You are on page 1of 15

A.

Masalah Utama
Isolasi sosial : Menarik diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
a. Menurut (Dalami, 2009) isolasi sosial adalah gangguan dalam
berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu
yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan
orang lain dan lingkungan).
b. Dermawan & Rusdi, (2013) menambahkan isolasi sosial : menarik
diri adalah keadaan di mana seseorang mengalami atau tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin
merasa di tolak, tidak di terima, kesepian dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
c. Townsend, (2009) juga berpendapat isolasi sosial adalah perilaku
yang ditunjukkan klien isolasi sosial meliputi menarik diri, menjauh
dari orang lain, tidak atau jarang melakukan komunikasi, tidak ada
kontak mata, kehilangan gerak dan minat, malas melakukan
kegiatan sehari-hari, berdiam diri di kamar, menolak hubungan
dengan orang lain, dan sikap bermusuhan.
Beberapa dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan isolasi
sosial adalah gangguan dimana seseorang mengalami atau tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya dan perilaku
yang ditunjukan klien isolasi sosial meliputi menarik diri, menjauh
dari orang lain, tidak atau jarang melakukan komunikasi, tidak ada
kontak mata, kehilangan gerak dan minat, malas melakukan
kegiatan sehari-hari, berdiam diri di kamar, menolak hubungan
dengan orang lain, dan sikap bermusuhan.
2. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah
isolasi sosial yaitu:
a. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya dapat
menimbulkan suatu masalah.
Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan
interpersonal (Stuart dan Sundeen, dalam Fitria,2009).
Tahap perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan


awal perilaku mandiri

Masa prasekolah Melajar menunjuk inisiatif, rasa


tanggung jawab, dan hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja


sama dan berkompromi

Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan


teman sesame jenis kelamin

Masa dewasa muda Menjalin saling tergantung antara


orang tua dan teman, mencari
pasangan, menikah dan
mempunyai anak

Masa tengah baya Belajar menerima hasil


kehidupan yang sudah dilalui

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan


mengembangkan perasaan
ketertarikan dengan budaya

b. Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga
yang menghambat untuk hubungan dengan lingkungan diluar
keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang
tidak produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang
dapat mempengaruhi gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi
otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan
daerah kortikal.

Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi
akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan
individu.
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik
diri menurut Dermawan & Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang
lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar
13) terhadap lingkungan sekitarnya
14) Memasukan makanan dan minuman terganggu
15) Retensi urine dan feses
16) Aktifitas menurun
17) Kurang enenrgi (tenaga)
18) Rendah diri
19) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya
pada posisi tidur).
4. Rentang Respon
Rentang Respon
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang masih dapat di terima oleh norma sosial dan budaya yang umum
berlaku. Menurut Riyadi S & Purwanto T (2013) respon ini meliputi :
a. Menyendiri / solitude : merupakan respon yang di lakukan individu
untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau di lakukan dan
suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
b. Otonomi : kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan : kondisi hubungan interpersonal di mana individu
mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling tergantung (interdependent) : suatu hubungan saling
tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal. Respon maladaptive adalah respon
individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari
norma sosial dan budaya lingkunganya. Respon yang sering di
temukan :
1) Manipulasi : orang lain di berlakukan sebagai obyek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, orientasi diri
sendiri atau tujuan bukan pada orang lain.
2) Impulsive : tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat di andalkan.
3) Narkisisme : harga diri rapuh, berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah
bila orang lain tidak mendukung.
5. Penatalaksanaan
Menurut Kusumawati, (2010) penatalaksanaan isolasi social terdiri atas:
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya
ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam
fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat
dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai
efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam
miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal
(distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,
kelainan jantung (Andrey, 2010).
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan
infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis
dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina
dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut
kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey,
2010).
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP
satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi
dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan
cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-
bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang
atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan hariannya (Purba, 2008)
c. Terapi kelompok
1) Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu:
a) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan
pasien sewaktu bangun tidur.
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK),
yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang
berhubungan dengan BAB dan BAK.
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi,
dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi.
Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan keperluan berganti pakaian.
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan
pada waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang
berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri, baik
yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan,
rambut, kuku dan lain-lain.
Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien
mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya
sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda
tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran,
memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang
positif.
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang
pasien untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa
tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana
pasien mau mengawali tidurnya.

b) Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang
meliputi:
Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama
pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan
kawannya dan sebagainya.
Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku
pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan
petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien
sewaktu berbicara dengan orang lain seperti
memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda
adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara
kelompok (lebih dari dua orang).
Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang
berhubungan dengan ketertiban yang harus dipatuhi
dalam perawatan rumah sakit.
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan tata krama atau sopan santun terhadap
kawannya dan petugas maupun orang lain.
Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku
pasien yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak
mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok
sembarangan dan sebagainya.

