You are on page 1of 29

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 9 MEI 2016


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ANEMIA DEFISIENSI BESI

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH :
DEWI PERMATA SARI
111 2016 0008

PEMBIMBING :
dr. Yati Aisyah Arifin. Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Dewi Permata Sari
Stambuk : 111 2016 0008
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muslim Indonesia
Judul Laporan Kasus : ANEMIA DEFISIENSI BESI

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ILMU
KESEHATAN ANAK Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 9 Mei 2016


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Yati Aisyah Arifin. Sp. A

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH Subhanahu Wa Taala


karena atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga segala sesuatu yang berkaitan
dengan penyusunan tulisan ini dapat terlaksana. Tak lupa pula penulis haturkan
salawat dan salam yang tercurah pada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam yang telah membimbing manusia dari alam kegelapan menuju ke
alam yang terang benderang.
Tulisan ini berjudul LAPORAN KASUS ANEMIA DEFISIENSI BESI
yang dibuat dan disusun sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan
anak.
Berbagai kesulitan dan hambatan penulis temui, namun atas bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tulisan ini dapat terselesaikan.

Makassar, 9 Mei 2016

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II KASUS
II.1. Identitas Pasien ..................................................................................... 2
II.2. Anamnesis ............................................................................................. 2
II.3. Pemeriksaan Fisis ................................................................................. 4
II.4. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 6
II.5. Resume ................................................................................................. 6
II.6. Diagnosis .............................................................................................. 7
II.7. Diagnosis Banding ............................................................................... 7
II.8. Penatalaksanaan/Terapi ......................................................................... 8
II.9. Follow UP ............................................................................................. 8
II.10. Prognosis ............................................................................................. 8
DISKUSI ......................................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Metabolisme Besi ................................................................................. 11
III.2. Definisi ................................................................................................. 12
III.3. Prevalensi ............................................................................................ 12
III.4. Etiologi ................................................................................................ 13
III.5. Patogenesis .......................................................................................... 14
III.6. Gejala .................................................................................................. 14
III.7 Langkah Diagnostik ............................................................................ 17
III.8.Diagnosis Dieferensial ......................................................................... 19
III.9. Terapi .................................................................................................. 20
III.10. Pencegahan ........................................................................................ 22
III.11. Prognosis ........................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 24

4
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia defisiensi besi merupakan masalah defisiensi nutrien tersering
pada anak di seluruh dunia terutama di Negara sedang berkembang termasuk
Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh
penderita.1
Besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin, dengan berkurangnya
besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar
hemoglobin akan turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi
tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi
kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan
tubuh.2
Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi
dan awal masa kanak-kanak diataranya karena terdapat defisiensi besi saat
kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak kanak yang disertai rendahnya
asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan kadar
besi yang kurang. Selain itu, anemia defisiensi besi juga banyak ditemukan pada
masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan
diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja putri.
Data SKRT tahun 2007 menunjukkan angka kejadian anemia defisiensi
besi pada anak balita di Indonesia sekitar 40 45 %. Survei kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalensi anemia defisiensi besi pada
bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut turut sebesar 61,3 %,
64,8 %, dan 48,1 %.1
Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat
besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari
umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil,
menyusui serta wanita menstruasi. Oleh karena itu kelompok tersebut sangat
mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan
hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka panjang.2

5
BAB II
KASUS

II.1. IDENTITAS PASIEN


Nama Pasien : Zaki Hadyan
No. Rekam Medik : 21-87-20
Umur : 11 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Manunggal no 22
Tanggal lahir : 16/04/2016
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Tanggal masuk : 27/04/2016
Perawatan/ kamar : Al-Fajar/ Vip F
Dokter Penanggung Jawab : dr. Yati Aisyah Arifin, Sp. A

II.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pusar berbau

Anamnesis Terpimpin :
Pusar berbau dialami sejak 4 hari yang lalu, pusar berbau
setelah tali pusar terlepas pada hari ke 7 dan dibersihkan dengan air hangat
setelah itu diberikan bedak. Pusar berwarna kuning, bengkak (+), nanah (+),
dan disekitar pusar berwarna kemerahan. Ibu pasien juga mengeluhkan
seluruh tubuh dan sklera pasien berwarna kuning sejak 4 hari yang lalu. ASI
(+) pasien kuat minum ASI. Demam (-), batuk (-), pilek (-), sesak (-), mual
(-), muntah (-), BAK lancar warna kuning muda kesan normal. BAB baik
warna kuning kesan normal.

