You are on page 1of 25

LAPORAN KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Pembimbing :
dr. Risky Akaputra, Sp.P

Disusun oleh :

Fitra Hadi 2012730127

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESAHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATAPENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Penulis sampaikan karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Tugas ini penulis susun untuk memenuhi tugas pada kepaniteraan klinik stase Ilmu Penyakit
Dalam di Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura. Terima kasih kami sampaikan kepada pihak-
pihak yang telah membantu tersusunnya laporan ini terutama dokter pembimbing kami dr.
Rizky Akaputra, Sp.P. Semoga laporan ini dapat memberikan banyak manfaat bagi kami
semua.

Jakarta, Februari 2017

Penulis
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama : Tn.J
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Koja
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Masuk RS tanggal : 14 Januari 2017
No. RM : 217998

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan:

Batuk, mual, nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke rumah sakit islam Jakarta sukapura dengan keluhan sesak sejak
kurang lebih 1 bulan yang lalu kemudian sesak dirasakan semakin memberat sejak 2
hari SMRS dan dirasakan paling berat sejak tadi pagi. Sesak tidak dipengaruhi cuaca
& emosi. Sesak timbul saat pasien beraktivitas dan diperberat terutama ketika pasien
merasa kelelahan. Pasien mengaku sesak disertai dengan nyeri dada sebelah kiri
seperti ditusuk, tidak menjalar ke punggung, dan hilang timbul.

Sebelum sesak pasien mengaku mengalami batuk batuk yg terus menerus sejak
kurang lebih 1 bulan terakhir, batuk berdahak dan dirasakan semakin memberat.
Beberapa hari ini batuk yang dirasakan pasien berdahak dengan dahak semakin kental
berwarna putih. Bunyi ngik saat batuk (-), batuk darah (-), batuk terutama malam atau
dini hari (-).
Pasien juga mengeluhkan mual namun tidak muntah, mual terutama setelah
batuk. Pasien juga merasa mengigil namun tidak demam, penurunan berat badan (-),
keringat malam (-), pusing (-), nyeri kepala (-), pilek (-), mimisan (-), nyeri menelan
(-), nafsu makan baik, buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


o Pasien sedang rawat jalan dengan dr Rosa, Sp.P sudah 1 bulan terakhir dengan
diagnosis PPOK
o Riwayat Asma disangkal oleh pasien
o Riwayat TB Paru disangkal oleh pasien.
o Riwayat Hipertensi disangkal oleh pasien.
o Riwayat DM disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


o Riwayat TB Paru, Hipertensi dan DM disangkal.
Riwayat Pengobatan

Pasien tidak rutin berobat, hanya jika keluhan sesaknya memberat

Riwayat Alergi

o Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca disangkal

Riwayat Psikososial

Pasien mengaku seorang perokok. Pasien biasanya merokok 1 bungkus sehari tapi
dalam 1 bulan ini pasien sudah mengurangi dan berusaha berhenti merokok. Pasien
sering mengkonsumsi kopi & gorengan.
Di lingkungan rumah tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Pasien mengaku
lingkungan rumah pasien ventilasinya cukup, bersih dan jarang debu.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi
BB sebelum sakit : 52 Kg
BB ketika sakit : 52 Kg
TB : 160 Cm
IMT : 20,3 (normoweight)
Tanda vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Suhu : 36,7 0 C
Nadi : 125 x/m
Pernapasan : 32 x/m
Status Generalis
Kepala : Normocephal, deformitas (-), rambut distribusi merata,
warna hitam- putih, tidak mudah rontok.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor
reflex cahaya (+/+).
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-)
Telinga : Normotia, sekret (-/-),hiperemis (-/-).
Mulut : Mukosa oral kering, lidah kotor (-), tremor (-), faring
hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : Normochest, Pergerakan dinding dada simetris, Retraksi (-)
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru, batas paru dan hepar setinggi ICS 5
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midcalvicularis sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra bagian medial
Batas kiri : ICS IV linea midclavikula sinistra bagian medial
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II ireguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/m
Palpasi : Supel, nyeri tekan epi (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
Atas : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik
Bawah : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik

D. HasilPemeriksaanPenunjang

Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Metode
Rujukan
HematologiRutin
Hemoglobin 15.5 g/dL 11.315.5 SLSHemoglobin
Leukosit 7.500 103/L 4.310.4 FlowCytometry
Hematokrit 45.5 % 3646 CPHDMethod
Trombosit 229 103/L 132386 FlowCytometry

E. Rontgen Thorax

Cor CTR: normal. Aorta normal


Sinus dan diafragma normal
Pulmo : Hili Normal. Corakan vaskular normal
Tampak infiltrat di lapang paru kanan dan kiri
Tulang costae normal
Kesan : Cor tidak membesar.
Bronchopneumonia dupleks

