You are on page 1of 13

REFERAT

Transfusi Darah

Disusun oleh : Michaela Vania Tanujaya (11.2015.211)

Pembimbing : dr. Ujang Supriadi, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA, DEPOK
PERIODE 13 AGUSTUS 2016 3 SEPTEMBER 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


JAKARTA 2016

1
PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan pemberian darah atau komponen darah dari satu individu (donor) ke individu
lainnya (resipien). Transfusi dilakukan dengan tujuan memperbaiki keadaan umum pasien tetapi tindakan
ini tidak lepas dari kemungkinan bahaya dan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, transfusi darah harus
dilakukan dengan indikasi yang jelas sehingga manfaat yang ada jauh lebih besar dibandingkan risiko yang
mungkin terjadi. Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai transfusi darah, perlu diketahui dasar-dasar
transfusi secara umum.

ANTIGEN ERITROSIT DAN ANTIBODI GOLONGAN DARAH

Sejak ditemukan sistem ABO oleh Landsteiner pada tahun 1900, sampai saat ini terdapat 25 sistem
golongan darah dan lebih dari 250 antigen golongan darah yang telah teridentifikasi menurut
International Society of Blood Transfusion. Sistem golongan darah terdiri atas satu atau lebih antigen yang
ditentukan baik oleh gen tunggal atau dari dua atau lebih gen homolog yang berkaitan erat. Simbol untuk
kedua puluh lima sistem golongan darah tersebut adalah ABO, MNS, P, RH, LU (Lutheran), KEL (Kell), LE
(Lewis), FY (Duffy), JK (Kidd), DI (Diego), YT (Catwright), XG, SC (Scianna), DO (Duombroek), CO (Colton),
LW, CH/RG, H, XK, GE, CROM, KN, IN, OK, dan RAPH.

Makna klinis golongan darah dalam transfusi darah adalah bahwa individu yang tidak mempunyai antigen
golongan darah tertentu akan menghasilkan antibodi yang bereaksi dengan antigen tersebut yang
kemungkinan akan menyebabkan reaksi transfusi. Di bawah ini akan dibahas mengenai golongan darah
yang penting secara klinis, yaitu ABO dan rhesus (Rh).

SISTEM ABO

Sistem ini terdiri atas tiga gen alel: A, B, dan O. Gen A dan B mengendalikan sintesis enzim yang spesifik
yang bertanggung jawab untuk penambahan residu karbohidrat tunggal pada glikoprotein atau glikolipid
antigenik dasar dengan gula terminal L-fruktosa pada eritrosit, yang dikenal sebagai substansi H, Gen O
adalah gen amorf dan tidak dapat mentransformasi substansi H. antibodi alamiah terhadap antigen A
dan/atau B ditemukan dalam plasma individu yang eritrositnya tidak mempunyai antigen tersebut.

Tabel 1. Penggolongan Darah Berdasarkan Sistem ABO

Fenotipe Genotipe Antigen Antibodi Alamiah


O OO O Anti- A
Anti- B
A AA/AO A Anti- B
B B B Anti- A

2
AB AB AB Tidak ada

Sistem RH

Lokus golongan darah RH tersusun atas dua gen struktural yang saling terkait (RhD dan RhCE) yang
mengkode protein membran yang membawa antigen D, Cc, dan Ee. Antibodi Rh jarang timbul secara
alamiah, dihasilkan dari transfusi atau kehamilan sebelumnya. Anti-D bertanggung jawab untuk sebagian
besar gangguan klinis yang terkait dengan sistem Rh. Karena itu penggolongan subjek dalam sistem Rh
dibagi menjadi Rh D positif dan Rh D negatif.

Tabel 2. Penggolongan Darah Berdasarkan Sistem Rhesus

Anti Rho (D) Kontrol Rh Tipe Rh


Positif Negatif D+
Negatif Negatif D- (d)
Positif Harus diulang atau diperiksa
dengan Rh (D) typing (Saline
tube test).