6
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan
tidak pernah dirawat dengan penyakit kronik. Riwayat trauma atau
kecelakaan tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Ibu melakukan pemeriksaan ANC ke dokter secara rutin. Selama
hamil ibu pasien tidak pernah mengalami sakit berat/rawat inap di RS.
Riwayat muntah berlebih, tekanan darah tinggi, kejang, asma, kencing
manis, infeksi, perdarahan, dan trauma selama kehamilan disangkal.
Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol tidak pernah.
Pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, lahir spontan di rumah
sakit bajiminasa, cukup bulan, BBL 3900 gram, PB 47 cm, lahir
langsung menangis. Riwayat kejang, sianosis, dan ikterus setelah lahir
disangkal.

Riwayat Makanan dan Minuman :


ASI dari lahir sampai sekarang.
MPASI belum diberikan.
Makan menu keluarga belum diberikan.

Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita :


Morbili (-) Diare (-)
Pertusis (-) Kejang (-)
Varisela (-) Kecacingan (-)
Difteri (-) Disentribasiler (-)
Malaria (-) Disentriamuba (-)
Tetanus (-) Demamtifoid (-)
Operasi (-) Fraktur (-)

7
Pneumonia (-) Tuberkulosis (-)
Alergi
Bronkitis (-) (-)
obat/makanan
TBC (-) Hepatitis (-)
Batuk (-) Pilek (-)

Riwayat Imunisasi :
Riwayat Imunisasi belum pernah

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan

Berat badan lahir 3900 gram, panjang badan lahir 47 cm, lingkar
kepala waktu lahir tidak diketahui. Berat badan sekarang 3 kg.

Perkembangan

Ibu pasien mengatakan bahwa selama 11 hari perkembangan anaknya


baik, setelah dilahirkan anaknya tidak pernah sakit dan kuat minum
ASI. Belum tumbuh gigi, duduk, berdiri, dan mulai berjalan.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah, ayah pasien bekerja
sebagai Wiraswasta sedangkan ibu pasien seorang Ibu Rumah Tangga.

II.3. PEMERIKSAAN FISIS


Status Generalis : Sakit Sedang / Gizi Kurang / Compos Mentis
BB = 3 kg
PB = 50 cm
BB aktual
Status Gizi = x 100%
BB baku untuk TB aktual
3
= x 100% = 88,23 % => Gizi kurang
3,4

Status Vitalis : T = (-) mmHg (tidak dilakukan)


N = 120 x/menit, kuat angkat dan teratur

8
P = 38 x/menit
S = 36,5oC (axilla)
Kepala : Normochepal. Muka : Simetris. Rambut : Warna
Hitam, Sulit dicabut. Konjungtiva : Anemis (-/-),
Sklera : Ikterus (+/+), Mata : Merah (-), Kotoran
mata berlebih (-), Cekung (-). Hidung : Rinorea
(-). Telinga : Otorea (-). Bibir : Pucat (-) Kering
(-), Sianosis (-).
Leher : Massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada,
deviasi trakea tidak ada, pembesaran kelenjar
tidak ada.
Thorax : I : Simetris kiri = kanan, retraksi dinding dada(-).
P : Sela iga kiri = kanan, massa tumor tidak ada,
nyeri tekan tidak ada, vocal fremitus tidak
dilakukan
P : Sonor kedua lapangan paru.
A : Bunyi pernafasan : Vesikuler.
Bunyi tambahan : Ronkhi -/- , Wheezing -/-.
Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak.
P : Ictus cordis tidak teraba.
P : Pekak Relatif,
Batas kanan atas ICS II.
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis.
Batas kiri ICS V linea midclavicularis.
A : BJ I/II murni regular, bising jantung (-).
Abdomen : I : Datar, ikut gerak nafas. Pusar berwarna
kuning, bengkak (+), nanah (+), dan disekitar
pusar berwarna kemerahan
A : Peristaltik (+), kesan normal.
P : Massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada,
hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