F. RESUME
Tn. J usia 51 tahun datang ke rumah sakit islam Jakarta sukapura dengan keluhan
dispnea sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), Sesak dirasakan kurang lebih 1
bulan yang lalu kemudian sesak dirasakan semakin memberat sejak 2 hari SMRS dan
dirasakan paling berat sejak tadi pagi. Sesak timbul saat pasien beraktivitas dan diperberat
terutama ketika pasien merasa kelelahan. Pasien mengaku sesak disertai dengan nyeri dada
sebelah kiri seperti ditusuk, dan hilang timbul.

Sebelum sesak pasien mengaku mengalami batuk batuk yg terus menerus sejak kurang
lebih 1 bulan terakhir, batuk berdahak dan dirasakan semakin memberat. Beberapa hari ini
batuk yang dirasakan pasien berdahak dengan dahak semakin kental berwarna putih.

Pasien juga mengeluh mual namun tidak muntah, mual terutama saat batuk. Os sedang
berobat jalan dengan dr Rosa, Sp.P dengan diagnosis PPOK. Tetapi pasien tidak rutin
berobat, hanya jika keluhan sesaknya memberat. Os merupakan perokok aktif, biasanya
merokok 1 bungkus sehari, tetapi pasien mengaku sudah berhenti 1 bulan terakhir. Pasien
juga mengeluh mual, terutama setelah batuk.

Pada pemeriksaan fisik :


o TD : 120/70 mmHg
o Nadi : 125 x/menit (kuat angkat, cukup, regular)
o RR : 32 x/menit
o Suhu : 36,7 c
o Auskultasi Paru : vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+)
o Nyeri tekan epigastrium (+)

Pemeriksaan Lab dalam batas normal


Rontgen: Infiltrat di lapang paru kanan dan kiri
G. Daftar Masalah
Dispnea e.c PPOK Eksaserbasi Akut

H. Assesment
Dispnea e.c PPOK Eksaserbasi Akut
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada pasien didapatkan gejala-
gejala PPOK seperti:
o Dispnea sejak 1bulan SMRS yang semakin memberat terutama saat beraktivitas
o Sebelumnya pasien mengalami batukbatuk terus menerus dan semakin
memberat sejak kurang lebih 1 bulan terakhir
o Batuk berdahak, dan dalam beberapa hari terakhir batuk berdahak semakin sering
dan dahak semakin kental berwarna putih
o Merupakan perokok aktif sejak remaja, sehari 1 bungkus.
o Tidak ditemukan adanya demam, batuk dan sesak saat malam atau dini hari,
batuk darah, Penurunan berat badan, keringat malam.
o Tekanan Darah :120/70 mmHg, Suhu : 36,7 0 C, Nadi : 125 x/m, RR : 32 x/m
o Auskultasi Paru : vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+)
o Rontgen thorax : Infiltrat di lapang paru kanan dan kiri
Planning Diagnostik
o Pemeriksaan Faal Paru (Spirometri dan Peak Flow Meter)
o EKG
Planning Terapi
o IVFF RL / 8 jam
o Oksigenasi 3 L/menit
o Inhalasi Salbutamol 2,5 mg + Ipatropium bromida 0.5 mg 3x1
o Ambroxol tab 3 x 30 mg
o Ranitidin injeksi 2 x 1 ampul
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan
diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun / berbahaya.1
Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara
obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)
yang bervariasi pada setiap individu.1
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:
Emfisema merupakan diagnosis patologik
Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.2

B. Epidemiologi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan tantangan kesehatan masyarakat


yang penting dan merupakan penyebab utama morbiditas kronis dan kematian di seluruh
dunia. PPOK saat ini penyebab utama keempat kematian di dunia dan diperkirakan menjadi 3
penyebab kematian tertinggi pada tahun 2020. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena
PPOK pada tahun 2012 terhitung 6% dari seluruh kematian secara global.1
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor
pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah
perokok khususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara di dalam ruangan
maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.2
Prevalensi yang tepat dari COPD di seluruh dunia sebagian besar tidak diketahui, namun
perkiraan bervariasi 7-19%. Pada pria ditemukan memiliki prevalensi antara 11,8% dan
perempuan 8,5%.3
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit
propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang
angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan
lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).2

C. Etiologi
Penyebab paling sering di seluruh dunia adalah hisapan tembakau pada rokok.
Lingkungan luar, pekerjaan, dan polusi udara pada ruangan juga merupakan faktor tersering.
Mereka yang bukan perokok juga dapat terkena PPOK. faktor genetik juga mempengaruhi
terjadinya PPOK antara lain dikarenakan defisiensi alpha-1 antitripsin yang berat.1 Risiko
berkembangnya PPOK adalah terkait dengan faktor-faktor berikut:

