You are on page 1of 32

STRUMA NODOSA NON TOKSIK

(LAPORAN KASUS)

Diajukan Oleh :
SAGA MALELA ARIA SABARA
1101996181

Pembimbing
Dr. HORIZON MN, SpB

SMF BEDAH
RSUD JENDERAL AHMAD YANI METRO
APRIL 2012

0
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS

- Nama : Ny. S
- Umur : 48 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Petani
- Alamat : Sri Buwono
- Masuk RSAY : 9 April 2012

II. ANAMNESA

Autoanamnesa (9 April 2012)


Keluhan utama : Benjolah di leher bagian depan

Riwayat Penyakit Sekarang


OS datang dengan keluhan timbul benjolan pada leher sebelah kanan yang diketahui
sejak + 15 tahun yang lalu. Timbulnya benjolan tidak dirasakan pasien,baru disadari
ketika benjolan tersebut tersa ikut bergerak dan makin lama makin membesar.
Benjolan ini menimbulkan kesulitan bergerak dan rasa berat pada bagian leher.
Adanya benjolan pada leher ini tidak disertai rasa nyeri, sulit menelan, jantung
berdebar-debar, gemetar pada saat istirahat, keringat berlebihan. OS juga
menyangkal adanya penurunan berat badan yang drastis. OS belum pernah berobat
ke dokter sebelumnya maka OS datang berobat ke poli bedah RSAY dan dianjurkan
untuk operasi.

1
Riwayat penyakit dahulu
OS mengaku tidak pernah dirawat di rumah sakit, tidak pernah mengalami penyakit
seperti ini sebelumnya, riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis juga
disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita penyakit seperti ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 120/70 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Pernafasan : 28 x/menit
- Suhu : 36.8 C

Status Generalis

KEPALA
- Bentuk : normochepal
- Rambut : Hitam, bergelombang, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+) ,eksoftalmus (-), penglihatan baik
- Hidung : Simetris, tidak ada secret, tidak ada deviasi, mukosa normal
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada pendarahan, lidah tidak kotor,
faring tidak hiperemis
- Telinga : Simetris, liang lapang

LEHER : Lihat status lokalis

THORAKS

2
- Paru
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
- Inspeksi : Perut datar simetris
- Palpasi : konsistensi lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
- tekan (-), nyeri lepas (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal

EKSTREMITAS
- Superior : Tremor (-), oedem(-), sianosis (-)
- Inferior : oedem(-), Sianosis(-)

GENITALIA : Tidak ada kelainan

Status Lokalis
Regio coli anterior

- Inspeksi :

Asimetris, Tampak benjolan di sebelah kiri trakea berukuranberukuran sebesar telur


angsa, tidak dijumpai tanda radang, batas tegas, warna kulit benjolan sama dengan

3
kulit sekitar, ada pendorongan pada trakea. Benjolan ikut bergerak pada saat
menelan.

- Palpasi :

Teraba massa pada sebelah kanan trakea berukuran + 10 x 8 x 6 cm, konsistensi


kenyal, mobile, permukaan rata, perabaan hangat, mengikuti gerakan menelan,
trakea sedikit terdorong ke arah kanan. Tidak terdapat perbesaran KGB di region
coli.

- Auskultasi :
Bising tiroid (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUN JANG

1. Darah Lengkap (3 April 2012)


- Hb : 15 gr% ( 12-14 )
- Leukosit : 8000/mm3 ( 4.500-10.700 )
- Hitung jenis
Granulosit : 65,5 % ( 50-70 )
Limfosit : 27,5 % ( 20-40 )
Monosit : 7% ( 2-8 )
- Trombosit : 298.000
- LED : 45 mm/jam ( 0-10 )
- Masa Perdarahan : 1 ( 1-7 )
- Masa Pembekuan : 1220 ( 9-15 )

2. Fungsi Hati : SGOT : 16 U/L (<31)


SGPT : 21 U/L (<31)

3. Fungsi Ginjal : Ureum : 22 mg/dL ( 30 40 )


Creatinine : 1.08 mg/dL ( 0,6-1,1 )

4
4. Kadar Gula Darah : 168 mg/d

5. Imunologi dan serologi (2 April 2012) :


T3 : 0,83 mg/ml (0,8-1,9)
T4 : 7.17 mg/dl (5-13)
TSH : 1.26 mIU/L

6. Rontgen Foto
Tanggal 5 April 2012
- Kesan : - pulmo dan besar cor dalam batas normal
- curiga massa soft tissue dicervical
- trakea terdeviasi ke arah kanan

