Professional Documents
Culture Documents
INDRA
Penyusun:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
1
DAFTAR ISI
Judul ..................................................................................................1
Tim Penyusun ....................................................................................1
Daftar Isi ............................................................................................2
Daftar topik KKD Indra .....................................................................3
Deskripsi singkat ................................................................................4
Materi KKD Mata ..............................................................................5
A. Anatomi mata ............................................................................5
B. Lintasan visual ...........................................................................9
C. Reflek pupil ..............................................................................10
D. Gerakan mata ............................................................................10
E. Cara pemeriksaan mata .............................................................11
1. Pemeriksaan visus .........................................................11
2. Pemeriksaan otot ekstra okuler .....................................13
3. Pemeriksaan lapang pandang.........................................14
4. Pemeriksaan segmen anterior.........................................15
Checklist pemeriksaan visus ..............................................................18
Checklist pemeriksaan segmen anterior .............................................20
Checklist pemeriksaan lapang pandang..............................................21
Materi KKD THT...............................................................................23
1. Pemakaian lampu kepala ..........................................................23
2. Posisi duduk ................................................................................
3. Pemeriksaan telinga ....................................................................
4. Pemeriksaan hidung ....................................................................
5. Pemeriksaan fungsi pendengaran ...............................................
a. Tes bisik ..........................................................................
b. Tes garpu tala .................................................................
i. Tes Weber .........................................................
ii. Tes Rine .........................................................
iii. Tes Schwabach ..................................................
Checklist pemeriksaan rinoskopi anterior ..........................................
Checklist pemeriksaan telinga ...........................................................
Checklist pemeriksaan tenggorok ...........................................................
Checklist pemeriksaan garpu tala ...........................................................
2
DAFTAR TOPIK KETRAMPILAN KLINIS
No Tema Waktu
1. Keterampilan Klinis Dasar Mata I Minggu I
Pemeriksaan visus dasar dan koreksi sederhana
Pemeriksaan segmen anterior bola mata (reflek pupil)
Tonometry
2. Keterampilan Klinis Dasar diagnostik THT (I) Minggu II
Pemeriksaan Telinga
Rhinoskopi Anterior
Pemeriksaan Tenggorok
Manuver Valsalva + Toyn Be (4A)
Tes pendengaran
Tes garpu tala (Weber, Rinne, Schwabach) (4A)
Tes pendengaran, tes bisik (4A)
3. Keterampilan Klinis Dasar Mata II Minggu III
Pemeriksaan segmen posterior (funduskopi)
Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan buta warna
4. Keterampilan Klinis Dasar diagnostik THT (II) + Minggu IV
Terapetik
Tes pendengaran
Pemeriksaan pendengaran pada anak-anak (4A)
Intepretasi hasil Audiometri tone (3)
Pembersihan liang telinga luar dengan usapan (4A)
Pengambilan serumen menggunakan kait atau kuret (4A)
Pengambilan benda asing di telinga (4A)
3
DESKRIPSI SINGKAT
4
MATERI KKD MATA
A. ANATOMI MATA
Selain kornea, bagian dari bola mata yang tampak dari depan dilapisi
konjungtiva. Pada tepi kornea (limbus), konjungtiva menyatu dengan epitel kornea.
Sebagian dari konjungtiva beserta pembuluh darahnya melapisi sclera dengan longgar
dan disebut konjungtiva bulbi. Ke atas dan ke bawah konjungtiva bulbi membentuk
cekungan yang kemudian melipat ke depan menyatu dengan jaringan pada kelopak
mata (konjungtiva palpebra). Kelopak mata diberi bentuk oleh suatu pita jaringan
pengikat yang tipis dan disebut tarsus. Di dalam tiap tarsus terdapat barisan kelenjar
Meibom yang bermuara di dekat tepi posterior kelopak mata. Kelenjar ini
mensekresikan material sebaceous yang membatasi kelopak mata. Otot levator
palpebra yang bertugas mengangkat kelopak mata atas inervasi oleh dua macam
syaraf, yaitu n. oculomotorius dan system saraf simpatis.
5
Kornea dan konjungtiva dibasahi oleh sekresi kelenjar air mata dan dari
konjungtiva sendiri. Kelenjar air mata terletak di dalam tulang orbita, di sebelah atas
dan lateral bola mata. Air mata akan disebarkan ke seluruh permukaan bola mata dan
keluar melalui dua buah lubang kecil disebut puncta lakrimalis, kemudian masuk ke
suatu kantong (sacus lakrimalis), dan mengalir ke hidung melalui kanalis
sakrolakrimalis.