C. Pohon Masalah

Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Core Problem Isolasi sosial: Menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


Sumber : Fitria, (2009)

D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


Masalah keperawatan yang mungkin muncul menurut Firtia, (2009) terdiri
atas:
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
2. Isolasi sosial: menarik diri
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

E. Data yang Perlu Dikaji


Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
Klien merasa makan sesuatu.
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
Klien ingin memukul/melempar barang-barang.

Data Objektif:
Klien berbicara dan tertawa sendiri.
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
Disorientasi

Isolasi Sosial : menarik diri


Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup .
Fitira, (2009)

F. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Menurut Fitria, (2009) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul terdiri
atas:
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

G. Rencana tindakan keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Memperkenalkan diri dengan terlebih dulu memberi salam dan
menjelaskan bahwa perawat merupakan mahasiswa dari PSIK SM
yang sedang praktek di RSJ Sambang Lihum di ruang Transit dan
merupakan perawat praktek yang merawat klien selama 4 minggu.
Menjelaskan tujuan dan kontrak waktu bila keluarga bisa
menerima kedatangan mahasiswa
b. Kaji & Validasi Informasi Tentang Klien
Mengkaji dan menvalidasi data tentang klien antara lain: alasan
klien dibawa ke RSJSL., faktor predisposisi dan presipitasi,
genogram, psikososial dan lingkungan, persepsi keluarga tentang
penyakit klien, sistem pendukung di keluarga, usaha-usaha yang
telah dilakukan keluarga, serta kendala keluarga dalam merawat
klien dirumah dan mendiskusikan dengan keluarga hal-hal yang
dapat dilakukan dirumah.
c. Kontrak
Mahasiswa dan keluarga membuat kesepakatan tentang topik yang
akan dibicarakan terkait dengan masalah keperawatan dan
perkembangan kondisi klien dan waktu yang diperlukan untuk
membicarakan masalah klien serta memilih tempat yang nyaman
bagi keluarga dan perawat untuk berbincang-bincang dan
berdiskusi
2. Fase Kerja
Tindakan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan Isolasi
sosial, yaitu Strategi Pelaksanaan (SP) keluarga dimana klien mendapat
dukungan dari keluarga dan diharapkan keluarga dapat merawat klien
dengan Isolasi sosial di rumah :
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
b. Menjelaskan pengertian Isolasi sosial, tanda dan gejala serta proses
terjadinya Isolasi sosial.
c. Menjelaskan cara merawat klien dengan Isolasi sosial
d. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan
Isolasi sosial.
e. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
Isolasi sosial
f. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat (discharge planning).
g. Menjelaskan follow up klien setelah pulang
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Keluarga
b. Evaluasi Subjektif
c. Menanyakan perasaan kepada keluarga setelah berbincang-bincang.
d. Menanyakan kembali kepada keluarga tentang hal-hal yang baru
saja di diskusikan.
e. Evaluasi Objektif
f. Menanyakan kembali kepada keluarga tentang tanda dan gejala
serta penyebab Isolasi sosial, akibat yang akan terjadi apabila tidak
ditangani, dan cara keluarga untuk memberikan dukungan kepada
klien dalam merawat klien.
g. Mengobservasi ekspresi keluarga selama pembicaraan dan respon
perilaku terhadap kunjungan.
h. Memeinta keluarga untuk mengulang kembali (validasi) cara
merawat serta dukungan keluarga dengan klien.
i. Rencana Tindak lanjut
j. Menanyakan kepada keluarga tentang harapan dan keinginan
selanjutnya.
k. Meminta keluarga menjelaskan kembali yang telah didiskusikan
dan tetap berkonsultasi dengan dokter. Stuart, (2007)

H. Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat, (1999) strategi pelaksanaan terdir atas:
SP pasien SP keluarga