INDIKASI TRANSFUSI

Transfusi darah dan komponen darah (sel darah merah, trombosit, fresh frozen plasma, dan
kriopresipitat). Diberikan untuk memperbaiki kondisi klinis pasien, baik pada masa perioperatif dan
peripartum maupun untuk terapi lain. Keuntungan yang diharapkan dari transfusi ini antara lain
meningkatkan oksigenasi jaringan dan menurunkan perdarahan. Akan tetapi pemberian transfusi darah
tidak sepenuhnya bebas dari efek samping. Salah satunya adalah resiko transmisi penyakit infeksi
(hepatitis, HIV), reaksi transfusi hemolitik maupun nonhemolitik serta komplikasi lain akibat komponen
darah.

DARAH ALOGENIK (Homolog)

Transfusi darah diberikan untuk meningkatkan kapasitas transport O2 dan volume intravaskular.
Sebenarnya meningkatkan volume intravaskular bukan merupakan indikasi transfusi darah. Kondisi ini
dapat diatasi dengan pemberian cairan intravena, kristaloid atau koloid. Akan tetapi pada kasus
pendarahan, darah mungkin merupakan pilihan utama untuk meningkatkan kapasitas transport O 2
sekaligus mengembalikan volume intravaskular.

Berikut ini adalah klasifikasi mengenai perdarahan akut menurut American College of Surgeon.

Tabel 3. Klasifikasi Perdarahan Akut dari American College of Surgeao.

Faktor Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan darah 750 750-1500 1500-2000 2000 atau lebih
(mL)
Kehilangan darah 15 15-30 30-40 40 atau lebih
(% volume darah)

3
Denyut nadi 100 100 120 140 atau lebih
(denyut/menit)
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Pulse pressure Normal atau Menurun Menurun Menurun
(mmHg) meningkat
Capillary refill test Normal Positif Positif Positif
Pernapasan per 14-20 20-30 30-40 35
menit
Output urin 30 20-30 5-10 Negligible
(mL/Jam)
Sistem saraf pusat Cemas (ringan) Cemas (sedang) Cemas, bingung Bingung, letargi
: status mental
Penggantian Kristaloid Kristaloid Kristaloid + darah Kristaloid + darah
cairan (aturan 3-
1)

Konsensus telah menetapkan suatu ketentuan tentang transfusi darah :

1. Pasien sehat dengan nilai hematokrit kurang dari 30% membutuhkan transfusi darah perioperatif.
2. Pasien yang menderita anemia akut ( seperti kehilangan darah intraoperatif) dengan kadar
hematokrit kurang dari 21% membutuhkan transfusi darah segera.
3. Pasien yang menderita anemia kronik (seperti saat gagal ginjal) dapat mentoleransi konsentrasi
hemoglobin kurang dari 7 g/dL.

Selain ketetentuan transfusi seperti di atas, terdapat guideline lain yang direkomendasikan dari American
Society of Anesthesiologists, yaitu:

1. Transfusi jarang diindikasikan saat konsentrasi hemoglobin lebih besar dari pada 10 g/dL dan
hampir selalu diindikasikan saat nilai Hb 6 g/dL, terutama pada kondisi anemia yang akut.
2. Pada pasien dengan kadar Hb 6-10 g/dL, transfusi darah bergantung pada resiko komplikasi akibat
oksigenasi yang tidak adekuat.
3. Pemberian transfusi darah perlu mempertimbangkan fisiologi tubuh dan oksigenasi jaringan.
4. Jika tersedia, pemberian transfusi darah autolog prabedah, intrabedah dan pascabedah pada
hemodilusi normovolemik akut dan kehilangan darah yang mengakibakan hipotensi dapat
memberikan manfaat pada pasien.
5. Indikasi transfusi sel darah merah autolog lebih banyak dibandingkan dengan sel darah merah
alogenik karena resiko yang lebih rendah.

Pada tahun 1998, Habibi dkk. Merekomendasikan indikasi transfusi darah mengikuti rule of thumb, bahwa
administrasi dari 1 unit PRC akan meningkatkan nilai hematokrit sebesar 3%-5%:

1. Kehilangan darah lebih dari 20% volume darah (>100mL)


2. Kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL

4
3. Kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dL dengan penyakit mayor (misalnya emfisema, penyakit
jantung iskemik).
4. Kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dL setelah transfusi dengan darah autolog.
5. Kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dL dan pasien yang bergantung pada ventilator.