6
Pada polus posterior mata, permukaan retina mengalami suatu cekungan kecil,
yaitu fovea sentralis yang merupakan titik pusat penglihatan. Retina di sekitar titik
disebut macula. Nervus opticus bersama dengan pembuluh darah retina masuk bola
mata di sebelah medial titik tersebut.
Suatu cairan jernih yang disebut humour akuos mengisi kamera oculi anterior
dan kamera oculi posterior. Humor akuos diproduksi korpus siliaris, mengalir dari
7
kamera oculi posterior ke kamera oculi anterior melalui pupil dan kemudian keluar
melalui kanalis Schlemm. Tekanan bola mata sebagian besar dipengaruhi oleh aliran
humor akuos ini.
B. LINTASAN VISUAL
Agar terjadi bayangan yang jelas, sinar yang dipantulkan oleh suatu objek
harus melewati kornea, humos akuos, lensa dan vitreus, lalu difokuskan pada retina.
Bayangan yang terbentuk adalah terbalik.
Sebagai respon atas ransangan ini, impuls saraf akan berjalan lewat retina,
nervus optikus ke midbrain dan kemudian ke korteks visualis di lobus oksipitalis. Pada
chiasma serabut nasal atau medial akan saling bersilangan.
8
C. REFLEK PUPIL
Ukuran diameter pupil akan berubah sebagai reaksi atas sinar dan jarak fokus
pandangan.
1. Reflek Cahaya :
Seberkas sinar yang datang pada retina akan menyebabkan konstriksi pupil
baik pada mata yang disinari (refleks langsung), maupun mata sebelahnya
(refleks tidak langsung).
2. Reflek Dekat :
Apabila seseorang mengubah fokus penglihatan kepada objek yang letaknya
jauh ke objek yang dekat, maka mata akan mengadakan 3 macam reaksi: (1)
pupil akan konstriksio (refleks dekat), (2) mata akan konvergesi, dan (3) lensa
mata akan akan menjadi lebih cembung (akomodasi).
D. GERAKAN MATA
Gerakan tiap bola mata diatur oleh koordinasi dari enam macam otot, yaitu
empat buah otot rektus dan dua otot oblikus. Fungsi tiap otot beserta saraf yang
mensyarafinya dapat dites dengan meminta pasien menggerakkan mata ke arah aksi
pokok otot tersebut.
9
E. CARA PEMERIKSAAN MATA
Secara sistematis urutan pemeriksaan adalah sebagai berikut :
(1) Tajam penglihatan (visus), (2) Pemeriksaan otot ekstraokuler, (3) Pemeriksaan
lapang pandang, (4) Pemeriksaan segmen anterior, (5) Pemeriksaan segmen posterior.
Penderita diminta duduk pada jarak 5-6 meter menghadap kartu Snellen. Apabila
berkacamata, mintalah untuk melepas kaca matanya.
Biasakan memeriksa mata kanan terlebih dahulu baru mata kiri.
Mintalah penderita menutup mata kirinya dengan telapak tangan, tanpa tekanan.
Penderita diminta melihat ke depan dengan santai, tanpa melirik atau
mengkerutkan kelopak mata.
Mintalah penderita mengidentifikasi angka atau huruf atau simbol yang tertera
pada optotip Snellen, mulai dari atas sampai ke bawah.
Bilamana penderita hanya mampu mengenali sampai pada baris 20m sementara
jarak penderita adalah 5m, maka visusnya 5/20 (jangan disingkat menjadi ).
Kalau dari baris itu ada yang salah tambahlah huruf F (false =salah).
Bila tulisan terbesar tidak dapat terbaca, mintalah penderita menghitung jari yang
anda acungkan mulai dari 1m, kemudian semakin mundur hingga jarak terjauh
yang bisa dilihat penderita.Bila penderita menghitung benar jumlah jari pada jarak
1 m, visusnya 1/60 bila pada 2 m visusnya 2/60 dst sampai maksimal 5/60.
11
Bila penderita tidak dapat melihat jari anda dari jarak 1m, lakukan pemeriksaan
goyangan tangan. Goyangkan tangan di depan penderita dan mintalah penderita
mengatakan arah goyangannya ke atas/vertical/ horizontal.Bila dapat mengenal,
visusnya 1/300.
Bila penderita tidak dapat melihat goyangan tangan anda, lakukan pemeriksaan
dengan lampu senter. Nyalakan lampu senter di depan penderita dan mintalah
penderita menyebutkan apakah senter menyala dan dari arah mana. Bila penderita
bisa menyebutkan dengan benar maka visusnya 1/tak terhingga. Bila arah cahaya
bisa dikenal dengan benar maka visusnya ditambahkan proyeksi sinar baik.
