40 0,126
50 0,197
60 0,287
70 0,403
80 0,567
90 0,848
100

Universitas Sumatera Utara


2.10.5 Perkiraan Penurunan Tiang Tunggal

Menurut Poulus dan Davis (1980) penurunan jangka panjang untuk pondasi

tiang tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari

tanah relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap

kuat dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya

(Hardiyatmo : 2002).

Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan:

a. Untuk tiang apung atau tiang friksi

......................................................................................... (2.34)

dimana : I = Io . Rk . Rh . R

b. Untuk tiang dukung ujung

.........(2.35)

dimana : I = Io . Rk . Rb . R

dengan : S = Penurunan untuk tiang tunggal.


Q = Beban yang bekerja
Io = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah
mampat.
Rk = Faktor koreksi kemudah mampatan tiang.
Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah
keras.
R = Faktor koreksi angka Poisson .
Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung.
h = Kedalaman total lapisan tanah dari ujung tiang ke muka tanah.
D = Diameter tiang.

Universitas Sumatera Utara


Grafik bahwa penurunan tiang berkurang jika panjang tiang bertambah.

Gambar 2.20 Faktor Penurunan Io (Poulos dan Davis)

Gambar 2.21 Koreksi Kedalaman, Rh (Poulos dan Davis)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.22 Koreksi Kompresi, Rk (Poulos dan Davis)

Gambar 2.23 Koreksi Angka Poisson, R (Poulus dan Davis)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.24 Koreksi Kekakuan Lapisan Pendukung, Rb (Poulos dan Davis)

Pada Gambar 2.22, 2.23, dan 2.24, K adalah suatu ukuran kompresibilitas

relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan oleh persamaan:

...............(2.36)

.........(2.37)

Universitas Sumatera Utara


dimana : K = Faktor kekakuan tiang.
Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang.
Es = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang.
Eb = Modulus elastisitas tanah didasar tiang.

2.10.6 Perkiraan Penurunan Tiang kelompok

Pada hitungan pondasi tiang, kapasitas ijin tiang sering lebih didasarkan

pada persyaratan penurunan. Penurunan tiang terutama bergantung pada nilai

banding tahanan ujung dengan beban tiang. Jika beban yang didukung pertiang

lebih kecil atau sama dengan tahanan ujung tiang, penurunan yang terjadi

mungkin sangat kecil. Sebaliknya, bila beban per tiang melebihi tahanan ujung

tiang, maka penurunan yang terjadi akan besar.

Hubungan penurunan antara tiang tunggal dan kelompok tiang sebagai berikut:

Sg 4 B 32 ................................................................................(2.38)

S B 4 2
dimana : S g = Penurunan kelompok tiang (m)
B = Lebar kelompok tiang (m)
S = Penurunan tiang tunggal pada intensitas beban yang sama (m)

2.11 Penurunan Izin

Beberapa contoh tipe penurunan bangunan diperlihatkan dalam gambar

2.25, menyajikan penurunan seragam yang banyak ditemui pada bangunan yang

sangat kaku. Gambar 2.25 b memperlihatkan bangunan yang miring akibat akibat

beda penurunan dari ujung ke ujung bangunan yang besar sehingga bangunan

berotasi. Gambar 2.25 c menunjukkan kondisi yang banyak ditemui pada struktur

mengalami penurunan yang tak seragam. Di sini penurunan berbentuk cekungan

seperti mangkuk. Penurunan tak seragam adalah penurunan terbesar dikurangi

Universitas Sumatera Utara


penurunan terkecil atau S = Smaks Smin. Penurunan tak seragam juga

dikarakteristikkan oleh rasio /L, yaitu beda penurunan antara dua titik ( )

dibagi jarak (L) kedua titik tersebut. Nilai banding dinyatakan dalam istilah

distorsi kaku (angular distorsion).

Penurunan izin dari suatu bangunan atau besarnya penurunan yang telah

ditoleransikan, bergantung kepada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi

jenis, tinggi, kekakuan, fungsi bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan

serta distribusinya. Rancangan dibutuhkan untuk dapat memperkirakan besarnya

penurunan maksimum dan beda penurunan yang masih dalam batas toleransi. Jika

penurunan berjalan lambat, semakin besar kemungkinan struktur untuk

menyesuaikan diri terhadap penurunan yang terjadi tanpa adanya kerusakan

struktur oleh pengaruh rangkak atau (creep). Oleh karena itu dengan alasan

tersebut kriteria penurunan pondasi pada tanah pasir dan pada tanah lempung

berbeda.

Gambar 2.25 Tipe Penurunan

Karena penurunan maksimum dapat diprediksi dengan ketepatan yang

memadai (namun tidak untuk penurunan tidak seragam), umumnya dapat

Universitas Sumatera Utara


diadakan hubungan antara penurunan izin dengan penurunan maksimum.