V. DIAGNOSIS KERJA
Struma nodosa non toksik

VI. DIAGNOSIS BANDING

- Karsinoma tiroid
- soft tissue tumor

VII. PENATALAKSANAAN

1. Operatif : Tiroidektomi subtotal


2. Medikamentosa
- Antibiotik
- Analgesik

VIII. PROGNOSA

Quo ad vitam : ad bonam

5
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Pemeriksaan patologi anatomi hasil operasi


- Foto leher, berguna untuk melihat dorongan dan tekanan pada trakea serta
kalsifikasi di dalam jaringan tiroid. (sebaiknya dilakukan sebelum pasien
dioperasi)
- FNAB, berguna untuk mengetahui dan menyingkirkan kemungkinan keganasan
dan memastikan diagnose (sebaiknya dilakukan sebelum pasien dioperasi)

6
RESUME

ANAMNESA

Seorang wanita, umur 48 tahun dengan keluhan timbul benjolan pada leher
kanan sejak 15 tahun yang lalu
Benjolan tidak nyeri, tidak disertai jantung berdebar, tidak gemetar, tidak sulit
menelan, tidak berkeringat berlebihan, tidak terjadi penurunan berat badan
Demam dan keluhan lain disangkal
OS sudah berobat ke poli bedah dan dianjurkan untuk operasi
OS tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
Tidak ada keluarga OS yang memiliki penyakit seperti OS

PEMERIKSAAN FISIK

Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 120/70 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Pernafasan : 28 x/menit
- Suhu : 36.8 C

Status Generalis
- Kepala : Tidak ada kelainan
- Thorak : Tidak ada kelainan
- Abdomen : Tidak ada kelainan
- Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Status Lokalis
Regio coli anterior

7
- Inspeksi :

Asimetris, Tampak benjolan di sebelah kiri trakea berukuranberukuran sebesar telur


angsa, tidak dijumpai tanda radang, batas tegas, warna kulit benjolan sama dengan
kulit sekitar, ada pendorongan pada trakea. Benjolan ikut bergerak pada saat
menelan.

- Palpasi :

Teraba massa pada sebelah kanan trakea berukuran + 10 x 8 x 6 cm, konsistensi


kenyal, mobile, permukaan rata, perabaan hangat, mengikuti gerakan menelan,
nyeri tekan tidak ada, trakea sedikit terdorong ke arah kanan. Tidak terdapat
perbesaran KGB di region coli.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah
- Darah lengkap : Dalam batas normal
- Fungsi ginjal : Dalam batas normal
- Kadar gula darah sewaktu : Dalam batas normal

2. Imunologi dan serologi : T3 : 0,83 mg/ml (0,8-1,9)


T4 : 7.17 mg/dl (5-13)
TSH : 1.26 mIU/L

3. Foto rontgen : Cor dan pulmo dalam batas normal dan


trakea terdorong, curiga terdapat soft
tissue di regio coli

Diagnosis Kerja
Struma nodosa non toksik

8
Diagnosa Banding
- Karsinoma tiroid
- Soft tissue tumor regio coli

Penatalaksanaan
1. Operasi
- Tiroidektomi subtotal

2. Medikamentosa
- IVFD RL gtt XX/menit
- Cefotaxim 2x1gr IV
- Gentamisin 2x80mg IV
- Pronalges 1x 12 jam supp
- kalnex 500mg (post operasi)
- ketorolac 3x1 amp drip

Prognosa

Quo ad vitam : Ad bonam


Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

Anjuran
- Pemeriksaan patologi anatomi
- Foto leher
- FNAB (pre operasi)

9
LEMBAR FOLLOW UP

9 April 2012
- Keluhan : Benjolan di leher
- Kesadaran umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Vital sign : Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,8 0 C
- Mata : Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Eksoftalmus : (-)
Pupil isokor, reflek cahaya : +/+
- Leher : Tampak benjolan di leher depan sebelah kiri, Batas tegas, tanda
radang (-), warna sama dengan warna kulit sekitar, kosistensi
kenyal, ukuran 8x6 cm, mobile, permukaan rata, perabaan
hangat, mengikuti gerakan menelan, ada pendorongan trakea,
bising tiroid (-)
- Ekstremita : Superior : tremor (-)
- Advice : Siapkan operasi untuk tanggal 16 Agustus 2005

10 April 2012 ( sebelum operasi)

- Keluhan : benjolan di leher


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Vital sign : Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 36,70 C
- Advice : persiapan darah untuk operasi 500cc