9
P : Timpani (+).
Ekstremitas : Edema tidak ada, deformitas tidak ada, fraktur
tidak ada, krepitasi tidak ada.
Dan lain lain : Genital dan anus dalam batas normal.
II.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan sebab pengambilan darah pertama untuk pemeriksaan darah
rutin, bilirubin 1 dan bilirubin 2 gagal, selanjutnya orang tua pasien menolak
tindakan yang terkait penyuntikan.
II.5. RESUME
Seorang bayi laki-laki berumur 11 hari dibawah oleh orangtuanya ke
rumah sakit dengan keluhan pusar berbau dialami sejak 4 hari yang lalu,
pusar berbau setelah tali pusar terlepas pada hari ke 7 dan dibersihkan
dengan air hangat setelah itu diberikan bedak. Pusar berwarna kuning,
bengkak (+), nanah (+), dan disekitar pusar berwarna kemerahan. Ibu pasien
juga mengeluhkan seluruh tubuh dan sklera pasien berwarna kuning sejak 4
hari yang lalu. ASI (+) pasien kuat minum ASI. Demam (-), batuk (-), pilek
(-), sesak (-), mual (-), muntah (-), BAK lancar warna kuning muda kesan
normal. BAB baik warna kuning kesan normal.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan
tidak pernah dirawat dengan penyakit kronik. Riwayat trauma atau
kecelakaan tidak ada. Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan status generalis, sakit sedang, gizi
kurang, dan compos mentis. Status vitalis didapatkan TD: (-) mmHg tidak
dilakukan, P: 38 x/menit, N: 120x/menit kuat angkat dan teratur, suhu axilla
36,5oC. Pada pemeriksaan fisis lain yaitu Sklera dan seluruh tubuh berwana
kuning (ikterus). Thorax simetris kiri dan kanan, bunyi pernapasan
vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada. Jantung dalam batas normal.
Abdomen datar, ikut gerak nafas. Pusar berwarna kuning, bengkak (+),
nanah (+), dan disekitar pusar berwarna kemerahan Peristaltik usus ada,
kesan normal, hepar dan lien tidak teraba. Ekstremitas dalam batas normal.
Genital dan anus dalam batas normal.

10
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan sebab pengambilan darah
pertama untuk pemeriksaan darah rutin, bilirubin 1 dan bilirubin 2 gagal,
selanjutnya orang tua pasien menolak tindakan yang terkait penyuntikan.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, hasil pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan, maka pasien didiagnosis Infeksi Umbilikus

II.6. DIAGNOSIS
- Diagnosis utama : Infeksi Umbilikus.

- Diagnosis sekunder : Ikterus Neonatorum

II.7. DIAGNOSIS BANDING


- Thalassemia

- Anemia akibat penyakit kronik

- Anemia sideroblastik

II.8. PENATALAKSANAAN/TERAPI
a. Medikamentosa
IVFD RL 12 tpm
Cefotaxime 2 x 250 mg/iv ( Skin T )
Sanmol syr 4 x 1 cth
Darya Zinc syr 1 x 1 cth
b. Rencana Pemeriksaan
Hematologi : Darah Lengkap, Apusan Darah Tepi

II.9. FOLLOW UP
27/4/16
S: A:
Demam (+) 5 hari Diare Dehidrasi Ringan
BAB encer (+) Ampas (+)

11
Batuk (+) P:
Sakit Mata (+) IVFD RL 12 tpm
Cefotaxime 2 x 250 mg/iv ( Skin T )
O : SS/GC/CM Sanmol syr 4 x 1 cth
TD : 90/65 mmHg Darya Zinc syr 1 x 1 cth
N : 120x/menit
Kontrol Darah Lengkap, Apusan Darah
P : 32x/menit
Tepi.
S : 37,7 0C
Anemis (+/+), Pucat (+)
Bunyi nafas vesikuler
BJ I/II murni regular
Rhonki -/-, Wheezing -/-
Peristaltik (+), Kesan meningkat
Ekstremitas : udema (-)
HGB 6,8 g/dl, HCT 24 %, MCV 52 m3,
MCH 14,6 pg, MCHC 28,3 g/dl, RDW
17,6 H%.