Skempton dan MacDonal (1955) menyarankan batas-batas penurunan maksimum

seperti yang disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.10 Batas Penurunan Maksimum (Skempton dan Macdonald :1955)

Jenis Pondasi Batas Penurunan Maksimum (mm)

Pondasi terpisah pada tanah lempung 65


Pondasi terpisah pada tanah pasir 40
Pondasi rakit pada tanah lempung 65-100
Pondasi rakit pada tanah pasir 40-65
Sumber : Hardiyatmo, H. C, 2002, Teknik Pondasi I, Penerbit PT. Beta Offset,
Yogyakarta.

2.12 Faktor Aman

Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi

kapasitas ultimit dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan

dengan maksud (Hardiyatmo : 2003):

a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang

digunakan;

b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas

tanah;

c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban

yang bekerja;

d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau

kelompok masih tetap dalam batas-batas toleransi;

e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih

dalam batas toleransi.

Universitas Sumatera Utara


Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujian-pengujian

beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai

sedang (600 mm), penurunan akibat beban bekerja (working load) yang terjadi

lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson :

1977).

Kapasitas ijin tiang bor, diperoleh dari jumlah tahanan ujung dan tahanan

gesek dinding yang dibagi dengan faktor aman tertentu.

1. Untuk dasar tiang yang dibesarkan dengan diameter d < 2 m:

Qu
Qa ...................(2.39)
2,5

2. Untuk tiang tanpa pembesaran di bagian bawahnya:

Qu
Qa ......................(2.40)
2

dimana : Qa = Kapasitas ijin tiang bor


Qu = Jumlah tahanan gesek dan tahanan gesek dinding
F = Faktor aman

2.13 Klasifikasi Beban

Dalam perencanaan struktur pondasi, harus diketahui terlebih dahulu

pembebanan yang terjadi pada struktur bangunan atas (upper structure), setelah

itu didapat beban yang bekerja pada struktur bawah (sub structure) yaitu pondasi

tersebut.

2.13.1 Pembebanan pada Struktur Atas

a. Beban Statik

Beban statik adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu

struktur. Beban statik juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara

Universitas Sumatera Utara


perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap

(steady states). Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan

intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh

waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban

statik (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai

puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum.

Beban statis pada umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban

hidup, dan beban khusus, yaitu beban yang diakibatkan oleh penurunan pondasi

atau efek temperatur.

1. Beban Mati

Yaitu beban-beban yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan

mempunyai karakteristik bangunan, seperti misalnya penutup lantai, alat mekanis,

dan partisi. Berat dari elemen-elemen ini pada umumnya dapat diitentukan dengan

mudah dengan derajat ketelitian cukup tinggi. Untuk menghitung besarnya beban

mati suatu elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut

berdasarkan volume elemen.

2. Beban Hidup

Yaitu beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu

yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat

dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Beban yang diakibatkan

oleh hunian atau penggunaan (occupancyloads) adalah beban hidup.

3. Beban Khusus

Yaitu beban yang dipengaruhi oleh penurunan pondasi, tekanan tanah,

tekanan air atau pengaruh temperatur/suhu. Untuk beban akibat tekanan tanah atau

Universitas Sumatera Utara


air biasanya terjadi pada struktur bangunan yang terletak di bawah permukaan

tanah, seperti dinding penahan tanah, terowongan atau ruang bawah tanah

(basement). Struktur tersebut perlu dirancang untuk menahan tekanan tanah

lateral. Jika struktur-struktur ini tenggelam sebagian atau seluruhnya di dalam air,

maka perlu juga diperhitungkan tekanan hidrostatis dari air pada struktur.

Poulus (2000) berdasarkan Horokoshi dan Randolph (1996) mengajukan

sebuah usulan desain yang ekonomis pada pondasi tiangrakit, dimana tiang harus

didistribusikan pada daerah tengah rakit dengan persentase area sebesar 16-25%

dari luas permukaan rakit. Disamping itu, tiang harus didesain agar dapat

menahan 40-70% dari beban rencana. Dengan demikian beban yang bekerja pada

pondasi harus bisa ditahan oleh daya dukung ijin salah satu sistem dari sistem

gabungan pondasi pile-raft tersebut, baik oleh pondasi pile atau pondasi raft

(Natasya. Bianca : 2011).

Tabel 2.11 Beban Pondasi


Beban Meliputi

Beban mati (DL) Berat Konstruksi dan semua bahan yang membebani
secara permanen.
Beban hidup (LL) Setiap beban yang tidak membebani konstruksi
secara permanen, tetapi konstruksi bisa
dipengaruhinya.
Beban salju (S) Bekerja pada atap; nilai yang umumnya ditetapkan
oleh peraturan.
Beban Angin (W) Bekerja pada konstruksi yang terbuka.
Gempa bumi (E) Gaya lateral (biasanya) yang bekerja pada
konstruksi.
Hidrostatis (HS) Setiapn beban yang disebabkan oleh tekanan air dan
bisa berupa tekanan (+) atau (-).
Tekanan tanah Setiap beban yang disebabkan oleh tekanan tanah-
biasanya lateral tetapi bisa juga dalam arah lain.
Sumber : Bowles, Joseph E, 1988, Analisis Dan Desain Pondasi, Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

You might also like