Menghitung jari, goyangan tangan dan berkas cahaya, masing-masing dapat
dilihat mata normal pada jarak 60m, 300m dan tidak terhingga jauhnya, maka
tajam penglihan dituliskan 1/60, 1/300, dan 1/
Bila cahaya tidak dikenal, maka tajam penglihatannya adalah 0 atau tidak ada
persepsi cahaya.
Lakukan hal yang sama pada mata kiri.
CARA PEMERIKSAAN :
Periksalah adanya kelemahan atau kelumpuhan otot ekstraokuler.
Nyalakan senter dari jarak 60 cm tepat di depan penderita dan amatilah
pantulan sinar senter pada kornea. Apabila pasangan bola mata sejajar akan
tampak pantulan pada tengah pupil atau sedikit di sebelah medialnya.
Periksa gerakan bola mata dengan meminta penderita untuk mengikuti
gerakan ujung jari atau pensil yang anda gerakkan ke 6 arah. Arahkan
pandangan pasien anda ke:
1. Kanan lurus
2. Kanan atas
3. Kanan bawah
4. Kiri lurus
12
5. Kiri atas
6. Kiri bawah
Berhentilah sebentar pada posisi tangan anda berada di sebelah atas dan lateral
untuk melihat ada tidaknya nistagmus.
Perhatikan :
1. Apakah kedua mata selalu dalam keadaan sejajar atau ada
deviasi?
2. Apakah ada nistagmus?
3. Hubungan antara kelopak mata dengan bola mata waktu penderita
menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah. Dalam keadaan normal,
kelopak mata sedikit menutupi iris selama gerakan ini.
13
Selama pemeriksaan, jagalah agar objek selalu berjarak sama dari mata anda dan
mata penderita, agar anda dapat membandingkan lapang pandang anda dengan
lapang pandang pasien anda.
CARA PEMERIKSAAN :
Penderita duduk di depan penderita pada jarak jangkauan tangan. Ruangan dibuat
agak gelap. Lakukan pemeriksaan secara sistematis dari luar ke dalam. Gunakan
lampu senter yang cukup terang dengan sinar yang terfokus baik.
Biasakan memeriksa mata kanan dahulu baru mata kiri.
Mulailah dengan memeriksa kelopak mata, bagaimana keadaan kulitnya, apakah
terdapat tanda peradangan seperti hyperemia atau pembengkakan, tonjolan, dll
Periksa lebar rima palpebrae, apakah sama kanan kiri. Dilihat daerah pupil,
tertutup kelopak mata atau tidak dalam keadaan ptosis. Secara normal kelopak
mata harus sama tinggi, selain itu bila kelopak mata diangkat maka harus simetris
pula.
Amati silia dan margo palpebra. Apakah ada silia yang tumbuh ke dalam (
entropion). Lihatlah dengan Lup (kaca pembesar) pada daerh akar bulu mata,
14
adakah keropeng, skuama atau kutu yang menempel. Perhatikan kontinuitas
margo palpebra, warnanya, muara kelenjar meibom.
Tekanan bola mata dapat diperiksa dengan kasar, yaitu dengan palpasi sclera
bagian atas dari arah palpebra, bandingkan dengan mata normal. Pemeriksaan bola
mata dapat dilakukan secara teliti dengan menggunakan tonometer Schiotz atau
aplanasi Goldman
Periksa konjungtiva bulbi apakah normal warnanya, corakan pembuluh darahnya,
adakah penonjolan atau pembengkakan. Kalau perlu tariklah kelopak mata ke atas
atau ke bawah agar daerah yang diperiksa dapat diamati. Amati warna sclera,
adakah penipisan atau kelainan lainnya.
Periksa konjungtiva palpebra inferior dengan meminta penderita melirik ke atas.
Tangan kiri menarik palpebra inferior ke bawah sedangkan tangan kanan
memegang senter. Amati warna permukaan dan adanya tonjolan atau kelainan
lainnya.
Konjungtiva palpebra superior diperiksa dengan meminta penderita melirik ke
bawah dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri balikkan kelopak mata sehingga
konjungtiva palpebra superior berada di luar. Kembalikan ke posisi semula setelah
pemeriksaan.
Periksa kornea, perhatikan kejernihan, bentuknya, ukuran, kecembungan dan
adanya kelainan lain seperti pembuluh darah pterigium, dll.
Periksalah bilik mata depan dengan sinar yang diarahkan dari depan maupun
samping untuk mendapatkan kesan ukurannya (kedalaman), kejernihannya, dll.
Periksalah reflek pupil secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect).