Strategi Pelaksanaan (SP) 1 Strategi Pelaksanaan (SP) 1


1. Mengidentifikasi penyebab
isolasi pasien : siapa yang
1. Diskusikan masalah yang
serumah, siapa yang dekat, yang
dirasakan keluarga dalam
tidak dekat, dan apa sebabnya
2. Mendiskusikan dengan pasien merawat pasien
2. Jelaskan pengertian isolasi
tentang keuntungan punya
sosial, tanda dan gejala serta
teman dan bercakap-cakap
3. Mendiskusikan dengan pasien proses terjadinya isolasi

tentang kerugian tidak punya sosial


3. Jelaskan cara merawat pasien
teman dan tidak bercakap-cakap.
4. Latih cara berkenalan dengan dengan isolasi sosial
4. Latih dua cara merawat : cara
pasien, perawat atau tamu
5. Masukan pada jadwal kegiatan berkenalan, berbicara saat

untuk latihan berkenalan melakukan kegiatan harian


5. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian saat
besuk
Strategi Pelaksanaan (SP) 2 Strategi Pelaksanaan (SP) 2

1. Evaluasi kegiatan berkenalan 1. Evaluasi kegiatan keluarga


(berapa orang) dan beri pujian dalam merawat / melatih
2. Latih cara berbicara saat
pasien berkenalan dan
melakukan kegiatan harian
berbicara saat melakukan
3. Masukan pada jadwal kegiatan
kegiatan harian. Beri pujian
untuk latihan berkenalan 2-3
2. Jelaskan kegiatan rumah
orang pasien, perawat maupun
tangga yang dapat melibatkan
tamu, berbicara saat melakukan
pasien berbicara (makan,
kegiatan harian
sholat bersama) di rumah
3. Latih cara membimbing
pasien berbicara dan memberi
pujian
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal saatbesuk

Strategi Pelaksanaan (SP) 3 Strategi Pelaksanaan (SP) 3


1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga
berkenalan (berapa orang) dan dalam merawat atau melatih
bicara saat melakukan dua berkenalan, berbicara pasien
kegiatan harian. Beri pujian saat melakukan kegiatan
2. Latih cara berbicara saat
harian. Beri pujian
melakukan kegiatan harian (2 2. Jelaskan cara melatih pasien
kegiatan baru) melakukan kegiatan termasuk
3. Masukkan pada jadwal kegiatan
minum obat (discharge
untuk latihan berkenalan 4-5
planning)
orang, berbicara saat melakukan 3. Jelaskan follow up pasien
empat kegiataan harian. setelah pulang
Strategi Pelaksanaan (SP) 4 Strategi Pelaksanaan (SP) 4

1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga


berkenalan, bicara saat dalam merawat/melatih
melakukan empat kegiatan pasien berkenalan, berbicara
harian.beri pujian saat melakukan kegiatan
2. Latihancara bicara sosial :
harian/RT,berbelanja. Beri
meminta sesuatu, menjawab
pujian
pertanyaan. 2. Jelaskan follow up ke RSJ
3. Masukan pada jadwal kegiatan
SL, tanda kambuh dan
untuk latihan berkenalan >5
rujukan.
orang. Orang baru, berbicara 3. Anjurkan membantu pasien
saat melakukan kegiatan harian sesuai jadwal kegiatan dan
dan sosialisasi memberikan pujian
Strategi Pelaksanaan (SP) 5 Strategi Pelaksanaan (SP) 5

1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi keegiatan keluarga


berkenalan, bicara saat dalam merawat/melatih
melakukan kegiatan harian dan pasien berkenalan,
sosialisasi. Beri pujian berberbicara saat melakukan
2. Latih kegiatan harian
kegiatan harian. RT,
3. Nilai kemampuan yang telah
berbelanja dan kegiatan dan
mandiri
4. Nilai apakah isolasi sosial follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga
teratasi.
merawat pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontral ke rs RSJ
SL

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.


Dalami, Ernawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: Trans Info Media
Dermawan D dan Rusdi, 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Herman, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Keliat, B.A, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B. A, 2011. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta: EGC
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Riyadi S dan Purwanto T. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA
Stuart, Gail W.2007. Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Townsend, M.C. 2009. Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in
Evidence-Based Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company

You might also like