DARAH AUTOLOG

Penggunaan darah autolog diasumsikan lebih aman dibandingkan dengan darah alogenik, juga lebih
efektif pada pasien dengan kadar Hb <10 g/dL. Hal ini berkaitan dengan rendahnya resiko infeksi akibat
transfusi. Akan tetapi transfusi darah autolog tidak lepas dari beberapa komplikasi yang dapat terjadi,
antara lain: anemia, iskemia miokardial prabedah, kesalahan jumlah pemberian darah, demam dan reaksi
alergi.

UJI KOMPATIBILITAS

Skrining golongan darah ABO-Rh, crossmatch dan antibodi kerap kali digunakan untuk uji kompatibilitas.
Uji ini dilakukan untuk melihat secara in vitro apakah terdapat reaksi antigen-antibodi ini dapat dicegah
secara in vivo. Darah donor yang digunakan untuk transfusi emergensi sebelumnya harus dilakukan
skrining antibodi hemolitik anti-A atau anti-B, atau keduanya. Semua darah donor harus diuji golongan
darah dan tipe Rh serta dilakukan skrining untuk antibodi tertentu. Resipien juga harus menjalani
pemeriksaan golongan darah dan Rh. Pemeriksaan inilah yang dikenal sebagai crossmatch.

Pemeriksaan golongan darah dan tipe Rh penting sekali dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi serius
serius akibat transfusi darah ABO yang inkompatibel dengan darah resipien. Reaksi ini terjadi akibat
kandungan antibodi dalam darah (misalnya anti-A dan anti-B) yang mengaktivasi komplemen dan
menyebabkan hemolisis intravaskular. Antibodi anti-A atau anti-B, atau keduanya dapat timbul jika
seorang individu memiliki kadar antigen A maupun antigen B yang rendah.

Tabel 4. Golongan Darah Donor dan Resipien

Donor Resipien
O O,A,B, AB
A A, AB
B B, AB
AB AB

Uji crossmatch dilakukan sebelum transfusi dengan menggunakan tabung tertentu, dimana sel darah
merah donor dicampurkan dengan serum darah resipien untuk mendeteksi adanya reaksi transfusi
potensial yang mungkin terjadi. Hasil uji crossmatch dapat dilihat setelah 45 sampai 60 menit dan dibagi
menjadi 3 fase : fase segera, fase inkubasi dan fase antiglobulin.

Fase pertama dilakukan pada suhu ruangan dengan tujuan untuk mendeteksi inkompatibilitas ABO. Fase
ini berlangsung sekitar 1 hingga 5 menit. Fase kedua termasuk inkubasi reaksi fase pertama pada suhu
37C pada albumin atau larutan larutan Low-ionic strength salt. Penggunaan albumin dan larutan low-

5
ionic strength salt bertujuan untuk mendeteksi incomplete antibody atau antibodi yang menempel pada
antigen spesifik (pada sensitisasi) tetapi tidak mampu menyebabkan aglutinasi pada suspensi sel darah
merah. Fase ini turut mendeteksi antibodi Rh. Inkubasi berlangsung selama 30-45 menit pada larutan
albumin dan 10-20 menit pada larutan low-ionic strength salt. Fase ketiga adalah crossmatch, uji
antiglobulin indirek, dengan memberikan antiglobulin sera pada tabung uji yang telah diinkubasi. Dengan
penambahan antiglobulin ini, antibodi anti-manusia yang terdapat pada sera menjadi menempel pada
antiglobulin pada sel darah merah, menyebabkan aglutinasi. Fase antiglobulin ini mendeteksi incomplete
antibody pada seluruh sistem klasifikasi darah. Termasuk sistem Rh, kell, kidd, dan duffy.

TRANSFUSI EMERGENSI

Pada situasi-situasi tertentu, kadang dibutuhkaf transfusi darah segera sebelum uji kompatibilitas
terlaksana (ABO-Rh), skrining antibodi dan crossmatch. Untuk situasi dimana terdapat keterbatasan
waktu, perlu dilakukan beberapa uji yang dapat segera dilakukan.