Pada refleks langsung jatuhkan sinar pada mata kanan dan amati pupil mata
kanan. Sedangkan untuk refleks tidak langsung mata kanan, jatuhkan sinar pada
mata kiri penderita dan amati refleks pupil mata kanan.
15
(reflek pupil direk)
16
Checklist Keterampilan Pemeriksaan Visus
Total
Keterangan :
1 = Tidak melakukan
17
2 = Melakukan dengan tidak sempurna
3 = Melakukan dengan sempurna
Observer,
SCORE = ______ x 100 % = %
20
()
18
Checklist Pemeriksaan Segmen Anterior
No Aspek yang dinilai Skor
0 1 2
1 Melakukan Persiapan :
Memberikan penjelasan kepada pasien tentang pemeriksaan yang
akan dilakukan
2 Meminta pasien duduk tepat didepan pemeriksa pada jarak
jangkauan tangan
3 Melakukan Pemeriksaan :
Melakukan pemeriksaan pada mata kanan dulu, pasien melihat ke
depan
(Nilai : Apakah ada tanda inflamasi seperti eritema atau edema?
Apakah ada lesi?
4 Memeriksa palpebra superior kanan dan kiri (simetris atau tidak?
Jika tidak apakah karena ptosis atau retraksi)
5 Memeriksa palpebra inferior kanan dan kiri(apakah palpebra
inferior terdapat entropion, ektropion)
6 Memeriksa bulu mata atas dan bawah (ada trikiasis atau tidak)
7 Membalik palpebra untuk memeriksa bagian conjungtiva palpebra
8 Melakukan pemeriksaan pada Konjungtiva
1. Apakah ada injeksi conjungtiva atau injeksi silier
2. Apakah ada area iskemia (trauma kimia), putih dikelilingi
oleh daerah kongesti
3. Apakah terdapat folikel atau papil
4. Apakah terdapat kemosis
9 Melakukan pemeriksaan pada Kornea
1. Apakah kornea jernih atau ada kekeruhan
2. Jika ada kekeruhan periksa dg menggunakan flurescein
2%(Jika terdapat defek epitel maka akan tampak berwarna
kehijauan pada pemeriksaan menggunakan sinar berwarna
biru.)
3. Apakah ada pebuluha darah abnormal (neovaskularisasi)
10 Melakukan pemeriksaan pada Kamera okuli anterior
1. Menggunakan slit lamp / loup dan senter
2. Apakah kedalamannya cukup atau dangkal
3. Apakah jernih atau terdapat cell / flare
4. Apakah terdapat darah atau pus
19
3. Apakah ada lesi, lisch nodule, rubiosis
4. Apakah ada iridoreksis / iatrogenic iridotomi
12 Melakukan pemeriksaan pada Pupil
1. Menggunakan senter
2. Melakukan pemeriksaan reflek pupil direk
3. Melakukan pemeriksaan reflek pupil indirek
13 Melakukan pemeriksaan pada Lensa
1. Menggunakan slit lamp / loup dan senter
2. Apakah ada kekeruhan pada lensa
3. Meminta pasien melirik ke kanan & kiri untuk melihat
letak kekeruhan lensa
4. Apakah ada dislokasi / subluksasi lensa
14 Melaporkan hasil pemeriksaan kepada pasien dan mencatat
dalam rekam medis
Total
Keterangan :
1 = Tidak melakukan
()
20
Checklist Pemeriksaan Lapang Pandang
No Aspek yang dinilai Skor
0 1 2
1 Melakukan Persiapan :
Memberikan penjelasan kepada pasien tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2 Set ruangan dalam keadaan terang
3 Mahasiswa duduk berhadapan dengan pasien pada jarak 1
meter
4 Pasien harus dapat melihat jari pemeriksa
5 Melakukan Pemeriksaan :
Melakukan pemeriksaan pada mata kanan dulu
6 Saat memeriksa mata kanan, mahasiswa meminta pasien
menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, mahasiswa
menutup mata kanannya dan meminta pasien untuk
melihat mata kiri pemeriksa
7 Dengan perlahan, gerakkan pensil atau objek kecil lainnya
dari perifer ke arah tengah dari ke delapan arah dan
mintalah penderita memberi tanda tepat ketika ia mulai
melihat objek tersebut.
8 Selama pemeriksaan, jagalah agar objek selalu berjarak
sama dari mata anda dan mata penderita, agar anda dapat
membandingkan lapang pandang anda dengan lapang
pandang pasien anda.