28/4/16
S: A:
Demam (-) Diare Dehidrasi Ringan
BAB encer (+) Ampas (+)
Batuk (+) P:
Sakit mata (+) IVFD RL 12 tpm
Cefotaxime 2 x 250 mg/iv
O : SS/GC/CM Sanmol syr 4 x 1 cth (bila demam)
TD : 90/65 mmHg Darya Zinc syr 1 x 1 cth
N : 104x/menit Konsul dr.Mata
P : 32x/menit
S : 36,7 0C
Anemis (+/+), Pucat (+)
Bunyi nafas vesikuler
BJ I/II murni regular
Rhonki -/-, Wheezing -/-

12
Peristaltik (+), Kesan meningkat
Ekstremitas : udema (-)

29/4/16
S: A:
KU : Baik Anemia suspek kausa defisiensi besi
Demam (-) Diare Dehidrasi Ringan
BAB encer (-)
Batuk (-) P:
Rawat jalan
O : SS/GC/CM Ferlin syr 2 x 1 cth
TD : 90/65 mmHg
N : 102x/menit
P : 30x/menit
S : 36,7 0C
Anemis (+/+), Pucat (-)
Bunyi nafas vesikuler
BJ I/II murni regular
Rhonki -/-, Wheezing -/-
Peristaltik (+), Kesan normal
Ekstremitas : udema (-)
Apusan Darah Tepi : Anemia
Mikrositik Hipokrom Suspek Kausa
Defisiensi Besi

II.10. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia et bonam
Qua ad sanationam : dubia et bonam
Qua ad functionam : dubia et bonam

13
DISKUSI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Kekurangan besi
dapat disebabkan karena kebutuhan besi yang meningkat secara fisiologis,
kurangnya besi yang diserap, kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
Ada 3 tahap defisiensi besi yaitu : Tahap pertama, disebut iron depleted
state atau negative iron balance. Ditandai dengan berkurangnya cadangan besi
atau tidak adanya cadangan besi. Tahap kedua, dikenal dengan istilah iron
deficient erytropoiesis atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang
tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Tahap ketiga, disebut sebagai iron
deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum
tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar hb. Dari gambaran
apusan darah tepi didapatkan hipokromik mikrositer. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut, dan faring, serta berbagai gejala lainnya.

14
Parameter awal dari hitung darah lengkap biasanya menunjukkan klinisi
arah dari anemia defisiensi besi. MCV, MCH dan MCHC yang rendah. Saturasi
transferin biasanya dibawah 16%, serum ferritin kadarnya kurang dari 12 g/liter,
protoporfirin eritrosit bebas sangat meningkat, terjadi peningkatan TIBC, kadar
besi serum menurun. Hapusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositik,
anisositosis (banyak variasi ukuran eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan
bentuk eritrosit), sel pensil, kadang- kadang adanya sel target.
Pemberian terapi dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : terapi kausal,
terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia ini
dengan mudah akan kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan
memberikan hasil yang diinginkan. Terapi dengan preparat besi, pemberiannya
dapat secara oral atau parenteral, serta terapi lainnya seperti : diet dan vitamin C.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. METABOLISME BESI


Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan
dalam plasma dan di dalam semua sel. Karena zat besi yang terionisasi
bersifat toksik terhadap tubuh, maka zat besi selalu hadir dalam bentuk
ikatan dengan heme yang berupa hemoprotein (seperti hemoglobin,
mioglobin dan sitokrom) atau berikatan dengan sebuah protein (seperti
transferin, ferritin dan hemosiderin). Jumlah besi di dalam tubuh seorang
normal berkisar antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan
hemoglobin. Besi dalam tubuh terdapat dalam hemoglobin sebanyak 1,5
3g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan jaringan.
Kebanyakan besi tubuh adalah dalam hemoglobin dengan 1 ml sel
darah merah mengandung 1 mg besi (2000 ml darah dengan hematokrit
normal mengandung sekitar 2000 mg zat besi).3

15
Pertukaran zat besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup.
Besi yang diserap usus setiap hari kira-kira 1-2 mg, ekskresi besi melalui
eksfoliasi sama dengan jumlah besi yang diserap usus yaitu 1-2 mg. Besi
yang diserap oleh usus dalam bentuk transferin bersama dengan besi yang
dibawa oleh makrofag sebesar 22 mg dengan jumlah total yang dibawa
tranferin yaitu 24 mg untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis.
Eritrosit yang terbentuk memerlukan besi sebesar 17 mg yang merupakan
eritrosit yang beredar keseluruh tubuh, sedangkan yang 7 mg akan
dikembalikan ke makrofag karena berupa eritropoesis inefektif.4