Type-specific, Partially Crossmatched Blood

Saat menggunakan darah tanpa uji crossmatch, paling tidak harus dilakukan pemeriksaan ABO-Rh dan
crossmatch fase segera. Uji crossmatch yang tidak lengkap memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya
reaksi hemolitik berat akibat golongan darah ABO. Uji dilakukan dengan menambahkan serum pasien ke
sel darah merah donor pada temperatur kamar, disentrifugasi dan melihat apakah terdapat aglutinasi
maksoskopik. Uji ini berlangsung selama 1-5 menit.

Type-specific, Uncrossmatched Blood

Pada teknik ini, tetap dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO-Rh, tanpa uji crossmatch. Penggunaan
darah tanpa uji crossmatch aman pada orang yang sebelumnya tidak pernah ditransfusi, meskipun tidak
menutup kemungkinan terjadinya suatu reaksi transfusi yang serius (sekitar 1 dari 1000 kasus).
Sebaliknya, pada ornag yang memiliki riwayat pernah terpajan dengan antigen sel darah merah asing.
Transfusi tanpa pemeriksaan crossmatch dapat berakibat buruk.

Type-O-Rh Negative, Uncrossmmatched Blood

Golongan darah O tidak memiliki antigen A dan B dan tentu saja tidak terjadi hemolisis oleh antibodi anti-
A atau anti-B pada darah resipien. Oleh karena itu, pasien dengan golongan darah O disebut sebagai donor
universal. Pendonor dapat mendonorkan darah mereka pada suatu trtransfusi darurat dimana tidak dapat
dilakukan uji kompatibilitas.

Meskipun demikian, pada beberapa individu bergolongan darah O diproduksi suatu IgG, IgM, antibodi
anti-A dan anti-B dalam titer yang tinggi. Kandungan hemolisin dalam darah donor dapat menyebabkan
destruksi sel darah merah A dan B resipien. Karena adanya kemungkinan hemolisis darah, maka
penggunaan packed red blood cell memiliki volume plasma yang lebih kecil dan bebas dari antibodi
hemolitik anti-A dan anti-B.

Pada transfusi darurat lebih dari 2 unit whole blood O Rh-negatif tanpa uji crossmatch, pasien mungkin
tidak dapat kembali ditransfusi darah sesuai dengan golongan darahnya. Penggantian transfusi dengan
golongan darah yang berbeda dapat mengakibatkan terjadinya hemolisis intravaskular dari sel darah

6
donor akibat peningkatan titer anti-A dan anti-B yang ditransfusikan. Penggunaan whole blood O Rh-
negatif lebih lanjut akan berakibat hemolisis minor pada sel darah merah resipien, dengan
hiperbilirubinemia sebagai komplikasinya. Pasien tidak boleh di transfusi dengan golongan darahnya yang
sebenarnya hingga anti-A dan anti-B pada darah telah menurun kadarnya.

PRODUK DARAH

Darah yang diambil dengan teknik aseptik akan dimasukkan ke dalam kantung-kantung plastik yang
mengandung antikoagulan (umumnya sitrat, fosfat, dan dekstrosa atau CPD). Pemberian sitrat
dimaksudkan untuk mencegah koagulasi darah dengan cara bergabung dengan kalsium darah.

Sebelum dilakukan pemberian transfusi, dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan RhD, antibodi
eritrosit dan pemeriksaan serologi untuk menyingkirkan sifilis, antigen permukaan hepatitis B (HbsAg),
virus hepatitis C (HCV), serta HIV 1 dan 2. darah disimpan pada suhu 4-6C selama 35 hari, bergantung
pada pengawetnya. Setelah 48 jam pertama, terjadi kehilangan K+ dari eritrosit ke dalam plasma. Darah
kemudian diproses dan dipisahkan menjadi komponen-komponen sebelum digunakan. Berikut ini adalah
produk-produk darah yang kerap kali digunakan.

Whole Blood

Produk darah ini berisi sel darah merah, leukosit, dan plasma. Setiap kantong whole blood berisi 250 mL
darah dan 37 mL antikoagulan. Lama penyimpanan produk darah ini tergantung dari antikoagulan yang
digunakan: pada sitrat fosfat dekstrosa (CPD) lama simpanan adalah 21 hari, sedangkan dengan CPD
adenin (CPDA) 35 hari.