Keterangan :
1 = Tidak melakukan
2 = Melakukan dengan tidak sempurna
3 = Melakukan dengan sempurna Observer,
()
21
MATERI KETERAMPILAN
KLINIS THT
Sebelum melakukan pemeriksaan THT ada beberapa yang harus dikenali dan
dipersiapkan antara lain :
22
1. Pemakaian lampu kepala
23
2. Posisi duduk antara pemeriksa dengan pasien
3. PEMERIKSAAN TELINGA
Lakukan inspeksi telinga luar, perhatikan apakah ada kelainan bentuk telinga,
tanda-tanda peradangan, tumor dan secret yang keluar dari liang telinga. Pengamatan
24
dilakukan pada telinga bagian depan dan belakang. Setelah mengamati bagian-bagian
telinga, lakukan palpasi pada telinga, apakah ada nyeri tekan pada anak telinga /
tragus, nyeri tarik aurikula/daun telinga atau tanda-tanda pembesaran kelenjar pre dan
post aurikuler.
Pemeriksaan auskultasi pada telinga dengan menggunakan stetoskop dapat
dilakukan pada kasus-kasus tertentu misalnya pada penderita dengan keluhan tinitus.
25
Pada kasus-kasus dimana kartilago daun telinga agak kaku atau kemiringan
liang telinga terlalu ekstrim dapat digunakan bantuan speculum telinga yang
disesuaikan dengan besarnya diameter liang telinga. Spekulum telinga dipegang
dengan menggunakan tangan yang bebas.
Amati liang telinga dengan seksama apakah ada stenosis atau atresia meatal, obstruksi
yang disebabkan oleh secret, jaringan ikat, benda asing, serumen obsturan, polip,
jaringan granulasi, edema atau furunkel. Semua sumbatan ini sebaiknya disingkirkan/
dibersihkan jika mungkin agar membran timpani dapat terlihat jelas. Amati pula
dinding liang telinga ada atau tidak laserasi.
Liang telinga dibersihkan dari secret dari sekret dengan menggunakan
aplikator kapas, bilas telinga atau dengan mesin penghisap/suction pump.
26
Pengamatan terhadap membrane timpani dilakukan dengan memperhatikan
permukaan membrane timpani, posisi membrane, warna, ada tidaknya perforasi,
refleks cahaya, struktur telinga tengah yang terlihat pada permukaan membrane seperti
manubrium mallei, prosesus brevis, plika maleolaris anterior dan posterior, bila
tersedia dapat menggunakan otoskop.
27
Untuk mengetahui mobilitas membrane timpani digunakan oto-pneumoskop.
Oto-pneumoskopi
28
Rhinoskopi anterior
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan speculum hidung yang
disesuaikan dengan besarnya lubang hidung. Spekulum hidung dipegang dengan
tangan yang dominan. Spekulum digenggam sedemikian rupa sehingga tangkai bawah
dapat digerakkan bebas dengan menggunakan jari tengah, jari manis dan
jarikelingking. Jari telunjuk digunakan sebagai fiksasi disekitar hidung. Ujung
spekulum dimasukkan dengan hati-hati dan dalam keadaan tertutup ke dalam rongga
hidung. Di dalam rongga hidung ujung spekulum dibuka. Jangan memasukkan ujung
spekulum terlalu dalam atau membuka ujung speculum terlalu lebar. Pada saat
mengeluarkan speculum dari rongga hidung , ujung spekulum dirapatkan tetapi tidak
terlalu rapat untuk menghindari terjepitnya bulu-bulu hidung.
Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga
hidung, konka-konka, meatus dan septum nasi. Perhatikan warna dan permukaan
mukosa rongga hidung, ada tidaknya massa , benda asing dan secret. Struktur yang
terlihat pertama kali adalah konka inferior. Bila ingin melihat konka medius dan
superior pasien diminta untuk tengadahkan kepala. Pada pemeriksaan RA dapat pula
dinilai Fenomena Palatum Molle yaitu pergerakan palatum molle pada saat pasien
29
diminta untuk mengucapkan huruf i . Pada waktu melakukan penilaian fenomena
palatum molle usahakan agar arah pandang mata sejajar dengan dasar rongga hidung
bagian belakang. Pandangan mata tertuju pada daerah nasofaring sambil mengamati
turun naiknya palatum molle pada saat pasien mengucapkan huruf i panjang
berulang. Dalam keadaan normal akan tampak gerakan palatum Molle ke atas ke
bawah. Keadaan ini disebur Fenomena palatum positif. Gerakan Palatum Molle akan
negatif bila terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan
palatum molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini.
Ada beberapa tes yang dapat digunakan dalam menilai fungsi pendengaran.
Salah satu tes yang biasa digunakan di Klinik adalah Tes Bisik dan Tes Garpu Tala.
Tes ini selain mudah dilakukan, tidak rumit, cepat, alat yang dibutuhkan sederhana
juga memberikan informasi yang cukup mengenai jenis dan derajat kurang
pendengaran.