10
10 April 2012

Post Operasi (rawat di ruangan)


- Keadaan umum : Lemah
- Kesadaran : Somnolen
- Vital sign (terpasang monitor) :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 36,70 C
- Advice :
Awasi vital sign
Bila sadar pasien harus dipuasakan dahulu sampai bising usus (+)
Infus : RL 20tts/mnt
Kalnex 500mg
Cefotaxim 1 gr/12 jam
Gentamisin 80mg/8 jam
Ketorolac drip
Pronalges supp. /12 jam

11 April 2012

Post operasi hari 1


- Keadaan umum : lemah
- Kesadaran : somnolen
- Vital sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 36,70 C
- terapi :
Infus : RL 20tts/mnt
Kalnex 500mg
Cefotaxim 1 gr/12 jam

11
Gentamisin 80mg/8 jam
Ketorolac drip
Pronalges supp. /12 jam

18 Agustus 2005

Post operasi hari 2 (rawat ICU)


- Keadaan umum : lemah
- Kesadaran : compos mentis
- Vital sign : Tekanan darah : 142/73 mmHg
Nadi : 56x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,70 C
- terapi : O2 4-5 liter
infus triopusin : kalbumin : tutopusin 1500cc
Diit BB
kalnex 500 mg/12 jam
cefotaxim 1 gr/12 jam
forgesix 1 ampul/12 jam
vleumet amp/12 jam

19 Agustus 2005

Post operasi hari 3 (rawat ICU)


- Keadaan umum : lemah
- Kesadaran : compos mentis
- Vital sign : Tekanan darah : 142/73 mmHg
Nadi : 56x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,70 C
- terapi : O2 4-5 liter
infus triopusin : kalbumin : tutopusin 1500 cc

12
Diit BB
kalnex 500 mg/12 jam
cefotaxim 1 gr/12 jam
forgesix 1 ampul/12 jam
vleumet amp/12 jam
Hasil laboratorium 18 Agustus 2005
Darah : Hb : 9,0 gr/dl
LED : 50mm/jam
Leukosit : 8600/ul
Basophil : 0
Eosinophil : 0
Batang : 2
Segmen : 77
Limposit : 18
Monosit : 3

20 Agustus 2005
Post Operasi hari 4 (pindah rawat ruagan )
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Vital sign :
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 36,50 C
- terapi diteruskan

22 Agustus 2005
Post Operasi hari 6
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Vital sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg

13
Nadi : 76 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,30 C
- Terapi diteruskan
- Drainage di up
23 Agustus 2005
Post Operasi hari 7
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Vital sign :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 36,30 C
- Terapi diteruskan

24 Agustus 2005
Post Operasi hari 8
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Vital sign :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,50 C
- terapi diteruskan
Pasien diperbolehkan pulang

PA post operasi 16 Agustus 2005 Hasil 23 Agustus 2005

Sediaan berasal dari kelenjar tiroid berukuran 10 x 8 x 6 cm warna coklat kenyal dan
penampang seperti agar-agar dilakukan sebagian cetak.

14
Histologi menunjukan folikel kecil/besar berisi koloid dilapisi oleh sel epitel kubik
selapis.

Kesimpulan : - Stroma adenomatosa


- tidak tampak tanda keganasan

15
DISKUSI

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka


ditegakkan diagnosa Struma Nodosa Non Toksik Dextra pada pasien ini.

Kelainan kelenjar tiroid dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar, yaitu
penyakit yang menyebabkan perubahan fungsi, seperti hipertiroidisme /
hipotiroidisme dan penyakit yang menyebabkan perubahan jaringan dan bentuk
kelenjar, seperti struma noduler.

Struma nodusa non toksik atau struma adenomatosa dapat disebabkan oleh
berbagai faktor di antaranya kekurangan yodium karena peningkatan kebutuhan
yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi. Bisa juga karena
penggunaan atau mengkonsumsi zat goitrogenik yang terdapat dalam obat
iatrogenik (talbutamid, sulfafuanidin, PAS (Struma non toksik tipe sporadik) maupun
makanan dalam jangka waktu lama.

Pasien berasal dari daerah endemik struma (daerah yang miskin yodium). Biasanya
penderita struma nodusa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme
atau hiper tiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang
menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degerasi jaringan menyebabkan kista
atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan
struma nodusa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol


ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika
pembesarannya bilateral sehingga terjadi ganggguan pernapasan berupa dispnea
dengan stridor inspiratoar. Juga dapat terjadi gangguan menelan (disfagi). Keluhan
yang biasanya disampaikan pasien bila strumanya besar adalah rasa berat di leher.