III.2. DEFINISI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang. Diperkirakan lebih dari 50% anemia defisiensi besi mengenai
bayi, anak sekolah, ibu hamil, dan menyusui. Anemia defisiensi besi
mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan
tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh, dan daya konsetrasi, serta
penurunan kemampuan belajar, sehingga menurunkan prestasi belajar di
sekolah.4,5

III.3. PREVALENSI
Prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia
sekitar 40 45 %. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan prevalensi anemia defisiensi besi pada bayi 0 6 bulan, bayi
6 12 bulan, dan anak balita berturut turut sebesar 61,3 %, 64,8 %, dan
48,1 %. Penelitian kohort terhadap 211 bayi berusia 0 bulan selama 6 bulan
dan 12 bulan didapatkan insiden anemia defisiensi besi sebesar 40,8 % dan
47,4 %. Pada usia balita, prevalensi tertinggi defisiensi besi umumnya
terjadi pada tahun kedua kehidupan akibat rendahnya asupan besi melalui
diet dan pertumbuhan yang cepat pada tahun pertama. Angka kejadian

16
defisiensi besi lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi premature
(sekitar 25 85 %) dan bayi yang mengonsumsi ASI secara eksklusif tanpa
suplementasi. Rekomendasi terbaru menyatakan suplementasi besi
sebaiknya diberikan mulai usia 4 8 minggu dan dilanjutkan sampai usia
12 15 bulan, dengan dosis tunggal 2 4 mg/kg/hari tanpa melihat usia
gestasi dan berat lahir. Remaja perempuan perlu mendapat perhatian
khusus karena mengalami menstruasi dan merupakan calon ibu. Ibu hamil
dengan anemia mempunyai risiko 3 kali lipat melahirkan bayi anemia, 2
kali lipat melahirkan bayi premature, dan 3 kali lipat melahirkan bayi berat
lahir rendah sehingga suplementasi besi harus diberikan pada remaja
perempuan sejak sebelum hamil.1

III.4. ETIOLOGI
Kekurangan besi dapat disebabkan oleh :
1. Kebutuhan besi yang meningkat secara fisiologis.
- Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun
pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat,
sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi besi
meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3
kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat
disbanding saat lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan
sangat cepat pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6
kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali
dibanding saat lahir.

- Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak
perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.

- Kehamilan
2. Kurangnya besi yang diserap

17
- Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat/ Faktor nutrisi
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya
membutuhkan makanan yang banyak mengandung besi. Bayi
cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi selama 1
tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk
pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif jarang
menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini
disebabkan besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah
diserap dibandingkan susu yang terkandung susu formula.
Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorbsi bayi,
sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat diabsorbsi.

- Malabsorbsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang
mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan
fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial
atau total sering disertai anemia defisiensi besi walaupun
penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini
disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan
lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama
penyerapan besi heme dan non heme.

3. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun.


Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab
pentingnya anemia defisiensi besi. Kehilangan darah akan
mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan
mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3
4 ml/hari (1,5 2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan
negative besi. Seperti : tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, infeksi
cacing tambang, menorhagia, metrorhagia, dan hematuri.6

18
III.5. PATOGENESIS
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negative besi
yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negative ini
menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Ada 3 tahap
defisiensi besi :
1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depleted state atau negative iron balance.
Ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya
cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih
normal. Pada keadaan ini terjadi, peningkatan absorbs besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui
adanya kekurangan besi masih normal.

2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erytropoiesis atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi
yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan
saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity
(TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia.
Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang
tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar hb. Dari
gambaran apusan darah tepi didapatkan hipokromik mikrositer. Pada
tahap ini telah terjadi perubahan epitel serta pada beberapa enzim
yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring,
serta berbagai gejala lainnya.4,6

19
III.6. GEJALA
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya
terjadi perlahan-lahan dengan demikian memungkinkan terjadinya proses
kompensasi dari tubuh, sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau
dirasa oleh penderita.7

Gejala klinis dari anemia defisiensi besi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu:
1. Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai
sindroma anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana
hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin dibawah 7 8 g/dl dengan
tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat, pusing,
palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat latihan
fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi, menurunnya
daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
2. Gejala dari anemia defisiensi besi : gejala ini merupakan khas pada anemia
defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu :
a. Koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi
rapuh, bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga mirip
sendok.
b. Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
disebabkan karena hilangnya papil lidah.
c. Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
d. Glositis.
e. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa.
f. Disfagia merupakan nyeri menelan.
g. Atrofi mukosa gaster.
h. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan
gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan
disfagia.