30
Tes ini amat penting bagi dokter umum terutama yang bertugas di puskesmas,
karena peralatan untuk keperluan tes pendengaran masih sangat terbatas. Persyaratan
yang perlu diingat dalam melakukan tes ini ialah :
a. Ruangan untuk Tes.
Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus ada jarak sebesar 6 meter.
Ruangan harus bebas dari kebisingan. Untuk menghindari gema diruangan dapat
ditaruh kayu di dalamnya.
b. Pemeriksa.
Sebagai sumber bunyi harus diucapkan kata-kata dengan menggunakan ucapan
kata-kata sesudah expirasi normal. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 2 suku kata
(bisyllabic) yang terdiri dari kata-kata sehari-hari yang mudah dikenal seperti nama
benda dan nama kota. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang sama. Untuk
memeriksa nada rendah dipakai kata yang mengandung vocal, sedangkan untuk nada
tinggi digunakan konsonan suara berdesis. Di pusat pendidikan sudah tersedia daftar
kata untuk pemeriksaan fungsi pendengaran.
c. Penderita.
Telinga yang akan di tes dihadapkan kepada pemeriksa dan telinga yang tidak
sedang dites harus ditutup rapat dengan kapas yabg dipadatkan atau oleh jari tangan si
penderita sendiri. Penderita tidak boleh melihat gerakan mulut pemeriksa.
Cara pemeriksaan.
31
demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10
kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10
kata diucapkan di sebut jarak pendengaran.
d. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.
Evaluasi tes.
a. 6 meter - normal
b. 5 meter - dalam batas normal
c. 4 meter - tuli ringan
d. 3 2 meter - tuli sedang
e. 1 meter atau kurang - tuli berat
Dengan tes suara bisik ini dapat dipergunakan untuk memeriksa secara kasar
derajat kurang pendengaran (kuantitas). Bila sudah berpengalaman tes suara bisik
dapat pula secara kasar memeriksa tipe ketulian misalnya :
a. Tuli konduktif sukar mendengar huruf lunak seperti n, m, w (meja
dikatakan becak, gajah dikatakan kaca dan lain-lain).
b.Tuli sensori neural sukar mendengar huruf tajam yang umumnya
berfrekwensi tinggi seperti s, sy, c dan lain-lain (cicak dikatakan tidak,
kaca dikatakan gajah dan lain-lain).
32
tangan kita atau dengan cara menekan kedua ujung garpu tala ke arah dalam
kemudian dilepaskan.
33
(TES WEBER)
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara
pada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran
tulang. Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran
tulang. Dilain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada
hantaran udara.
Cara pemeriksaan.
34
Ujung garpu tala 256 Hz atau 512 Hz digetarkan pada telapak tangan
kemudian pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum telinga yang akan
diperiksa. Kepada penderita ditanyakan apakah mendengar suara garpu tala,
dan diinstruksikan agar mengangkat tangan bila suara sudah tidak terdengar.
Segera setelah penderita mengangkat tangan garpu tala dipindahkan hingga
ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus akustikus eksternus dari
telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengar dikatakan Rinne (+).
Bila tidak mendengar dikatakan Rinne (-)
(TES RINNE)
35
5.b.iii Tes Schwabach.
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal.
Cara pemeriksaan.
Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah digetarkan pada telapak tangan,
kemudian pangkalnya diletakkan pada planum mastoiedum penderita.
Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar dengan garpu tala,
sesudah itu diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidak
mendengar dengungan. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala segera
dipindahkan ke planum mastoideum pemeriksa.
36
Interpretasi hasil tes schwabach
1. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan
keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural.
2. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan
keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif.
3. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak
mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telinga
penderita normal juga.
37
Audiometri
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi yang
relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya disebut nada
"murni". Dengan audiometri kita dapat membandingkan ambang pendengaran antara
hantaran udara dengan menggunakan headphone (air conduction /ac) dan hantaran
tulang dengan menempelkan alat vibrator pada tulang mastoid (bone conduction /bc).
Hasil pemeriksaaan ini berupa audiogram.
Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari oktaf skala C: 125, 250, 500, 1000,
2000, 4000 dan 8000 Hz. Tersedia pula nada-nada dengan interval setengah oktaf (750,
1500, 3000 dan 6000 Hz). Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator
dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu peredam yang
memungkinkan berbagai intensitas bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan
suatu transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara)
untuk mengubah energi listrik menjadi energi akustik.
38
Terdapat beberapa istilah yang sering ditemukan seperti berikut:
Nada murni (pure tone)
Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam
jumlah getaran per detik.