Whole blood digunakan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu
yang bersamaan. Transfusi darah lengkap diindikasikontrakan pada pasien anemia kronik yang
normovolemik atau bertujuan meningkatkan sel darah merah. Transfusi 1 unit darah lengkap akan
meningkatkan Hb sekitar 1 g/dL atau hematokrit 3-4%. Pada anak-anak, darah lengkap 8 mL/kg akan
meningkatkan Hb sekitar 1 g/dL.

Packed Red blood Cell (PRBC)

Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, dan plasma. Dengan nilai hematokrit 60-70%. Volume
sel darah merah pekat sekitar 150-300 mL dengan massa sel darah merah 100-200 mL.

Sama dengan whole blood, jika menggunakan antikoagulan CPDA, sel darah merah pekat dapat disimpan
dalam 35 hari, sedangkan bila menggunakan antikoagulan CPD masa simpan dari sel darah merah adalah
21 hari.

Transfusi sel darah merah pekat digunakan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien
anemia yang membutuhkan tambahan eritrosit untuk membawa O2, sayangnya, pemberian PRBC dapat
menyebabkan hipervolemia jika diberikan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat.

Packed Red blood cell leukocytes reduced

7
Kandungan leukosit pada produk darah ini kurang dari 5 x 106 leukosit/unit. Pemberian PRBC leucocytes
reduced ditunjukan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang menunjukkan gejala
anemia, yang hanya memerlukan massa sel darah merah pembawa O2.

Packed Red blood cell Washed

Sel darah merah dicuci dengan NS dan memiliki hematokrit 70-80% dengan volume 180 mL. Pencucian
dengan NS akan membuang hampir seluruh plasma, menurunkan konsentrasi leukosit, trombosit dan
debris. Komponen ini hanya bisa disimpan dalam waktu 24 jam.

Pada orang dewasa, produk darah ini digunakan untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang
berulang, dapat pula digunakan pada transfusi neonatal atau transfusi intrauterin.

Packed Red blood cell frozen, packed red blood cell deglycerolized

Sel darah merah beku dibuat dengan penambahan gliserol, suatu sediaan krioprotektif terhadap darah
yang usianya kurang dari 6 hari. Darah akan dibekukan pada suhu -65C atau -200C dan dapat disimpan
selama 10 tahun. Teknik ini digunakan untuk menyimpan darah langka, tetapi tidak menutup
kemungkinan adanya kontaminasi bakteri.

Konsentrat trombosit (Trombocyte concentrate/TC)

Produk darah ini berisi trombosit, sedikit leukosit dan sel darah merah serta plasma. Satu kantung darah
trombosit memiliki volume sekitar 50 mL dan berasal dari seorang donor.

Transfusi TC diindikasikan pada kasus pendarahan karena trombositopenia (trombosit <50.000/uL) atau
trombositopati kongenital /didapat. Pemberian TC juga diindikasikan selama operasi atau prosedur invasif
dengan jumlah trombosit <50.000/uL. Profilaksis diberikan pada semua kasus dengan jumlah trombosit
5000-10000/uL yang berhubungan dengan hipoplasia sumsum tulang akibat kemoterapi, invasi tumor
atau aplasia primer sumsum tulang.

Transfusi TC umumnya tidak efektif pada pasien dengan destruksi trombosit yang cepat (misalnya ITP).
Pada saat transfusi, mungkin terjadi reaksi menggigil, panas atau alergi. Dalam kondisi ini, antipiretik yang
dipilih hendaknya bukan golongan aspirin karena dapat menghambat agregasi dan fungsi trombosit.

Fresh-Frozen Plasma

Komponen ini digunakan untuk mengganti kekurangan faktor koagulasi. Fresh frozen plasma berisi
plasma, semua faktor pembekuan stabil dan labil, komponen dan protein plasma. Produk ini dapat dipakai
untuk pasien dengan gangguan proses pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau
kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multipel.