16
Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga tiroid
terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan pada pasien dengan struma
nodosa non toksik adalah :
1. Pemerikaan biokimia secara radioimunoasay yang dapat memberi gambaran
fungsi tiroid yaitu dengan mengukur kadar T4, T3, TBG dan TSH dalam plasma.
T4 total dalam serum adalah refleksi tepat fungsi kelenjar tiorid.
T3 total dalam serum selalu tinggi pada penderita tirotoksikosis.
TSH dalam serum merupakan pemeriksaan penyaring yang peka untuk
hipotiroidisme.
Kadar zat zat tersebut dapat dalam batas normal, hal ini terjadi pada pasien
ini.
2. Foto Rontgen
Untuk melihat apakah terjadi pendorongan trakea yang disebabkan oleh struma
ini.
3. Pemeriksaan penunjang lain, bila ditemukan hal hal :
Pada perabaan ditemukan massa yang keras atau padat disertai pembesaran
yang cepat maka dilakukan pemeriksaan sitologi dengan cara aspirasi biopsi
untuk menetapkan Ca / tiroiditis / fomalim.
Keraguan apakah nodul soliter atau multi maka dilakukan USG.

Diagnosa banding dalam kasus ini adalah karsinoma tiroid dan tiroiditis, tapi
keduanya disingkirkan sebagai diagnosa dengan alasan sebagai berikut :
1. Karsinoma tiroid yang terbagi atas beberapa jenis yaitu papiler, folikuler, noduler
dan anaplastik. Pada adenokarsionoma papiler, struma disertai pembesaran
KGB dilateral sisi yang sama. Pada adenokarsionoma folikuler sifatnya unifokal,
secara klinik lesi kenyal, halus, tidak nyeri tekan dan berkapsul. Penyebaran
biasanya secara hematogen ke tulang dan paru. Pada adenokarsinoma meduler,
tumor berbatasa tegas dan teraba keras pada perabaan dan biasanya disertai
dengan gangguan endokrin lainnya. Pada adenokarsinoma anaplastik sering
disertai dengan kesulitan bernapas dan menelan karena tumor yang cepat

17
membesar ke dalam leher, dan disertai suara serak karena infiltrasi ke
n. rekurens akibat infiltrasi tumor yang agresif. Pada pemeriksaan menunjukkan
masa kera terfiksasi dalam kelenjar tiroid. Tanda tanda tersebut di atas tidak
ditemukan pada pasien ini, tetapi untuk lebih jelas lagi sebaiknya jaringan tumor
yang diambil diperiksakan patologi anatominya untuk mengetahui apakah
jaringan tersebut mengalami keganasan atau tidak.

2. Soft tissue tumor, selain kelainan yang ada pada tiroid, dipertimbangkan juga
bahwa massa berasal dari jaringan lunak lain.

Untuk penatalaksanaan, sikap yang diambil pada pasien ini adalah melakukan
tiroidektomi. Pembedahan harus dilakukan dengan sangat penuh hati hati karena
bisa terjadi penyulit seperti perdarahan, cedera n. laringeus rekurens, cedera pada
trakhea, esofagus atau saraf di leher, kolap trakhea karena trakeomalasia (hilangnya
cincin rawan trakhea akibat tekanan terlalu lama sehingga timbul kolaps trakhea
setelah strumektomi), sebaiknya pencabutan endotrakeal tube harus dilakukan
secara hati hati setelah pasien sadar untuk mencegah timbulnya kolaps trakhea
(biasanya terjadi pada struma yang besar), juga cedera pada esofagus.

Selain itu harus diawasi pasca bedah terhadap adanya perdarahan di leher yang
dapat menimbulkan udema atau penekanan di laring atau trakhea yang ditandai
dengan pasiennya tidur mendengkur. Setelah beberapa jam sampai beberapa hari
pasca bedah tetap harus diawasi tanda tanda hematom, infeksi luka, udem laring,
paralisis n. rekurens (ditandai dengan timbulnya suara serak) dan tanda tanda
hipokalsemia akibat terangkatnya kelenjar paratiroid (tanda kejang tetani), untuk itu
harus diberikan preparat kalsium.

Prognosa pasien ini baik tetapi bila hasil PA menunjukkan keganasan maka prognosa
bergantung pada tipe histopatologi, stadium klinik patologi, lamanya penyakit hingga
terdiagnosa dan diberikan pengobatan, juga usia penderita.