Bising
Merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari (narrow band),
spektrum terbatas dan (white noise) spektrum luas.
Frekuensi
Ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya
harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik
dinyatakan dalam Hertz. Bunyi (suara) yang dapat didengar oleh telinga manusia
mempunyai frekuensi antara 20-18.000 Hertz. Bunyi yang mempunyai frekuensi
di bawah 20 Hertz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas
18.000 Hertz disebut suprasonik (ultra sonik).
Intesitas bunyi
Dinyatakan dalam dB (decibell). Dikenal : dB HL (hearing level), dB
SL (sensation level), dB SPL (sound pressure level). dB HL dan dB SL
dasarnya adalah subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada
audiometer, sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas
bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam).
Contoh : pada 0 dB HL atau 0 dB SL ada bunyi, sedangkan pada 0 dB SPL
tidak ada bunyi, sehingga untuk nilai dB yang sama intensitas dalam HL/SL
lebih besar daripada SPL.
Intensitas audiometer berkisar antara -I0dB hingga 110 dB. Jika seorang
pasien memerlukan intensitas sebesar 45 dB di atas intensitas normal untuk
menangkap bunyi tertentu, maka tingkat ambang pendengarannya adalah 45
dB, jika kepekaan pasien lebih dekat ke normal dan hanya memerlukan
39
peningkatan sebesar 20 dB di atas normal, maka ambang tingkat
pendengarannya adalah 20 dB. Jika pendengaran pasien 10 dB lebih peka dari
pendengaran rata-rata, maka tingkat ambang pendengarannya ditulis dalam
dalam negatif atau I0dB.
40
Ambang Dengar
lalah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih
dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut
konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang
dengan ini dihubunghubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka
akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat
ketulian. penilaian:
41
Subjek ditempatkan di dalam ruangan kedap suara dengan menggunakan
earphone dengan bantalan sirkumaural dan menekan sebuah
t o m b o l y a n g niengaktllkan nyala lampu pada audiometer setiap kali
mendengar suara. Seperti yang telah dijelaskan jelaskan diatas, tujuan tes ini
adalah untuk menentukan tingkat nada terendah dengan tinggi nada berbeda beda
yang dapat didengar subjek.
42
bahkan ketika kita memeriksa ambang hantaran udara, tergantung dari derajat dan
asal dari gangguan pendengaran yang terdapat pada masing masing telinga. Subjek
yang menjalani audiometri harus diberikan penjelasan bahwa mereka diharuskan
untuk memberikan respons terhadap nada tes, dan bukan pada suara masking.
Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai frekuensi untuk
menghasilkan bunyi, suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi
(umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu transduser (earphone atau penggetar
tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik menjadi
energi akustik.
Ambang pendengaran biasanya direkam, kedalam suatu grafik yang disebut audiogram, walaupun
kadang-kadang ada yang menggunakan tabel. Serangkaian hasil audiotes yang direkam
kedalam, sebuah progress audiogram dapat pula digunakan.
Simbol-simbol internasional untuk audiometer telah digunakan sejak 1964. Tetapi simbol ini
tidak berlaku di Amerika yang menggunakan simbol masking yang berlainan untuk air dan
bone conduction. Simbol hantaran udara non masking yang umum digunakan adalah X untuk
kiri dan 0 untuk kanan. Sedangkan simbol masking adalah X+ untuk kiri dan 0 untuk kanan. Data
dari telinga kiri ditulis dengan warna biru dan untuk kanan dengan warna merah, tetapi tidak
mutlak. Apabila tidak diperoleh respons, pada batas output pada audiometer, maka tuliskan
simbol yang sesuai dengan tambahan tanda panah kebawah. Derajat ketulian dihitung
dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu :
Ambang dengar (AD) =
43
pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian
dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang
dengar diatas, kemudian dibagi 4.
Ambang dengan (AD) =
dapat dihitung ambang dengan hantaran udara (AC) atau hantaran tulang (13).
Pada interprestasi audiogram hares ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa jenis
ketuliannya, misalnya : telinga kiri tuli camper sedang.
Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran
udaranya (AC) saja.