Kriopresipitat faktor anti hemofilik

Kriopresipitat berisi konsentrat plasma protein tertentu, yaitu faktor VIII, fibrinogen, faktor von willebrand
dan faktor XIII. Kriopresipitat digunakan pada pasien yang kekurangan faktor VIII (hemofilia A), faktor XIII,
fibrinogen dan pada penyakit von willebrand.

Granulocystes pheresis

8
Produk darah ini diperoleh dengan cara sitoferesis dari donor tunggal, berisi granulosit, limfosit,
trombosit, beberapa sel darah merah dan sedikit plasma. Komponen ini digunakan untuk meningkatkan
jumlah granulosit pada pasien sepsis dengan leukopenia yang tidak menunjukkan perbaikan antibiotik dan
pada pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan hipoplasia.

Albumin

Albumin merupakan derivat plasma yang terdiri dari 96% albumin dan 4% globulin serta beberapa protein
lain. Pemberian albumin digunakan untuk meningkatkan volume sirkulasi. Namun sekarang, dengan
tersedianya banyak cairan sintetik pengganti volume tubuh, penggunaan albumin sudah sangat selektif.
Selain harga mahal, albumin berpotensi menyebabkan banyak kerugian.

Imunoglobulin

Komponen ini berisi IgG dengan sedikit IgA dan IgM. Terdapat dua sediaan, yaitu intramuskular (IMIG) dan
intravena (IVIG). Preparat imunoglobulin digunakan untuk profilaksis antibodi secara pasif pada orang
yang rentan pada penyakit tertentu dan sebagai terapi pengganti pada orang dengan imunodefisiensi
primer.

RESIKO TRANSFUSI

Pemberian transfusi darah tidak lepas dari resiko-resiko tertentu. Tabel di bawah ini menunjukkan
beberapa komplikasi darah yang dapat terjadi. Baik secara dini maupun secara lanjut.

Tabel 5. Komplikasi Transfusi Darah

Dini Lanjut
Reaksi hemolitik Transmisi penyakit
Segera Virus
Lambat Hepatitis A, B, C
Reaksi yang terjadi akibat darah yang terinfeksi HIV
Reaksi alergi terhadap leukosit, trombosit, atau CMV
protein. Bakteri
Treponema pallidum
Brucella
Salmonella
Parasit
Malaria
Toxoplasma
Mikrofilaria
Reaksi pirogenik (terhadap protein plasma atau Kelebihan timbunan besi akibat transfusi
akibat antibodi HLA)
Kelebihan beban sirkulasi Sensitisasi imun, misalnya terhadap eritrosit,
trombosit, atau antigen RhD
Emboli udara Penyakit cangkok melawan pejamu yang terkait
dengan transfusi.
tromboflebitis

9
hiperkalemia
Kelainan pembekuan (setelah transfusi masif)
Cedera paru akut yang terkait dengan tran

Demam

Peningkatan suhu saat transfusi darah dapat disebabkan oleh interaksi antara antibodi leukosit atau
trombosit terhadap antigen sel darah donor serta adanya senyawa pirogen. Untuk mencegah terjadinya
komplikasi ini terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Sebelum dilakukan transfusi penting sekali dilakukan uji crossmatch untuk melihat reaksi antara
antigen dengan antibodi.
2. Memberikan produk darah dengan jumlah leukosit minimal
3. Memasang mikrofiltrasi yang memiliki pori-pori berukuran 40 nm.

Jika terjadi demam saat transfusi dilakukan, maka dapat diberikan :

1. Prednison 50 mg atau lebih sehari


2. Kortison oral 50 mg setiap 6 jam selama 48 jam sebelum transfusi
3. Aspirin 1 g saat pasien mulai menggigil atau 1 jam sebelum transfusi.

Reaksi Alergi

Syok anafilaktik dapat terjadi pada 1 dari 20.000 kasus transfusi. Rekasi alergi ringan seperti urtikaria
timbul pada 3% kasus transfusi. Reaksi anafilaktik yang berat umumnya disebabkan oleh interaksi antara
IgA pada darah donor dengan anti IgA spesifik pada plasma resipien.