20
Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat bermakna, karena
dapat menimbulkan irritabilitas, fungsi cognitif yang buruk dan perkembangan
psikomotornya akan menurun. Prestasi belajar menurun pada anak usia sekolah
yang disebabkan kurangnya konsentrasi, mudah lelah, rasa mengantuk. Selain itu
pada pria atau wanita dewasa menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang
disebabkan oleh kelemahan tubuh, mudah lelah dalam melakukan pekerjaan fisik/
bekerja.
3. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang maka akan dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis
membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami. Jika
disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu karsinoma maka
gejala yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma tersebut
beserta metastasenya.8

Gambar 1. koilonychia

III.7. LANGKAH DIAGNOSTIK


1. Anamnesis

21
a. Riwayat factor predisposisi dan etiologi
- Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
- Masa pertumbuhan cepat
- Menstruasi
- Infeksi kronis
- Kurangnya besi yang diserap
- Asupan besi dari makanan yang tidak adekuat
- Malabsorbsi besi
- Perdarahan
b. Pucat, lemah, lesu, gejala pika
2. Pemeriksaan fisis
- Tampak pucat
- Tidak disertai ikterus, organomegali, atau limfadenopati
- Stomatitis angularis, atrofi papil lidah
- Ditemukan bising jantung sistolik
3. Pemeriksaan penunjang
Parameter awal dari hitung darah lengkap biasanya menunjukkan
klinisi arah dari anemia defisiensi besi. MCV, MCH dan MCHC yang
rendah dan film darah hipokromik sangat mengarahkan terutama jika
pasien diketahui mempunyai hitung darah yang normal dimasa lalu.

Saturasi transferin biasanya dibawah 16%, serum ferritin kadarnya


kurang dari 12 g/liter, protoporfirin eritrosit bebas sangat meningkat,
terjadi peningkatan TIBC, kadar besi serum menurun. Hapusan darah
menunjukkan anemia hipokromik mikrositik, anisositosis (banyak
variasi ukuran eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentuk
eritrosit), sel pensil, kadang- kadang adanya sel target.9

Pada pemeriksaan hapusan darah, sel darah merah mikrositik


hipokromik apabila Hb < 13 g/dl (laki-laki), Hb < 12 g/dl (perempuan),
mungkin leukopeni, trombosit tinggi pada perdarahan aktif, retikulosit
rendah.

22
Pada pemeriksaan sumsum tulang : hiperplasi eritroid, besi yang
terwarnai sangat rendah atau tidak ada.4

Gambar 2. Hapusan darah tepi pada anemia defisiensi besi.


Tampak hipokromik mikrositik, anisositosis dan poikilositosis.
III.8. DIAGNOSIS DIEFERENSIAL
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik
lainnya seperti : anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia
sideroblastik.4

23
III.9. TERAPI
Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya
terapi pada anemia ini berhasil. Dalam hal ini kausa yang mendasari
terjadinya anemia defisiensi besi ini harus juga diterapi.
Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Terapi kausal : terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang
mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus
dilakukan segera kalau tidak, anemia ini dengan mudah akan
kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan
memberikan hasil yang diinginkan.
2. Terapi dengan preparat besi : pemberiannya dapat secara :
a. Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi
yang banyak disukai oleh kebanyakan pasien, hal ini karena
lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini
lebih murah. Preparat yang tersedia berupa :
- Ferosulfat dosis 3 mg besi elemental/kgBB/hari oral
diberikan selama/sesudah makan.
- Feroglukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi
lebih rendah daripada ferosulfat. Harga lebih mahal tetapi
efektifitasnya hampir sama.
- Ferofumarat.
Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu untuk
memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia
sering kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi peroral ini
menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira-kira
satu minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti
dalam waktu 2-4 minggu, dimana akan terjadi perbaikan anemia
yang sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan berarti
terapi dihentikan tetapi terapi harus dilanjutkan sampai 6 bulan
untuk mengisi cadangan besi tubuh. Jika pemberian terapi besi