44
Berikut adalah contoh hasil audiogram
1. Normal
Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit tidak ada gap
Audiogram Normal
45
3. Gangguan dengar sensorineural
Ambang BC meningkat ,Ambang AC meningkat , Jarak BC-AC < atau = 10
46
4. Presbikusis
47
ambang hantaran udara, antar telinga sebesar 45 dB atau lebih, hares
dipertanyakan validitas dari hasil-hasil pemeriksaan telinga yang lebih buruk.
p
eredaman antar telinga untuk sinyal yang diberikan m elalui hantaran tulang
dapat diabaikan. Menempatkan vibrator tulang pada mastoid atau pada dahi
akan menimbulkan getaran seluruh tulang tengkorak. Keadaan ini
menghasilkan stimulasi yang sama pada kedua koklear. Tidak adanya
peredaman antar telinga yang cukup bermakna pada sinyal hantaran
tulang seringkali menimbulkan masalah dalam mengenali hubungan
hantaran tulang dan udara yang benar pada telinga yang diuji. Misalnya, bila
terdapat perbedaan ambang hantaran udara antar telinga, maka secara teoretik
ambang hantaran tulang setidaknya sama baiknya dengan ambang hantaran
udara dari telinga yang lebih baik. Apakah beda udara -tulang pada
telinga yang diperiksa merupakan beda sejati atau apakah perbedaan itu
disebabkan pendengaran silang oleh telinga yang tidak diuji?
Untuk mensahihkan hasil-hasil pengukuran, maka telinga yang tidak diuji perlu
disingkirkan dengan menggunakan penyamar yang efektif sehingga
jawaban yang didapat dari pasien dapat dihubungkan dengan telinga yang
diuji. Data peredaman antar telinga dapat digunakan untuk membuat
"aturan" kapan harus melakukan penyamaran (masking). p ada pengujian
hantaran udara bilamana tingkat sinyal pengujian melampaui ambang
hantaran tulang telinga yang tidak diuji sebesar 45 dB atau lebih, maka harus
dilakukan penyamaran. Pada, pengujian hantaran tulang, telinga yang tidak diuji
harus disamarkan bilamana terdapat beda udara-tulang pada telinga yang diuji.
Hal hal yang mempengaruhi pengukuran nada murni hantaran udara dan hantaran
tulang. Ada 3 hal yang mempengaruhi yaitu pemeriksa, yang diperiksa (pasien) dan
faktor alat.
48
Pengaruh dari pemeriksa
1. Saat pemasangan earphone. Pemeriksa harus yakin bahwa diafragma earphone
dipasang berlawanan dengan CAE. Ukuran earphone harus disesuaikan dengan
telinga subjek untuk mencegah terjadinya kebocoran frekuensi rendah disekitar
earphone.
2. Pemasangan penggetar tulang harus dipasang pada prosessus mastoideus tidak
lebih dari selebar ibujari untuk mencegah radiasi suara
3. Petunjuk visual, missalnya melihat kebawah atau membuat gerakan tubuh
tertentu setiap nada diperdengarkan tidak diperkenankan
4. Hubungan dengan pasien yang bersahabat dapat meningkatkan motivasi dari
pasien
5. Instruksi yang diberikan harus jelas dan bias dimengerti oleh pasien
Bila terjadi false negative, pasien harus diberikan instruksi ulang dan
diperingatkan akan tanda tersebut. Pasien seringkali perlu diperingatkan untuk
meningkatkan perhatian terhadap tugas tersebut.
2. Kolaps dari CAE Pada pasien orang tua ketika earphone diletakkan dikepala
49
tekana dari earphone tersebut menyebabkan kolaps CAE karena menurunnya
elastisitas kulit pada bagian kartilago dari CAE. Hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan insert phone, canal retaining earphone, ataupun menarik daun
telinga ke atas dan mengembalikan posisinya ke penempatan earphone.
Faktor alat
Kalibrasi dari alat diperlukan bila didapatkan berklurangnya akurasi ambang nada
murni. Menurut the proffssional service board of the American speech- language
Hearing Assosiation, Kaliberasi elektroakustik dari tingkat tekanan suara untuk nada,
masking noise, dan tutur pada earphone dan lapang suara dan tingkat kekuatan
penggetar tulang harus dilakukan setiap 3 bulan.
50
Checklist Keterampilan Rhinoskopi Anterior
Keterangan :
1 = Tidak melakukan
2 = Melakukan dengan tidak sempurna
3 = Melakukan dengan sempurna
()
52
Checklist Keterampilan Pemeriksaan Telinga
53
Keterangan :
1 = Tidak melakukan
2 = Melakukan dengan tidak sempurna
3 = Melakukan dengan sempurna
()
54
Checklist Keterampilan Pemeriksaan Tenggorok
Keterangan :
1 = Tidak melakukan
2 = Melakukan dengan tidak sempurna
3 = Melakukan dengan sempurna
(....)
55
Checklist Keterampilan Tes Pendengaran dengan Garpu Tala
Keterangan :
1 = Tidak melakukan
2 = Melakukan dengan tidak sempurna
3 = Melakukan dengan sempurna
Observer,
SCORE = ______ x 100 % = %
20
(..)
56
57