Reaksi Transfusi Hemolitik

Reaksi transfusi hemolitik dapat terjadi segera atau berlangsung lambat. Reaksi segera dapat mengancam
jiwa dan berkaitan dengan hemolisis intravaskular masif. Terjadi akibat antibodi yang mengaktifkan
komplemen dari kelas IgM atau IgG, biasanya dengan spesifisitas ABO.

Reaksi yang berkaitan dengan hemolisis biasanya bersifat lebih ringan tetapi tetap dapat mengancam jiwa.
Sel-sel darah akan dilapisi IgG dan disingkirkan dalam sistem retikuloendotelial. Pada kasus hemolitik yang
ringan, salah satu tanda reaksi transfusi adalah anemia progresif yang tidak diketahui sebabnya, dengan
atau tanpa ikterus. Pada pasien dengan hemolisis berat, tujuan terapi awal adalah untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi ginjal.

Transfusi kompatibel lebih lanjut mungkin diperlukan pada pasien yang sakit berat. Apabila terjadi gagal
ginjal akut, ditangani dengan cara yang biasa, bila perlu dilakukan dialisis.

Reaksi hemolitik dapat juga terjadi akibat transfusi eritrosit yang rusak akibat paparan dextrose 5%, injeksi
air ke dalam sirkulasi, transfusi darah yang lisis, transfusi darah dengan pemanasan berlebihan, transfusi
darah beku, transfusi dengan darah yang terinfeksi, maupun transfusi darah dengan tekanan tinggi.

10
Transmisi Penyakit

Dalam pemberian transfusi, harus diperhatikan kemungkinan transmisi penyakit seperti HIV, Hepatitis B,
hepatitis C, dan virus lainnya. Selain virus, bakteri dapat pula mengkontaminasi eritrosit dan trombosit
sehingga dapat menyebabkan infeksi bahkan sepsis setelah transfusi.

Transmisi HIV

Laporan mengenai infeksi HIV berkaitan dengan transfusi pertama kali terjadi pada akhir tahun 1982 dan
awal 1983. Pada tahun 1983, Public health service merekomendasikan bahwa orang dengan resiko tinggi
infeksi HIV tidak boleh mendonorkan darah. Bank darah harus menanyakan faktor resiko infeksi HIV bagi
orang yang ingin mendonorkan darahnya dan memberikan kesadaran bagi donor dengan resiko tinggi
untuk mendonorkan darahnya. Pada maret 1985, uji antibodi-HIV diimplementasikan untuk setiap pusat
donor darah. Untuk menurunkan resiko infeksi HIV akibat transfusi, pada akhir 1995. Bank darah mulai
mengimplementasikan pengujian antigen p24 untuk donor.

Transmisi HBV dan HCV

Estimasi resiko transmisi HBV dan HCV saat ini adalah 1 dari 103.000 kasus transfusi. Untuk mencegah
transmisi virus ini, penting sekali untuk dilakukan pemeriksaan HBV dan HCV.

Transmisi virus lain

Prevalensi viremia hepatitis C pada darah donor di Amerika Serikat berkisar antara 1-2%, dan virus ini
dapat ditransmisikan melalui transfusi darah. Sayangnya, belum ada uji skrining yang dapat mendeteksi
virus ini.

Transmisi virus hepatitis A melalui transfusi darah cukup jarang terjadi karena ketiadaan gejala klinis
mengeksklusikan penyakit ini pada donor.

Resiko transmisi penyakit dari donor dapat diminimalisasi melalui dua hal, yaitu :

1. Donor diseleksi dari individu berbadan sehat


2. Semua donor diperiksa kemungkinan penyakit infeksi. Penyaring (screening) harus menjadi
tindakan rutin dan masuk dalam Standar Prosedur Operasional di semua institusi yang berwenang
dalam transfusi darah.

Kontaminasi

Kontaminasi bakteri pada eritrosit paling sering terjadi akibat Yersinia enterocolitica. Resiko terjadinya
kontaminasi tersebut berhubungan langsung dengan lamanya penyimpanan.