24
peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan
kemungkinan kemungkinannya sebelum diganti dengan
preparat besi parenteral.
Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan respon terhadap
pemberian preparat besi peroral antara lain perdarahan yang
masih berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidakpatuhan
pasien dalam minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang,
malabsorbsi, salah diagnosis atau anemia multifaktorial.10
b. Parenteral
Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien
dengan malabsorbsi berat, penderita Crohn aktif, penderita yang
tidak memberi respon yang baik dengan terapi besi peroral,
penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi atau
memang dianggap untuk memulihkan besi tubuh secara cepat
yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.

Ada beberapa contoh preparat besi parenteral :

- Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer). Pemberian dilakukan


secara intramuscular dalam dan dilakukan berulang.
- Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer). Pemberian secara
intravena lambat atau infus.
Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal
dibandingkan dengan preparat besi yang peroral. Selain itu efek
samping preparat besi parental lebih berbahaya. Beberapa efek
samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi parenteral
meliputi nyeri setempat dan warna coklat pada tempat suntikan,
flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri
punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi
anafilaksis dan kematian. Mengingat banyaknya efek samping
maka pemberian parenteral perlu dipertimbangkan benar benar.
Pemberian secara infus harus diberikan secara hati-hati.

25
Terlebih dulu dilakukan tes hipersensitivitas, dan pasien
hendaknya diobservasi selama pemberian secara infus agar
kemungkinan terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi.
Dosis besi parenteral harus diperhitungkan dengan tepat supaya
tidak kurang atau berlebihan, karena jika kelebihan dosis akan
membahayakan si pasien.4,10
c. Terapi lainnya berupa :
1. Diet : perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan
yang bergizi dengan tinggi protein dalam hal ini
diutamakan protein hewani.
2. Vitamin C : pemberian vitamin C ini sangat diperlukan
mengingat vitamin C ini akan membantu penyerapan besi.
Diberikan 100 mg/15mg besi elemental.
3. Transfusi darah : pada anemia defisiensi besi ini jarang
memerlukan transfusi kecuali dengan indikasi tertentu.4,10

III.10. PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat
tingginya prevalensi defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat
dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang
kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi masyarakat
yang tingkat pendidikan dan factor sosial ekonominya yang rendah yaitu
dengan memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di
daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil.
Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar
rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga
dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang ditujukan kepada
masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal dari
protein hewani, yaitu daging dan penjelasan tentang bahan bahan

26
makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan zat besi dan yang
dapat menghambat penyerapan besi.
Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah) yang melibatkan murid, guru dan orang tua dengan cara
mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci tangan sebelum
makan , makan makanan yang mengandung zat besi.
Pemberian suplementasi besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada
ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan
kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI
dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6 bulan.
Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang
sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah
tropik.4

III.11. PROGNOSIS
Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun dubia
ad bonam karena sangat tergantung pada penyakit yang mendasarinya.
Bila penyakit yang mendasarinya teratasi, dengan nutrisi yang baik,
anemia dapat teratasi.10

27
DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. 2013. Anemia Defisiensi Besi pada Bayi dan Anak (Online).
(http://www.idai.or.id. Diakses 2 Mei 2016)
2. Kartamidhardja, Emmy. 2012. Anemia Defisiensi Besi (Online).
(http://www.elib.fk.uws.ac.id. Diakses 2 Mei 2016)
3. Isbister, JP. Pittiglio, DH. 2004. Hematologi Klinik Pendekatan Berorentasi
Masalah. Jakarta: Hipokrates.
4. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
InternaPublishing.
5. Permono,B. Ugrasena, IDG.2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya:
FK Unair.
6. Cornady, Fadly. Anemia Defisiensi Besi (Online). (http://www.scribd.com,
diakses 4 Mei 2016).
7. Cielsa ,B. 2007. Hematology in Practice. Philadelphia: FA Davis Company.
8. Permono, B. Ugrasena, IDG. 2002. Continuing Education Ilmu Kesehatan
Anak. Surabaya: SIC.

28
9. Sacher, RA. MC Pherson, RA. 2000 . Widmans Clinical Interpretation of
Laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company.
10. Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

29

You might also like