18
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus sehingga bentukya menyerupai kupu-kupu atau huruf H,
dan menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20
gram. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar
kearah kranial. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu
bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah
ke kelenjar berasal dari a. Tiroidea superior dan a. Tiroidea inferior. Ternyata setiap
folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan
sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular. Pembuluh getah bening kelenjar
tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus
ini kearah nodus prefaring yang tepat berada diatas ismus serta ke kelenjar getah
bening pretrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening brakiosefalikus.
Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang
berasal dari tiroid.

19
B. FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan kecepatan


metabolisme tubuh. Hormon tiroid pengaruhi kecepatan metabolisme tubuh
melalui 2 cara :
1. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein.
2. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.

Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat. Untuk
menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium yaitu elemen yang
terdapat di dalam makanan dan air. Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan
lambung, dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid,
sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Hormon tiroid dibentuk melalui
penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin.
Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin
kemudian menyatu untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu :
1 Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, hanya
memiliki efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.

20
2. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif, yaitu
triiodotironin (T3).
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga untuk
T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke
dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun
T4 dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid

Ada 7 tahap, yaitu:


1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian
basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan
pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat
energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi
iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah.
Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini
dirangsang oleh
TSH.

2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus
dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase.
Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan
residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada
molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh
kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel
maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit
iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga
pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.

21
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT)
yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling)
sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen
tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui
iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam
tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam
koloid melalui proses eksositosis granula.

4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan
disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan
T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.

5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini
kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin
serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian
iodium.

6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan
vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom
akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang
menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.

7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)


Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan
kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah

22
yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA).
Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan
bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada
keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas.
Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada
seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit
kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah
protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang
menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan
berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

Efek Primer Hormon Tiroid

Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh.
Efek primer hormon tiroid adalah:
a) Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan metabolisme
protein, lemak, dan karbohidrat.
b) Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran.

23
Kedua fungsi bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi oleh sel, terjadi
peningkatan laju metabolisme basal, pembakaran kalori, dan
peningkatan produksi panas oleh setiap sel.
c) Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga
meningkatkan frekuensi jantung.
d) meningkatkan responsivitas emosi.
e) Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan
kontraksi otot rangka.
f) Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel
tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.

Pengaturan Faal Tiroid

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :


1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)
Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di
hipotalamus. TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)


TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid
(TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping,
peningkatan iodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi
hormon meningkat.

3. Umpan balik sekresi hormon


Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. T3 selain
berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan
mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.

24
Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid.
Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan
kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar
hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid
dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.

C. DEFINISI STRUMA

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap
tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi
kedudukan organ organ di sekitarnya.

Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

D. ETIOLOGI

Etiologi SNNT terutama adalah kekurangan intake iodium. Hal ini biasa terjadi pada
daerah yang kadar airnya kekurangan iodium. Etiologi lainnya dapat berupa kelainan
metabolic congenital penggunaan obat-obatan goitrogenik.
E. PATOFISIOLOGI

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan


hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam

25
pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis
mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan
sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam
folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan
yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel
menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic
agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves.
Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan
sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma
endemik).

F. KLASIFIKASI

1. berdasarkan fisiologis

a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini
biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi
secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga


sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk

26
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.25 Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam
darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang
berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa
berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan,
leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus),
diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

2. berdasarkan klinis

a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika
tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan
yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan


tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab

27
tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme
lainnya.Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap
selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan


pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai
hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat
dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik
adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara
dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh
kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya
kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon
oleh zat kimia.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme
dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat
dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan
kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya

28
gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas),
biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

G. DIAGNOSTIK

1. Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada
pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika
terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu
lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat
pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.

2. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher
dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan
menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

3. Hormonal
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH
plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal
pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada
awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium
radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.

29
4. Foto rontgent leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).

5. FNAB
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel
ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat
yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

H. PENATALAKSANAAN

1. Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada
wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil
KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak
tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga
dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar
3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin
tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan
pembedahan.

30
2. pemberian obat anti tiroid dan tiroksin
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU)
dan metimasol/karbimasol

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, B. 2004, Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.

Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.

Hazzard, R.W. 1990, Principles of Geriatric Medicine and Gerontology, 2nd ed.
McGraw-Hill, New York.

MD. Lawrence W Way : Current Surgical Diagnosis & Treatment, Edisi 9,267-272.

Setiati, S. 2004, Current Diagnosis and Treatment In Internal Medicine 2004,


Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Suyono, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed. 3, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.

31

You might also like