Resiko sepsis yang berhubungan dengan transfusi trombosit adalah 1 kasus per 12.000 transfusi. Angka
kejadian sepsis ini lebih besar pada transfusi konsetrat trombosit yang berasal dari beberapa donor
dibandingkan dengan trombosit yang didapatkan dengan aferesis dari donor tunggal. Bakteri yang
mengkontaminasi trombosit yang dapat menyebabkan kematian antara lain adalah Staphylococcus
aureus, klebsiella pneumoniae, Serratia marcescens dan Staphylococcus epidermidis.

11
Transfusion Related Acute Lung Injury (TRALI)

TRALI merupakan diagnosis klinis berupa hipoksemia akut dan edema pulmonal bilateral yang terjadi
dalam waktu 6 jam setelah transfusi dilakukan. Manifestasi klinis yang ditemui adalah dispnea, takipnea,
demam, takikardi, hipotensi atau hipertensi dan leukopenia akut sementara. Beberapa mekanisme
diperkirakan menjadi penyebab terjadinya kondisi ini. Salah satunya adalah reaksi antara neutrofil
resipien dengan antibodi donor yang mempunyai HLA atau antigen neutrofil spesifik. Akibatnya terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler pada mikrosirkulasi di paru.

Tabel 6. Produk darah

Komponen darah Jenis Produk


Selular Whole Blood

Packed Red Blood Cell:


Packed Red blood cell leukocytes
reduced
Packed red blood cell blood cell
washing
Packed red blood cell frozen,
packed red cell blood cell
deglycerolized

Konsentrat trombosit

Granulocytes pheresis
Non-selular Kriopresipitat
Derivat Plasma Albumin (manusia)
Faktor VIII concentrates
Faktor IX concentrates
imunoglobulin

PROSEDUR TRANSFUSI
sebelum mengajukan permintaan produk darah untuk ditransfusikan. Harus dipastikan dulu indikasinya.
Prosedur yang berlaku di tiap-tiap institusi perlu dijalani dengan sunguh-sunguh dan tertib. Salah satunya
adalah dengan meminta informed consent tertulis dari pasien atau keluarganya.

Banyak masyarakat telah mengerti bahaya komplikasi yang ditimbulkan transfusi darah, apalagi HIV/AIDS
sudah sangat luas dikenal. Disamping itu beberapa kepercayaan tidak membolehkan transfusi darah,
meski darah autologus. Oleh karena itu Informed consent perlu dimintakan dan tercatat dalam rekam
medis pasien.

Prosedur permintaan darah biasanya dilengkapi dengan formulir-formulir khusus yang harus diisi dengan
lengkap dan benar. Sampel darah juga harus diambil, ditempatkan dalam tempat yang benar dan dalam
jumlah minimal yang disaratkan.

12
Produk darah yang telah diambil harus menjalani pemeriksaan berlapis-lapis, mulai petugas pertama yang
menerima dari petugas bank darah. Petugas penerima ini kemudian menyerahkan kepada petugas kedua.
Petugas kedua juga harus memeriksa produk darah yang diterimanya, begitu seterusnya hingga orang
terakhir yang akan melakukan transfusi darah. Pemeriksaan harus mencocokkan identitas pasien,
golongan darah dan jenis rhesus. Nomor yang tertera pada label, kantung, kartu dan formulir darah harus
sama. Setiap petugas yang memeriksa kesesuaian data ini harus membubuhkan paraf pada label, kantung
darah, kartu dan formulir.

PENUTUP

Transfusi darah adalah salah satu terapi yang penting dan dapat menyelamatkan nyawa. Namun demikian,
transfusi juga berpotensi membawa bahaya serius pada resipiennya. Keselamatan pasien dalam transfusi
darah menuntut kehati-hatian ekstra. Transfusi harus dilakukan atas indikasi yang jelas, tercatat dan
disetujui oleh pasien yang terekam dalam lembar persetujuan tertulis. Demi keselamatan pasien,
pemberian transfusi darah harus melewati berlapis-lapis pemeriksaan, hingga orang terakhir yang
memberikan darah tersebut ke pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hospital Accreditation Standards, 2009. The Joint Commission International Accreditation.


2. Miller's Anesthesia. 7th edition, 2010.
3. Clinical Anesthesia. Barash, Cullen, Stoelting, 5th edition, 2006
4. Djoerban Z. dasar-dasar transfusi darah, dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam;2006.

13

You might also like