1. Merokok1,2,3
Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal utama pada PPOK. Secara
keseluruhan, merokok tembakau menyumbang sebanyak 90% dari risiko PPOK.
Merokok menyebabkan makrofag melepaskan faktor kemotaksis neutrofil dan elastases,
yang menyebabkan kerusakan jaringan. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis
rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya
merokok ( Indeks Brinkman ).
Gejala PPOK secara signifikan berkembang pada 15% dari perokok, meskipun angka
ini diyakini terlalu rendah. termasuk perokok batang, pipa, cerutu, pipa air dan jenis
merokok tembakau lain yang populer di banyak negara, serta perokok pasif (atau dikenal
sebagai environmental tobacco smoke- ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya
gejala respirasi dan PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah inhalasi pertikel
dan gas.
2. Polusi Udara1,2
Berbagai macam partike dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat menjadi
penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek
yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK.
a) Indoor Air Pollution : Berasal dari bahan bakar biomassa yang digunakan untuk
memasak dan pemanas di rumah dengan ventilasi buruk, seperti Kayu, serbuk
gergaji, batu bara dan minyak tanah yang merupakan bahan bakar kompor menjadi
penyebab tertinggi polusi di dalam ruangan. Faktor risiko yang terutama
mempengaruhi perempuan di negara-negara berkembang
b) Occupational Dusts and Chemical : termasuk debu organik dan anorganik, bahan
kimia dan asap bergantung pada seberapa lama terpajan bahan bahan tersebut.
c) Outdoor Air Pollution : berkontribusi terhadap beban total partikel terhirup paru-
paru, meskipun tampaknya memiliki efek yang relatif kecil dalam menyebabkan
PPOK.
3. Faktor genetik1,2
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan alpha-1 antitrypsin
sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada
individu origin Eropa Utara. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan emphysema
panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan
perokok dengan kekurangan alpha-1 antitripsin yang berat.
4. Umur dan jenis kelamin : penuaan dan jenis kelamin perempuan meningkatkan risiko
PPOK.1
5. Pertumbuhan dan pengembangan paru1,2
Semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru-paru selama kehamilan dan
masa kanak-kanak (berat badan lahir rendah, infeksi pernapasan, dll) memiliki potensi
untuk meningkatkan risiko individu mengembangkan COPD.
6. Status sosial ekonomi1,2
Terdapat bukti kuat bahwa risiko PPOK adalah berbanding terbalik dengan status
sosial ekonomi Hal ini masih belum jelas, nemun dikaitkan dengan eksposur ke polutan
udara indoor dan outdoor, kepadatan, gizi buruk, infeksi, atau faktor-faktor lain yang
terkait dengan status sosial ekonomi rendah.
7. Asma dan hiperreaktivitas saluran napas1,2
Asma dapat menjadi faktor risiko untuk pengembangan obstruksi aliran udara dan
PPOK. Pada laporan The Tucson Epidemiological Study didapatkan bahwa orang
dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun
telah berhenti merokok.
8. Infeksi1,2
Riwayat infeksi saluran pernapasan pada anak-anak yang berat dikaitkan dengan
fungsi paru-paru berkurang dan peningkatan gejala pernafasan pada usia dewasa.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaaan ini, karena
seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya
hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK.

D. Klasifikasi1,2
Klasifikasi keparahan obstruksi aliran udara
Spirometri cut-poin yang spesifik digunakan untuk tujuan mempermudah. Spirometri
harus dilakukan setelah pemberian dosis yang cukup dari setidaknya satu inhalasi short-
acting bronkodilator untuk meminimalkan variabilitas.

E. Diagnosis1,2
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas
dan tanda inflasi paru.
PPOK harus dipertimbangkan dalam setiap pasien yang memiliki dispnea, batuk kronis
atau produksi sputum, dan/atau riwayat paparan faktor risiko untuk penyakit ini. Sebuah
riwayat kesehatan yang rinci dari pasien baru yang dikenal, atau dicurigai, untuk memiliki
PPOK adalah penting.

1. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

Penilaian gejala

Penilaian sederhana sesak napas menggunakan Modifikasi kuisioner British Medical


Research Council yang (mMRC)
2. Pemeriksaan Fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

a. Inspeksi
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup / mencucu)
Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloater
b. Palpasi : Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi : Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
d. Auskultasi :
Suara napas vesikuler normal, atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer : Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed-lips breathing
Blue bloater : Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan rongki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed-lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulutmencucu
dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yangterjadi pada gagal napas kronik

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin
1) Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
o Spirometri adalah pengukuran yang paling direproduksi dan tujuan pembatasan
aliran udara.
o Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
o Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
o VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
o Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
o Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
o Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
o Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
o Hasil FEV1/FVC <0.70 pasca-bronkodilator menegaskan adanya obstruksi
aliran udara yang terus-menerus
2) Darah rutin
Hb, Ht, leukosit, Analisis Gas Darah
3) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada
emfisema terlihat gambaran :
o Hiperinflasi
o Hiperlusen
o Ruang retrosternal melebar
o Diafragma mendatar
o Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
o Normal
o Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

F. Diagnosa Banding
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu:
Mengurangi gejala
Mencegah progresifitas penyakit
Meningkatkan toleransi latihan
Meningkatkan status kesehatan
Mencegah dan menangani komplikasi
Mencegah dan menangani eksaserbasi
Menurunkan kematian
1. Edukasi Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5A:
a. Ask (Tanyakan)
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b. Advise (Nasihati)
Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
c. Assess (Nilai)
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari ke depan).
d. Assist (Bimbing)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis,
merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
e. Arrange (Atur) Buat jadwal kontak lebih lanjut.
2. Vaksinasi
a. Vaksin influenza
Vaksinasi influenza dapat mengurangi penyakit serius (seperti infeksi pernapasan
bawah saluran yang membutuhkan rawat inap) dan kematian pada pasien PPOK.
b. Vaksin pneumokokus
Vaksinasi pneumokokus, PCV13 dan PPSV23, direkomendasikan untuk semua pasien
65 tahun. PPSV23 ini juga dianjurkan untuk pasien PPOK yang lebih muda dengan
kondisi komorbiditas signifikan termasuk penyakit jantung atau paru kronis. PPSV23
telah terbukti mengurangi kejadian pneumonia pada pasien PPOK <65 tahun, dengan
FEV1 <40% prediksi, atau komorbiditas (terutama penyakit penyerta jantung)

Farmakologi
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik
Obat antikolinergik memblokir efek bronchoconstrictor asetilkolin pada reseptor
muscarinic M3 pada otot polos saluran napas. Digunakan pada derajat ringan sampai
berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali
perhari).
Short-acting antimuscarinics (SAMAs) yaitu ipratropium dan oxitropium dan long-
acting antimuscarinic antagonists (LAMAs) seperti tiotropium, aclidinium,
glycopyrronium bromida dan umeclidinium bertindak pada reseptor dengan cara yang
berbeda. Efek samping. obat antikolinergik inhalasi diabsorbsi buruk sehingga
membatasi efek sistemik pada atropine. Efek samping utama adalah mulut kering.
b. Golongan agonis beta-2
Mekanisme utama beta2-agonis adalah merelaksasikan otot polos saluran napas
dengan merangsang reseptor adrenergik beta 2 yang meningkatkan AMP siklik dan
menghasilkan antagonisme fungsional untuk bronkokonstriksi.
Pemberian Formoterol dan salmeterol (LABAs) dua kali sehari secara signifikan
meningkatkan FEV1 dan volume paru-paru, memperbaiki sesak, status kesehatan,
tingkat eksaserbasi dan jumlah rawat inap, namun tidak berpengaruh pada kematian
atau tingkat penurunan fungsi paru-paru. Indacaterol (LABA) sekali sehari yang
memperbaiki sesak napas, status kesehatan dan Tingkat eksaserbasi.
Bentuk inhaler digunakan unttuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Efek samping. Stimulasi reseptor beta2-adrenergik dapat menghasilkan sinus
takikardia dan memiliki potensi untuk mengendapkan gangguan irama jantung pada
pasien yang rentan.

c. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2


Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

d. Golongan xantin
Teofilin merupakan golongan methylxanthine paling umum digunakan,
dimetabolisme oleh fungsi campuran sitokrom P450 oksidase. Clearance obat menurun
seiring dengan usia. Penambahan teofilin pada penggunaan salmeterol menghasilkan
peningkatan yang lebih besar dalam FEV1 dan sesak napas dari salmeterol saja.
Efek samping. Toksisitas adalah dosis terkait, yang merupakan masalah tertentu
dengan derivatif xanthine karena rasio terapi mereka kecil dan sebagian besar manfaat
terjadi hanya ketika diberikan dosis dekat dengan dosis toksiknya.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah.
2. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.
Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal
250 mg. Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid,
kombinasi LABACs dan PDE-4.
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease. Pocket Guide To Copd
Diagnosis, Management, And Prevention A Guide For Health Care Professionals. 2017
Edition.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik). Edisi Buku Lengkap, Juli 2011
3. http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview

You might also like